Analisis Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Masyarakat Dalam Membayar Pbb Di Kota Medan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis biasanya menyerang paru (TB paru)
tetapi dapat juga organ selain paru (TB ekstraparu) (WHO, 2013).
Perkiraan jumlah kasus TB dunia pada 2014 terjadi di Asia 56% dan
Afrika 29%, proporsi yang lebih kecil terjadi di wilayah timur Mediterania 8%,
Eropa 4% dan Amerika 3% (WHO, 2014).
Pengendalian TB di dunia saat ini menghadapi tantangan yang
ditimbulkan oleh penyebaran secara global strain M. tuberculosis yang resisten
terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) standar. Hal ini menyebabkan terjadinya
penyebaran multi-drugs resistance tuberculosis (MDR-TB) di dunia (Falzon et al.,
2011). MDR-TB merupakan resistensi terhadap setidaknya isoniazid dan
rifampisin yang merupakan dua obat anti TB paling efektif (Rie et al., 2001; Abe
et al., 2008; Falzon et al., 2011).
Berdasarkan pada Global Tuberculosis Report: Drug Resistant TB
Survaillence and Response yang dikeluar World Health Organization (WHO)
pada tahun 2014, diperkirakan ± 300.000 penderita MDR-TB terdiagnosa dan
terjadi di seluruh dunia, Indonesia menyumbang ± 6.800 penderita. Yang

terbanyak adalah India ± 62.000, China ± 54.000 dan Rusia ± 41.000 penderita.
Data di Departemen Ilmu Penyakit Paru RSUP. H. Adam Malik Medan
yang merupakan pusat rujukan untuk diagnostik dan pengobatan MDR-TB di

Sumatera Utara, pada bulan Januari – Maret tahun 2015 sebanyak 178 pasien
menjadi suspek MDR-TB dan 53 diantaranya positif menderita MDR-TB
menggunakan metode Gene Expert.
Resistensi terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) terutama terjadi karena
mutasi pada gen M. tuberculosis (Rattan et al., 1999; Rie et al., 2001; Meissner et
al., 2002; Bostanabad et al., 2008; Marahatta et al., 2011). Mutasi dapat
disebabkan

oleh

inadekuatnya

kadar

terapeutik


ketidakpatuhan dalam proses mengkonsumsi obat

obat,

terutama

akibat

(Kardas dan Bishai, 2006;

Sjahrurachman, 2010: Muñoz et al., 2014). Lina et al pada tahun 2009 dalam
penelitiannya menyatakan bahwa resistensi dapat terjadi karena penggunaan obat
yang tidak tepat dan tidak teratur, sehingga menimbulkan mutasi pada gen yang
mengkode/menyandi target OAT seperti gen katG untuk isoniazid.
Hubungan
didemonstrasikan

antara
pada


ketidakpatuhan

penyakit

dan

– penyakit

resistensi

infeksi

telah

kronik,

jelas

contohnya


tuberkulosis. Hal ini terbukti di Baltimore Amerika Serikat. Antara tahun 1969
dan 1976, Baltimore memiliki angka rata – rata tertinggi untuk kejadian TB
dibandingkan dengan kota – kota lain di Amerika Serikat. Pada tahun 1978 ketika
sistem directly observed therapy (DOT) pada pengobatan TB mulai diperkenalkan
secara luas dan diterapkan di Baltimore, angka kepatuhan meningkat sampai
hampir 100% dan angka rata – rata kejadian TB menurun dari sebelumnya
50/100.000 pertahun menjadi 36/100.000 pada tahun 1981. Pada tahun 1985
sampai 1992, terjadi peningkatan rata – rata angka kejadian TB diseluruh Amerika
Serikat sampai dengan 20%. Sebagai tambahan pada tahun 1991, 33% dari
keseluruhan kasus TB baru di New York disebabkab oleh strain M. tuberculosis

resisten OAT. Sementara di Baltimore terus terjadi penurunan angka rata – rata
kejadian TB yaitu 24/100.000 pada tahun 1985, 17/100.000 pada tahun 1992 dan
3.7/100.000 pada tahun 2003, hal ini pastinya disertai dengan penurunan kasus TB
baru yang disebabkan oleh strain M. tuberculosis resisten OAT (Kardas dan
Bishai, 2006). Oleh sebab itu, kepatuhan penderita terhadap proses pengobatan
TB sangat esensial bukan hanya untuk mengobati penyakit tetapi juga untuk dapat
mencegah terjadinya resistensi obat (Gandhi et al., 2006).
Berdasarkan data US Centre for Disease Control and Prevention, sekitar
sepertiga dari seluruh pasien dengan TB aktif di Amerika Serikat gagal

melengkapi proses pengobatan. Ketidakpatuhan mencapai 90% pada penderita
tuna wisma dan alkoholik. Kepatuhan masih menjadi salah satu masalah pada
proses penyembuhan TB karena pengobatan OAT memerlukan waktu paling
sedikit selama 6 bulan (Meissner et al., 2002).
Saat ini, akibat dampak dari peningkatan MDR-TB dan relatif terbatasnya
jumlah agen terapeutik yang ada, maka dilakukan upaya untuk menentukan dasar
molekuler resistensi M. tuberculosis terhadap OAT. Ternyata didapati bahwa
resistensi M. tuberculosis terhadap OAT adalah karena mutasi genomik tertentu
pada beberapa gen spesifik M. tuberculosis. Sampai saat ini didapati sembilan
mutasi gen yang diketahui terkait dengan resistensi terhadap OAT lini pertama.
KatG, InhA, AphC, dan KasA untuk resistensi isoniazid; RpoB untuk resistensi
rifampisin; RpsL dan Rss untuk resistensi streptomisin; EmbB untuk resistensi
etambutol; dan PncA untuk resistensi pirazinamid. MDR-TB adalah akibat
akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut (Rie et al., 2001; Meissner et al., 2002).

Isoniazid (INH) merupakan salah satu anti tuberkulosis lini pertama yang
penting. Mycobacterium tuberculosis sangat peka terhadap INH (Rattan et al.,
1999). Isoniazid masuk kedalam sel M. tuberculosis sebagai prodrug dengan
berdifusi secara pasif, INH kemudian diaktifkan oleh enzim katalase-peroksidase
yang diekspresikan oleh gen KatG M. tuberculosis untuk menjadi bentuk aktifnya

(Ramaswamy et al., 2003).
Mutasi gen KatG menyebabkan hilangnya aktivitas enzim katalaseperoksidase, ini merupakan mekanisme utama resistensi INH pada M.
tuberculosis (Musser., 1995). Mutasi gen KatG terbanyak ditemukan pada kodon
315 yaitu antara 61 – 90% dari keseluruhan bentuk – bentuk mutasi pada gen
KatG (Rie et al., 2001; Ramaswamy et al., 2003; Abe et al., 2008; Marahatta et
al., 2011), pada kodon 315 ini mutasi yang paling sering muncul adalah AGC
(Serin) menjadi ACC (Treonin). Pada tingkat basa, mutasi ini merupakan mutasi
poin (point mutation) pada urutan ke 944 yaitu G menjadi C (G944C) (Ahmad et
al., 2002; Mokrosov et al., 2002; Guo et al., 2006; Bostanabad et al., 2008;
Marahatta et al., 2011; Genbank., 2015). Penelitian Bostanabad et al pada tahun
2008 terhadap 163 spesimen sputum pasien dengan tuberkulosis paru aktif di
Belarusia, 40 isolat adalah resisten INH secara konvensional dengan metode
proporsional, dan berdasarkan metode PCR-sekuensing tipe terbanyak pada isolat
M. tuberculosis resisten INH adalah akibat mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C),
yaitu 36 isolat (85%) (Bostanabad et al., 2008). Mutasi gen KatG Ser315Thr
(G944C) dapat menjadi marker genetik yang sangat potensial untuk menentukan
strain M. tuberculosis resisten INH (Bostanabad et al., 2008; Marahatta et al.,
2011).

Berdasarkan penelitian Colangeli et al (2014) pada hewan coba (Macaque

sp), rata – rata laju mutasi (mutation rate) M. tuberculosis dalam 20 jam masa
regenerasinya diperkirakan terjadi sebesar 5.5x10-10 mutasi/bp/generasi. Dan hasil
penelitian Ragheb et al (2013) didapatkan laju mutasi M. tuberculosis sebesar
2.7x10-3 per-lokus pertahun, atau 225x10-6 per-lokus perbulan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ketidakpatuhan pasien dalam
mengkonsumsi OAT menyebabkan inadekuatnya kadar OAT dalam pengobatan
TB dan ini menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya mutasi – mutasi tertentu
pada genom M. tuberculosis yang menyebabkannya resisten terhadap OAT.
Belum adanya penelitian yang mengamati secara langsung bagaimana hubungan
tingkat kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi INH dengan proses terjadinya
mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) pada M. tuberculosis menjadi alasan
peneliti untuk melakukan penelitian.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut: apakah terdapat hubungan antara kepatuhan pasien TB
paru mengkonsumsi INH selama pengobatan OAT dengan mutasi gen KatG
Ser315Thr (G944C) M. tuberculosis.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan

pasien TB paru mengkonsumsi INH selama pengobatan OAT dengan mutasi gen
KatG Ser315Thr (G944C).

1.3.2
1.

Tujuan khusus

Mengetahui karakteristik penderita TB paru (jenis kelamin, umur, suku dan
pendidikan) di RSU dr. Pirngadi Medan.

2.

Mengetahui distribusi mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) M. tuberculosis
pada penderita TB paru di RSU dr. Pirngadi Medan setelah pengobatan INH.


3.

Mengetahui data kepatuhan penderita TB paru di RSU dr. Pirngadi Medan
selama pengobatan INH.

4.

Mengetahui bagaimana pengaruh tingkat kepatuhan mengkonsumsi INH
dengan terjadinya mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) M. tuberculosis pada
penderita TB paru.

5.

Mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, suku dan pendidikan dengan
tingkat kepatuhan mengkonsumsi INH pada penderita TB paru.

1.4 Hipotesa
Ada hubungan antara kepatuhan pasien TB paru mengkonsumsi INH
selama pengobatan OAT dengan mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) M.

tuberculosis.

1.5 Manfaat Penelitian
1.

Hasil penelitian diharapkan dapat mendeteksi pola mutasi gen KatG
Ser315Thr (G944C) M. tuberculosis pada pasien TB paru yang patuh dan
tidak patuh mengkonsumsi INH selama pengobatan OAT.

2.

Mendapatkan data distribusi mutasi gen KatG Ser315Thr (G944C) M.
Tuberculosis pada pasien TB paru.

3.

Mendapatkan data tentang kepatuhan penderita TB terhadap pengobatan INH.

4.


Mendapatkan data tentang hubungan jenis kelamin, umur, suku dan
pendidikan penderita TB dengan tingkat kepatuhan terhadap terhadap
pengobatan INH.

5.

Memanfaatkan metode biologi molekuler khususnya pemeriksaan mutasi gen
KatG Ser315Thr (G944C) M. tuberculosis untuk deteksi dini dan pengobatan
yang sesuai di masa yang akan datang.