Pertanian Karet Rakyat Di Desa Simangumban Jae Kecamatan Pahae Jae 1969-1995

BAB II
GAMBARAN UMUM DESA SIMANGUMBAN JAE

2.1 Letak Geografis
Desa Simangumban Jae merupakan salah satu dari 31 desa11 yang ada di
Kecamatan Pahae Jae, Kabupaten Tapanuli Utara. Secara administratif batas-batas
wilayah Desa Simangumban Jae adalah: Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Aek
Nabara, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, Sebelah
Timur berbatasan dengan Desa Dolok Sanggul dan di Sebelah Barat berbatasan Desa
Silosung. Jarak antara Desa Simangumban Jae dengan ibukota kecamatan Sarulla
yakni 11 km, dengan ibukota kabupaten Tarutung yakni 53 km, dengan kota Padang
Sidempuan 100 km. Saat ini Desa Simangumban Jae merupakan bagian dari wilayah
Kecamatan Simangumban.
Letak Desa Simangumban Jae terbentang di sisi kanan dan kiri jalan lintas
Barat Sumatera sehingga desa ini dapat dicapai dengan mudah. Desa ini dapat dicapai
dengan menggunankan bus dalam kota, juga becak bermotor. Dari Kota Tarutung,
dibutuhkan waktu hingga 1,5 jam untuk sampai ke Desa Simangumban Jae. Luas

11

Desa Nahornop Marsada, Desa Pardamean Nainggolan, Desa Pardomuan Nainggolan, Desa

Parsaoran Nainggolan, Desa Parsaoran Samosir, Desa Sarulla (Pasar Sarulla), Desa Setia, Desa
Sigurung Gurung, Desa Silangkitang, Desa Siopat Bahal, Desa Sitolu Ompu , Desa Sukamaju, Desa
Tordolok Nauli, Desa Bonani Dolok, Desa Huta Nagodang, Desa Janji Nauli, Desa Pardomuan Janji
Angkola, Desa Parsaoran Janji Angkola, Desa Purbatua, Desa Robean, Desa Selamat, Desa Sibulan
Bulan, Desa Sidua Bahal, Desa Sitolu Ompu (Bahal), Desa Aek Nabara, Desa Dolok Sanggul, Desa
Dolok Saut, Desa Lobu Sihim, Desa Silosung, Desa Simangumban Jae, Desa Simangumban Julu.

12

wilayah Desa Simangumban Jae adalah 1.300 hektar, dengan ketinggian 500 sampai
800 meter di atas permukaan laut (dpl). Berdasarkan ketinggian tersebut Desa
Simangumban Jae mempunyai iklim tropis. Musim hujan di Desa Simangumban Jae
jatuh pada bulan September sampai dengan bulan Desember. Untuk musim kemarau
jatuh pada bulan April sampai dengan bulan Agustus.
Penggunaan tanah di Desa Simangumban Jae berdasarkan pemanfaatannya
adalah 736 hektar sawah, 546 hektar ladang, 18 hektar pemukiman. Kondisi lahan di
Desa Simangumban Jae sangat cocok untuk pertanian. Sebelum tahun 1969,
penduduk sudah bertani seperti kemenyan, padi, dan ubi. Padi dan ubi menjadi
tanaman penopang kebutuhan masyarakat, ubi merupakan makanan penting selain
nasi.

Pola perkampungan penduduk umumnya mengelompok, rumah-rumah
penduduk berdekatan satu sama lain. Rumah tersebut terbuat dari bahan seperti papan
dan batu. Di Desa Simangumban Jae ini, umumnya rumah penduduk berlantai papan,
walaupun terdapat beberapa yang berlantai semen. Atap rumah penduduk terbuat dari
seng dan ijuk. Penduduk yang rumahnya semi permanen merupakan penduduk yang
bermata pencaharian sebagai PNS dan petani yang mempunyai lahan pertanian yang
luas. Rumah-rumah yang terbuat dari batu kebanyakan terdapat di tepi jalan utama
yakni lintas Barat Sumatera. Jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain kirakira 4 sampai 6 meter. Di sekitar pekarangan rumah penduduk ditanami dengan
tanaman seperti ubi, pinang, dan pohon kelapa. Daerah persawahan berada pada

13

tempat yang lebih rendah permukaanya, jika dibandingkan dengan tanah perumahan
penduduk. Hal ini karena sawah di Desa Simangumban Jae merupakan sawah tadah
hujan, sehingga jika hujan turun air akan berkumpul di areal persawahan dan
perumahan penduduk tidak akan tergenangi oleh air.

2.2 Penduduk
Etnik mayoritas yang mendiami Desa Simangumban Jae adalah Batak Toba,
terdapat juga beberapa suku Mandailing dari Tapanuli Selatan. Alasan masyarakat

Mandailing memilih Desa Simangumban Jae adalah banyaknya lahan kosong,
sehingga mereka dapat membuka hutan belukar untuk dijadikan lahan pemukiman
maupun pertanian. Kehidupan masyarakat Desa Simangumban Jae sangat kental
dengan tradisi peninggalan nenek moyang mereka seperti gotong-royong.12
Etnik

Mandailing

mudah

beradaptasi

di

tengah-tengah

pemukiman

masyarakat Batak Toba walaupun terdapat perbedaan bahasa dan agama diantara
kedua suku ini, yakni Orang Mandailing umumnya beragama Islam dan Orang Batak

Toba umumnya beragama Kristen. Di Desa Simangumban Jae ini kerukunan antar
umat beragama sangat dijaga. Marga-marga yang ada di desa ini adalah Marga
Sitompul, Ritonga, Simatupang, Gultom, Silitonga, dan marga-marga lainnya.13

12
13

Wawancara , dengan Lambok Ritonga warga Desa Simangumban Jae, 03 September 2015.
Wawancara , dengan Abdul Gultom warga Desa Simangumban Jae, 03 September 2015.

14

Kebudayaan dan adat istiadat pada masyarakat Desa Simangumban Jae masih
kental. Tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang mereka tetap dijalankan. Adat
istiadat ketika acara pernikahan masih tetap dijalankan, seperti acara manortor 14 yang
diiringi dengan musik batak. Manortor dilakukan pada acara ulang tahun, acara
pernikahan, acara kematian, dan acara besar lainnya dan hal ini masih dijalankan oleh
masyarakat Desa Simangumban Jae.
Laju pertumbuhan penduduk Desa Simangumban Jae diperkirakan sebesar
2,23% setiap tahunnya. Jumlah penduduk Desa Simangumban Jae tahun 1969

sebanyak 936 jiwa, tahun 1975 sebanyak 1.236 jiwa, tahun 1980 berjumlah 1.486
jiwa, tahun 1985 berjumlah 1.736, tahun 1990 berjumlah 1.986 jiwa. Pada tahun 1995
penduduk Desa Simangumban Jae berjumlah 2.236 jiwa, dimana sebanyak 1.060 jiwa
merupakan laki-laki dan sebanyak 1.176 jiwa merupakan perempuan. Jumlah tersebut
terdiri dari 465 kepala keluarga dengan rata-rata 5 jiwa dalam satu keluarga. Jumlah
penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani yakni sebanyak 450 kepala
keluarga. Penduduk yang beragama Islam sebanyak 1.418 jiwa dan Kristen Protestan
sebanyak 818 jiwa.15
Selanjutnya jumlah penduduk di Desa Simangumban Jae berdasarkan tingkat
umur dapat dilihat pada tabel berikut.

14

Manortor merupakan salah satu kebudayaan masyarakat batak toba yang diwariskan oleh
nenek moyang.
15
Kespan Ritonga, op. cit., hlm. 15.

15


Tabel 2.1
Jumlah Penduduk Desa Simangumban Jae Berdasarkan Tingkat Umur Tahun 1995
No

Umur (Tahun)

Jumlah (Jiwa)

1

0-4

116

2

5-9

436


3

10-14

519

4

15-24

510

5

25-49

402

6


50-64

195

7

65- ke atas

58

Jumlah

2.236

Sumber : Arsip Kantor Kepala Desa Simangumban Jae
Dari tabel di atas diketahui bahwa, jumlah penduduk paling besar dari seluruh
jumlah penduduk adalah golongan umur antara 10-14 tahun, yakni 519 jiwa (23,2%),
umur antara 15-24 tahun sebanyak 510 jiwa (22,8%), umur antara 5-9 tahun sebanyak
436 jiwa (19,5%), umur antara 25-49 tahun sebanyak 402 jiwa (18,0%), umur antara
50-64 tahun sebanyak 195 jiwa (8,7%), umur antara 0-4 tahun sebanyak 116 jiwa

(5,2%), dan umur 65 tahun ke atas sebanyak 58 jiwa (2,6 %).
Berdasarkan tabel di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kelompok umur
yang belum produktif yakni umur antara 0-14 tahun sebanyak 1.071 jiwa (47,9%),
artinya penduduk yang umurnya antara 0-14 tahun belum terlibat langsung dalam

16

kegiatan mencari nafkah. Kelompok umur yang produktif16 yakni antara umur 15-49
tahun sebanyak 912 jiwa (40,8%), dan kelompok umur 50 tahun ke atas sebanyak 253
jiwa (11,3%) dari seluruh jumlah penduduk, beberapa dari mereka masih bekerja jika
fisiknya masih kuat.

2.3 Mata Pencaharian
Selain tanaman karet dan kemenyan, masyarakat juga menanam tanaman
seperti padi, cabai, ubi dan kacang-kacangan di lahan pertanian mereka. Tujuan
utama penduduk Desa Simangumban Jae mengusahakan tanaman tumpangsari yakni
dengan umur tanaman yang tidak sama, maka ketersediaan bahan makanan sepanjang
tahun terjamin. Cara ini dapat mengurangi risiko, jika satu macam tanaman tidak
berhasil maka diharapkan tanaman lainnya akan memberikan hasil.17
Tanaman padi merupakan tanaman pokok dan kebutuhan pokok bagi

penduduk Desa Simangumban Jae. Selain padi, tanaman ubi juga banyak ditanam
penduduk. Ubi bukan saja sebagai tanaman tambahan, tetapi bisa dikatakan juga
sebagai tanaman pokok. Disamping beras untuk makanan, terkadang ubi dijadikan
sebagai bahan konsumsi pokok pengganti nasi. Hal ini dikarenakan panen padi yang
hanya dua kali dalam setahun dan dalam jumlah relatif sedikit memaksa penduduk

16

Usia produktif ini mengacu pada standar yang biasa dipergunakan oleh Departemen Tenaga
Kerja yakni antara usia 15-55 tahun, Pujo Suharso, Tanah, Petani, Politik Pedesaan , Solo: Pondok
Edukasi, 2002, hlm. 131.
17
Mubyarto, Pengantar Ekonomi Pertanian , Jakarta: LP3ES, 1977, hlm. 69.

17

harus pintar menghemat. Hal inilah yang menyebabkan tanaman ubi tidak terlepas
dari kehidupan penduduk di Desa Simangumban Jae.18
Tanaman padi sebagai tanaman utama oleh penduduk Desa Simangumban Jae
ditanam dua kali dalam setahun. Jenis padi yang ditanam adalah jenis padi sawah

yang berumur 5 sampai 6 bulan. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja
keluarga yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, istri, dan anak-anak petani.
Anak-anak yang berumur 12 tahun sudah dapat sebagai tenaga kerja yang produktif.
Mereka dapat membantu mengatur pengairan, mengangkut bibit padi, dan pupuk ke
sawah.
Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani sendiri, merupakan sumbangan
keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dengan
uang.19 Jika seorang petani mengalami kekurangan tenaga kerja pada saat
penggarapan tanah sawah maka ia dapat meminta tolong kepada tetangga dan
familinya dengan pengertian ia akan kembali menolongnya pada kesempatan yang
lain. Cara ini dapat menekan ongkos upah uang tenaga kerja yang harus dibayar. Hal
ini juga terjadi pada petani yang ada di Desa Simangumban Jae.
Pekerjaan yang berat dan awal dalam penanaman padi di sawah adalah
mengolah tanah serta mempersiapkan tanah yang akan dijadikan persawahan.
Sebelum petani di Desa Simangumban Jae mengenal traktor sebagai alat untuk
mengolah tanah pertanian, pekerjaan tersebut dikerjakan oleh tenaga manusia.
18
19

Wawancara , dengan Majid Ritonga warga Desa Simangumban Jae, 03 September 2015.
Mubyarto, op. cit., hlm. 105.

18

Pekerjaan ini umumnya dilakukan oleh laki-laki. Penduduk mengolah tanah
persawahan dengan cara gotong-royong.20
Alat yang digunakan untuk mengolah tanah masih tradisional yakni dengan
menggunakan cangkul. Setelah tanah dicangkul, kemudian digemburkan dengan cara
petak sawah digenangi air agar tanah menjadi lunak dan tidak melekat pada mata
cangkul. Lamanya penggenangan petak sawah sesuai kondisi tanah. Pekerjaan
mengolah tanah ini akan membutuhkan waktu yang cukup lama, tergantung luas
lahan yang dikerjakan petani. Untuk satu hektar sawah dengan tenaga kerja enam
orang membutuhkan waktu seminggu. Setelah pengolahan tanah selesai dilaksanakan,
maka petani di Desa Simangumban Jae mengerjakan pembibitan padi.
Pembibitan padi dilakukan petani setelah tanah sawah dicangkul dan
dibersihkan dari rerumputan yang bercampur dengan tanah akibat pencangkulan.
Biasanya bibit padi yang digunakan untuk pembenihan padi berasal dari hasil panen
sebelumnya atau petani lain baik dengan meminta atau membelinya. Bibit padi sudah
harus dipersiapkan di petak-petak sawah khusus pesemaian. Petak pembenihan
biasanya dicangkul hingga tanahnya lembut dan cukup air. Pembenihan memakan
waktu sekitar empat puluh hari. Setelah itu, bibit padi siap untuk dicabut kemudian
dibersihkan pada saluran air dan siap untuk ditanam. Pekerjaan menanam bibit padi
dilakukan oleh kaum wanita. Bibit padi tersebut ditanam pada petak-petak sawah

20

Wawancara , dengan Sabudin Simanjuntak warga Desa Simangumban Jae, 03 September

2015.

19

yang telah disediakan. Menanam padi dilakukan dengan jarak yang sama, biasanya
sekitar 20 cm.
Setelah padi ditanam, untuk menjaga pemeliharaan padi dilakukan pekerjaan
marbabo.21 Marbabo dilakukan setelah penanaman padi berumur dua bulan, lalu

diberi pupuk yaitu pupuk urea. Untuk menjaga serangan hama petani melakukan
penyemprotan racun hama, akan tetapi hal ini jarang dilakukan karena keterbatasan
modal petani. Jika padi sudah keluar petani kemudian melakukan penjagaan supaya
tidak diserang oleh tikus dan dimakan burung.
Setelah padi berumur enam bulan dan telah menguning, masyarakat bersiap
untuk masa panen. Masa panen dilakukan dengan cara memotong padi menggunakan
sabit, kemudian gabahnya dirontokkan dengan cara membanting dan dengan cara
menginjak-injak padi. Bantingan padi dibuat berupa meja dengan permukaannya
menggunakan bambu. Bambu-bambu tersebut dibuat dengan jarak sekitar 3 cm,
sehingga butir-butir padi jatuh dari susunan bambu. Selanjutnya dilakukan pemisahan
padi yang berisi dengan padi yang hampa.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Marudut Sianturi22 sebagai petani
di Desa Simangumban Jae tidak mampu memberikan pupuk secara rutin, karena
kekurangan modal sehingga hasil yang diperoleh tidak memungkinkan untuk
membeli pupuk. Di samping tanah yang kurang subur, penduduk juga tidak memiliki
sistem irigasi persawahan. Penduduk hanya mengandalkan air tadah hujan untuk
21

Marbabo merupakan sebutan Masyarakat Batak Toba dalam melakukan pekerjaan
membersihkan padi dari rumput.
22
Wawancara , dengan Marudut Sianturi warga Desa Simangumban Jae, 03 September 2015.

20

mengairi lahan pertanian. Di Desa Simangumban Jae ini, penggunaan tanah untuk
menanam tidak mengenal sistem rotasi atau perpindahan lahan, tetapi dengan sistem
penggunaan tanah tetap. Akibatnya kesuburan tanah tiap tahunnya berkurang dan
mempengaruhi hasil produksi pertanian setiap tahunnya.
Risiko yang ditanggung petani, akan mempengaruhi tingkat pendapatannya.
Sikap petani adalah berusaha menghindari kegagalan yang akan menghancurkan
kehidupannya, bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan mengambil
risiko.23 Padi sebagai tanaman dalam memenuhi keberlangsungan hidup masyarakat
akan mengalami risiko jika tidak dipikirkan sejak dini. Jika tanaman pangan tidak
menjanjikan ketersediaan tiap tahunnya, maka harus mencoba tanaman yang lebih
menjanjikan.
Akibat produksi kemenyan dan padi yang cenderung menurun tiap tahunnya,
penduduk mulai mengkonversi lahan pertaniannya menjadi lahan karet.24 Penduduk
Desa Simangumban Jae menanam karet antara 100 meter hingga 15 km dari rumah.
Pohon karet ditanam di tanah bekas perladangan yang sudah ditinggalkan dan dataran
tinggi bekas tanaman kemenyan. Lahan ini biasanya kurang subur, sehingga
pertumbuhan karet kurang baik dan getah yang dihasilkan lebih sedikit. Sehubungan
dengan perubahan pola sumber mata pencaharian penduduk Desa Simangumban Jae
tersebut, maka muncul bidang pekerjaan lain, seperti tenaga kerja penyadap dan toke
karet.
23

James C. Scott, Moral Ekonomi Petani: Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara ,
Jakarta: LP3ES, 1994, hlm. 15.
24
Wawancara , dengan Imran Ritonga warga Desa Simangumban Jae, 03 September 2015.

21

Selain bermatapencaharian sebagai petani, sebagian penduduk di Desa
Simangumban Jae juga melakukan usaha dagang dengan membuka warung.
Kebanyakan dari mereka adalah warga desa yang memiliki rumah di pinggir jalan,
yang menghubungkan desa yang satu dengan yang lain. Warung tersebut
menyediakan berbagai macam kebutuhan dapur dan peralatan sekolah. Warung ini
sangat membantu warga Desa Simangumban Jae yang pemukimannya jauh dari
pasar. Dengan demikian untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, mereka tidak perlu
ke pasar kecamatan yang jaraknya cukup jauh.25 Mereka baru akan ke pasar apabila
membutuhkan barang-barang yang tidak terdapat di daerahnya, misalnya pakaian dan
alat-alat pertanian. Terdapat juga beberapa penduduk di Desa Simagumban Jae yang
bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

25

Wawancara , dengan Parasian Sitompul warga Desa Simangumban Jae, 04 September 2015.

22