Pertanian Karet Rakyat Di Desa Simangumban Jae Kecamatan Pahae Jae 1969-1995

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Melihat literatur tentang perkebunan di Sumatera Utara yang umumnya hanya
terdapat di daerah eks Sumatera Timur1, seperti yang ditulis oleh Karl J. Pelzer dalam
bukunya Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria .
Kemudian T. Keizerina Devi Azwar dalam disertasinya Poenale Santie: Studi
Tentang Globalisasi Ekonomi dan Perubahan Hukum di Sumatera Timur (18701950), Edi Sumarno dalam tesisnya yang berjudul Pertanian Karet Rakyat Sumatera
Timur (1863-1942). Penulis juga tertarik meneliti tentang perkebunan, akan tetapi di

luar wilayah Sumatera Timur yakni di Kabupaten Tapanuli Utara, khususnya di Desa
Simangumban Jae Kecamatan Pahae Jae.
Desa Simangumban Jae merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara. Secara administratif batas-batas wilayah Desa
Simangumban Jae adalah: Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Aek Nabara,
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, Sebelah Timur
berbatasan dengan Desa Dolok Sanggul dan di Sebelah Barat berbatasan dengan Desa

1


Pada masa kolonial Belanda wilayah Sumatera Timur dibagi dalam lima afdeling yaitu Deli
Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, dan Bengkalis, Suprayitno, Mencoba (Lagi) Menjadi
Indonesia, Dari Federalisme ke Unitarisme: Studi Tentang Negara Sumatera Timur 1947-1950,
Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2001, hlm. 19.

1

Silosung. Jarak antara Desa Simangumban Jae dengan ibukota kecamatan Sarulla
yakni 11 km.
Secara keseluruhan Desa Simangumban Jae dilalui oleh satu sungai, yakni
sungai batang toru. Sungai batang toru menyebabkan kondisi air tanah tidak terlalu
dalam. Hal ini sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet yang membutuhkan
kelembapan yang cukup.2 Jarak sungai batang toru dengan pemukiman penduduk
terbilang jauh yakni sekitar 6 km, oleh karena itu penduduk Desa Simangumban Jae
tidak dapat memanfaatkan air sungai. Sungai batang toru dialiri air baik itu musim
kemarau maupun penghujan.
Luas wilayah Desa Simangumban Jae adalah 1.300 hektar, dengan ketinggian
500 sampai 800 meter di atas permukaan laut (dpl). Suhu rata-rata 170C sampai 250C
dengan curah hujan 1.843 mm dalam 168 hari. Pada tahun 1995 penduduk Desa
Simangumban Jae berjumlah 2.236 jiwa, terdiri dari 465 kepala keluarga dengan ratarata 5 jiwa per kepala keluarga. Penduduk Desa Simangumban Jae memiliki

pekerjaan seperti, PNS 15 orang, pedagang 30 orang dan petani 2.191 orang.3 Etnik
mayoritas yang mendiami desa ini adalah Batak Toba, terdapat juga beberapa suku
Mandailing dari Tapanuli Selatan.
Penduduk Desa Simangumban Jae pada umumnya bertani. Salah satu tanaman
yang diusahakan petani di Desa Simangumban Jae adalah karet dan menjadi sumber

2

Tim Penulis Ps, Karet: Strategi Pemasaran tahun 2000, Budidaya dan pengolahan , Jakarta:
PT Penebar Swadaya, 1999, hlm. 145.
3
Kespan Ritonga (Penyunting), Sekretaris Desa, Data Umum Desa Simangumban Jae 1995,
08 April 2015.

2

penghasilan bagi sebagian besar penduduk. Pertanian karet ini tidak diketahui dengan
pasti awal keberadaanya di Desa Simangumban Jae. Akan tetapi, pada tahun 1969
pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara melakukan pembudidayaan karet di
Kecamatan Pahae Jae yakni di Desa Simangumban Jae.4

Pada masyarakat yang tinggal di Desa Simangumban Jae, membuka tanah
hutan belukar adalah hal yang menjadi warisan dari nenek moyang mereka dan
dilakukan secara turun-temurun, yaitu mendapatkan hak-milik dengan tidak
membelinya dengan uang atau alat tukar lainnya. Bagi masyarakat yang tidak
mempunyai lahan, dalam hal memperoleh tanah di Desa Simangumban Jae adalah
melalui jual-beli tanah dan sistem bagi-hasil (tanah pertanian). Dalam sistem bagihasil, hasil yang didapat akan dibagi tiga, yakni dua bagi penyadap dan satu bagi
pemilik karet. Penyadapan dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu dan
perhitungan hasil dilakukan di hari pekan yaitu hari Selasa.
Sebelum tahun 1969 masyarakat di Desa Simangumban Jae mengandalkan
padi dan kemenyan sebagai sumber penghasilan.5 Akan tetapi, produksi padi yang
merupakan sawah tadah hujan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga dan getah kemenyan yang dihasilkan warnanya kehitam-hitaman dan sulit
dikeringkan, hal ini menyebabkan harga kemenyan lebih rendah ditambah lagi
dengan masa panen yang hanya sekali dalam satu tahun. Keadaan ini membuat petani
di Desa Simangumban Jae mulai beralih ke tanaman karet. Karet dijadikan sebagai
4

M, Sinaga, Mengenal Daerah Tapanuli Utara Dewasa Ini, Laporan Kepala Daerah , belum
diterbitkan, Tarutung, 1972, hlm. 49.
5

Wawancara, dengan Marsitta Simatupang warga Desa Simangumban Jae, 09 April 2015.

3

tumbuhan komersial penduduk, setiap masyarakat hampir memiliki karet di lahan
pertanian mereka.
Pertanian karet rakyat di Desa Simangumban Jae umumnya diusahakan oleh
petani dalam skala kecil (sempit) dengan sistem tradisional. Berbeda dengan yang
diusahakan oleh perusahaan pemerintah atau swasta, dimana pengusahaannya
dilakukan dalam skala besar dengan sistem teknologi modern. Walaupun
pengembangan pertanian karet mengalami prospek yang cerah, namun masih
ditemukan beberapa masalah dalam proses pengelolaannya oleh petani. Keberhasilan
usaha pertanian karet sangat ditentukan oleh kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki oleh petani dalam mengelolah pertanian yang diusahakannya.
Pengelolaan usaha tani karet secara tepat dapat memberikan hasil produksi
yang tinggi dan tingkat keuntungan yang maksimal. Misalnya bagaimana petani
menentukan sikap mereka dalam penanganan usaha tani karet mereka, penggunaan
bibit unggul, pengelolahan tanah yang baik, pemupukan secara tepat waktu, jenis dan
dosis, pemeliharaan secara intensif, perlakuan pasca panen yang baik dan kegiatankegiatan lain yang menyangkut upaya petani dalam mengelolah usaha tani yang
diusahakannya.

Pertanian karet di Desa Simangumban Jae semuanya adalah milik rakyat.
Perkebunan rakyat dicirikan oleh produksi yang rendah, keadaan kebun yang kurang
terawat, serta rendahnya pendapatan petani. Mutu produk yang dihasilkan oleh
perkebunan rakyat pada umumnya masih rendah sehingga menyebabkan harga jual

4

produk yang diterima petani juga rendah.6 Salah satu penyebab terjadinya
permasalahan tersebut karena masih lemahnya teknik budaya petani, pengolahan, dan
pemasaran, serta kurangnya penyuluhan dari para ahli di bidang pertanian kepada
petani.
Permasalahan lain yang menimpa petani karet adalah tidak stabilnya harga
jual karet. Ketergantungan menjual kepada toke karet yang ada di desa membuat
petani karet tidak mengetahui harga pasaran yang ada di pabrik. Selain masalah
harga, kendala lain adalah penghasilan karet dalam setiap minggunya berubah-ubah.
Cuaca merupakan salah satu faktor utama dalam mempengaruhi banyaknya lateks
yang dihasilkan setiap minggunya. Pada musim hujan para petani harus bekerja lebih
keras karena lateks yang dihasilkan lebih sedikit.
Pertanian karet di Desa Simangumban Jae pada umumnya masih memiliki
kualitas yang rendah. Petani di Desa Simangumban Jae merawat tanaman karet

dengan seadanya saja dikarenakan kurangnya pengetahuan para petani tentang
membudidayakan tanaman karet. Modal yang terbatas membuat petani tidak dapat
merawat tanaman karet secara maksimal, apalagi harga pupuk yang semakin mahal
dan sulit didapatkan.
Pertanian karet di Desa Simangumban Jae masih memerlukan banyak tenaga
ahli di bidang pengelolaan tanaman dan pabrik-pabrik pengelolaan karet. Kemudian

6

Sri Widodo dan Suyitro, Pemberdayaan Pertanian Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia ,
Yogyakarta: Aditya Media, 1999, hlm. 60.

5

jasa-jasa di bidang penampungan hasil, pengangkutan, dan bahan-bahan pangan serta
kebutuhan lainnya untuk kesejahteraan petani dan keluarganya.7
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Pertanian Karet Rakyat di Desa Simangumban Jae Kecamatan Pahae Jae
1969-1995”. Batasan spasial dalam penelitian ini adalah Desa Simangumban Jae,8


sementara itu batasan temporalnya penulis mengambil batasan tahun dimulai dari
tahun 1969 sampai tahun 1995. Tahun 1969 diambil sebagai batasan awal dalam
penulisan ini karena pada tahun inilah budidaya tanaman karet di Desa Simangumban
Jae dilakukan bertepatan dengan kebijakan pemerintah orde baru melalui Repelita I
yang dilaksanakan di Indonesia. Kebijakan ini memfokuskan pembangunan bidang
pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui
proses pembaharuan bidang pertanian termasuk peningkatan produksi hasil
perkebunan,9 karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian
termasuk petani di Desa Simangumban Jae. Sedangkan batasan akhir yang digunakan
penulis adalah tahun 1995 karena pada tahun ini petani karet rakyat di Desa
Simangumban Jae mulai menanam kakao di lahan pertanian mereka.

7

James J. Spillane, Komodidi Karet: Peranannya dalam Perekonomian Indonesia .
Yogyakarta: Kanisius, 1989, hlm. 53.
8
Karet akan baik pertumbuhannya jika ditanam di ketinggian 0-400 m, maksimalnya hingga
ketinggian 600 m diatas permukaan laut, Tim Penulis Ps, Op.Cit, hlm. 186. Dipilihnya Desa
Simangumban Jae sebagai daerah penelitian yakni berdasarkan letak geografis Kecamatan Pahae Jae

yang berada di ketinggian 500 sampai 1.500 meter di atas permukaan laut (dpl), Desa Simangumban
Jae terletak di ketinggian 500 sampai 800 meter sehingga budidaya tanaman karet masih dapat
diakukan di daerah ini.
9
Soebakdi Soesilowidagdo, Melaksanakan Repelita , Yogyakarta: Balai Pembinaan
Administrasi UGM, 1969, hlm. 2.

6

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mempermudah penulis dalam
penulisan dan menghasilkan penelitian yang objektif, maka penulis perlu membatasi
masalah yang akan dibahas. Adapun masalah dari penelitian ini adalah:
1. Mengapa masyarakat di Desa Simangumban Jae bertani karet?
2. Bagaimana perkembangan pertanian karet rakyat di Desa Simangumban Jae
1969-1995?
3. Apa pengaruh pertanian karet rakyat terhadap kesejahteraan petani di Desa
Simangumban Jae 1969-1995?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menjelaskan alasan masyarakat di Desa Simangumban Jae bertani karet
2. Menjelaskan perkembangan pertanian karet rakyat di Desa Simangumban
Jae 1969-1995
3. Menjelaskan pengaruh pertanian karet rakyat terhadap kesejahteraan petani
di Desa Simangumban Jae 1969-1995
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan bagi petani di Desa Simangumban Jae, Kecamatan
Pahae Jae, Kabupaten Tapanuli Utara dalam upaya peningkatan produksi
usaha tani karet

7

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah Kecamatan Pahae Jae,
Kabupaten Tapanuli Utara dalam mengambil kebijakan terkait usaha
meningkatkan produksi petani khususnya petani karet
3. Sebagai perbandingan dan masukan bagi peneliti yang berkaitan dengan
kehidupan petani karet di masa yang akan datang

1.4 Tinjauan Pustaka

Ada beberapa tulisan yang digunakan penulis sebagai pendukung tulisan ini
diantaranya adalah Tesis Edi Sumarno yang berjudul Pertanian Karet Rakyat
Sumatera Timur (1863-1942). Tulisan ini menjelaskan bahwa ketersediaan lahan,

ketersediaan tenaga kerja, transportasi komunikasi, dan perusahaan-perusahaan
ekspor-impor sangat menentukan terjadinya perluasan penanaman karet rakyat di
Sumatera Timur. Tesis ini membantu penulis dalam menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi perluasan pertanian karet. Tesis ini juga membantu penulis dalam
memahami perkembangan karet Ficus dan karet Hevea Brasiliensis di Sumatera
Timur dimana karet Ficus sudah terlebih dahulu berada di Sumatera Timur lewat
hutan-hutan yang terdapat di Wilayah Simalungun. Akan tetapi, keberadaan karet
Hevea Brasiliensis pada tahun 1910 di Sumatera Timur lewat perkebunan swasta

investor asing mengakibatkan karet Ficus kalah bersaing. Sejak saat itu karet Hevea
Brasiliensis dipertahankan sebagai tanaman komersial di Sumatra Utara.

Tim Penulis Ps dalam bukunya Karet: Strategi Pemasaran tahun 2000
Budidaya dan pengolahan, menjelaskan tentang sejarah karet di Indonesia,

8


pemasaran karet alam di Indonesia dan dunia. Buku ini juga menjelaskan bahwa
pemilihan lokasi, pengolahan tanah, penanaman, kebutuhan bibit, perawatan tanaman
sebelum menghasilkan dan setelah menghasilkan, juga peremajaan tanaman
merupakan hal yang harus diperhatikan dalam budidaya penanaman karet. Kemudian
bagaimana cara meningkatkan pengolahan lateks menjadi bahan baku karet alam
yang berkualitas sehingga harga jual dan tingkat kepercayaan konsumen atau pembeli
karet akan meningkat. Buku ini membantu penulis untuk menjelaskan pemasaran
karet di Indonesia dan pembudidayaan karet.
James J. Spillane dalam bukunya Komoditi Karet: Peranannya dalam
perekonomian Indonesia . Buku ini menjelaskan bahwa karet merupakan suatu ekspor

yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia, khususnya dengan menurunnya
penerimaan negara dari sektor migas. Buku ini membantu penulis menjelaskan
pentingnya karet bagi perekonomian masyarakat khususnya di Desa Simangumban
Jae.
Mubyarto dalam bukunya Pengantar ekonomi pertanian, menjelaskan
beberapa faktor yang mempengaruhi kehidupan petani di beberapa wilayah
Indonesia. Buku ini menjelaskan tentang ekonomi produksi, pembangunan pertanian,
permintaan penawaran dan tata niaga. Persoalan-persoalan ekonomi pertanian
mencakup jarak waktu yang lebar antara pengeluaran dan penerimaan pendapatan
petani, pembiayaan pertanian, tekanan penduduk serta pertanian subsistensi. Buku ini

9

digunakan penulis sebagai salah satu acuan penulisan tentang konsep ekonomi
berbasis pertanian di wilayah pedesaan.

1.5 Metode Penelitian
Dalam penulisan sejarah yang ilmiah, pemakaian metode sejarah sangatlah
penting. Metode sejarah dapat diartikan sebagai proses menguji dan menganalisa
secara kritis atas rekaman dan peninggalan masa lampau.10 Untuk mendapatkan
sumber-sumber yang dibutuhkan sebagai bahan penulisan yang relevan dengan pokok
permasalahan haruslah dikaji secara mendalam. Penulisan penelitian ini melewati
beberapa proses agar diperoleh suatu penilaian atau pemaparan yang lebih objektif.
Langkah pertama yang penulis kerjakan adalah heuristik yakni pengumpulan
sumber-sumber untuk mendapatkan data-data yang terkait dengan objek penelitian.
Dalam hal ini penulis menggunakan metode library research (penelitian kepustakaan)
dan field research (penelitian lapangan/wawancara) sumber dapat merupakan sumber
primer maupun sumber sekunder. Yakni mengumpulkan data melalui buku-buku,
dokumen, dan media elektronik yang mempunyai kaitan dan dapat membantu penulis
untuk memahami permasalahan. Untuk mengumpulkan data-data tersebut, penulis
mengunjungi Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah
Kabupaten Tapanuli Utara, Perpustakaan T. Lukman Sinar, Kantor Dinas Pertanian
dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara, Kantor BPS Kabupaten Tapanuli Utara,
10

Louis Gootschalk, Understanding History, Mengerti Sejarah, (Terj) Nugroho Notosusanto,
Jakarta: UI Press, 1985, hlm. 103.

10

Kantor BPS Provinsi Sumatera Utara, Kantor Camat Kecamatan Pahae Jae, Kantor
Kepala Desa Simangumban Jae, dan melakukan wawancara terhadap penduduk Desa
Simangumban Jae.
Setelah sumber-sumber yang berhubungan dengan penelitian ini terkumpul,
maka

dilanjutkan

dengan

tahapan

kritik

sumber

untuk

memperoleh

keabsahan/keaslian sumber melalui kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern
dilakukan untuk menelaah dan memverifikasi kebenaran isi baik yang bersifat tulisan
(buku, disertasi, tesis, dan arsip daerah) maupun sumber lisan (wawancara). Kritik
Ekstern dilakukan untuk memilah apakah dokumen itu diperlukan atau tidak dengan
mengamati tulisan, ejaan, jenis kertas serta apakah dokumen tersebut isinya masih
utuh atau diubah sebagian.
Langkah ketiga yang dilakukan penulis adalah Interpretasi, merupakan tahap
bagi penulis menafsirkan data-data yang telah diperoleh kemudian menghasilkan
suatu kesimpulan dari objek masalah yang diteliti baik dengan cara analisis maupun
sintesis. Hal ini dilakukan untuk menghindari subjektivitas. Dalam tahap ketiga
penulis menginterpretasi data-data berupa buku dan tesis mengenai karet atau
informan tentang karet rakyat yang penulis peroleh dari masyarakat sekitar.
Langkah keempat yaitu Historiografi, merupakan tahapan bagi penulis untuk
menerangkan semua data yang telah terseleksi dan telah ditafsirkan berdasarkan
prinsip kronologi. Tahap ini merupakan tahap terakhir bagi penulis menyajikan
semua fakta ke dalam bentuk tulisan skripsi.

11