Kompregnasi Reaktif In-Situ Kayu Kelapa Sawit Dengan Resin Damar (Agathis dammara) dan Poliuretan Termodifikasi

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kayu
Kayu merupakan benda padat yang terdiri dari sel-sel serat dengan dinding sel yang
terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Dengan demikian polimer-polimer
sangat mempengaruhi sifat kayu baik sifat fisik maupun sifat kimianya.Salah satu
sifat kayu adalah ketidakstabilannya terhadap air atau kelembaban. Hal ini
disebabkan adanya gugus hidroksil dan gugus yang mengandung oksigen lainnya
pada polimer kayu yang dapat mengikat air melalui ikatan hidrogen dan
menyebabkan pengembangan sel.Komponen kimia di dalam kayu mempunyai arti
penting, karena menentukan kegunaan sesuatu jenis kayu dan dengan mengetahuinya
dapat membedakan jenis-jenis kayu. Susunan kimia kayu digunakan sebagai pengenal
ketahanan kayu terhadap serangan perusak kayu.Pada umumnya komponen kimia
kayu terdiri dari 3 unsur yaitu:
-

Unsur karbohidrat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa

-

unsur non karbohidrat terdiri dari lignin


-

unsur yang diendapkan dalam kayu selama proses pertumbuhan
dinamakan zat ekstraktif(Akhirawati,2004).

Komponen-komponen senyawa utama penyusun kayu:
1.

Komponen primer, yaitu penyusun dinding sel dan cadangan makanan dalam
sel-sel tumbuhan. Terdiri dari:
-

Fraksi karbohidrat (polisakarida) total disebut holoselulosa antara 60 –
80% yang terdiri dari : selulose 40 – 50% dan hemiselulose 15-18%
untuk kayu jarum dan 22-35% untuk kayu daun.

-

Lignin : 25 – 35% dalam kayu jarum dan 17 – 25% dalam kayu daun.


2. Komponen sekunder, komponen di luar dinding sel terdapat dalam rongga sel
terdiri
-

dari :
Zat ekstraktif sekitar 1 – 10 % (Sumarni, 2007)

Batang terdiri dari sel-sel yang berlekatan satu sama lain. Bentuk sel batang
lonjong pipih dan pada ujung-ujungnya adalah lancip. Dinding sel terdiri dari zat
sellulosa, dengan rumus (C6H10O5)x belum diketahui besarnya karena menurut
penyelidikan besarnya bilangan x berbeda-beda. Hubungan antara sel yang satu
dengan sel yang lain dihubungkan oleh suatu zat perekat yang disebut lignin. Dalam
susunan batang arah memanjang sel adalah sejajar dengan sumbuh batang. Karena
serat-serat kayu merupakan susunan dari sel-sel maka dalam keadaan ini arah serat
kayu adalah sejajar dengan arah sumbu batang. Daya lekat sel-sel dapat menentukan
tinggi rendahnya geser sejajar arah seratnya. Selain itu kepadatan sel juga
menentukan kekokohan batang, karena semakin padat selnya berarti semakin tinggi
berat jenis (BJ) kayunya (Sumarni, 2007)
Jika suatu pohon dipotong maka akan tampak tiga penampang yang berbeda

yaitu :
1. Permukaan ujung serat atau bidang aksial
2. Permukaan radial, yang diperoleh dengan membelah kayu bulat atau tunggak
searah dengan jari-jari
3. Permukaan tangensial, yang diperoleh dengan memotong kayu searah sumbu
memanjang batang.
Volume voidkayu berkisar46 – 80% dari volume total kayu, sangat
mempengaruhi kedalaman dan arah aliran perekat (Ruhendi, 2007).

Pengeringan kayu secara alami maupun buatan merupakan proses evaporasi
kandungan air dalam kayu dengan waktu tertentu sesuai dengan kondisi udara
disekitarnya. Karena pengeringan kayu merupakan suatu proses semua faktor
pendukung proses pengeringan sangat berkaitan dan saling mempengaruhi. Waktu
pengeringan tidak dapat dipersingkat dengan hanya menaikkan temperatur ruang.
Pemaksaan ini tidak akan membawa hasil yang memuaskan melainkan akan
menimbulkan cacat kayu (retak atau pecah). Bahkan dapat terjadi kayu tidak dapat
dipakai sama sekali.

Proses pengeringan kayu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, kayu,
penyusunan kayu, dan ruang oven.

a. Faktor kayu meliputi jenis kayu dan struktur pori-pori kayu, ketebalan kayu,
kadar air kayu awal (initial moisture Content), dan kadar air akhir (final
moisture content).
b. Faktor penyusutan kayu (stacking) sehubungan dengan ukuran tebal ganjal
dan cara penyusunannya dalam oven dan palet. Faktor ini juga dipengaruhi
oleh kecepatan sirkulasi udara dalam ruang.
c. Faktor ruang oven meliputi sirkulasi udara dalam ruang, panas energy yang
dipasok dan pengaturan kelembaban relative dalam ruang untuk mengabsorbsi
uap air dalam kayu

Faktor-faktor tersebut mempengaruhi kayu dalam menyesuaikan kondisi
bagian dalam kayu dengan udara yang ada di sekitarnya, sesuai dengan sifat alami
kayu yang higroskopis (Budianto,1996). Dalam sektor industri dan kerajinan kayu,
ada produk kayu yang dikeringkan dan ada yang tidak dikeringkan(melalui proses
pengeringan alami). Sistem pengeringan alami atau tradisional hanya dapat
menghasilkan kadar air kayu akhir sesuai dengan titik kesetimbangan kayu, yaitu
berkisar 12% - 20%, tetapi masih dianggap masinal dapat mencapai 4% - 6%,
sehingga perubahan dimensi kayu sangat kecil atau dapat diabaikan.
Kayu juga merupakan bahan baku yang banyak digunakan secara luas dalam
bidang konstruksi dan bangunan. Sebagai bahan baku konstruksi maka sifat bahan

baku tersebut harus mampu menahan beban selama penggunaannya sehingga untuk
keperluan konstruksi kekuatan kayu menjadi suatu persyaratan utama. Kerapatan
kayu sangat berhubungan dengan sifat fisis dan mekanis kayu terutama kekuatan
kayu.Semakin rendah kerapatan kayu maka menunjukkan volume rongga sel kayu
tersebut semakin tinggi dan sebaliknya semakin tinggi kerapatan kayu maka
menunjukkan volume rongga sel kayu tersebut semakin rendah (Bowyer dkk, 2003).
Semakin tinggi kerapatan menunjukkan kesesuaian bahan tersebut untuk digunakan

sebagai bahan struktural karena memiliki kekuatan yang tinggi (Thelandersson dan
Larsen, 2003). Sifat mekanis sangat penting dalam menentukan kecocokan suatu jenis
kayu sebagai bahan bangunan dan tujuan konstruksi lainnya, pemilihan bahan untuk
penggunaan sruktural sifat mekanis menjadi persyaratan utama (Haygreen dan
Bowyer, 1993).Teknologi pengolahan kayu telah berkembang dan tersedia sesuai
dengan kemajuan iptek sehingga saat ini dikenal bermacam-macam produk hasil
rekayasa teknologi, yang berbeda baik dari bahan asalnya maupun dalam bentuk
dimensi, sifat dan kualitasnya (Arinana, 2009).
Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiahterhadap serangan
jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi organisme yang
bersangkutan.Keawetan alami kayu diperoleh melalui serangkaian uji coba kemudian
diperoleh pembagian kelas-kelas awet kayu. Ada lima penggolongan kelas awet kayu

yaitu sebagai berikut:
Kelas awet I
Lama pemakaian kayu kelas awet I dapat mencapai 25 tahun. Jenis-jenis kayu
yang termasuk dalam kelas ini adalah jati, ulin, sawokecik, merbau, tanjung,
sonokeling, johar, bangkirai, behan, resak dan ipil.
Kelas awet II
Jenis-jenis kayu yang termasuk kelas awet II yaitu weru, kapur, bungur, cemara
gunung, rengas, rasamala, remawan, resi, walikukun, dan sonokembang.Umur
pemakaian dari kelas ini yaitu antara 15-25 tahun.
Kelas awet III
Contoh kayu kelas awet III ini adalah ampupu, bakau, kempas, keruing,
mahoni, matoa, merbatu, meranti merah, meranti putih, pinang, dan pulai.
Umur pakai jenis kayu kelas ini mencapai 10-15 tahun.
Kelas awet IV
Jenis kayu ini termasuk kurang awet, umur pakainya antara 5-10 tahun.Kayu
yang termasuk dalam kelas awet IV yaitu agatis, bayur, durian, sengon,
kemenyan, kenari, ketapang, perupuk, ramin, surian dan benuang laki.

Kelas awet V
Kayu-kayu yang termasuk dalam kelas awet V tergolong kayu yang tidak awet

karena umur pakainya hanya kurang dari lima tahun. Contoh kayu yang masuk
dalam kelas ini adalah jabon, jaelutung, kapuk hutan,kemiri, kenanga, mangga
hutan, kelapa sawit, dan marabung (Duljapar,2001)

2.1.2 Sifat Mekanis Kayu
Sifat-sifat mekanis kayu yang sangat mempengaruhi dalam penggunaannya sebagai
berikut:
Keteguhan Lentur Statis
Keteguhan lentur statis adalah ukuran kemampuan kayu untuk menahan gaya
luar yang bekerja tegak lurus sumbu memanjang serat ditengah-tengah balok kayu
yang disangga kedua ujungnya sehingga serat kayu yang bagian atas mengalami
tarikan, sedangkan bagian garis netral timbul tegangan geser maksimal.
Keteguhan Tekan
Keteguhan tekan maksimal merupakan kemampuan kayu untuk menahan
beban yang diberikan padanya secara nperlahan-lahan yang semakin lama semakin
besar sampai terjadi kerusakan. Besarnya keteguhan ini sama dengan besarnya beban
maksimal dibagi dengan luas penampang dimana beban tersebut bekerja.
Kekerasan
Kekerasan kayu adalah ukuran kayu terhadap pukulan pada permukaan atau
kemampuan kayu untuk menahan kikisan.Sifat kekerasan ini dipengaruhi oleh

kerapatan kayu, keuletan kayu, ukuran serat, daya ikat dan susunan serat (Khana,
2002).

2.1.3 Sifat Fisis Kayu
Kayu mempunyai sifat – sifat fisis sebagai berikut:
Kerapatan

Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume.
Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya yaitu proporsi volume
rongga kosong.

Kadar Air
Dalam kayu lunak rata-rata kandungan air segar cenderung berkurang saat
suatu pohon bertambah tua. Begitu pohon ditebang, kayu akan segera mengalami
penurunan kadar air sebagai akibat dari usaha kayu untuk mencapai kesetimbangan
dengan kelembaban lingkungannya (kayu bersifat higroskopis) (Khana, 2002). Kayu
bersifat higroskopis, artinya kayu memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk
uap maupun cairan. Kemampuan kayu untuk menarik atau mengeluarkan air
tergantung pada suhu dan kelembapan udara sekelilingnya.Sehingga banyaknya air
dalam kayu selalu berubah ubah menurut keadaan udara/atmosfer sekelilingnya.

Semua sifat fisik kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu sebagai
bahan baku bangunan, perabot dan lain sebagainya perlu diketahui kadar airnya
(Siburian, 2001)
Penyusutan Volume
Penyusutan kayu adalah sifat yang berhubungan dengan keteguhan kayu,
merupakan ukuran kemmampuan kayu untuk menahan gaya/beban luar yang bekerjaa
padanya, cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu atau bahkan merusak kayu
tersebut.

2.2. Kayu Kelapa Sawit dan Karakteristiknya
Tanaman kelapa sawit termasuk dalam kelas monokotil, dalam pertumbuhannya,
tanaman monokotil berbeda dengan tanaman dikotil karena tidak dijumpai adanya
meristem lateral, tidak memiliki cambium, tidak memiliki pertumbuhan sekunder.
tidak memiliki lingkaran tahun, tidak memiliki sel jari-jari, tidak memiliki cabang,
tidak memiliki mata kayu,sehingga pada monokotil pertumbuhan hanya ditentukan

oleh meristem apikal. Hal ini dapat dilihat dari bentuk batang yang tidak mengalami
penambahan diameter sepanjang hidupnya (Killmann dan Choon, 1985;

Prayitno,


1991).
Dumanauw (1993) mengemukakan bahwa kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq)
merupakan tanaman yang tergolong:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae


Famili

: Arecaceae (Palmae)

Subfamili

: Cocoidae

Genus

: Elaeis

Spesies

: guineensis

Komposisi kimia dari biomassa kelapa sawit
terdiri dari holoselulosa yang tinggi, lignin, pati dan
gula secara normal untuk ikatan adesinya.Semua
bagian dari kayu sawit memiliki sifat daya absorpsi
dan ketebalan swelling yang tinggi (Nadhari,
2011).KKS memiliki sifat khusus seperti kandungan
selulosa dan lignin rendah, kandungan air dan NaOH yang dapat larut lebih tinggi
dibandingkan kayu karet dan ampas tebu. Kelarutan KKS pada berbagai pelarut
seperti pada Tabel 2.1:
Tabel 2.1 Kelarutan dari KKS pada berbagai pelarut
Pelarut
Air dingin
Air panas
NaOH 1%

Kelarutan (gr/100ml)
3,48
4,37
24,48

Sifat fisik KKS yang heterogen tergantung arah vertikal dan horizontal,
semakin ke atas dan ke dalam kadar air dan parenkim semakin tinggi sedangkan
kerapatannya semakin kecil (Tomimura,1992). Kadar air KKS basah sekitar 40%,
kerapatannya berkisar dari 0,2 – 0,6 gr/ml dengan kerapatan rata-rata 0,37 gr/ml
(Lubis,1994). Sifat-sifat dasar batang sawit dapat dilihat pada Tabel 2.2:
Tabel 2.2. Sifat-sifat dasar batang kelapa sawit
Sifat-sifat batang KKS

Bagian Dalam Batang
Tepi

Tengah

Pusat

Berat Jenis

0,35

0,28

0,20

Kadar Air, %

156

257

365

Kekuatan Lentur, Kg/cm2

29996

11421

6980

Keteguhan Lentur, Kg/cm2

295

129

67

Susut Volume

26

39

48

Kelas Awet

V

V

V

Kelas Kuat

III-V

V

V

(Hasibuan,2010)

Komponen-komponen yang terkandung dalam KKS dalam keadaan kering
konstan seperti pada Table 2.3

Tabel.2.3 Komponen-komponen yang terkandung dalam KKS dalam kering konstan
Komponen
Air
Abu
SiO2
Lignin
Holoselulosa
α-selulosa
Pentosa
(Sukatik, 2001)

Kandungan %
12,05
2,25
0,84
17,22
16,81
30,77
20,05

Kayu monokotil batangnya terdiri dari bundel-bundel serat selulosa yang
jumlahnya semakin kecil ke bagian atas dan ke bagian inti batang, struktur kimia
selulosa dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Struktur kimia selulosa

Selulosa merupakan suatu polisakarida yang tersusun dari unit perulangan Dglukosa yang mempunyai tiga gugus hidroksil yang dapat disubstitusi, tidak larut
dalam air mempunyai sifat kristalinitas yang tinggi dan berat molekulnya yang tinggi
(terdiri dari satuan berulang D-glukosa yang mencapai 4000 buah per molekul).
Substitusi gugus hidroksil,seperti dengan gugus asetil akan menurunkan sifat
kristalinitasnya (Baker,1987).
Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai
kecenderungan kuat membentuk ikatan hidrogen intra dan inter molekul. Berkasberkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril
yang berada dalam bentuk amorf dan kristalin secara bergantian.. Daerah yang sangat
teratur disebut kristalin dan yang kurang teratur

disebut amorf. Mikrofibril

membentuk fibril yang kemudian membentuk serat selulosa (Sjostron, 1998).
Selulosa memiliki ikatan hidrogen antar molekul yang kuat, hal ini yang
menyebabkan selulosa tak dapat larut dalam air meskipun memiliki banyak gugus

hidroksil dan bersifat polar (Seymour,1975). Dan kekuatan rantai selulosa mencegah
terjadinya hidrasi molekul pada daerah kristalin (Billmeyer, 1984).
Kayu kelapa sawit yang berasal dari kegiatan penjarangan diketahui memiliki
karakteristik yang rendah dibandingkan dengan kayu komersil. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pohon sawit tua memiliki batang dengan ukuran diameter lebih
kecil, lebih tinggi dan volume yang sama dengan sawit peremajaan. Kayu sawit tua
memiliki memiliki jumlah jaringan vascular lebih banyak dibandingkan dengan
jaringan tersebut pada kayu sawit peremajaan.Perbedaan struktur menurut menurut
umur pohon pada kayu sawit menyebabkan kayu sawit tua lebih tua lebih baik secara
fisis, mekanis maupun pemesinan daripada kayu sawit peremajaan. Kayu sawit
memliki kesetaraan beberapa sifat teknis dengan kayu kelapa dan kayu komersil
lainnya (Balfas, 2010)
Pada penampang transversalnya, Killmann dan Choon (1985) membagi KKS
menjadi 3 bagian yaitu cortex, peripheral region dan central zone.

Cortex

merupakan bagian terluar batang dengan tebal sekitar 1.5-3.5 cm. Peripheral region
merupakan wilayah yang agak gelap, yang sangat padat dengan vascular bundles dan
sedikit parenchyma. Bagian ini memberikan kekuatan terhadap KKS. Daerah central
merupakan wilayah yang paling luas sekitar 80% dari total area.
Erwinsyah (2008) membagi penampang lintang batang menjadi 3 bagian yaitu
peripheral, central dan inner zone. Peripheral merupakan zona paling luar batang
sebelum kulit dan korteks. Vascular bundles pada daerah ini sangat padat, sedangkan
sel parenkim sangat sedikit dibandingkan wilayah lainnya. Orientasi vascular bundle
mengarah ke arah titik pusat dari batang. Secara visual, daerah ini terlihat agak gelap.
Zona central merupakan daerah paling lebar sekitar 50% dari total seluruh daerah.
Orientasi vascular bundles pada daerah ini adalah random atau acak. Zona inner
hanya 20-25% dari total daerah dan memiliki kandungan sel parenkim yang tinggi.
Kandungan vascular bundle pada daerah ini paling sedikit dibandingkan daerah

lainnya. Orientasi vascular bundles pada daerah ini sama dengan zona central.
Penampang melintang KKS dapat di lihat pada Gambar 2.2

Sumber :E. Bäucker 2005 dalam Erwinsyah 200
Gambar 2.2. Penampang melintang KKS

Erwinsyah (2008) mengemukakan bahwa komponen utama penyusun KKS
adalah vascular bundles dan parenkim, maka bila pada lokasi tertentu dijumpai
vascular bundles dalam jumlah yang banyak, akibatnya proporsi parenkim akan
berkurang. Luasan vascular bundles di bagian tepi lebih tinggi dan semakin
berkurang ke arah pusat, sebaliknya di bagian tepi luasan parenkim lebih rendah dan
semakin meningkat ke arah pusat.
Sifat higroskopis yang berlebihan merupakan salah satu masalah serius dalam
pemanfaatan batang sawit. Meskipun telah dikeringkan sehingga mencapai kadar air
kering tanur, kayu sawit dapat kembali menyerap uap air dari udara hingga mencapai
kadar air lebih dari 20%. Pada kondisi ini beberapa jenis jamur dapat tumbuh subur
baik pada permukaan maupun bagian dalam kayu sawit (Hasibuan, 2010).

2.2.1. Potensi Kayu Kelapa Sawit
Perkebunan kelapa sawit di indonesia mulai dikembangkan sejak tahun 1970 dengan
luas areal mencapai 133.298 hektar. Tahun-tahun berikutnya luas areal bertambah
dengan laju sekitar 11% per tahun, dari 1.126 juta ha pada tahun 1991 mencapai
sekitar 3.584 juta ha pada tahun 2001 (Susila, 2003).
Menurut data Departemen Pertanian (2010) pada tahun 2009 luas areal
perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah mencapai lebih dari 8.25 juta ha yang
tersebar di 22 provinsi di Indonesia. Provinsi Riau dan Sumatera Utara merupakan
provinsi dengan areal perkebunan yang terluas. Data mengenai penyebaran
perkebunan kelapa sawit disajikan pada Tabel 2.4
Tabel 2.4. Luas areal perkebunan sawit di Indonesia

Luas Lahan Perkebunan Sawit (Ha) pada Tahun
No.

Provinsi

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Nanggroe Aceh D.
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kepulauan Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bangka Belitung
Bengkulu
Lampung
Jawa Barat
Banten
Kalimantan Barat
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan

14
15
16
17
18

2005

2006

2007

2008

2009

254.261
308.560
274.822
287.038
313.745
894.911
979.541
998.966 1.017.574 1.044.854
282.518
315.618
291.734
327.653
344.352
1.277.703 1.547.942 1.620.882 1.673.553 1.925.344
13.698
6.933
6.678
8.256
2.645
403.477
568.751
448.899
484.137
489.384
548.678
630.214
682.730
690.729
775.339
130.037
133.284
172.227
185.508
141.897
147.125
165.221
163.455
202.863
224.651
148.535
157.229
152.409
152.511
153.160
8.744
9.831
10.550
11.531
12.140
14.076
14.077
14.894
14.894
15.023
381.791
492.112
451.400
499.548
602.124
434.481

571.874

616.331

870.201 1.091.620

134.621
201.236
48.334
16.018

243.451
237.765
48.431
24.490

257.862
339.294
52.298
15.708

290.852
409.566
47.336
15.944

312.719
530.552
65.055
17.407

Sulawesi Tenggara
466
2.966
18.912
21.033
21.669
Sulawesi Barat
57.476
75.154
115.906
94.319
107.249
Papua
39.090
29.736
29.736
27.657
26.256
Papua Barat
16.540
31.734
31.144
31.144
31.142
5.453.816 6.594.914 6.766.837 7.363.847 8.248.327
TOTAL
Sumber : Departemen Pertanian 2010
19
20
21
22

Peremajaan kelapa sawit pada umumnya dilakukan pada umur 25 tahun.
Susila (2003) mengemukakan bahwa secara umum potensi peremajaan adalah
berkisar antara 20000-50000 ha per tahun. Pada tahun 2003-2004, potensi areal untuk
peremajaan adalah sekitar 20 ribu ha per tahun.Pada tahun 2005, potensi areal
peremajaan meningkat menjadi sekitar 30 ribu ha. Potensi areal peremajaan
meningkat cukup pesat pada tahun 2009 dan 2010 yang masing-masing mencapai
sekitar 50 ribu dan 37 ribu ha. Areal yang potensial untuk diremajakan terutama
berada di lima provinsi utama seperti pada Tabel 2.5

Tabel 2.5 Potensi peremajaan kelapa sawit di beberapa provinsi
Provinsi
Sumatera Utara
Riau
Sumatera Selatan
Kalimantan Barat
Aceh
Lainnya
Sumber: Susila (2003)

Areal Peremajaan (ha)
6644 – 16609
5144 – 12860
2520 – 6300
2080 – 5200
1600 – 4000
2013 – 5031

2.2.2. Modifikasi Sifat-sifat Kayu
Mengingat potensinya yang sangat besar dengan aksesibilitas yang tinggi dan bentuk
morfologi batang yang silindris, maka katang kelapa sawit (KKS) dapat dijadikan
sebagai alternatif pengganti kayu yang sangat menjanjikan terutama hasil kegiatan
peremajaan,

yang selama

ini

kurang dimanfaatkan dan hanya

dijadikan

limbah.Menurut Febrianto dan Bakar(2004),dari kegiatan peremajaan kebun sawit
dapat dihasilkan kayu gergajian sebanyak 50.1 m3/ha hanya dari bagian tepi batang.
Pemanfaatan KKS dalam bentuk utuh memiliki beberapa permasalahan.Hal ini terkait
dengan sejumlah kelemahan yang ada, khususnya dalam hal stabilitas dimensi,
kekuatan, keawetan dan sifat permesinan.Stabilitas dimensi KKS tergolong sangat
rendah dengan variasi susut sebesar 9.2-74%, kekuatan masuk dalam Kelas Kuat III–
V, keawetan Kelas Awet V dan sifat permesinan Kelas V (Bakar dkk, 1998).
Ratanawilai dkk (2006) bahkan mengemukakan bahwa sifat mekanis KKS 2 kali
lebih rendah dibandingkan kayu jati dan karet yang sering digunakan sebagai bahan
baku pembuatan furniture.
Kekurangan kayu keras berkualitas tinggi telah mendorongpeneliti dan
produsen produk kayu untuk mencarialternatif dengan sumber biaya yang lebih
rendah untuk menambah nilai aplikasi.Untuk mencapai tujuan ini, teknologi yang
tepatdiperlukan untuk meningkatkan kualitas kayu tertentu(misalnya stabilitas,
dimensi, daya tahan, mekanikproperti, dan kekerasan)untuk memenuhi persyaratan
pengguna akhir.

2.2.2.1 Impregnasi dan Kompregnasi
Perbaikan kualitas kayu sangat penting dilakukan karena sifat kayu yang
mengembang atau menyusut akibat perubahan udara sekitar.Salah satu perlakuan
yang dapat menstabilkan dimensi kayu adalah dengan memberikan bahan pengisi
(bulking agent) kedalam struktur kayu dengan teknik impregnasi dan kompregnasi.
Kompregnasi merupakan suatu upaya perbaikan kwalitas kayu dengan memasukkan
bahan kimia melalui bantuan tekanan dan suhu dalam tangki tertutup, dan prosesnya
akan lebih efektif pada suhu dan tekanan yang tinggi untuk membantu mendorong
masuknya bahan kimia ke dalam kayu. Proses ini waktunya relative singkat, dapat di
control, lebih efisien, penetrasi lebih dalam dan merata.
Metode pengolahan kayu telah berkembang dan tersedia sesuai dengan
kemajuan iptek sehingga saat ini dikenal bermacam-macam produk hasil rekayasa

teknologi, yang berbeda baik dari bahan asalnya maupun dalam bentuk dimensi, sifat
dan kualitasnya.Teknologi pengolahan kayu untuk peningkatan mutu kayu yang
sedang dikembangkan dewasa ini antara lain dengan proses densifikasi kayu, yang
bertujuan untuk meningkatkan kerapatan dan kekuatan kayu dengan cara pemadatan
kayu. Densifikasi kayu sebagai suatu alternatif teknologi modifikasi kayu dipandang
perlu sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kelangkaan kayu-kayu bermutu
tinggi(Arinana,2009).
Proses impregnasi merupakan penggantian posisi (replacement) dengan cara
mengisi kayu dengan resin yang akan membantu larutan dengan molekul yang
berukuran cukup kecil yang menembus dinding sel. Dalam hal ini dapat
meningkatkan keteguhan tekan dan daya tahan terhadap organisme perusak kayu
(sutigno, 1988).Metoda yang digunakan untuk memasukkan bahan kimia kedalam
kayu dibedakan kedalam 2 golongan yaitu: metoda tekanan dan mtode tanpa tekanan.
Hunt dan Garrat menyatakan bahwa metoda tekanan merupakan metoda yang paling
berhasil dan digunakan secara luas, tetapi memerlukan energi dan biaya yang lebih
tinggi.
Menurut Killman, kompregnasi adalah penyimpanan dan pengendapan bahan
kimia didalam dinding sel tanpa merusak kayu (Mulyono, 2000). Kompregnasi bahan
kimia ke dalam kayu dapat diartikan sebagai proses pemasukan bahan kimia tertentu
ke dalam kayu dengan menggunakan metode tertentu yang bertujuan untuk
memperbaiki sifat dan kualitasnya. Beberapa bagian kayu secara kimia bersifat
reaktif, yaitu gugus hidroksil ini akan bereaksi dengan bahan pereaksi tunggal
sederhana dengan atau tanpa katalis sehingga terbentuk ikatan kovalen antar kedua
komponen (Rowell, 1984). Semua itu tergantung pada jenis dan komponen bahan
kimia yang dipakai, produk yang dihasikan disebut ‘kompreg” (Haygreen, 1996).
Impregnasi merupakan proses pemasukan bahan kimia sebagai resin ke dalam kayu
tanpa menggunakan tekanan, kompregnasi merupakan proses pemasukan bahan kimia
kedalam kayu dengan menggunakan tekanan. Stabilitas dimensi dan sifat mekanik
dari kayu dapat ditingkatkan melalui teknik impregnasi dan kompregnasi dengan

bahan kimia yang cocok yang dapat bereaksi dengan komponen dinding sel, bahan
kimia yang digunakan sebagai resin pengimpregnasi diharapkan dapat mengisi poripori kayu sehingga kayu akan menjadi lebih padat dan kuat.
Pemasukanbahan
tergantungpada

kimiake

jenis

kimiadapatmengisiporikosong

dalam

bahankimia

kayuberbedasecara

signifikan,

danspesieskayu.Beberapa

dikayu,sedangkan

yang

bahan

lainmungkin

dapatmenembuske dalam seldinding atauterjadi reaksi antara bahan polimer
denganbahan

kayu,simulasiimpregnasikayu

denganvakumdan

prosedurtekanan,

menyatakanbahwaprosesimpregnasimemilikidampak yang signifikan padapemasukan
bahan

kimia.permeabilitasdariimpregnantkayuberhubungan

denganviskositas,dan

tergantung padajenis kayu. Jika monomer masuk dalam massa dinding sel, stabilitas
dimensi kayu akan ditingkatkan. Dengan demikian, sebuahsistem berusaha untuk
memberikan stabilitas dimensi yang efektif, serta untuk mengurangi kesulitanselama
impregnasi. Sistem ini harus terdiri dari monomer yang memiliki kemampuan untuk
menembuske dinding sel dan copolymerize dengan monomer lain yang dapat
memberikan situs reaktif untuksilang. Karena komposisi ikatan silang dalam
penyusunan kayu komposit akan menyebabkan kinerja yang tinggi sehubungan
dengan ketahanan suhu tinggi selama impregnasi, Sehinggadapat meningkatkan sifat
mekanik dandimensi stabilitas komposit kayu melalui teknik impregnasi monomer
(Jani dkk, 2007).
Penelitian peningkatan mutu kayu guna mengurangi sifat higroskopisnya juga
telah dilakukan, dengan mengimpregnasinya dengan bahan tertentu yang bersifat
water repellent, seperti: lilin/parfin, minyak kemiri, dan gondorukem. Adanya bahan
water repellent tersebut dapat mengurangi sifat higroskopis kayu dan dengan
demikian mempertinggi kestabilan dimensinya (mengurangi kembang susut) (Roliadi,
2010). Karena kayu kelapa memiliki sifat penyerapan air (higroskopis) yang relatif
tinggi dibandingkan dengan kayu biasa. Sifat ini beragam menurut tingkat kerapatan
pada kayu tersebut.Kayu kelapa dengan kerapatan rendah bersifat lebih higroskopis
daripada kayu kelapa berkerapatan lebih tinggi.

Impregnasi kayu dengan larutan bahan kimia disuhu tinggi memberikan
sejumlah tantangan teknis.Secara umum, termoplastik diprosespada suhu tinggi,
seperti polistiren disekitar 200°C, polyethylene terephthalate di sekitar260°C, dan
polypropylene pada sekitar 200°C.Selulosaperlahan-lahan dipecah melalui degradasi
bertahap,dekomposisi dan charring padapemanasan pada suhusampai 200°C. Di atas
200°C,selulosa mengalamidecomposition cepat. Untuk meminimalkan degradasi
termaldari kayu, impregnasi dengan plastik idealnya harusdilakukan di bawah 200°C.
Salah satu pendekatan adalah dengan menggabungkan kayu dengan bahan
polimer untuk membuat komposit baru. Adadua kategori komposit kayu plastik
(WPC)salah satunya adalah dibuat dengan meresapi kayu solid denganmonomer
atauprapolimer,dan lainnya adalah plastik diperkuatdenganserat kayu atau partikel.
Meskipun menghasilkan kuatproduk dari kayu, tingkat konversi polimerisasihampir
mencapai 100%,dan residumonomer atau prepolimer cenderung keluar dariproduk
dan memiliki dampak negatif terhadap lingkungan.Plastik yang diperkuat dengan
serat kayu memilikidimensi stabilitas rendahmeskipun lebih murah.Isu-isu teknologi
membatasi penerimaanWPC oleh konsumen (Zhang, 2006)
Di sisi lain, pembuangan limbah plastik telahdiakui di seluruh dunia sebagai
masalahlingkungan.Plastik daur ulang yang tersedia hampir di mana-mana,jika
seseorang dapat mengembangkan teknologi baru dengan biaya-efektifpemanfaatan
limbah plastik untuk memadatkan kayu, hal itu bisa memecahkan masalahkurangnya
kayu berkualitas dan pembuangan sampah plastik (Zhang, 2006).
Bakar dkk (2000) mengemukakan bahwa hanya 1/3 bagian terluar dan 3/4
bagian terbawah dari KKS yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan konstruksi
ringan dan furniture karena memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih baik.Sisanya
kurang baik.Oleh karena itu perlu upaya-upaya alternatif agar 2/3 bagian dalam KKS
dapat dimanfaatkan. Salah satunya adalah dengan cara pemadatan (densifying by
compression).Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu menggunakan kayu,
pemadatan ternyata mampu meningkatkan sifat fisis dan sifat mekanis secara
signifikan misalnya pada kayu Sugi (Inoue dan Norimoto, 1991; Dwianto dkk, 1997).

Jika tanpa perlakuan tertentu, kayu yang dipadatkan cenderung akan kembali
ke bentuk semula (recovery) akibat adanya pengaruh kelembaban atau perendaman.
Ini adalah permasalahan utama pada proses pemadatan. Padahal, fiksasi yang
permanen atau

recovery of set (RS) sebesar 0% sangat dibutuhkan agar kayu

terpadatkan dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kayu komersial.
Prinsip dasar modifikasi KKS menjadi kayu untuk pertukangan adalah
membentuk KKS menjadi kayu yang memliki sifatkuat, kerapatannya tinggi dengan
memanfaatkan komponen-komponen yang terkandung dalam KKS dan penambahan
resin alam atau resin sintetis. Alternatif yang strategis untuk memodifikasi KKS
diantaranya dengan proses impregnasi dan kompregnasi, sehingga KKS dapat
dimanfaatkan seabagai pengganti dari kekurangan pasokan kayu saat ini (Margono,
2001).

2.3 Resin
Salah satu sumber daya hutan yang telah mengalami program pengembangan intensif
adalah resin, yang merupakan salah satu hasil hutan tertua terbarukan . Resin
ekstraktif yang digunakan secara ekstensif dalam kertas, sabun, farmasi dan cat
industri.Hutan sekunder non kayu seperti oleoresin, karet, gabus, buah yang dapat
dimakan, jamur, dan obat-obatan (fromleaves , buah , akar pohon yang berbeda dll)
berperan penting dalam perekonomian nasional banyak negara. Penelitian tentang
kehutanan dan pembangunan program berkelanjutan terus ditingkatkan untuk
memastikan bahwa sumber daya terbarukan menjadi tersedia untuk digunakan oleh
generasi sekarang dan masa depan.
Resin telah diproduksi di banyak negara, dengan produsen resin utama sampai
pertengahan tahun 1960-an menjadi U.S.A (dengan 50 % global produksi), bekas Uni
Soviet, Portugal, Spanyol dan Yunani. Tapi saat ini China dan negara berkembang
lainnya terutama

negara (Indonesia, Brazil, India, Argentina dll) mengganti

pemasok utama tradisional resin dan China memproduksi sepertiga pasokan dari resin
dunia (Tadasse, 2001).

2.3.1 Resin Getah Damar
Resin atau damar adalah suatu campuran yang kompleks dari sekret tumbuhtumbuhan dan insekta, biasanya berbentuk padat dan amorf dan merupakan hasil
terakhir dari metabolisme dan banyak peneliti percaya bahwa resin adalah hasil
oksidasi dari terpen-terpen.Secara fisis resin (damar) ini biasanya keras, transparan
plastis dan pada pemanasan menjadi lunak atau meleleh. Secara kimiawi resin adalah
campuran yang kompleks dari asam-asam resinat, alkoholiresinat, resinotannol, esterester dan resene-resene, mengandung sedikir oksigen. Karena mengandung zat
karbon dalam kadar tinggi, maka kalau dibakar akan hangus. Juga ada yang
menganggap bahwa resin terdiri dari zat-zat terpenoid, yang dengan jalan adisi
dengan air menjadi damar dan fitosterin, sebagian larut dalam alkohol, larut dalam
eter, aseton, petroleum eter, kloroform.
Getah damar adalah komoditas berupa resin yang dihasilkan dengan cara
penyadapan pohon Agathis. Komoditas ini digunakan untuk bahan campuran cat,
arpus, politur, kosmetik dan kemenyan, sedangkan kayunya dapat dimanfaatkan
sebagai kayu pertukangan, kayu lapis, korek api, meubel dan sebagainya. Indonesia
sebagai negara penghasil kopal terbesar yang diekspor ke Inggris, Amerika, Perancis,
Jerman dan Belanda hingga mencapai 80% lebih dari total produksi dunia.Hal ini
ditunjang dengan kualitas kopal yang jauh lebih bagus kualitasnya, khususnya kopal
dari

Sulawesi

Tengah,

dibandingkan

dengan

kopal

dari

Singapura

dan

Filipina.Dengan adanya pasar luar negeri yang cukup tinggi maka kopal di Indonesia
kurang mendapat perhatian untuk dimanfaatkan menjadi barang setengah jadi ataupun
barang jadi (Waluyo, 2004).
Resin, cairan getah lengket yang dipanen dari beberapa jenis pohon hutan,
merupakan produk dagang tertua dari hutan alam Asia Tenggara. Spesimen resin
dapat

ditemukan

di

situs-situs

prasejarah,

membuktikan

bahwa

kegiatan

pengumpulan hasil hutan sudah sejak lama dilakukan. Hutan-hutan alam Indonesia
menghasilkan berbagai jenis resin. Damar adalah istilah yang umum digunakan di
Indonesia untuk menamakan resin dari pohon-pohon yang termasuk suku

Dipterocarpaceae dan beberapa suku pohon hutan lainnya. Sekitar 115 spesies, yang
termasuk anggota tujuh (dari sepuluh) marga Dipterocarpaceae menghasilkan damar.
Pohon-pohon dipterokarpa ini tumbuh dominan di hutan dataran rendah Asia
Tenggara, karena itu damar merupakan jenis resin yang lazim dikenal di Indonesia
bagian barat. Biasanya, damar dianggap sebagai resin yang bermutu rendah dibanding
kopal atau terpentin.

Klasifikasi
Divisi

:

Spermatophyta

Sub divisi

:

Angiospermae

Kelas

:

Dicotyledoneae

Bangsa

:

Araucariales

Suku

:

Araucariaceae

Marga

:

Agathis

Jenis

:

Agathis dammara Warb.

Apabila resin-resin di pisahkan dan di murnikan, biasanya terbentuk zat padat
bisa terbakar. Resin ini juga tidak larut dalam air,tetapi larut dalam alkohol dan lainlain pelarut organik yang membentuk larutan yang apabila di uapkan meninggalkan
sisa yang berupa lapisan tipis seperti vernis.
Mengenai isi dari resin pada umumnya adalah sebai berikut :
1. Asam-asam resinat, terdiri dari asam-asam oksi yang banyak jenisnya, biasanya
mempunyai sifat gabungan dari asam-asam karboksilat dan fenol-fenol. Asam-asam
ini terdapat baik dalam keadaan bebas maupun terikat sebagai ester-ester. Pada
umumnya asam-asam ini larut di dalam larutan alkali membentuk larutan seperti
sabun ataupun suspensi koloidal. Garam-garam logamnya di kenal sebagai resinat,
beberapa di antaranya banyak di gunakan untuk membuat sabun yang murah dan
vernis. Sebagai contoh biasanya asam abietat di dalam colophonium, asam kopaivat
dan oksikopoivant di dalam Balsamum Copaive asam guiakonat didalam Guajac,

asam pimarat (pimarinat) di dalam Burgundy Pitch (Picea excelsa) dan asam
komnifora di dalam myrrha.
2. Alkohol-alkohol resinat, terdiri dari alkohol-alkohol kompleks yang mempunyai
berat molekul yang tinggi yang di sebut resinotannol sebagai hasil polimerisasi dari
alkohol damar resinol, yang dengan garam-garam ferri memberikan reaksi seperti
tannin. Alkohol-alkohol resinat terdapat dalam keadaan bebas maupun terikat sebagai
ester dengan asan-asam aromatis, asam benzoat, asam salisilat, asam sinnamat, asam
umbellate. Beberapa resinol misalnya :Benzorsinol dari benzoin, Steresinol dari
styrax, Guaiaresinol dari gurjun balsem (depterocarpus), Guaiaresinol dari guaiac
resin.
3. Resene-resene. Resene adalah zat-zat yang kompleks yang tidak mempunyai sifatsifat kimiawi yang khas. Resene ini tidak membentuk garam atau ester, tidak larut di
dalam larutan alkali dan tidak terhidrolisa dengan alkali. Sebagai contoh adalah alban
dan fluavil dari gutta percha, kopalresene dari copal, dammarresene dari dammar,
drakoresene dari sanguis draconis, olibanoresene dari olibanum.
Beberapa jenis resin digunakan dalam lapangan farmasi seperti coloponium, mastik
podophyllum dan sebagainnya, yang di sebut sebagai resin farmaseutis. Resin-resin
farmeseutis dapat di peroleh dengan beberapa cara yairu ;
1. Dengan ekstraksi simplisia dengan alkohol, diendapkan dengan air. Dengan
cara resin-resin dari Jalapae ipomoea dan Podophyllum
2. Dengan cara memisahkan minyak menguapnya dengan penyulingan misalnya
Colophonium dari terpentin, resin copaive dari Balsamum copaive
3. Dengan memanasi bagian tanaman yang mengandung resin copaive dari
Balsamum copaive
4. Dengan mengumpulkan hasil eksudat dari tanaman, seperti oleoresin, yang
kemudian diuapkan, dengan cara ini diperoleh maktis, sanguis draconis.
5. Dengan mengumpulkan resin-resin fosil, seperti kopal, dan kaudammar.

Pembagian resin didasarkan atas isinya disamping zat-zat resin. Atas dasar ini
dibedakan : Damar sesungguhnya (resin), adalah zat padat yang amorf atau setengah
padat, tidak larut dalam air, tetapi larut di dalam alkohol atau pelarut organik lainnya
dan membentuk sabun dengan alkali. Biasanya di samping zat-zat damar terdapat
juga minyak menguap, hasil peruraian ester-ester damar,zat warna,zat pahit dan
sebagainya.
Damar gom (gummi resina), yaitu campuran alami dari gom,minyak dan resin
sering di sebut juga damar lendir. Contohnya asafoetida, Myrrha.Oleoresin, yaitu
campuran alami yang homogen dari resin di dalam minyak menguap. Contohnya ;
terpentin, Kanada balsam, cubeba dan sebagainya.Balsamum adalah campuran dari
resin dengan asam sinnamat atau benzoat atau kedua-duanya, atau ester-ester dengan
minyak menguap. Contoh : benzoin,perubalsem, dan styrax. Istilah balsam atau
balsamum telah di gunakan secara salah tehadap beberapa oleoresin seperti kanada
balsem dan balsamum copaive, yang sesungguhnya balsem tetapi oleoresin.Di dalam
beberapa hal di kemukakan resin di dalam ikatan glikosidal, ikatan ini di
sebutglukoresin atau gilkoresin misalnya yang terdapat di dalam ipomea, jalap dan
podohyllum.Pembagian damar adalah sebagai berikut ; Damar ester atau ester harze
yang terdiri dari :a. Damar benzoe, misalnya Benzo Siam, Benzo Sumaetera, styrax,
balsamum tolutanum peruvianum. b. Damar gom, misalnya asafoetida, gabanum,dan
ammoniacum.
Damar ester adalah damar yang isi utamanya adalah :Ester dari resinol atau
alkohol damar yang tidak berwarna dengan reagens tannin dan bentuknya kristalin.
Ester dari resitanol,berwarna dengan reagens tannin dan bentuknya amorf.Damar
benzoe hanya mengandung ester saja sedang damar gom selain ester juga gom.
Damar resin atau resin harze, yang biasanya disebut dengan resin saja atau polioksiresin. Sebagian ada yang masih mengandung gom seperti Myrrhadan olibanum.
Contoh yang tidak mengandung gom ialah mastics dan damar. Damar asam resin
atau resinasaur harze. Damar-damar berwarna atau farb-harze. Contoh : Gummi gutti

Secara umum, sifat-sifat damar antara lain rapuh dan mudah melekat pada
tangan pada pada suhu kamar, mudah larut dalam minyak atsiri dan pelarut organik
non polar, sedikit larut dalam pelarut organic polar , tidak larut dalam air, tidak tahan
panas, mudah terbakar, tidak volatile bila terdekomposisi dan dapat berubah warna
bila disimpan terlalu lama dalam tempat tertutup tanpa sirkulasi udara yang
baik(Mulyono,2005). Damar terdiri dari beberapa gugus fungsi antara lain alkil,
karbonil, vinil, dan hidroksil.Identifikasi dengan pirolisis-GC/MS senyawa terbanyak
di dalam damar adalah brasikasterol (Mulyono, 2012).
Spektrum inframerah dari damar menunjukkan bahwa terdapat beberapa gugus
fungsi, antara lain alkil, karbonil, vinil, dan hidroksil.Identifikasi dengan pirolisisGC/MSmenunjukkan bahwa damar mengandung paling sedikit 67 senyawa. Senyawa
kimia tersebut terbagi dalam 4 golongan, yaitu hidrokarbontetrasiklik (30 senyawa,
49,57%), pentasiklik (3 senyawa, 2,56%), senyawa C15 (11 senyawa, 17,09%), dan
golongan lain-lain (23 senyawa,18,26%). Berdasarkan data Py-GC/MS, senyawa
terbanyak di dalam damar adalah brasikasterol, yaitu sekitar 20%. Rumus kimia dari
brasikasterol dapat dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Brasikasterol

Damar mata kucing (sering disingkat menjadi getahdamar) merupakan salah
satu produk unggulan dari hasilhutan bukan kayu di Indonesia.Getah ini berasal
daritumbuhan Shorea javanica, S. koordersii, Hopeadryobalanoides, H. intermedia,

H. mengarawan, H. globosa,H. griffithii, H. micrantha, dan H. myrtifolia.Getah ini
telah dimanfaatkan di berbagaibidang, antara lain cat, tinta, pernis, kemenyan, dan
bahantambahan pangan.Struktur kimia komponen getah damar telah diteliti
sejaktahun 1955, namun tidak disebutkan spesies tanaman damartersebut.Sari (2002),
melaporkan bahwa ekstrak damar matakucing dari tumbuhan S. javanica mempunyai
aktivitasantirayap dan antijamur. Senyawa bioaktif tersebutteridentifikasi sebagai
vulgarol B; 3,4-secodamar-4(28)-en-3-oic acid; dan (7R,10S)-2,6,10-trimetil-7epoksi-2,11-dodecadiene (Mulyono, 2012). Beberapa senyawa triterpenoid dalam
damar ditunjukkan pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Beberapa senyawa triterpenoid dalam dammar

Pada tahun 1984 dua pertiga dari produksi damar diserap oleh pasar lokal
yakni pabrik-pabrik cat (60%), pembuatan dupa (24 %), dan industri batik tulis
(16%).Diperkirakan prospek pasar-pasar tersebut tingkatnya sedang sampai rendah
terutama karena masuknya resin-resin petrokimia ke pabrik-pabrik cat lokal, dan juga
karena tergesernya batik tulis oleh batik industri yang tidak membutuhkan
damar.Pasar ekspor yang menyerap sepertiga volume produksi, menuntut kualitas
yang tinggi tetapi menawarkan prospek yang lebih baik. Secara teratur volume ekspor
menunjukkan peningkatan, dari 1972 sampai 1983 tercatat kenaikan 250-400 ton per
tahun. Pada masa kejayaan damar, ketika digunakan secara intensif oleh industriindustri, areal utama penghasil damar adalah hutan-hutan alam di Sumatera bagian
selatan dan barat, serta Kalimantan bagian barat.Dewasa ini Kalimantan bagian barat
dan Sumatera bagian selatan masih tetap menghasilkan damar, tetapi daerah produksi
yang paling utama adalah di daerah paling selatan di Sumatera, tepatnya di Pesisir
Krui, Lampung.
Ada dua macam damar yang dikenal umum, dengan kualitas yang jauh
berbeda.Pertama adalah damar batu, yaitu damar bermutu rendah berwarna coklat
kehitaman, yang keluar dengan sendirinya dari pohon yang terluka.Gumpalangumpalan besar yang jatuh dari kulit pohon dapat dikumpulkan dengan menggali
tanah di sekeliling pohon.Di seputar pohon-pohon penghasil yang tua biasanya
terdapat banyak sekali damar batu. Kedua, adalah damar mata kucing; yaitu damar
yang bening atau kekuningan yang bermutu tinggi, sebanding dengan kopal, yang
dipanen dengan cara melukai kulit pohon. Sekitar 40 spesies dari genus Shorea dan
Hopea menghasilkan damar mata kucing, di antaranya yang terbaik adalah Shorea
javanica dan Hopea dryobalanoides.Sejak tiga ribu tahun yang lalu, damar telah
memasuki jalur perdagangan jarak pendek di Asia Tenggara. Damar mungkin juga
sudah menjadi produk dagang jarak jauh pertama yang berkembang antara Asia
Tenggara dengan Cina di antara abad ke III dan ke V. Pada abad ke X damar kembali

muncul dalam daftar produk-produk yang dijual ke Cina dari Asia Tenggara.
Sedangkan ekspor damar ke Eropa dimulai pada tahun1829 dan ke Amerika pada
tahun 1832.
Di daerah penghasilnya, damar digunakan sebagai bahan untuk penerangan
dan mendempul perahu.Secara tradisional, damar juga diperdagangkan sebagai dupa,
bahan pewarna, perekat dan obat.Pada pertengahan abad XIX lalu, seiring dengan
berkembangnya industri pernis dan cat di Eropa dan Amerika yang kemudian disusul
dengan Jepang dan Hong Kong, damar mulai memperoleh nilai ekonomi baru.Tetapi
sejak tahun 1940-an, damar mendapat saingan berat dari resin sintetik hasil
pengolahan minyak bumi (petrokimia) yang lebih disukai kalangan industri
(Michon,2000).Sari (2002), melaporkan bahwa ekstrak damar mata kucing dari
tumbuhan S. Javanica mempunyai aktivitas antirayap dan anti jamur.

2.3.2 Poliol (Senyawa Poli Hidroksi Alkohol)
Poliol merupakan komponen yang penting dalam pembentukan poliuretan setelah
gugus isosianat, Senyawa dengan berta molekul rendah seperti etilen glikol,
butandiol, trimetil propane lazim digunakan sebagai agen pemanjang rantai atau
jaringan. Sedangkan poliol dengan berat molekul tinggi seperti polieter dan polyester
dengan berat molekul rata-rata 8 x 103 merupakan poliol yang umum digunakan
dalam polimerisasi uretan (Helen, 1970).
Poliol adalah senyawa organik dengan gugus hidroksil lebih dari satu dan
dalam industri material sangat banyak digunakan baik sebagai bahan pereaksi
maupun bahan aditif.Senyawa poliol dapat diperoleh langsung dari alam seperti
amilum, selulosa, sukrosa, dan lignin ataupun hasil produksi industry kimia.Gugus
hidroksil dari senyawa organic dapat meningkatkan sifat hidrofil karena disamping
gugus fungsi yang aktif bereaksi dengan berbagai pereaksi untuk menghasilkan
senyawa baru juga dapat berinteraksi baik melalui dipoldipol yang terbentuk maupun
melalui ikatan hydrogen dengan gugus hidrofil dari senyawa lain (Jung, 1998).

Molekul-molekul yang berisi dua kelompok hidroksit disebut (dioldiol),molekul yang mempunyai tiga kelompok hidroksit disebut triols, dll. Dalam
praktek, poliol dibedakan dari rantai pendek dan pemuai rantai glikol dalam bobot
molekular rendah seperti etilena glikol misalnya, 1,4-butanediol (BDO), dietilena
glikol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metan (TMP). Molekul ini dibentuk
oleh penambahan radikal bebas propilena oksida (PO), oksida etilena (EO) pada satu
pemrakarsa yang berisi amina atau hidroksil, atau dengan polyesterification satu diacid, seperti asam adipin, dengan glikol-glikol, seperti etilena glikol atau dipropylene
glikol (DPG). Poliol-poliol yang memperluas

PO atau EO adalah poliol-poliol

polieter. Poliol-poliol yang dibentuk oleh polyesterification adalah poliol-poliol
poliester. Pilihan dari pemrakarsa, pemuai, dan bobot molekular poliol sangat
mempengaruhi sifat fisika pada polimer poliuretan. Karakteristik yang penting dari
poliol adalah bobot molekular, % kelompok hidroksit utama, kemampuan, dan
kekentalan.
Gliserol adalah senyawa yang tidak berwarna, merupakan larutan kental, tidak
berbau, dengan rasa yang sangat manis, mempunyai TL20oC,TD 290oC (sedikit
terdekomposisi) dan dapat bercampur sempurna dengan air dan alkohol, sedikit larut
dalam eter, tidak larut dalam kloroform (Austin,1985). Polietilen glikol (PEG)
memiliki berat molekul yang bervariasi diantaranya PEG 400, PEG 1000, 3000 dan
6000, rumus kimia PEG dapat dilihat pada Gambar 2.5

HO-(CH2CH2O)n-H

Gambar 2.5 Rumus kimia poliethilen glikol

2.3.3Isosianat
Isosianat adalah bagian yang utama dalam pembentukan poliuretan, isosianat
mempunyai sifat reaktivitas yang tinggi terlbih dengan reaktan nukleofilik.
Reaktivitas dari poliuretan ditentukan oleh sifat positif dari atom C dalam ikatan

rangkap yang terdiri dari pada N, C, O. Pada pembentukan poliuretan sangat perlu
untuk memilih isosianat yang tepat untuk bereaksi dengan poliol karena akan dapat
menentukan hasil akhir seperti terbentuknya rangkaian biuret, urea, uretan dan
alfanat.
Isosianat yang telah dipasarkan dan umum digunakan diisosianat seperti 4,4methylena-bis phenylisocyanate diisosianat (MDI) dan 2,4-toluena diisosianat (TDI),
1.6-hexametil diisosianate (HDI), 2,2,4-trimethyl-1,6-hexamethyldiisosianat (TMDI),
1,5-napthalena diisosianat (NDI), (Cristina,2011) seperti diperlihatkan pada Gambar
2.6

Gambar 2.6. Poliol polyester dan poliol polieter

Isosianat dapat bereaksi dengan alcohol membentuk karbamat, dengan air
membentuk urea dan gas CO2, dengan amina akan membentuk urea dan dengan urea
membentuk uretan dan isosianat (Cristina, 2011) seperti ditunjukkan pada Gambar
2.7

1. Reaksi isosianatdengan alcohol

2. Reaksi isosianat dengan air

3. Reaksi isosianat dengan uretan

4. Reaksi isosianat dengan amina

Gambar 2.7 Reaksi – reaksi dari isosianat

2.3.4 Toluen Diisosianat
Toluene merupakan bahan pertama dari pembuatan toluene diisosianat (TDI), supaya
mendapatkan hasil dari turunan isomer yang di kehendaki prosesnya bisa bervariasi.
Isomer toluene diisosianat merupakan campuran cair dalam batas suhu 5 sampai 150
C, sehingga biasanya dijumpai sebagai cairan toluene 2,4-diisosianat dan jika di
dapati dalam bentuk padatan biasanya dengan titik leleh 22 0 C (Hepburn, 1992).
Toluena diisosianat (TDI) memiliki senyawa dasar toluena. TDI terdiri dari
dua jenis isomer yaitu 2,4 toluena diisosianat (80%) dan 2,6 toluena diisosianat(20%)
yang merupakan isosianat biasa untuk pembuatan poliuretan busa tahan lentur..
Gugus isosianat pada 2,4 toluena diisosianat memiliki perbedaan kereaktifan, dimana
kedudukan isosianat pada posisi 4 ternyata empat kali lebih reaktif dari posisi 2 dan
50 persen lebih reaktif dari isosianat posisi 4 pada difenilmetana diisosianat (MDI).
Kedudukan isosianat pada posisi 2 memiliki kerektifan sama baik pada 2,4 maupun
2,6 toluena diisosianat.
Toluene diisosianat bisa menyebabkan iritasi pada pernapasan sehingga sangat
perlu diperhatikan dalam penggunaannya.Produknya bermacam-macam dan sangat
luas penggunaannya, terutama dalam pembuatan fleksibel foam. 4-isosianat adalah
kelompok yang paling banyak digunakan dan lebih reaktif disbanding 2 atau 6isosianat.

2.3.5. Pembentukan Poliuretan
Polimer uretan biasanya digunakan sebagai larutan perekat yang dibuat melalui reaksi
senyawa-senyawa hidroksi dengan isosianat.sifat-sifat fisika dari poliuretan yang
dihasilkan bergantung pada struktr dan fungsional dari senyawa hidroksil dan
isosianat yang membentuknya. Secara umum ada dua tahap pembentukan ikatan
silang poliuretan yaitu:
1. Mereaksikan diisosianat dengan monomer yang mempunyai dua atau lebih
gugus hidroksil permolekulnya, dimana tingkat ikatan silang tergantung pada

dasar struktur, fungsi dan kandungan polihidroksinya dan variasi kandungan
hidroksi.
2. Poliuretan linier direksikan dengan gugus hidroksi atau gugus diisosianat
yang mempunyai dua gugus fungsi

Poliuretan terbentuk dari polimerisasi dengan memilih isosianat yang sesuai
untuk dapat bereaksi dengan poliol atau gugus hidroksil karena akan dapat
menentukan hasil akhir seperti terbentuknya rangkaian biuret, urea, uretan dan
allophanat. Cara simultan interpenetrasi jaringan polimer menggabungkan isosianat
dan lignin, peneliti menggunakan isosianat dalam pembentukan interpenetrasi
jaringan polimer sehingga menghasilkan bahan polimer baru dengan sifat fisik dan
mekanik yang lebih baik (Sperling, 1994).Isosianat merupakan monomer yang utama
dalam pembentukan poliuretan, dengan reaktifitas yang sangat tinggi. Dalam
pembentukan polimerisasi isosianat juga dapat bereaksi dengan sesamanya (Odian,
1991) seperti pada Gambar 2.6
R-N-C=O  R-N=C-O 