Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang
Tembakau diperkirakan sudah digunakan sejak 100 tahun sebelum masehi

oleh suku Aborigin di Amerika (Geiss 2007). Kemudian ketika, Columbus mendarat
di benua Amerika, ia menemukan penggunaan tembakau oleh suku Aborigin pada
tahun 1492. Sekembalinya Columbus ke Eropa, berkembanglah tradisi merokok yang
memanfaatkan tembakau yang disebarkan ke seluruh dunia (Sitepoe 2000). Di
Inggris, tembakau pertama kali diperkenalkan pada abad ke-16 oleh Sir Walter
Raleigh. Pada awalnya, tembakau digunakan sebagai obat untuk mengatasi berbagai
macam penyakit, salah satunya untuk penyakit gangguan pernafasan (Gandevia,
dalam Tamimi et al. 2011). Pada abad ke-17, penggunaan tembakau semakin marak
digunakan bahkan bukan dengan tujuan pengobatan, sehingga abad ke-17 disebut
juga sebagai The Great Age of the Pipe. “Pengobatan” tersebut dilanjutkan hingga
awal abad ke-20 sampai adanya penelitian mengenai efek rokok terhadap kesehatan,

salah satunya ditemukan memburuknya kondisi saluran pernafasan pada pengguna
tembakau sehingga tembakau tidak lagi digunakan sebagai pengobatan (Yeung 2003).
Sekarang ini, tembakau berkembang sebagai salah satu tuntutan untuk
kesenangan hidup, yang dikenal dengan perilaku merokok (Sitepoe 2000). Menurut
survey WHO pada tahun 2010, lebih dari seperlima (20,8%) penduduk dunia adalah
perokok (dengan perokok laki-laki sebanyak 36,7% dan perokok perempuan 7,2%).
Epidemik rokok merupakan salah satu ancaman kesehatan publik terbesar di dunia
yang pernah dihadapi. Pada abad ke-20, rokok telah menyebabkan 100 juta kematian.
Hingga saat ini, mortalitas akibat rokok baik perokok aktif maupun pasif telah
mencapai 6 juta orang per tahunnya, sama dengan satu orang meninggal setiap 6 detik
karena rokok. Bila epidemik tren rokok ini terus berlanjut, diperkirakan akan ada 8
juta kematian akibat rokok pada tahun 2030, dengan total 1 miliar kematian pada
abad ke-21.

Universitas Sumatera Utara

2

Hampir 80% dari perokok berasal dari negara dengan pendapatan rendah
hingga sedang-dimana terdapat tingginya morbiditas dan mortalitas akibat rokok-dan

diperkirakan masih terjadi peningkatan (WHO 2014). Sebaliknya pada negara-negara
dengan pendapatan tinggi, terdapat penurunan jumlah perokok. Menurut WHO, hal
ini berkaitan dengan intelektualitas suatu masyarakat, yang pada hakekatnya
mendasari pengetahuan tentang risiko dan bahaya merokok bagi kesehatan.
Di Indonesia, Informasi perilaku penggunaan tembakau pada Riskesdas tahun
2013 dibagi menjadi dua kelompok, yaitu perilaku merokok dan perilaku penggunaan
tembakau dengan mengunyah. Hal tersebut dikarenakan efek samping yang
ditimbulkan akibat merokok dan dengan metode mengunyah tembakau berbeda.
Perokok hisap menimbulkan polusi pada perokok pasif dan lingkungan sekitarnya,
sedangkan mengunyah tembakau hanya berdampak pada dirinya sendiri. Rerata
proporsi perokok saat ini di Indonesia adalah 29,3 persen (laki-laki 64,9%;
perempuan 2,1%), dengan proporsi terbanyak perokok aktif setiap setiap hari pada
umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen. Di Sumatera Utara, jumlah perokok mencapai
28,4% dengan konsumsi rokok 14,9 batang rokok per hari.
Dengan banyaknya jumlah perokok disertai tingginya konsumsi rokok per
hari, Indonesia menduduki peringkat ke-5 dalam mengonsumsi rokok di dunia setelah
China (2.163 milyar batang), Amerika Serikat (357 milyar batang), Rusia (331 milyar
batang), dan Jepang (259 milyar batang). Tobacco Atlas 2009 menunjukkan
konsumsi rokok Indonesia yang berjumlah 239 milyar batang, kenaikan tajam dari
tahun 2005 sebesar 214 milyar batang per tahun.

Eratnya hubungan antara konsumsi rokok dengan kehidupan masyarakat
Indonesia menyebabkan banyak permasalahan kesehatan. Merokok merupakan 6
faktor risiko dari 8 penyakit penyebab kematian terbanyak di dunia, di antaranya
adalah penyakit saluran pernapasan, penyakit kardiovaskuler, stroke, dan beberapa
penyakit ganas lainnya (WHO 2008). Menurut Gondodiputro, lebih dari 4000 jenis
bahan kimia dijumpai dalam sebatang rokok, dan 69 diantaranya bersifat adiktif dan
karsinogenik (pencetus kanker). Beberapa zat berbahaya yang terkandung dalam

Universitas Sumatera Utara

3

rokok antara lain: nikotin, tar, sianida, arsen, formalin, karbon monoksida dan
nitrosamine (TCSC-IAKMI 2007).
Konsumsi rokok di Indonesia yang meningkat lebih cepat dibandingkan
negara-negara lain, akan berakibat pada tingginya prevalensi penyakit obstruksi
saluran nafas yang salah satunya adalah PPOK (Yunus 2003). Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) adalah salah satu penyebab peningkatan tinggi morbiditas
dan mortalitas pada negara-negara dengan ekonomi berkembang, dengan asap rokok
sebagai faktor risiko utamanya. Kematian pada pria perokok disebabkan PPOK 25

kali lebih tinggi dibandingkan pria yang tidak merokok (Faucci 2008). WHO
mengestimasi terdapatnya 65 juta penderita PPOK sedang hingga berat. Sedangkan
mortalitas akibat PPOK sudah mencapai 3,1 juta orang di tahun 2012, menjadikan
PPOK sebagai salah satu dari 5 besar penyakit penyebab kematian tersering di tahun
tersebut. Diperkirakan PPOK akan menjadi penyebab mortalitas ketiga tersering dari
total mortalitas pada tahun 2030 apabila tidak dilakukan tindakan untuk mengatasi
faktor risikonya, terutama rokok. Namun sebenarnya statistic dari penyakit saluran
napas kronik ini sulit didapatkan, dan kebanyakan diperoleh dari negara-negara
maju., padahal kurang-lebih 90% kematian karena PPOK terjadi di negara
berkembang. Hal ini disebabkan penderita PPOK di negara-negara berkembang pada
umumnya tidak terdiagnosis meskipun memiliki gejala PPOK berat, dan akhirnya
meninggal premature karena PPOK atau pun karena komplikasi PPOK.
Rokok membunuh secara perlahan, adanya selang waktu beberapa tahun
antara penggunaan rokok dengan efeknya pada kesehatan mengakibatkan penduduk
kurang peduli dengan bahaya merokok. Hal ini menyebabkan epidemik penyakit dan
kematian akibat rokok terus berlanjut. Sehingga, tidak mengherankan kematian akibat
PPOK di Indonesia paling tinggi pada kelompok usia 50-69 tahun, sebanyak 43.361
pada (GBD 2010). Namun prevalensi merokok justru mengalami peningkatan
terbesar di usia remaja, yaitu 10-19 tahun. Pada kelompok umur 10-14 tahun, jumlah
perokok meningkat dari 0.3% menjadi 1.4% dalam kurun waktu 18 tahun (19952013), dan pada kelompok umur 15-19 tahun terjadi peningkatan dari 7,1% ke 18,3%


Universitas Sumatera Utara

4

(Riskesdas 2013). Sedangkan pada laki-laki di atas 65 tahun justru ditemukan sedikit
penurunan prevalensi merokok.
Conrad and Miller (dalam Sitepoe 2000) menyebutkan bahwa seseorang akan
menjadi perokok dikarenakan dorongan psikologis dan fisiologis. Dorongan
psikologis contohnya, rokok sebagai rangsangan seksual, menunjukkan kejantanan
(bangga diri), mengalihkan kecemasan, dan menunjukkan kedewasaan. Sedangkan
dorongan fisiologis biasanya disebabkan nikotin yang menyebabkan ketagihan. Hal
ini sesuai dengan Kebiasaan merokok pada remaja. Remaja merupakan masa
perkembangan anak yang mencari identitas diri. Dengan merokok, remaja ingin
menunjukkan dirinya telah dewasa atau sebagai simbolisasi. Simbol dari kematangan,
kekuatan, kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis. Awalnya hanya
mencoba-coba kemudian menjadi ketagihan akibat terkandungnya zat nikotin dalam
rokok.
Tingginya remaja yang merokok mungkin disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan

rokok terutama PPOK. Maka untuk menurunkan tingkat prevalensi merokok terutama
pada kalangan remaja, maka pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa FK USU
terhadap bahaya rokok terhadap PPOK penting diteliti sebagai dasar untuk
menetapkan intervensi dan pencegahan merokok di FK USU.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka perlu

dilakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan dan sikap remaja terhadap
rokok sebagai faktor risiko PPOK. Oleh karena itu, maka masalah dapat dijabarkan
dalam rumusan:
Bagaimana pengetahuan dan sikap mahasiswa FK USU tentang merokok sebagai
faktor risiko terjadinya PPOK?

Universitas Sumatera Utara

5


1.3

Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan sikap mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan tahun masuk 2012 dan 2014
tentang merokok sebagai faktor risiko terjadinya PPOK.

1.4

Manfaat Penelitian

a.

Bagi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah info, wawasan dan
meningkatkan kesadaran mahasiswa FK USU mengenai bahaya dari merokok
sebagai faktor risiko utama PPOK.

b.


Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Menjadi bahan masukan dan evaluasi dalam perencanaan untuk
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mahasiswa mengenai rokok dan
PPOK.

c.

Bagi Organisasi Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara
Menjadi bahan masukan dalam merencanakan kegiatan yang
meningkatkan kepedulian mahasiswa mengenai rokok serta meningkatkan
keaktifan mahasiswa dalam berpartisipasi mensukseskan hari tanpa tembakau
sedunia di lingkungan kampus.

d.

Bagi Peneliti
Sebagai penerapan mata kuliah Metodologi Penelitian, menambah
pengalaman dalam menyusun KTI, serta sebagai masukan tentang sikap dan

pengetahuan mahasiswa FK USU terhadap kebiasaan merokok.

e.

Bagi Masyarakat Umum
Diharapkan penelitian ini memberi informasi dan masukan untuk
melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang
telah dilakukan penulis.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Perbandingan Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Stambuk 2014 Dengan Stambuk 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mengenai Basic Life Support

7 67 65

Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2008 Terhadap Makanan yang Mengandung Natrium

4 58 63

Pengetahuan Dan Sikap Tentang Bahaya Merokok Terhadap Kebiasaan Merokok Dikalangan Mahasiswa Laki-Laki Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

0 38 53

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Terhadap Rokok

1 35 74

Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

0 6 100

Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

0 0 14

Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

0 0 2

Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

0 1 25

Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

0 0 4

Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Masuk 2012 dan 2014 Tentang Merokok Sebagai Faktor Risiko PPOK

0 0 28