Gamabaran Perilaku Terhadap Tingginya Angka Pernikahan Dini di Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia merupakan Negara dengan jumlah masyarakat lebih kurang
sekitar 202 juta penduduk yang tersebar di seluruh kepulauan dan provinsi di
Indonesia. Oleh karna itu banyak di temukan berbagai masalah-masalah social dan
kesehatan yang membuat Negara Indonesia memiliki berbagai macam polemic
yang harus diselesaikan. Permasalahan-permasalahan yang timbul akibat
kepadatan penduduk antara lain banyak berkembang dikarenakan pernikahan yang
begitu tidak terkonsep dan tidak memiliki standar usia dewasa yang diperbolehkan
UU tentang pernikahan. Undang-undang No1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Bab 2 pasal 7 ayat 1 berbunyi “Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai
umur 16 (enambelas) tahun (Hazairin,1992).
Praktek pernikahan dini banyak dipengaruhi oleh tradisi lokal, sekalipun
ada ketetapan undang-undang yang melarang pernikahan dini, ternyata ada juga
fasilitas dispensasi. Pengadilan agama dan kantor urusan agama sering memberi
dispensasi jika mempelai wanita ternyata masih dibawah umur (Arni, 2009).
Di Indonesia masih sering terjadi praktek pernikahan anak di bawah umur.
Undang-undang perkawinan dari tahun 1974 juga tidak tegas melarang praktek
itu. Menurut UU perkawinan, seorang anak perempuan baru boleh menikah di atas

usia 16 tahun, seorang anak laki-laki di atas usia 18 tahun, tapi ada juga
dispensasi. Jadi, kantor urusan agama (KUA) masih sering memberi dispensasi
untuk anak perempuan dibawah 16 tahun (Arni, 2009).

1
Universitas Sumatera Utara

2

Adapun dalam aspek pandangan study kajian ilmu kesehatan masyarakat
mengenai kesehatan reproduksi, usia dini mempengaruhi angka kematian ibu,
pernikahan dini juga menyebabkan beragam masalah reproduksi. Di antara
masalah kesehatan yang umum muncul akibat pernikahan dini dan melahirkan di
usia muda adalah fistula obstetric, yang dicirikan oleh adanya bagian abnormal
antara saluran lahir dan organ internal seperti rektum. Fistula menyebabkan
sejumlah masalah medis seperti tak mampu menahan berkemih, infeksi kandung
kemih, mandul, dan gagal ginjal (Hafiza, 2010).
Selain itu resiko yang terjadi akibat pernikahan usia dini diantaranya
adalah keguguran, persalinan prematur, BBLR, kelainan bawaan, mudah terjadi
infeksi, anemia pada kehamilan, keracunan kehamilan, dan kematian (Kusmiran,

2011).
Komplikasi dari kehamilan dan persalinan merupakan penyebab utama
kematian anak perempuan berusia 15 sampai 19 tahun di negara-negara
berkembang . Dari 16 juta remaja perempuan yang melahirkan setiap tahun
diperkirakan 90 % sudah menikah dan 50 ribu diantaranya telah meninggal. Selain
itu resiko terjadinya kematian ibu dan dan kematian bayi yang baru lahir 50 %
lebih tinggi dilahirkan oleh ibu di bawah usia 20 tahun antara ibu dibandingkan
pada wanita yang hamil di usia 20 tahun ke atas (WHO, 2012).
Menurut United Nations Development Economic and Social Affairs
(UNDESA, 2010), Indonesia merupakan negara ke-37 dengan jumlah pernikahan
dini terbanyak di dunia di tahun 2007. Untuk level ASEAN, tingkat pernikahan
dini di Indonesia berada di urutan kedua terbanyak setelah Kamboja. Menurut
Riskesdas 2010, Perempuan muda di Indonesia dengan usia 10-14 tahun menikah

Universitas Sumatera Utara

3

sebanyak 0,2 persen atau lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10-14 tahun di
Indonesia sudah menikah. Jumlah dari perempuan muda berusia 15-19 tahun yang

menikah lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun
(11,7 % perempuan dan 1,6 % laki-laki usia 15-19 tahun). Selain itu jumlah aborsi
di Indonesia diperkirakan mencapai 2,3 juta pertahun. Sekitar 750.000 diantaranya
dilakukan oleh remaja (BkkbN, 2011).
Berdasarkan data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BkkbN), rasio pernikahan dini di Indonesia khususnya perkotaan pada tahun
2012 adalah 26 dari 1.000 perkawinan dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 32
per 1.000 pernikahan. Angka ini berbanding terbalik dengan kenyataan di
perdesaan, yang justru turun dari 72 per 1.000 pernikahan menjadi 67 per 1.000
pernikahan pada tahun 2013. Jadi, digabungkan antara rasio di perkotaan dan
perdesaan pada 2013, rata-rata masih 48 per 1.000 pernikahan. Untuk menurunkan
angka tersebut, bkkbn menggencarkan program Generasi Berencana (Genre) dan
membuat target untuk menurunkan angka pernikahan dini sebesar 30 per 1.000
pernikahan. Program itu berisi sosialisasi tentang pengetahuan mengenai keluarga
berencana yang sasarannya adalah siswa SMA dan mahasiswa (Puspitasari, 2009).
Permasalahan kesehatan reproduksi di mulai dengan adanya perkawinan /
hidup bersama. Di antara perempuan 10-54 tahun, 2,6 persen menikah pertama
kali pada umur kurang dari 15 tahun dan 23,9 persen menikah pada umur 15-19
tahun. Menikah pada usia dini merupakan masalah kesehatan reproduksi karena
semakin muda umur menikah semakin panjang rentang waktu untuk bereproduksi.

Angka kehamilan penduduk perempuan 10-54 tahun adalah 2,68 persen, terdapat
kehamilan pada umur kurang 15 tahun, meskipun sangat kecil (0,02%) dan

Universitas Sumatera Utara

4

kehamilan pada umur remaja (15-19 tahun) sebesar 1,97 persen. Apabila tidak
dilakukan pengaturan kehamilan melalui program keluarga berencana (KB) akan
mempengaruhi tingkat fertilitas di Indonesia (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan BPS Sumut menyebutkan
10 sampai 11 % wanita usia subur (WUS) menikah di usia 16 tahun pada 2010,
dan menurut keterangan dari BPS Sumut sendiri paling tidak, ada 47,79%
perempuan dikawasan pedesaan kawin pada usia dibawah 16 tahun, sementara
diperkotaan besarnya mencapai 21,75% pada tahun 2011. Dari kantor kementerian
agama menyebutkan bila di tahun 2006 kasus pernikahan usia dini sebanyak 19
kasus, dan meningkat menjadi 42 kasus di tahun 2007, serta melonjak lagi
menjadi 68 kasus di tahun 2008, hingga desember 2010 diperkirakan maksimal
terjadi 50 kasus perawinan di usia dini pada remaja (Eridani, 2011).
Menurut data Kementerian Agama dan Kantor Urusan Agama Kota

Pematangsiantar jumlah pernikahan usia dini pada tahun 2013 sebanyak 25
perkawinan usia dini, pada tahun 2014 sebanyak 29 perkawinan usia dini dan
pada tahun 2015 sampai dengan bulan September sebanyak 18 perkawinan usia
dini. Untuk di Kecamatan Siantar Martoba tercatat pada tahun 2013 sebanyak 5
perkawinan usia dini, pada tahun 2014 sebanyak 7 pernikahan usia dini dan pada
tahun 2015 sampai dengan bulan september sebanyak 10 pernikahan usia dini.
Dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber, didapatkan informasi
bahwa ada sebagian pasangan yang menikah di usia dini disebabkan oleh faktor
orang tua dan ada juga oleh faktor diri sendiri. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan yang dilakukan peneliti baik itu berupa observasi maupun
wawancara dengan beberapa masyarakat di Kecamatan Siantar Martoba, peneliti

Universitas Sumatera Utara

5

menemukan bahwa sebagian remaja yang menikah di usia dini ada yang
mengalami perceraian. Dan mereka cenderung memisahkan diri dari lingkungan
terutama dengan teman seusianya, dan ada yang tidak mampu merawat anaknya
secara mandiri sehingga harus bergantung pada orang tua dan mertuanya. Dan

dari hasil wawancara dan tanya jawab peneliti dengan beberapa orang remaja putri
yang masih sekolah, menyatakan bahwa mereka belum mengerti tentang
kesehatan reproduksi dan apa saja dampak yang akan terjadi akibat pernikahan
dini bagi kesehatan reproduksi baik bagi remaja itu sendiri atau pun lingkungan
sekitarnya.
Sikap atas persoalan ini terbagi dalam dua sisi yang berseberangan.
Dengan alasan bahwa dengan menikah di usia muda akan menghindari hal-hal
yang dilarang baik asas agama maupun sosial di tengah gejolak pergaulan yang
semakin ”menggila” seperti saat ini. Alasan lain adalah pikiran bahwa dengan
menikah muda, mereka akan masih sehat dan aktif berkarya di saat anak-anak
mereka tumbuh besar yang membutuhkan biaya untuk keperluan pendidikan dan
persoalan lainnya. Selain itu muncul pula alasan lain yang mengatakan bahwa
nikah muda itu ”asyik”, pokoknya asyik aja. meskipun dengan dalih dari pada
terjerat dalam pergaulan bebas dan menghindari terjadinya hamil di luar
pernikahan (Fatiyani, 2014).
Dari pihak yang berseberangan melihat dan menelaah bahwa mereka yang
menikah muda akan lebih cenderung untuk mengalami kegagalan dalam rumah
tangga mereka. Tingginya perkara perceraian di hampir semua daerah yang
menjadi area penelitian Ikatan Sosiologi Indonesia ( ISI ) berbanding lurus dengan
tingkat penikahan di usia muda. Namun dalam alasan perceraian tentu saja bukan


Universitas Sumatera Utara

6

karena alasan kawin muda, melainkan alasan ekonomi dan lain sebagainya. Tetapi
masalah tersebut tentu saja sebagai salah satu dampak dari pernikahan yang
dilakukan tanpa kematangan usia dan psikologis. Menikah di usia muda juga akan
menimbulkan banyak permasalahan di berbagai sisi kehidupan ekonomi misalnya,
dengan tingkat pendidikan rendah yang dimiliki pasangan akan menyulitkan
mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak yang berimbas pada kurangnya
kecukupan secara ekonomi dalam rumah tangga (Hotnatalia, 2013).
Pada hakikatnya pernikahan adalah suatu kesatuan yang dianggap sakral
bagi setiap lapisan masyarakat di Indonesia. Di kota-kota besar di Indonesia dan
kota yang sedang berkembang memiliki dampak tingkat pernikahan dini yang
sangat tinggi antara lain adalah kota Pematangsiantar. Dari kasus pernikahan dini
yang berada di kota Pematangsiantar, penulis sangat tertarik mengakaji lebih
mendalam mengenai faktor-faktor yang mendorong tingginya tingkat pernikahan
dini di kecamatan siantar martoba. Berawal dari kota yang sedang berkembang
tingkat pergaulan remaja sendiri tidak terkontrol secara langsung oleh orang tua.

Tingkat perkembangan tekhnologi di pematangsiantar berkembang secara pesat,
terutama di bidang Internet. Internet merupakan suatu cakrawala yang dapat
melihat jendela dunia , akan tetapi dimasyarakat penggunaan internet sangat tidak
terkontrol sehingga membuat masyrakatnya banyak menggunkan sebagai sesuatu
berpusat pada hal yang bersifat negative. Penggunaan internet yang tidak
dilakukan secara filtrasi mengakibatkan dampak yang tidak baik pada pranata
social masyarakat. Salah satu akibat yang menjadikan komsumen internet yang
tidak baik adalah

penggunaan internet sebagai akses pornografi . Diantara

Universitas Sumatera Utara

7

konsumen pornografi banyak banyak terdapat masyarakat yang memliki usia yang
masih dini (Muda ) sehingga berdampak pada perilaku yang tidak baik.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis

tertarik untuk


mengadakan penelitian untuk mendeskripsikan pernikahan usia mudah khususnya
untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda
di Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar. Dengan melihat kenyataan
ini telah mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “gambaran
perilaku terhadap terjadinya pernikahan dini di Kecamatan Siantar Martoba Kota
Pematangsiantar”.

1.2 Fokus Penelitian
Sebagaimana telah dikemukakan di pendahuluan dalam latar belakang
masalah serta dari pengamatan awal ditemukan permasalahan-permasalahan yang
dipilih sebagai objek perhatian untuk dikaji secara mendalam dan ilmiah.
Penelitian ini difokuskan pada pendekatan kualitatif tentang pernikahan dini pada
remaja yang di anggap peneliti belum memiliki tingkat pola pikir dan kedewasaan
di Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar. Untuk mengetahui lebih
lanjut mengenai faktor-faktor yang menyebabkan remaja melakukan pernikahan
dini, serta dampak yang dirasakan remaja sebagai pelaku tindak pernikahan dini
baik dampak sosial maupun kesehatan akibat menikah di usia dini.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka
penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut “Gambaran Perilaku

Universitas Sumatera Utara

8

Terhadapterjadinya Pernikahan Dini di Kecamatan Siantar Martoba Kota
Pematangsiantar Tahun 2015”.

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami
Gambaran Perilaku Terhadap Terjadinya Pernikahan Dini Di Kecamatan Siantar
Martoba Kota Pematangsiantar Tahun 2015”.

1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
a. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa masukan kepada para
remaja dampak negatif dari perkawinan di usia muda dan sebagai bahan
pertimbangan kepada pasangan remaja yang ingin melaksanakan pernikahan

usia muda.
b. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi dinas kesehatan untuk
meningkatkan perhatian terhadap kesehatan reproduksi remaja serta untuk
intervensi dalam rangka meningkatkan pengetahuan remaja mengenai
kesehatan reproduksi, terutama tentang pernikahan dini.
c. Memberikan masukan bagi Puskesmas Kecamatan Siantar Martoba dalam
memberikan konseling kepada masyarakat berkaitan dengan kesehatan
reproduksi, khususnya pernikahan usia dini yang menyebabkan komplikasi
kehamilan.

Universitas Sumatera Utara

9

d. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi pemerintah, KUA (Kantor Urusan
Agama) serta intansi terkait dalam menyikapi pernikahan dini yang masih
terjadi di Indonesia; bahan advokasi bagi pemerintah untuk mengubah
kebijakan hukum mengenai pernikahan; serta untuk menyusun kebijakan
pendewasaan usia pernikahan.
e. Sebagai perbandingan acuan bagi peneliti lain yang mengkaji tentang
pernikahan dini dan masyarakat Pematangsiantar khususnya.
2. Bagi Peneliti
a. Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat bagi
penulis.
b. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam melakukan
penelitian, serta menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh dalam
melaksanakan penelitian di lapangan.

Universitas Sumatera Utara