Gambaran Perilaku Tenaga Kesehatan Terhadap Pelayanan Prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012

(1)

GAMBARAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN TERHADAP PELAYANAN PRIMA DI PUSKESMAS TOMUAN

KECAMATAN SIANTAR TIMUR KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

DOAN MORENO SIMANJUNTAK NIM. 081000084

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

SKRIPSI

GAMBARAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN TERHADAP PELAYANAN PRIMA DI PUSKESMAS TOMUAN

KECAMATAN SIANTAR TIMUR KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

DOAN MORENO SIMANJUNTAK NIM. 081000084

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

GAMBARAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN TERHADAP PELAYANAN PRIMA DI PUSKESMAS TOMUAN

KECAMATAN SIANTAR TIMUR KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012 Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

DOAN MORENO SIMANJUNTAK NIM : 081000084

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 29 Oktober 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Lita Sri Andayani SKM, M.Kes Drs. Eddy Syahrial, MS NIP. 196909221994032002 NIP. 195907131987031001

Penguji II Penguji III

Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes dr. Rusmalawaty, M.Kes NIP. 196206041992031001 NIP. 197508042002122001

Medan, Desember 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 196108311989031001


(4)

ABSTRAK

Pelayanan prima adalah pelayanan yang memuaskan pelanggan, pelayanan yang melebihi standar atau sama dengan standar, dan pelayanan terbaik. Penelitian bertujuan melihat gambaran perilaku tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan tahun 2012.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dianalisa secara deskriptif kuantitatif yang digambarkan dalam persentase. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 25 responden.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 92%. Mayoritas usia responden adalah 31-36 tahun. Pendidikan responden sebagian besar D3 dan mayoritas responden bekerja 1-4, 5-8, dan 17-20 tahun yaitu masing-masing sebanyak 24,0%. Pengetahuan tenaga puskesmas berada dalam kategori sedang sebanyak 76,0%. Sikap tenaga puskesmas berada dalam kategori baik sebanyak 96,0% dan tindakan seluruh responden berada dalam kategori baik.

Diharapkan manajemen puskesmas perlu ditingkatkan dengan melakukan pengelolaan yang baik terhadap sarana prasarana dan fasilitas yang tersedia di puskesmas. Selain itu Dinas Kesehatan setempat perlu mengadakan pelatihan dan sosialisasi pelayanan prima kepada petugas puskesmas untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada pengunjung puskesmas.


(5)

ABSTRACT

Excellence service is a service that satisfies customer, a service that overshots service standard or equal to standard, and a best service. This research aims to see the depiction of behavior of the health officers to the excellence service in Puskesmas Tomuan in 2012.

This research is descriptive with quantitative approach. The results were analyzed descriptively and quantitatively described as a percentage. Number of samples to be interviewed were 25 respondents.

Results showed most respondents are female as much as 92,0%. The majority of repondents’ age are 31-36 years old. Most respondents’ education are D3 and the majority of respondents work for 1-4, 5-8, and 17-20 years each as much as 24,0%. The knowledge of health officers are moderate category as much as 76,0%. The attitudes of health officers are good category as much as 96,0% and the action of all health officers are good.

Expected to puskesmas management need by undertaking been increased management which well to equipment and available facility at puskesmas. Besides on duty local health needs to arrange training and excellence service socialization to puskesmas officer to upgrade service to puskesmas visitor.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. Identitas Diri

Nama : Doan Moreno Simanjuntak Tempat / Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 30 Juni 1990

Agama : Kristen

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jln. Lobak No. 24, Pematangsiantar

B. Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1996-2002 : SD RK Cinta Rakyat 2 Pematangsiantar 2. Tahun 2002-2005 : SMP RK Budi Mulia Pematangsiantar 3. Tahun 2005-2008 : SMA Negeri 4 Pematangsiantar 4. Tahun 2008-2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “GAMBARAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN TERHADAP PELAYANAN PRIMA DI PUSKESMAS TOMUAN KECAMATAN SIANTAR TIMUR KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis dengan rasa hormat menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Lita Sri Andayani SKM, M.Kes selaku dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan meluangkan waktu, tenaga serta pikiran selama penyusunan skripsi ini

4. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.


(8)

5. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis.

7. Ibu Ir. Kalsum, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik bagi penulis selama di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh staf pengajar di FKM USU dan pegawai administrasi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya dosen pada Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

9. Seluruh staf pegawai Puskesmas Tomuan yang telah banyak membantu penulis.

10. Teristimewa untuk kedua orangtua M. Simanjuntak dan E. br Simangunsong untuk cinta kasih, doa, dukungan dan kepercayaannya kepada penulis.

11. Kepada abang Buha Simanjuntak, SP dan adik Try Ananda Simanjuntak, terima kasih atas dukungan dan nasehatnya.

12. Secara khusus buat namboru N. br Simanjuntak dan amangboru R. Gultom yang selalu memberikan dukungan selama perkuliahan.

13. Seluruh teman-teman peminatan PKIP 08, terima kasih untuk kerjasama dan kebaikannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak yang belum sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.


(9)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2012

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan... i

Abstrak... ii

Abstract... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel... xii

Daftar Gambar ... xv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Perumusan Masalah ...10

1.3. Tujuan Penelitian ...10

1.3.1. Tujuan Umum ...10

1.3.2. Tujuan Khusus ...10

1.4. Manfaat Penelitian ...11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...12

2.1. Perilaku ...12

2.1.1. Ruang Lingkup Perilaku Kesehatan...12

2.1.2. Perubahan Perilaku ...18

2.2. Puskesmas... ...18

2.2.1. Pengertian Puskesmas ...18

2.2.2. Visi dan Misi Puskesmas ...20

2.2.3. Fungsi dan Program Puskesmas...21

2.3. Tenaga Kesehatan ...24

2.4. Pelayanan Kesehatan...25

2.4.1. Pelayanan Puskesmas...28

2.5. Kualitas Pelayanan Kesehatan ...29

2.6. Pelayanan Prima...37

2.6.1. Perilaku dalam Pelayanan Prima...38

2.7. Kerangka Konsep ...41

BAB III METODE PENELITIAN ...42

3.1. Jenis Penelitian...42

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...42

3.2.1. Lokasi penelitian ...42

3.2.2. Waktu Penelitian ...42

3.3. Populasi dan Sampel ...42

3.3.1. Populasi ...42

3.3.2. Sampel...43


(11)

3.4.1. Data Primer ...43

3.4.2. Data Sekunder ...43

3.5. Instrumen Penelitian ...43

3.6. Defenisi Operasional...43

3.7. Aspek Pengukuran ...45

3.8. Analisis Data ...48

BAB IV HASIL PENELITIAN...49

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...49

4.2. Karakteristik Responden ...50

4.2.1. Jenis Kelamin Responden ...50

4.2.2. Usia Responden...50

4.2.3. Pendidikan Responden ...51

4.2.4. Lama Kerja Responden ...51

4.3. Gambaran Perilaku Responden ...51

4.3.1. Pengetahuan Responden Tentang Pelayanan Prima ...51

4.3.2. Pengetahuan Responden Tentang Penyelenggara Pelayanan Prima ...52

4.3.3. Pengetahuan Responden Tentang Peraturan Pelayanan Prima...53

4.3.4. Pengetahuan Responden Tentang Unsur-Unsur Pelayanan Prima ...53

4.3.5. Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Kesederhanaan ...53

4.3.6. Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Kejelasan dan Kepastian ...54

4.3.7. Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Keamanan ...57

4.3.8. Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Keterbukaan ...58

4.3.9. Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Efisien ...59

4.3.10. Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Ekonomis...59

4.3.11. Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Keadilan yang Merata ...60

4.3.12. Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Ketepatan Waktu ...61

4.3.13. Tingkat Pengetahuan Pelayanan Prima...61

4.3.14. Sikap Pelayanan Prima pada Unsur Kesederhanaan...62

4.3.15. Sikap Pelayanan Prima pada Unsur Kejelasan dan Kepastian...63

4.3.16. Sikap Pelayanan Prima pada Unsur Keamanan ...63

4.3.17. Sikap Pelayanan Prima pada Unsur Keterbukaan...64

4.3.18. Sikap Pelayanan Prima pada Unsur Efisien ...65

4.3.19. Sikap Pelayanan Prima pada Unsur Ekonomis ...65

4.3.20. Sikap Pelayanan Prima pada Unsur Keadilan yang Merata...66

4.3.21. Sikap Pelayanan Prima pada Unsur Ketepatan Waktu ...66

4.3.22. Tingkat Sikap Pelayanan Prima ...67

4.3.23. Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur Kesederhanaan...67

4.3.24. Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur Kejelasan dan Kepastian...68

4.3.25. Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur Keamanan ...69

4.3.26. Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur Keterbukaan...70

4.3.27. Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur Efisien ...70

4.3.28. Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur Ekonomis ...71


(12)

4.3.30. Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur Ketepatan Waktu ...72

4.3.31. Tingkat Tindakan Pelayanan Prima ...72

BAB V PEMBAHASAN ...73

5.1. Karakteristik Responden ...73

5.2. Pengetahuan ...74

5.2.1. Pengetahuan dalam Hal Pelayanan Prima...74

5.2.1.1. Pengetahuan Responden tentang Pelayanan Prima...74

5.2.1.2. Pengetahuan Responden tentang Penyelenggara Pelayanan Prima ..75

5.2.1.3. Pengetahuan Responden tentang Peraturan Pelayanan Prima ...75

5.2.1.4. Pengetahuan Responden tentang Unsur-Unsur Pelayanan Prima ...76

5.2.2. Pengetahuan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Kesederhanaan...76

5.2.3. Pengetahuan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Kejelasan dan Kepastian...77

5.2.4. Pengetahuan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Keamanan ...79

5.2.5. Pengetahuan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Keterbukaan...80

5.2.6. Pengetahuan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Efisien...81

5.2.7. Pengetahuan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Ekonomis ...83

5.2.8. Pengetahuan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Keadilan yang Merata...83

5.2.9. Pengetahuan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Ketepatan Waktu ...84

5.2.10. Tingkat Pengetahuan dalam Hal Pelayanan Prima ...85

5.3. Sikap...85

5.3.1. Sikap dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Kesederhanaan...85

5.3.2. Sikap dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Kejelasan dan Kepastian ...86

5.3.3. Sikap dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Keamanan ...87

5.3.4. Sikap dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Keterbukaan...87

5.3.5. Sikap dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Efisien ...88

5.3.6. Sikap dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Ekonomis ...88

5.3.7. Sikap dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Keadilan yang Merata ...89

5.3.8. Sikap dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Ketepatan Waktu ...89

5.3.9. Tingkat Sikap dalam Hal Pelayanan Prima ...90

5.4. Tindakan Responden...90

5.4.1. Tindakan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Kesederhanaan....90

5.4.2. Tindakan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Kejelasan dan Kepastian ...91


(13)

5.4.4. Tindakan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Keterbukaan...93

5.4.5. Tindakan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Efisien ...93

5.4.6. Tindakan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Ekonomis ...94

5.4.7. Tindakan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Keadilan yang Merata ...94

5.4.8. Tindakan dalam Hal Pelayanan Prima pada Unsur Ketepatan Waktu...95

5.4.9. Tingkat Tindakan dalam Hal Pelayanan Prima ...95

5.5. Lembar Observasi ...97

5.5.1. Pelayanan Prima dari Unsur Kesederhanaan...100

5.5.2. Pelayanan Prima dari Unsur Kejelasan dan Kepastian...100

5.5.3. Pelayanan Prima dari Unsur Keamanan ...101

5.5.4. Pelayanan Prima dari Unsur Keterbukaan...101

5.5.5. Pelayanan Prima dari Unsur Efisien...101

5.5.6. Pelayanan Prima dari Unsur Ekonomis ...101

5.5.7. Pelayanan Prima dari Unsur Keadilan yang Merata...102

5.5.8. Pelayanan Prima dari Unsur Ketepatan Waktu ...102

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...103

6.1. Kesimpulan ...103

6.2. Saran...104 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Jumlah Kunjungan Pasien di Puskesmas Tomuan 2009-2011 ...9

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...50

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia...50

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan...51

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja ...51

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Pelayanan Prima ...52

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Penyelenggara Pelayanan Prima...52

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Peraturan Pelayanan Prima ...53

Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Unsur-Unsur Pelayanan Prima ...53

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Kesederhanaan...54

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Kejelasan dan Kepastian...54

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Keamanan ...57

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Keterbukaan...58

Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Efisien...59

Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur Ekonomis ...59


(15)

Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur

Keadilan yang Merata...60 Tabel 4.16. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pelayanan Prima pada Unsur

Ketepatan Waktu ...61 Tabel 4.17. Distribusi Kategori Pengetahuan Pelayanan Prima ...61

Tabel 4.18. Distribusi Frekuensi Sikap Pelayanan Prima pada Unsur

Kesederhanaan...62 Tabel 4.19. Distribusi Frekuensi Sikap Pelayanan Prima pada Unsur

Kejelasan dan Kepastian...63 Tabel 4.20. Distribusi Frekuensi Sikap Pelayanan Prima pada Unsur

Keamanan ...63 Tabel 4.21. Distribusi Frekuensi Sikap Pelayanan Prima pada Unsur

Keterbukaan...64 Tabel 4.22. Distribusi Frekuensi Sikap Pelayanan Prima pada Unsur

Efisien...65 Tabel 4.23. Distribusi Frekuensi Sikap Pelayanan Prima pada Unsur

Ekonomis ...65 Tabel 4.24. Distribusi Frekuensi Sikap Pelayanan Prima pada Unsur

Keadilan yang Merata...66 Tabel 4.25. Distribusi Frekuensi Sikap Pelayanan Prima pada Unsur

Ketepatan Waktu ...66 Tabel 4.26. Distribusi Kategori Sikap Pelayanan Prima...67 Tabel 4.27. Distribusi Frekuensi Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur

Kesederhanaan (I)...67 Tabel 4.28. Distribusi Frekuensi Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur

Kesederhanaan (II) ...68 Tabel 4.29. Distribusi Frekuensi Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur

Kejelasan dan Kepastian...68 Tabel 4.30. Distribusi Frekuensi Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur


(16)

Tabel 4.31. Distribusi Frekuensi Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur

Keterbukaan...70 Tabel 4.32. Distribusi Frekuensi Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur

Efisien...70 Tabel 4.33. Distribusi Frekuensi Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur

Ekonomis ...71 Tabel 4.34. Distribusi Frekuensi Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur

Keadilan yang Merata...71 Tabel 4.35. Distribusi Frekuensi Tindakan Pelayanan Prima pada Unsur

Ketepatan Waktu ...72 Tabel 4.36. Distribusi Kategori Tindakan Pelayanan Prima...72


(17)

DAFTAR GAMBAR


(18)

ABSTRAK

Pelayanan prima adalah pelayanan yang memuaskan pelanggan, pelayanan yang melebihi standar atau sama dengan standar, dan pelayanan terbaik. Penelitian bertujuan melihat gambaran perilaku tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan tahun 2012.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dianalisa secara deskriptif kuantitatif yang digambarkan dalam persentase. Jumlah sampel yang diwawancarai sebanyak 25 responden.

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 92%. Mayoritas usia responden adalah 31-36 tahun. Pendidikan responden sebagian besar D3 dan mayoritas responden bekerja 1-4, 5-8, dan 17-20 tahun yaitu masing-masing sebanyak 24,0%. Pengetahuan tenaga puskesmas berada dalam kategori sedang sebanyak 76,0%. Sikap tenaga puskesmas berada dalam kategori baik sebanyak 96,0% dan tindakan seluruh responden berada dalam kategori baik.

Diharapkan manajemen puskesmas perlu ditingkatkan dengan melakukan pengelolaan yang baik terhadap sarana prasarana dan fasilitas yang tersedia di puskesmas. Selain itu Dinas Kesehatan setempat perlu mengadakan pelatihan dan sosialisasi pelayanan prima kepada petugas puskesmas untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada pengunjung puskesmas.


(19)

ABSTRACT

Excellence service is a service that satisfies customer, a service that overshots service standard or equal to standard, and a best service. This research aims to see the depiction of behavior of the health officers to the excellence service in Puskesmas Tomuan in 2012.

This research is descriptive with quantitative approach. The results were analyzed descriptively and quantitatively described as a percentage. Number of samples to be interviewed were 25 respondents.

Results showed most respondents are female as much as 92,0%. The majority of repondents’ age are 31-36 years old. Most respondents’ education are D3 and the majority of respondents work for 1-4, 5-8, and 17-20 years each as much as 24,0%. The knowledge of health officers are moderate category as much as 76,0%. The attitudes of health officers are good category as much as 96,0% and the action of all health officers are good.

Expected to puskesmas management need by undertaking been increased management which well to equipment and available facility at puskesmas. Besides on duty local health needs to arrange training and excellence service socialization to puskesmas officer to upgrade service to puskesmas visitor.


(20)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Visi Kementerian Kesehatan adalah “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”. Untuk mencapainya, perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Upaya-upaya kesehatan tersebut sesuai dengan bab IV pasal 47 undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan meliputi pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) (Depkes RI, 2010).

Untuk dapat melakukan upaya kesehatan, salah satu hal yang perlu dilakukan dan dipandang mempunyai peranan penting adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Adapun yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Azwar, 1996).

Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan diperlukan fasilitas kesehatan, yaitu alat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, baik peningkatan, pencegahan, pengobatan, maupun pemulihan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam profil kesehatan Indonesia disebutkan bahwa tempat-tempat penyelenggaraan pelayanan kesehatan antara lain rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan/klinik, praktek dokter, praktek pengobatan tradisional,


(21)

praktek tenaga kesehatan, polindes, poskesdes, posyandu, apotek, toko obat dan pos UKK (Unit Kesehatan Kerja) (Depkes RI, 2010).

Berdasarkan data BPS yang diolah oleh Depkes RI dan dimuat dalam profil kesehatan Indonesia tahun 2010 diketahui bahwa jumlah sarana kesehatan di Indonesia berjumlah 329.460 unit yang terdiri dari 1.632 unit rumah sakit, 9.005 unit puskesmas, dengan rincian jumlah puskesmas perawatan 2.920 unit dan puskesmas non perawatan sebanyak 6.085 unit, didukung oleh puskesmas pembantu (pustu) sebanyak 23.049 unit serta 318.823 unit sarana kesehatan lainnya yang terdiri dari posyandu dan poskesdes (Depkes RI, 2010).

Puskesmas adalah unit kesehatan yang mempunyai tugas pokok pembinaan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan dasar. Setiap puskesmas melayani 30.000-50.000 penduduk atau sekurang-kurangnya 1 kecamatan mempunyai 1 puskesmas. Untuk memperluas jangkauan pelayanan kesehatan setiap puskesmas dibantu oleh 3-4 puskesmas pembantu dan 1 puskesmas keliling (Nusantara-21, 2000).

Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan yang terdepan memberikan pelayanan primer. Selain memberikan pelayanan kesehatan juga membina masyarakat untuk hidup sehat dan mengembangkan pelayanan kesehatan oleh masyarakat sendiri. Puskesmas memberikan pelayanan dan pembinaan kesehatan pada suatu wilayah dengan jumlah penduduk tertentu kurang lebih 50.000 penduduk, sekarang keadaannya telah bertambah baik dengan melayani 30.000 penduduk (Depkes, 1999).

Puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan memiliki peranan penting dalam peningkatan kesehatan masyarakat. Puskesmas dalam


(22)

perkembangannya dari tahun ke tahun terus meningkat yang bertujuan agar pelayanan kesehatan dapat terjangkau oleh masyarakat dan merata sampai di daerah terpencil. Menurut Depkes RI (2004), pada tahun 1996 jumlah puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7.177 unit. Jika dilihat dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1996 terlihat adanya peningkatan. Peningkatan yang cukup besar (16,37%) terjadi pada tahun 1993 sedangkan pada tahun selanjutnya peningkatannya kecil (tahun 1994 meningkat 0,43% , tahun 1995 meningkat 1,70% dan tahun 1996 meningkat 1,01%).

Jumlah puskesmas/100.000 penduduk pada tahun 1996 adalah 3,62. Jika dibandingkan dengan tahun 1995 mengalami sedikit penurunan (0,55 %). Pada tahun 2001 jumlah puskesmas menjadi 7.277, dan meningkat menjadi 7.309 pada tahun 2002, dan pada tahun 2007 jumlah puskesmas di Indonesia menjadi 7.500 unit (Depkes RI, 2008).

Pemanfaatan fasilitas kesehatan puskesmas dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu rata-rata kunjungan per hari buka puskesmas dan frekuensi kunjungan puskesmas. Rata-rata kunjungan per hari buka puskesmas secara nasional adalah 93,57 atau 94 kunjungan per puskesmas per hari buka, dengan kisaran antara 21 (di Propinsi Kalimantan Timur) dan 228 (di Propinsi Jawa Timur). Sementara itu rata-rata frekuensi kunjungan masyarakat ke puskesmas secara nasional adalah 2,27 kali pada tahun 1996 dengan kisaran antara 1,55 (di Propinsi Irian Jaya) dan 3,64 di Propinsi Kalimantan Selatan (Depkes RI, 2004). Menurut BPS (2000), angka kunjungan puskesmas di Indonesia pada tahun 1995 (4,66%), 1997 (4,31%), dan tahun 1998 sebesar 3,25%.


(23)

Pada tahun 2005, AKFKM (Angka Kunjungan Fasilitas Kesehatan Modern) di Indonesia sebesar 9,0%, lebih kecil dibanding tahun sebelumnya (2004) sebesar 9,9%. Sedangkan propinsi yang memiliki AKFKM kurang dari 6,0% antara lain Sumatera Utara (5,8%), Banten (5,7%), Kalimantan Tengah (5,7%) dan Riau (5,5%). Banten, Sumatera Utara dan Riau mempunyai wilayah yang luas, kebanyakan penduduk di pedesaan kurang memanfaatkan fasilitas kesehatan modern yang ada (Depkes RI, 2006).

Menurut hasil Susenas (2002), dari penduduk yang berobat jalan, sebesar 23,4% memanfaatkan puskesmas, dan dari penduduk yang pernah dirawat inap 9,81% memanfaatkan rawat inap di puskesmas. Rendahnya persentase penduduk yang berobat ke puskesmas diperkirakan karena kualitas pelayanan yang kurang memadai, terbatasnya ketersediaan obat yang dibutuhkan, terbatasnya waktu pelayanan, dan untuk beberapa puskesmas secara geografis masih sulit dijangkau, serta beberapa faktor lainnya.

Sebesar 23,2% juga masyarakat yang tinggal di pulau Jawa dan Bali menyatakan tidak atau kurang puas terhadap pelayanan kesehatan rawat jalan. Sesuai dengan hasil survei di atas dapat memberikan gambaran bahwa pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Indonesia belum optimal. Ketidakpuasan dari masyarakat di kedua pulau tersebut di dalam menerima pelayanan kesehatan tidak terlepas dari mutu SDM kesehatan yang memberikannya (Depkes RI, 2004).

Selain itu dapat kita lihat persentase penduduk yang berobat jalan ke puskesmas pada tahun 2007, tercatat provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke puskesmas/pustu terbesar adalah Papua sebesar 65,10%, diikuti oleh


(24)

Nusa Tenggara Timur sebesar 65,10% dan Sulawesi Barat 62,75%. Sedangkan provinsi dengan persentase penduduk yang berobat jalan ke puskesmas/pustu terendah adalah Sumatera Utara sebesar 21,93%, diikuti oleh Jawa Timur sebesar 26,20 dan Bali sebesar 26,25% (Depkes RI, 2008).

Di Provinsi Sumatera Utara sendiri sampai akhir tahun 2008, jumlah sarana pelayanan kesehatan sebanyak 25.939 unit yang terdiri dari 190 unit rumah sakit, 493 unit puskesmas, 514 unit puskesmas keliling, 1.933 unit puskesmas pembantu, dan 22.809 unit sarana kesehatan lain yakni balai pengobatan/klinik, praktek dokter, polindes, poskesdes, posyandu, apotek, pos obat desa dan pos UKK (Dinkes Sumut, 2009).

Data Propinsi Sumatera Utara hasil Susenas tahun 2002 (BPS) juga menunjukkan, dari penduduk yang berobat jalan tercatat 15,17% memanfaatkan puskesmas, 4,79% yang memanfaatkan puskesmas pembantu dan hanya 6,62% yang memanfaatkan rawat inap di puskesmas (Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2004).

Di kota Pematangsiantar, jumlah sarana kesehatan sampai sekarang ini sebanyak 286 unit yang tersebar di 8 kecamatan, yaitu : Siantar Barat, Siantar Marihat, Siantar Martoba, Siantar Selatan, Siantar Timur, Siantar Utara, Siantar Marimbun, dan Siantar Sitalasari. Terdiri dari 7 unit rumah sakit, 19 unit puskesmas induk, 8 unit puskesmas pembantu, 17 unit Balai Pengobatan Umum (BPU) dan 235 unit posyandu. Dari penduduk yang berobat jalan tercatat 29,59% memanfaatkan puskesmas dan hanya 0,15% yang memanfaatkan rawat inap di puskesmas (Profil Kesehatan Kota Pematangsiantar, 2011).


(25)

Depkes RI dalam Alfred Am Saleh (2007) mengemukakan beberapa masalah kinerja puskesmas yang merupakan kelemahan dan perlu diatasi secara menyeluruh. Berdasarkan buku Pedoman Penyelenggaraan Puskesmas di Era Desentralisasi, masalah utama adalah citra puskesmas masih kurang baik, terutama yang berkaitan dengan mutu pelayanan, kelengkapan fasilitas serta ketersediaan obat.

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi keputusan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan adalah: (a) Semakin tinggi status ekonomi maka semakin besar akan pembelian jasa atau barang, (b) Tuntutan kebutuhan yang spesifik terhadap pelayanan kesehatan individu yang mungkin pelayanan kesehatan tersebut tidak dapat diperoleh di puskesmas, (c) Masyarakat dapat mengenali lebih baik perbedaan di antara tempat pelayanan kesehatan yang ada berdasarkan pengalaman atau pengetahuan seseorang, (d) Pertimbangan akan jarak tempuh yang mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang ada, terutama menghadapi kasus-kasus emergensi, (e) Karakteristik penduduk yang mempunyai heterogenitas tinggi terdiri dari suku, etnis dan latar belakang sosial yang berbeda sehingga menimbulkan perbedaan persepsi terhadap pelayanan kesehatan, (f) Jaminan kesehatan yang dimiliki masyarakat misalnya: Askes, Jamsostek dan lain-lain yang menganjurkan memperoleh fasilitas kesehatan di tempat yang sudah ditentukan (Depkes RI, 2001).

Menurut Dever dalam Determinants of Health Services Utilitization, yang dikutip oleh Rochman (1994), ada beberapa faktor yang memengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor sosiokultural, faktor organisasi, dan faktor interaksi konsumen dengan petugas kesehatan.


(26)

Menurut Azwar (1996) yang mengutip pendapat Roberts dan Prevast, mengatakan bahwa pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dan pasien, keprihatinan dan keramah-tamahan petugas dalam melayani pasien, dan kesembuhan penyakit yang sedang diderita pasien.

Menurut Kusumapradja (2006) sebesar 70% penyebab pelanggan tidak puas terhadap pelayanan kesehatan adalah karena perilaku manusia, untuk itu perlu dilakukan pembenahan dalam budaya organisasi sehingga setiap tenaga kesehatan mampu melaksanakan pelayanan yang prima. Pelayanan prima adalah memberikan kepada pelanggan apa yang memang mereka harapkan pada saat mereka membutuhkan, dengan cara yang mereka inginkan. Pelayanan prima ini hanya dapat dicapai dengan pelaksanaan yang mencakup komponen praktik yang bersifat : disiplin, inisiatif, respons, komunikasi, dan kerjasama serta berlandaskan sikap “caring” yaitu menekankan pada keteguhan hati, kemurahan hati, janji tanggung jawab yang mempunyai kekuatan atau motivasi untuk melakukan upaya memberi perlindungan dan meningkatkan martabat klien (Kozier dalam Kusumapradja, 2006).

Di Sumatera Utara, penerapan pelayanan prima pada semua instansi Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, termasuk puskesmas, sebagai salah satu upaya Badan Diklat Propinsi Sumatera Utara dalam melaksanakan perintah harian Gubernur Sumatera Utara. Adapun perintah tersebut, salah satunya mengenai penerapan prinsip-prinsip good governance.


(27)

Diklat dirancang bukan hanya untuk mengenalkan konsep pelayanan publik yang mencirikan praktik governance yang baik, tetapi juga memberikan kemampuan teknis kepada para pimpinan instansi pelayanan publik untuk mengelola perubahan menuju praktik governance yang lebih baik. Di samping kegiatan pelatihan di kelas, kelompok peserta yang berasal dari berbagai instansi tersebut juga melakukan kegiatan pasca pelatihan dalam bentuk pengembangan program aksi untuk mewujudkan pelayanan publik yang mencirikan governance yang baik (Agus Dwiyanto, 2006).

Menurut hasil penelitian Smith dan Metzhier yang dikutip Azwar (1996), bahwa dimensi mutu pelayanan yang dipandang paling penting adalah efisiensi pelayanan kesehatan. Kemudian baru disusul perhatian dokter secara pribadi kepada pasien, keterampilan yang dimiliki dokter, serta kenyamanan pelayanan yang dirasakan pasien.

Hasil survei awal diketahui bahwa Puskesmas Tomuan terletak di tengah-tengah pemukiman penduduk dan tersedianya alat transportasi yang memadai, sehingga dapat diasumsikan faktor geografis tidak berpengaruh besar dalam pemanfaatan puskesmas. Diduga bahwa faktor eksternal antara lain: faktor sosiokultural, seperti norma dan nilai sosial yang ada di masyarakat dan teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan; faktor organisosial, seperti ketersediaan sumber daya petugas dan fasilitas kesehatan, serta tersedianya tempat pelayanan kesehatan yang lainnya; faktor perilaku, seperti sikap petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dan perilaku masyarakat dalam mencari pengobatan pertama, memiliki hubungan dengan kunjungan pasien ke puskesmas.


(28)

Pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas Tomuan dari tahun 2009 sampai 2010 mengalami penurunan, sedangkan dari tahun 2010 ke 2011 mengalami kenaikan.

Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Pasien di Puskesmas Tomuan 2009-2011

Bulan / Tahun 2009 2010 2011

Januari 526 528 691

Februari 553 492 647

Maret 531 543 639

April 517 437 647

Mei 539 492 676

Juni 574 520 554

Juli 602 442 520

Agustus 723 539 461

September 537 419 501

Oktober 625 415 620

November 479 493 602

Desember 418 494 538

Jumlah 6624 5814 7096

(Sumber : Puskesmas Tomuan, 2012)

Menurut Lee, et al, ada 7 dimensi yang digunakan untuk mengukur mutu pelayanan yaitu jaminan (assurance), empati (empathy), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), tampilan fisik (tangiable), pelayanan medis (core medical service) dan profesionalisme (professionalism).

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 10 pasien yang berkunjung ke Puskesmas Tomuan, diperoleh enam orang tidak puas dalam hal tangible, dua orang tidak puas dalam hal responsiveness, satu orang tidak puas dalam hal assurance dan satu orang tidak puas dalam hal professionalism. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa variabel tangibility, responsiveness, dan assurance berpengaruh positif terhadap kepuasan pengunjung di RSUD Cut Meutia Kabupaten


(29)

Aceh Utara (Martina, 2011), responsiveness dan assurance berpengaruh terhadap pelayanan di Puskesmas Kota Medan (Muli, 2009), dan perilaku petugas berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan di Puskesmas Binjai Kota (Rifai, 2005).

Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran perilaku tenaga kesehatan puskesmas terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar.

1.2. Perumusan Masalah

Dari urutan-urutan di atas maka yang menjadi permasalahan penelitian adalah bagaimana gambaran perilaku tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012.


(30)

b. Untuk mengetahui gambaran sikap tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012.

c. Untuk mengetahui gambaran tindakan tenaga kesehatan terhadap pelayanan prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan puskesmas di wilayah kerjanya.

2. Sebagai bahan informasi kepada kepala dan staff-staff puskesmas dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan Puskesmas Tomuan.

3. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat setempat mengenai manfaat puskesmas dalam membantu peningkatan derajat kesehatan mereka.

4. Sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan penulis tentang bagaimana puskesmas dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya di Tomuan.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku

2.1.1. Ruang Lingkup Perilaku Kesehatan

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Menurut Benjamin Bloom (dalam Soekidjo Notoatmodjo, 2007), ranah perilaku terbagi dalam 3 domain, yaitu :

a. Pengetahuan (Kognitif)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan memiliki 6 (enam) tingkatan: 1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam mengingat kembali (recall) terhadap suatu hal yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu ´tahu´ merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu dilihat dari kemampuan seseorang untuk menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan dan sebagainya.


(32)

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang objek yang diketahui dan dapat diinterpretasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthetis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.


(33)

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini diartikan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :

1. Faktor internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.

2. Faktor eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana. 3. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode

dalam pembelajaran. b. Sikap (Afektif)

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Wahid dkk, 2007).

Sikap menentukan jenis tingkah laku dalam hubungannya dengan rangsangan yang relevan, individu lain atau fenomena-fenomena. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal tapi tidak semua faktor internal adalah sikap.

Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut :

1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus.


(34)

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal references) merupakan faktor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.

3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.

4. Sosial budaya (Culture) berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007). Fungsi (tugas) sikap dibagi empat golongan, yaitu :

1. Sebagai alat menyesuaikan diri

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan anggota kelompok lain.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku

Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada orang dewasa. Pada umumnya tidak diberi perangsang secara spontan, tetapi adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman

Manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua yang berasal dari luar tidak semuanya dilayani olah manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu


(35)

dilayani dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi nilai lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian

Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu, dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut (Ahmadi, 1999).

Seperti halnya pengetahuan, sikap memiliki berbagai tingkatan yaitu :

1. Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespon (Responding) diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan adalah indikasi dari sikap karena dengan usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuating) diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat ini.

4. Bertanggung jawab (Responsible) adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).


(36)

c. Tindakan (Psikomotor)

Suatu sikap belum terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi sebuah perbuatan diperlukan menanamkan pengertian terlebih dahulu, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik serta diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor pendukung dari berbagai pihak (Notoatmodjo, 2007).

Adapun tingkatan dari tindakan adalah : 1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek yang pertama.

2. Respon Terpimpin (Guide Response)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh-contoh adalah indikator tingkat kedua.

3. Mekanisme (Mechanisme)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan maka ia sudah mencapai tingkat ketiga. 4. Adaptasi (Adaptation)

Tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).


(37)

2.1.2. Perubahan Perilaku

Menurut WHO yang dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :

1. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.

2. Perubahan Terencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Didalam melakukan perubahan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Puskesmas

2.2.1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD) yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja.


(38)

1. Unit Pelaksana Teknis

Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.

2. Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.

3. Pertanggungjawaban Penyelenggaraan

Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kabupaten/kota, sedangkan puskesmas bertanggung jawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.

4. Wilayah Kerja

Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari satu puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas dengan memperhatika keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada dinas kesehatan kabupaten/kota (Depkes RI, 2004).


(39)

2.2.2. Visi dan Misi Puskesmas 1. Visi

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat 2010 menuju terwujudnya Indonesia Sehat 2010. Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator kecamatan sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni (1) lingkungan sehat, (2) perilaku sehat, (3) cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu serta (4) derajat kesehatan penduduk kecamatan (Depkes RI, 2004).

2. Misi

Untuk mencapai visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat, puskesmas memiliki 4 misi yaitu: 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan sehat di wilayah kerjanya.

Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.

Puskesmas akan selalu berusaha agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan,


(40)

melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.

Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihakan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai (Depkes RI, 2004).

2.2.3. Fungsi dan Program Puskesmas 1. Fungsi

a. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan

Puskesmas diharapkan dapat bertindak sebagai motivator, fasilitator dan turut serta memantau terselenggaranya proses pembangunan di wilayah kerjanya agar berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat di wilayah kerja. Hasil yang diharapkan dalam menjalankan fungsi ini antara lain adalah terselenggaranya pembangunan di luar bidang kesehatan yang mendukung terciptanya lingkungan dan perilaku sehat.


(41)

b. Pusat Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga dalam Pembangunan Kesehatan

Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, puskesmas ikut memberdayakan masyarakat, sehingga masyarakat tahu, mau dan mampu menjaga dan mengatasi masalah kesehatan secara mandiri. Wujud pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan adalah tumbuh kembangnya upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, kemitraan dengan LSM, dan pelbagai potensi masyarakat lainnya.

Sebagai pusat pemberdayaan keluarga, puskesmas diharapkan bisa secara proaktif menjangkau keluarga, sehingga bisa menjaga keluarga sehat tetap sehat dan keluarga sakit menjadi sehat. Wujudnya adalah pelaksanaan Puskesmas Peduli Keluarga yang tingkat keberhasilannya dapat dilihat dari makin banyaknya keluarga sehat di wilayah kerja puskesmas.

c. Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Sebagai pusat pelayanan tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan pemerintah yang wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau, adil dan merata. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan adalah pelayanan kesehatan dasar yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat dan sangat strategis dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat umum.


(42)

1.Pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih mengutamakan pelayanan promotif dan preventif, dengan pendekatan kelompok masyarakat, serta sebagian besar diselenggarakan bersama masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas.

2.Pelayanan medik dasar yang lebih mengutamakan pelayanan kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga pada umumnya melalui upaya rawat jalan dan rujukan.

Pada kondisi tertentu dan bila memungkinkan dapat dipertimbangkan puskesmas memberikan pelayanan rawat inap sebagai rujukan antar sebelum dirujuk ke Rumah Sakit.

2. Program

Program puskesmas merupakan wujud dari pelaksanaan ketiga fungsi puskesmas di atas. Program tersebut dikelompokkan menjadi :

a. Program kesehatan dasar puskesmas adalah program yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan sebagian besar masyarakat Indonesia serta mempunyai daya ungkit tinggi dalam mengatasi permasalahan kesehatan nasional dan internasional yang berkaitan dengan kesakitan, kecacatan dan kematian.

Program kesehatan dasar tersebut adalah : 1. Promosi Kesehatan

2. Kesehatan Lingkungan

3. Kesehatan Ibu dan Anak, termasuk Keluarga Berencana 4. Perbaikan Gizi


(43)

6. Pengobatan

Rincian masing-masing kegiatan dari program kesehatan dasar diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama dengan puskesmas sesuai dengan masalah kesehatan setempat dan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan, serta sesuai dengan kemampuan dan potensi setempat.

b. Program Kesehatan Pengembangan

Puskesmas yang selama ini telah mengenal 18 pokok kegiatan, maka dengan adanya perubahan ini bukan berarti pokok kegiatan lain akan hilang atau tidak diperhatikan lagi, tetapi dapat masuk dalam kelompok program kesehatan pengembangan yang terkait dalam rangka mewujudkan Kecamatan Sehat 2010. Program pengembangan hendaknya merupakan program yang sesuai dengan permasalahan kesehatan masyarakat setempat dan atau sesuai tuntutan masyarakat sebagai program inovatif dengan mempertimbangkan kemampuan sumber daya yang tersedia dan dukungan dari masyarakat (Depkes RI, 2004).

2.3. Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Wijono, 1999).

Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, dan tenaga keteknisian medis (Wijono, 1999).


(44)

Secara terperinci, tenaga medis adalah tenaga dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi. Tenaga keperawatan adalah perawat dan bidan. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker. Tenaga Kesehatan Masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian. Tenaga Gizi meliputi nutrisionis dan dietisien. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analisis kesehatan, refraksionis optisen, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis (Wijono, 1999).

Menurut Wijono seorang tenaga kesehatan harus memenuhi syarat-syarat, yakni: 1. Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang

kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.

2. Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan memiliki izin dari Menteri.

3. Dikecualikan dari pemilikan izin sebagaimana dimaksud, bagi tenaga kesehatan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, diatur oleh Menteri. 4. Selain izin sebagaimana yang dimaksud, tenaga medis dan tenaga kefarmasian

lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi, diatur oleh Menteri (Wijono, 1999).

2.4. Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan pendapat Levey dan Loomba (1973) maka yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan merupakan setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri


(45)

atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat (Azwar, 1966).

Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan 1. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia bagi masyarakat dan berkesinambungan. Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat ada pada setiap saat yang dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik. 3. Mudah dicapai

Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dicapai oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan di daerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.


(46)

4. Mudah dijangkau

Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksudkan disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini terutama dari sudut biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan dan karena itu hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukanlah kesehatan yang baik.

5. Bermutu

Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang bermutu. Pengertian mutu yang dimaksudkan disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).

Dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Bab I pasal 1 ayat 11 disebutkan bahwa upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Selanjutnya dalam Bab VI pasal 46 dan 47 tertulis bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya


(47)

kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan. Untuk keberhasilan upaya pembangunan kesehatan tersebut maka masyarakat perlu diikutsertakan agar berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan. 2.4.1. Pelayanan Puskesmas

Bentuk pelayanan puskesmas bersifat menyeluruh yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi aspek promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit dan pemulihan dari penyakit. Prioritas pelayanan yang dikembangkan puskesmas lebih diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar yang lebih mengutamakan upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit (Muninjaya, 1999).

Puskesmas bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan di tingkat kecamatannya sendiri yang meliputi upaya pelayanan keseahatan perorangan (UKP) dan upaya pelayanan kesehatan masyarakat (Kepmenkes, 2006).

Upaya pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pribadi dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit serta pemulihan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan kesehatan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan tersedianya fasilitas rawat inap. Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat merupakan pelayanan kesehatan yang bersifat publik dengan tujuan utama untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan (Trihono, 2005). Sedangkan di dalam Depkes (2003) pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi


(48)

kesehatan, pemberantasan penyakit, kesehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan lainnya. Fungsi pelayanan puskesmas dituntut lebih memiliki nilai-nilai efisiensi, efektif dan produktif baik dari sisi tenaga pelayanan maupun yang dilayani pada masa yang akan datang (Darmadi, 2006).

2.5. Kualitas Pelayanan Kesehatan

Kualitas adalah suatu perkataan yang sudah lazim digunakan, baik oleh lingkungan kehidupan akademis ataupun dalam kehidupan sehari-hari, yang artinya secara umum dapat dirasakan dan dipahami oleh siapapun, namun kualitas sebagai suatu konsep atau pengertian, belum banyak dipahami orang dan kenyataannya pengertian kualitas itu sendiri tidak sama bagi setiap orang. Setiap orang cenderung mendefinisikan pengertian kualitas sesuai dengan pendapat dan kebutuhannya (Pohan, 2003). Menurut Montgomery yang dikutip Supranto (1997), kualitas dinyatakan sebagai berikut: Quality is the extent to which products meet the requirements of people who use them. Jadi, suatu produk dikatakan berkualitas bagi seseorang kalau produk tersebut memenuhi kebutuhannya.

Kualitas pelayanan kesehatan merupakan gabungan dari dua suku kata yaitu kualitas dan pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan acap kali dipertanyakan banyak orang namun pembahasannya seringkali tidak utuh sehingga setiap pengguna memiliki persepsi yang beragam mengenai kualitas itu sendiri. Bagi seorang pasien kualitas yang baik ia kaitkan dengan kesembuhannya dari penyakit, meningkatkan derajat kesehatan, kecepatan pelayanan, kepuasannya terhadap lingkungan fisik sarana kesehatan dan tarif yang dianggapnya memadai. Setiap orang


(49)

yang menilai kualitas pelayanan kesehatan berdasarkan standar atau kriteria karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan dalam latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan (Jacobalis S, 1989).

Salah satu kesulitan dalam merumuskan pengertian kualitas pelayanan kesehatan adalah karena kualitas itu sangat melekat dengan faktor-faktor subjektivitas yang berkepentingan, baik pasien, petugas yang memberi pelayanan, masyarakat ataupun pemilik sarana pelayanan (Pohan, 2007). Lebih lanjut, Wijono (1999) menjelaskan, kualitas pelayanan kesehatan diterima dan didefinisikan dalam banyak pengertian. Kualitas pelayanan kesehatan dapat semata-mata dimaksudkan adalah dari aspek teknis medis yang hanya berhubungan langsung antara pelayanan medis dengan pasien saja, atau kualitas pelayanan kesehatan dari sudut pandang sosial dan sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan, termasuk manajemen administrasi, keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya.

Menurut Kasl dan Cobb yang dikutip Fauzi M (1995), biasanya orang memanfaatkan pelayanan kesehatan karena tiga alasan yakni, (1) untuk pencegahan penyakit atau pemeriksaan kesehatan pada saat gejala penyakit belum dirasakan (perilaku sehat), (2) untuk mendapatkan diagnosa penyakit dan tindakan yang diperlukan bila gejala penyakit telah dirasakan (perilaku sakit) dan (3) untuk mengobati penyakit, jika penyakit tersebut telah dipastikan agar sembuh atau agar penyakit tersebut tidak bertambah parah.

Kualitas pelayanan suatu rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek manajemen yang


(50)

menyatu sebagai suatu sistem (Azwar, 1999). Sebagaimana suatu sistem maka kualitas pelayanan terdiri atas berbagai komponen yang saling berpengaruh sebagai berikut:

1. Input adalah sarana fisik, perlengkapan atau peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan dan sumber daya manusia serta sumber daya lainnya. 2. Proses adalah semua kegiatan dan keseluruhan input baik itu tindakan medis

maupun tindakan non medis dalam interaksinya dengan pemberian pelayanan kesehatan.

3. Keluaran adalah hasil akhir kegiatan proses yaitu tindakan dokter dan profesi lainnya terhadap pasien dalam arti derjatan kesehatan dan kepuasannya.

Selain itu faktor lain yang memengaruhi adalah faktor lingkungan. Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah keadaan sekitar yang memengaruhi penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Untuk suatu institusi kesehatan, keadaan sekitar yang terpenting adalah kebijakan, organisasi dan manajemen institusi kesehatan tersebut.

Dari batasan-batasan kualitas dan batasan-batasan pelayanan yang telah dijelaskan di atas dapat dipahami bahwa kualitas pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan dahulu penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas wujud serta ciri dan ataupun terhadap kepatuhan para petugas pelaksana pelayanan terhadap standar yang telah ditetapkan, sehingga dapat didefinisikan bahwa pengertian kualitas pelayanan kesehatan sebagai suatu yang menunjukkan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata


(51)

penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).

Gronroos (1990) seperti yang dikutip oleh Jasfar (2005) mengatakan, dalam konteks penilaian kualitas produk maupun jasa telah diperoleh kesepakatan, bahwa harapan konsumen memiliki peranan yang besar sebagai standar perbandingan dalam evaluasi kualitas maupun kepuasan. Menurut Olson dan Dover (dalam Zeithaml et al, 1993), harapan konsumen merupakan keyakinan konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Harapan itu terbentuk dari pengalamannya mengkonsumsi jasa itu pada waktu lalu, informasi dari teman, keluarga dan lain-lain (Word of mouth) serta dapat juga dari kebutuhannya (personal need). Untuk membuktikan apakah kualitas produk baik atau tidak, dapat diukur dari tingkat kepuasan konsumen.

Setiap pasien yang berkunjung ke puskesmas tentu mempunyai keinginan atau harapan terhadap pelayanan yang diberikan. Puskesmas selayaknya memahami keinginan dan harapan pasien tersebut. Dengan memperhatikan berbagai sudut pandang, dapat dirangkum 9 (sembilan) dimensi kualitas :

1. Manfaat, pelayanan yang diberikan menunjukkan manfaat dan hasil yang diinginkan.

2. Ketepatan, pelayanan yang diberikan relevan dengan kebutuhan pasien dan sesuai dengan standar keprofesian.

3. Ketersediaan, pelayanan yang dibutuhkan tersedia.

4. Keterjangkauan, pelayanan yang diberikan dapat dicapai dan mampu dibiayai oleh pasien.


(52)

5. Kenyamanan, pelayanan diberikan dalam suasana yang nyaman.

6. Hubungan interpersonal, pelayanan yang diberikan memperhatikan komunikasi, rasa hormat, perhatian dan empati yang baik.

7. Waktu, pelayanan yang diberikan memperhatikan waktu tunggu pasien dan tepat waktu sesuai perjanjian.

8. Kesinambungan, pelayanan kesehatan yang diberikan dilaksanakan secara berkesinambungan, pasien yang memerlukan tindak lanjut perawatan perlu ditindaklanjuti.

9. Legitimasi dan akuntabilitas, pelayanan yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan, baik dari aspek medik maupun aspek hukum (Depkes RI, 2003).

Banyak ahli telah menyampaikan dimensi kualitas yang dapat dinilai dari suatu produk. Dimensi kualitas yang disusun tergantung pada jenis produk yang dihasilkan. Brown L D et al. seperti yang dikutip Pohan (2007) menjelaskan ada dimensi kualitas pelayanan kesehatan yakni: kompetensi teknis, keterjangkauan atau akses, efektivitas, efisiensi, kesinambungan, keamanan, kenyamanan, informasi, ketepatan waktu dan hubungan antar manusia. Beberapa dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml (1988) yang dikutip oleh Tjiptono (2004) mengemukakan bahwa ada 5 (lima) dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu sebagai berikut : 1) kehandalan (reliability), 2) daya tanggap (responsiveness), 3) jaminan (assurance), 4) empati (empathy), 5) bukti fisik (tangible).

1. Kehandalan (Reliability), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus


(53)

sesuai dengan harapan pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi. Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan juga ditentukan oleh dimensi reliability yaitu dimensi yang mengukur kehandalan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Dimensi ini sering dipersepsi paling penting bagi pelanggan dari berbagai industri jasa. Ada 2 aspek dari dimensi ini yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan dan seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak ada error.

2. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu suatu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan berubah dengan kecenderungan naik dari waktu ke waktu. Kepuasan terhadap dimensi responsifnes adalah berdasarkan persepsi dan bukan aktualnya. Karena persepsi mengandung aspek psikologis, faktor komunikasi dan situasi fisik di sekeliling pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam memengaruhi penilaian pelanggan. Mengkomunikasikan kepada pelanggan mengenai proses pelayanan yang diberikan akan membentuk persepsi yang lebih positif. Pelayanan yang responsif atau yang tanggap, juga sangat dipengaruhi oleh sikap front-line. Salah satunya adalah kesigapan dan ketulusan dalam menjawab pertanyaan atau permintaan pelanggan. Ada 4 aspek dari dimensi ini yaitu keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan.


(54)

Keramahan adalah salah satu aspek yang mudah diukur. Ramah berarti banyak senyum dan bersikap sopan. Memang menciptakan budaya senyum bukanlah hal yang mudah dan program yang murah. Perlu upaya sistematis dan komitmen implementasi jangka panjang.

3. Jaminan (Assurance), berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, keterampilan staff dalam menangani setiap pelayanan yang diberikan sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan. Assurance adalah dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku front-line staff dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. Pelanggan sulit percaya bahwa kualitas pelayanan akan dapat tercipta dari front line staff yang tidak kompeten atau terlihat bodoh. Oleh karena itu sangatlah penting untuk terus memberikan training kepada karyawan gugus depan mengenai pengetahuan produk dan hal-hal yang sering menjadi pertanyaan pelanggan.

4. Empati (Emphaty), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Pelanggan kelompok menengah atas mempunyai harapan yang tinggi agar perusahaan penyedia jasa mengenal mereka secara pribadi. Perusahaan harus tahu nama mereka, kebutuhan mereka secara spesifik dan bila perlu mengetahui apa yang menjadi hobi dan karakter personal lainnya. Apabila tidak, perusahaan


(55)

akan kehilangan kesempatan untuk dapat memuaskan mereka dari aspek ini. Secara umum, dimensi ini memang dipersepsi kurang penting dibandingkan dimensi reliability dan responsiveness di mata kebanyakan pelanggan. Hasil studi Fronter selama beberapa tahun terakhir mengkonfirmasikan hal ini. Akan tetapi untuk kelompok pelanggan the haves dimensi ini bisa menjadi dimensi yang paling penting. Ini sesuai dengan teori perkembangan kebutuhan manusia dari Maslow. Pada tingkat semakin tinggi, kebutuhan manusia tidak lagi dengan hal-hal primer. Setelah kebutuhan fisik, keamanan dan sosial terpenuhi, maka dua kebutuhan lagi akan mengejar yaitu kebutuhan akan ego dan aktualisasi. Dua kebutuhan teori Maslow inilah yang berhubungan dengan dimensi empati.

5. Bukti fisik (Tangible), berkenanaan dengan bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya. Karena suatu pelayanan tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa diraba, aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan atribut dari dimensi tangible meliputi: gedung, peralatan, seragam dan penampilan fisik para karyawan yang melayani pelanggannya. Selain itu materi promosi berupa brosur dan leaflet juga akan memengaruhi pelanggan dalam penilaian kualitas pelayanan. Tangible yang baik akan


(56)

memengaruhi persepsi pelanggan. Pada saat yang bersamaan aspek tangible ini juga merupakan salah satu sumber yang memengaruhi harapan pelanggan. Karena tangible yang baik, harapan pelanggan menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahu seberapa jauh aspek tangible yang paling tepat yaitu masih memberikan impresi yang positif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan tetapi tidak menyebabkan harapan pelanggan yang terlalu tinggi.

2.6. Pelayanan Prima

Pelayanan prima (Excellent Service) menurut pengertian “pelayanan”, yang berarti usaha melayani kebutuhan atau orang dari pengertian “melayani” yang berarti membantu menyiapkan apa yang diperlukan seseorang (kamus bahasa Indonesia). Dengan prima atau excellent yang berarti bermutu tinggi dan memuaskan.

Unsur-unsur pelayanan prima sebagaimana dimaksud dengan pelayanan umum sesuai keputusan Menpan No.81/1993, yaitu:

(1) Kesederhanaan,

(2) Kejelasan dan Kepastian, (3) Keamanan,

(4) Keterbukaan, (5) Efisien, (6) Ekonomis,

(7) Keadilan yang merata, (8) Ketepatan waktu.


(57)

Dalam agenda perilaku pelayanan prima sektor publik SESPANAS LAN 1998 dalam Sutopo 2003, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan prima adalah :

1. Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan/pengguna jasa. 2. Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan.

3. Pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan standar, sedangkan yang belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat diberikan pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar, dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal.

4. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas, masyarakat eksternal dan internal. Jadi, pelayanan prima sudah menjadi hal yang sangat penting kedudukannya di mata pemerintah. Dengan demikian, pada prinsipnya pemerintah telah mencurahkan seluruh daya dan upayanya untuk melayani masyarakatnya.

2.6.1. Perilaku dalam Pelayanan Prima

Menurut Sugiyanti (1999), dalam memberikan pelayanan yang bermutu tinggi dan memuaskan pelanggan, faktor perilaku manusia dapat menentukan, selain bentuk isi mutu barang atau jasa yang diberikan. Aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat diharapkan memahami bahwa dirinya adalah bertugas melayani bukan untuk dilayani masyarakat, oleh karena itu hendaknya dapat memberikan pelayanan yang prima, dalam arti :

1. Sensitif dan responsif terhadap tuntutan masyarakat, tantangan maupun peluang-peluang untuk peningkatan.


(58)

2. Inovatif kreatif dalam memberikan pelayanan yang bermutu dan memuaskan pelanggan.

3. Mempunyai visi kedepan, apa sesungguhnya yang ingin diwujudkan dan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan adanya risiko dan mengelola risiko dengan baik (mereduksi, menghilangkan maupun meminimalkan).

4. Mampu memanfaatkan dengan baik sumber daya yang tersedia dengan metode ilmiah yang sesuai.

5. Mampu memecahkan masalah yang timbul dan mengambil keputusan dalam upaya peningkatan pelayanan yang bermutu.

Menurut Gerson (2001), faktor terpenting yang harus diperhatikan saat ini adalah kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui, jika pelanggan tidak puas dia akan menghentikan bisnis atau hubungan, sehingga semua upaya yang dilakukan untuk mencapai mutu dan memberikan pelayanan prima tidak ada artinya sama sekali jika pelayanan yang diberikan tidak untuk memuaskan pelanggan.

Ada 7 langkah pendekatan untuk mengembangkan sistem pelayanan pelanggan yaitu :

1. Komitmen manajemen puncak.

Program pelayanan pelanggan dan peningkatan mutu hanya akan berhasil jika ada komitmen dari manajemen puncak, proses komitmen manajemen ini harus dimulai dari pernyataan visi atau misi yang berkaitan dengan mutu pelayanan.


(59)

2. Kenali pelanggan anda.

Mengenal pelanggan secara dekat dan secara berkesinambungan akan membantu mengembangkan ikatan dan kesetiaan yang dibutuhkan karena mereka menjadi tahu bahwa mereka diperhatikan.

3. Mengembangkan standar kinerja pelayanan pelanggan. 4. Angkat, latih dan beri imbalan staf yang baik.

Pelayanan pelanggan dan kinerja mutu yang prima akan menghasilkan kepuasan dan ikatan pelanggan hanya bisa diberikan oleh orang yang berkompeten dan berkualifikasi, maka harus mengangkat orang yang baik.

Setelah diangkat latih mereka untuk bidang pekerjaan mereka, setelah dilatih beri mereka kompensasi yang baik.

5. Beri imbalan pada prestasi mutu pelayanan.

Manajemen harus selalu mengakui, memberi imbalan dan mendorong prestasi mutu pelayanan prima, misalnya memberi insentif, membantu mereka memtivasi diri sendiri agar bekerja lebih baik.

6. Tetaplah dekat dengan pelanggan.

7. Menciptakan perbaikan yang berkesinambungan.

Tidak ada sistem atau program yang sempurna, oleh karena itu pihak manajemen harus terus-menerus bekerja untuk memperbaiki mutu pelayanan dan kinerja.


(60)

2.7. Landasan Teori

Andersen, R (2005) menyatakan bahwa pelayanan kesehatan tergantung pada tiga faktor, yang salah satunya faktor predisposisi (predisposing). Selanjutnya Anderson menggunakan komponen tersebut dalam tiga bagian yaitu :

1) Keadaan demografi berupa : umur, jenis kelamin, status perkawinan serta jumlah anggota keluarga.

2) Keadaan struktur sosial, meliputi : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras dan suku.

3) Sikap atau pandangan seseorang terhadap suatu objek sehubungan dengan pelayanan kesehatan (Muhazzam, 1995).

2.8. Kerangka Konsep

Dari teori yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti merancang suatu kerangka konsep yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik Tenaga Puskesmas Jenis Kelamin Umur Pendidikan Lama Kerja Perilaku Tenaga Puskesmas -Pengetahuan -Sikap -Tindakan Unsur-Unsur Pelayanan Prima 9)Sederhana 10) Jelas dan

Pasti 11) Aman 12) Terbuka 13) Efisien 14) Ekonomis 15) Adil Merata 16) T

Unsur-Unsur Pelayanan Prima 1)Sederhana 2)Jelas dan Pasti 3)Aman

4)Terbuka 5)Efisien 6)Ekonomis 7)Adil Merata 8)Tepat Waktu


(61)

Kinerja tenaga puskesmas dalam memberikan pelayanan prima dapat dilihat dari indikator, seperti kesedehanaan, kejelasan dan kepastian, keamanan, keterbukaan, efisien, ekonomis, keadilan yang merata, dan ketepatan waktu.


(1)

2 Apakah Saudara memberikan bantuan kepada pengunjung puskesmas saat dalam kesulitan walau tidak diminta?

1 0

3 Apakah Saudara membiarkan pengunjung puskesmas menunggu lama untuk mendaftar?

0 1 4 Apakah Saudara memberikan penjelasan tentang

prosedur pengobatan berbelit-belit?

0 1 5 Apakah Saudara menyampaikan cara pemakaian obat

dengan jelas kepada pasien?

1 0 6 Apakah Saudara menjelaskan prosedur pemeriksaan

kepada pengunjung puskesmas dengan sabar?

1 0

7. Siapa saja yang sebaiknya berpenampilan bersih dan rapi di puskesmas? (jawaban bisa lebih dari 1)

a. Dokter (1) b. Dokter gigi (1) c. Bidan (1) d. Perawat (1) e. Petugas apotik (1) f. Petugas pendaftaran (1) g. Petugas tata usaha (1) h. Petugas SP2TP (1)

i. Lain-lainnya… (sebutkan) (1)

Tindakan tentang Pelayanan Prima dari Unsur Kejelasan dan Kepastian

No. Tindakan Ya Tidak

8 Apakah dokter memberikan resep obat sesuai dengan keadaan penyakit?

1 0 9 Apakah dokter memberikan informasi yang jelas

tentang keluhan pengunjung puskesmas?

1 0 10 Apakah perawat memberi tahu bila ada keterlambatan

pemeriksaan pasien?

1 0 11 Apakah petugas apotik memberi tahu lamanya proses

pemberian obat?

1 0

Tindakan tentang Pelayanan Prima dari Unsur Keamanan

No. Tindakan Ya Tidak

12 Apakah dokter mendiagnosa penyakit pasien secara akurat?

1 0 13 Apakah dokter memberikan resep yang tepat terhadap

pasien?

1 0 14 Apakah Saudara menjaga kerahasiaan pengunjung

yang datang berobat ke puskesmas?

1 0 15 Apakah petugas sangat teliti dalam memberikan obat 1 0


(2)

kepada pasien?

Tindakan tentang Pelayanan Prima dari Unsur Keterbukaan

No. Tindakan Ya Tidak

16 Apakah dokter memberikan kesempatan bertanya kepada pengunjung yang berobat?

1 0 17 Apakah dokter memberi penjelasan tentang penyakit

kepada pasien?

1 0 18 Apakah dokter bersedia mendengarkan keluhan dari

pasien?

1 0 19 Apakah Saudara selalu sabar menghadapi keluh kesah

pasien?

1 0

Tindakan tentang Pelayanan Prima dari Unsur Efisien

No. Tindakan Ya Tidak

20 Apakah perawat memberi obat tidak sesuai prosedur? 0 1 21 Apakah perawat terdidik dan mampu melayani

pengunjung yang berobat?

1 0 22 Apakah dokter terampil dalam melakukan pelayanan

pengobatan?

1 0

Tindakan tentang Pelayanan Prima dari Unsur Ekonomis

No. Tindakan Ya Tidak

23 Apakah Saudara pernah memungut biaya ketika pengunjung mengurus surat-surat di Puskesmas?

0 1

Tindakan tentang Pelayanan Prima dari Unsur Keadilan yang Merata

No. Tindakan Ya Tidak

24 Apakah Saudara memberi pelayanan tanpa memandang status sosial?

1 0 25 Apakah Saudara ramah dan sopan kepada semua

pengunjung puskesmas?

1 0

Tindakan tentang Pelayanan Prima dari Unsur Ketepatan Waktu

No. Tindakan Ya Tidak

26 Apakah Saudara selalu berada di tempat selama jadwal pelayanan?

1 0 27 Apakah jam buka kartu pendaftaran tepat pada

waktunya?


(3)

LEMBAR OBSERVASI

GAMBARAN PERILAKU TENAGA KESEHATAN TERHADAP PELAYANAN PRIMA DI PUSKESMAS TOMUAN

KECAMATAN SIANTAR TIMUR KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2012

Petunjuk : Berikan tanda checklist ( ) Pelayanan Prima dari Unsur Kesederhanaan

No. Pelayanan Prima Ya Tidak

1 Proses pendaftaran untuk pengunjung puskesmas yang berobat cepat

2 Prosedur pelayanan puskesmas yang dilakukan petugas puskesmas:

Mudah Lancar Cepat

Tidak berbelit-belit

3 Petugas apotik mengambil dan memberikan obat kepada pengunjung puskesmas dengan cepat

4 Petugas apotik menyampaikan cara pemakaian obat dengan jelas kepada pasien

5 Petugas puskesmas memberikan bantuan kepada pengunjung saat dalam kesulitan

6 Petugas puskesmas membiarkan pengunjung puskesmas menunggu lama

7 Seluruh staf puskesmas berpenampilan bersih dan rapi

Pelayanan Prima dari Unsur Kejelasan dan Kepastian

No. Pelayanan Prima Ya Tidak

1 Dokter memberikan penjelasan tentang penyakit kepada pasien

2 Dokter mendiagnosa penyakit pasien dengan tepat 3 Dokter memberikan resep obat sesuai dengan

keadaan penyakit

4 Dokter memberikan informasi yang jelas tentang keluhan pengunjung puskesmas


(4)

6 Perawat memberi tahu bila ada keterlambatan pemeriksaan pasien

7 Petugas apotik:

Memberi tahu lamanya proses pemberian obat Memberikan obat sesuai resep

Bekerja secara teliti

Pelayanan Prima dari Unsur Keamanan

No. Pelayanan Prima Ya Tidak

1 Pengunjung puskesmas merasa nyaman berobat ke puskesmas

2 Catatan medis pengunjung puskesmas tersimpan dengan baik

3 Petugas apotik menguasai pengelompokkan dan peletakkan obat dengan baik

4 Dokter mendiagnosa penyakit pasien secara akurat 5 Dokter memberikan resep yang tepat terhadap

pasien

6 Petugas sangat teliti dalam memberikan obat kepada pasien

7 Keadaan peralatan medis: Memadai

Bersih Lengkap Berfungsi baik

8 Keadaan apotik dan obat-obatan: Tersedia

Bersih Lengkap Tersusun rapi

9 Keadaan ruang periksa puskesmas: Memadai

Bersih Rapi

Terjaga privasinya

10 Kondisi fisik bangunan puskesmas bersih Pelayanan Prima dari Unsur Keterbukaan

No. Pelayanan Prima Ya Tidak

1 Dokter puskesmas bersedia menjawab pertanyaan pasien

2 Dokter bersedia mendengarkan keluhan dari pasien


(5)

3 Dokter memberikan kesempatan bertanya kepada pengunjung yang berobat

4 Seluruh staf puskesmas ramah

5 Perawat menjelaskan prosedur pengobatan Pelayanan Prima dari Unsur Efisien

No. Pelayanan Prima Ya Tidak

1 Perawat puskesmas: Berpendidikan

Melayani pengunjung Membantu dokter

2 Dokter puskesmas terampil 3 Ruang tunggu puskesmas nyaman Pelayanan Prima dari Unsur Ekonomis

No. Pelayanan Prima Ya Tidak

1 Obat dari puskesmas terjangkau

2 Petugas meminta biaya lebih untuk pemeriksaan 3 Staf puskesmas memungut biaya ketika mengurus

surat-surat

4 Staf puskesmas meminta biaya lebih untuk pemeriksaan

Pelayanan Prima dari Unsur Keadilan yang Merata

No. Pelayanan Prima Ya Tidak

1 Petugas puskesmas: Adil

Ramah Sopan

2 Semua golongan masyarakat mulai dari atas sampai bawah mendapatkan pelayanan yang sama Pelayanan Prima dari Unsur Ketepatan Waktu

No. Pelayanan Prima Ya Tidak

1 Staf-staf yang bekerja di puskesmas tepat waktu 2 Staf-staf yang bekerja di puskesmas

kadang-kadang terlambat

3 Staf-staf yang bekerja di puskesmas sering terlambat

4 Staf puskesmas selalu berada di tempat selama jadwal pelayanan


(6)