Gamabaran Perilaku Terhadap Tingginya Angka Pernikahan Dini di Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pernikahan Dini
Menurut Alfiah (2010) dalam Jannah (2011), faktor-faktor yang
mempengaruhi pernikahan dini yaitu:
a. Faktor Ekonomi
Terjadi pada masyarakat yang tergolong menengah ke bawah. Biasanya
berawal dari ketidakmampuan mereka melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang
yang lebih tinggi. Terkadang mereka hanya bisa melanjutkan sampai sekolah
menengah saja atau bahkan tidak bisa mengenyam sedikitpun kenikmatan
pendidikan, sehingga menikah merupakan sebuah solusi dari kesulitan yang
mereka hadapi. Terutama bagi perempuan, dimana kondisi ekonomi yang sulit,
para orangtua lebih memilih mengantarkan putri mereka untuk menikah, karena
paling tidak beban mereka akan berkurang. Tetapi berbeda bagi anak laki-laki
yang mempunyai peran dalam kehidupan berumah tangga sangatlah besar,
sehingga bagi kaum adam minimal harus mempunyai keterampilan terlebih
dahulu sebagai modal awal membangun rumah tangga mereka. Bagi sebuah
keluarga yang miskin, pernikahan usia dini dapat menyelamatkan masalah sosial
ekonomi keluarga.
b. Faktor Pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan menjadikan para remaja tidak mengetahui
berbagai dampak negatif dari pernikahan anak. Dengan demikian meraka menikah

10
Universitas Sumatera Utara

11

tanpa memiliki bekal yang cukup tentang dampak bagi kesehatan reproduksi,
mereka tentu tidak tahu. Untuk itu perlu sosialisasi dampak negatif ini, karena
rata-rata mereka hanya lulusan SD. Padahal pentingnya untuk memberikan
pendidikan seks mulai anak berusia dini. Hal ini bertujuan agar anak nantinya
setelah dewasa mengetahui betul perkembangan reproduksi mereka, bagaimana
menjaga kesehatan reproduksi mereka, dan kapan atau pada usia berapa mereka
sudah bisa memantaskan diri untuk siap melakukan hubungan yang sehat.
c. Kekhawatiran Orang Tua
Orang tua khawatir kena aib karena anak perempuannya berpacaran
dengan laki-laki sangat dekat sehingga segera mengawinkan anaknya.
d. Media Massa
Banyaknya media massa yang menayangkan seks menyebabkan remaja

modern kian permisif (suka membolehkan) terhadap seks.
e. Faktor Adat
Faktor adat juga turut mengambil andil yang cukup besar, karena
kebudayaan ini diturunkan dan sudah mengakar layaknya kepercayaan. Dalam
adat setempat mempercayai apabila anak perempuannya tidak segera menikah, itu
akan memalukan keluarga karena dianggap tidak laku dalam lingkungannya. Atau
jika ada orang yang secara finansial dianggap sangat mampu dan meminang anak
mereka, dengan tidak memandang usia atau status pernikahan, kebanyakan
orangtua menerima pinangan tersebut karena beranggapan masa depan sang anak
akan lebih cerah, dan tentu saja ia diharapkan bisa mengurangi beban sang
orangtua. Tak lepas dari hal tersebut, tentu saja banyak dampak yang tidak terpikir
oleh mereka sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

12

Menurut R.T. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari perkawinan
usia muda adalah:
a. Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga.

b. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk perkawinan terlalu muda, baik
bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.
c. Sifat kolot orang jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan adat.
Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu mengawinkan anaknya
begitu muda hanya karena mengikuti adat kebiasaan saja.
Terjadinya perkawinan usia muda menurut Hollean dalam Suryono
disebabkan oleh:
a. Masalah ekonomi keluarga
b. Orang tua dari gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki apabila
mau mengawinkan anak gadisnya.
c. Bahwa dengan adanya perkawinan anak-anak tersebut, maka dalam keluarga
gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang menjadi tanggung jawab
(makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya) (Soekanto, 1992).
Menurut teori Syafrudin dan Mariam, 2010. Faktor yang menyebabkan
pernikahan usia dini adalah :
1. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Universitas Sumatera Utara

13

Pendidikan secara umum dapat didefenisikan adalah suatu usaha
pembelajaran yang direncanakan untuk mempengaruhi individu ataupun
kelompok sehingga mau melaksanakan tindakan-tindakan untuk menghadapi
masalah-masalah dan meningkatkan kesehatannya. Berkaitan dengan defenisi
tersebut, maka pendidikan dibedakan atas tiga jenis yaitu pendidikan formal,
pendidikan informal, dan pendidikan nonformal.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan
formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta.
Semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat pendidikan
yang dicapai oleh seorang anak. Pernikahan anak seringkali menyebabkan anak
tidak lagi bersekolah, karena kini ia mempunyai tanggungjawab baru, yaitu
sebagai istri dan sebagai calon ibu, atau kepala keluarga dan calon ayah, yang

lebih banyak berperan mengurus rumah tangga dan anak yang akan hadir. Pola
lainnya yaitu karena biaya pendidikan yang tak terjangkau, anak berhenti sekolah
dan kemudian dinikahkan untuk mengalihkan beban tanggungjawab orangtua
menghidupi anak tersebut kepada pasangannya (UNICEF, 2006). Dari berbagai
penelitian didapatkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat pendidikan yang
rendah dan usia saat menikah.
2. Ekonomi
Motif ekonomi, harapan tercapainya keamanan sosial dan finansial setelah
menikah menyebabkan banyak orangtua menyetujui pernikahan usia dini
(UNICEF, 2001). Secara umum, pernikahan anak lebih sering dijumpai di

Universitas Sumatera Utara

14

kalangan keluarga miskin, meskipun terjadi pula di kalangan keluarga ekonomi
atas. Di banyak negara, pernikahan anak seringkali terkait dengan kemiskinan.
Sayangnya, pernikahan gadis ini juga menikah dengan dengan pria berstatus
ekonomi tak jauh berbeda, sehingga menimbulkan kemiskinan baru.
3. Sosial Budaya

Budaya adalah satu kesatuan yang kompleks, termasuk didalamnya
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, adat istiadat, dan kesanggupan serta
kebiasaan yang diperolah manusia sebagai anggota masyarakat. Latar belakang
budaya mempunyai pengaruh yang penting terhadap aspek kehidupan manusia,
yaitu kepercayaan, tanggapan, emosi, bahasa, agama, bentuk keluarga, diet,
pakian, bahasa tubuh.
a. Adat Istiadat
Di banyak daerah di Indonesia ada semacam anggapan jika anak gadis
yang telah dewasa belum berkeluarga dipandang merupakan aib keluarga. Untuk
mencegah aib tersebut, para orangtua berupaya secepat mungkin menikahkan
anak gadis yang dimilikinya, yang pada akhirnya mendorong terjadinya
pernikahan dini.
b. Pandangan dan kepercayaan
Di banyak daerah masih ditemukan adanya pandangan dan kepercayaan
yang salah, misalnya kedewasaan seseorang dinilai dari status pernikahan, adanya
anggapan bahwa status janda lebih baik daripada perawan tua, adanya anggapan
bahwa kejantanan seseorang dinilai dari seringnya melakukan pernikahan.
UNICEF mengemukakan dua alasan utama terjadinya pernikahan dini
(early marriage ):


Universitas Sumatera Utara

15

1. Pernikahan dini sebagai sebuah strategi untuk bertahan secara ekonomi ( early
marriage as a strategy for economic survival ).

Kemiskinan adalah faktor utama yang menyebabkan timbulnya pernikahan
dini. Ketika kemiskinan semakin tinggi, remaja putri yang dianggap menjadi
beban ekonomi keluarga akan dinikahkan dengan pria lebih tua darinya dan
bahkan sangat jauh jarak usianya. Hal ini adalah strategi bertahan sebuah
keluarga.
2. Untuk melindungi wanita (protecting girls)
Pernikahan dini adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa anak
perempuan yang telah menjadi istri benar-benar terlindungi, melahirkan anak
yang sah, ikatan perasaan yang kuat dengan pasangan, dan sebagainya.
Menikahkan anak di usia muda merupan salah satu cara untuk mencegah anak
dari perilaku seks pranikah. Kebanyakan masyarakat sangat menghargai nilai
keperawanan dan dengan sendirinya hal ini memunculkan sejumlah tindakan
untuk melindungi anak perempuan mereka dari perilaku seksual pranikah.

Mathur, Greene, dan Malhotra (2003) dalam International Center for
Research On Women (ICRW), juga mengungkapkan beberapa penyebab

pernikahan dini, yaitu:
1. Peran gender dan kurangnya alternatif ( gender roles and a lack of alternatives )
Remaja adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan
merupakan suatu periode ketika anak laki-laki dan anak perempuan menghadapi
sejumlah tekanan yang menuntut mereka untuk menyesuaikan diri, menyelidiki,
dan mengalami kehidupan seperti yang telah budaya definisikan. Anak laki-laki
pada sebagian besar masyarakat menghadapi tekanan sosial dan budaya selama

Universitas Sumatera Utara

16

masa remaja untuk berhasil di sekolah, membuktikan seksualitasnya, ikut serta
dalam olahraga dan aktivitas fisik, mengembangkan kelompok sosial dengan
teman sebayanya, menunjukkan kemampuan mereka dalam menangani ekonomi
keluarga dan tanggung jawab finansial. Remaja putri mengalami hal yang
berlawanan. Pengalamam masa remaja bagi para remaja putri di banyak negara

berkembang lebih difokuskan pada masalah pernikahan, menekankan pada
pekerjaan rumah tangga dan kepatuhan, serta sifat yang baik untuk menjadi istri
dan ibu.
2. Nilai virginitas dan ketakutan mengenai aktivitas seksual pranikah ( value of
virginity and fears about premarital sexual activity)

Beberapa budaya di dunia, wanita tidak memiliki kontrol terhadap
seksualitasnya, tetapi merupakan properti bagi ayah, suami, keluarga, atau
kelompok etnis mereka. Oleh karena itu, keputusan untuk menikah, melakukan
aktivitas seksual, biasanya anggota keluarga yang menentukan, karena perawan
atau tidaknya seseorang sebelum menikah menentukan harga diri keluarga. Ketika
anak perempuan mengalami menstruasi, ketakutan akan aktivitas seksual sebelum
menikah dan kehamilan menjadi perhatian utama keluarga.
3. Pernikahan sebagai usaha untuk menggabungkan dan transaksi ( marriage
alliances and transactions)

Tekanan menggunakan pernikahan untuk memperkuat keluarga, kasta,
atau persaudaraan yang kemudian membentuk penggabungan politik, ekonomi,
dan sosial cenderung menurunkan usia untuk menikah pada beberapa budaya.
Transaksi ekonomi juga menjadi bagian integral dalam proses pernikahan.


Universitas Sumatera Utara

17

4. Kemiskinan (the role of proverty)
Kemiskinan dan tingkat ekonomi lemah juga merupakan alasan yang
penting menyebabkan pernikahan dini pada remaja putri. Remaja putri yang
tinggal di keluarga yang sangat miskin, sebisa mungkin secepatnya dinikahkan
untuk meringankan beban keluarga.
Adapun pernikahan usia remaja yang disebabkan oleh faktor dari diri
sendiri, yaitu:
1.

Menurut Sarwono (2006), pernikahan muda atau pernikahan dini banyak
terjadi pada masa pubertas karena remaja sangat rentan terhadap perilaku
seksual yang membuat mereka melakukan aktivitas seksual sebelum menikah
sehingga menyebabkan kehamilan yang kemudian solusinya adalah dengan
menikahkan mereka.


2. Sanderowitz dan Paxman dalam Sarwono (2006) menyatakan bahwa
pernikahan muda juga sering terjadi karena remaja berpikir secara emosional
untuk melakukan pernikahan. Mereka berpikir telah saling mencintai dan siap
untuk menikah. Faktor penyebab lain pernikahan muda adalah perjodohan
orangtua. Perjodohan sering terjadi akibat putus sekolah dan permasalahan
ekonomi.
3. Menurut Surjandi (2002), pernikahan usia remaja juga sering disebabkan oleh
rasa ingin coba-coba, perubahan organobiologik yang dialami remaja
mempunyai sifat selalu ingin tahu dan mempunyai kecenderungan mencoba
hal-hal baru.

Universitas Sumatera Utara

18

2.2 Perilaku Pernikahan Dini
2.2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati
secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku
terdiri dari persepsi (perception), respon terpimpin (guided respons), mekanisme
(mechanisme), adaptasi (adaptation) (Notoatmodjo, 2003).
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi
karena perilaku merupakan hasil dari perubahan dari berbagai faktor, baik internal
maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat
terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Dari aspek tersebut sulit
untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara
lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleks dari berbagai
gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi,
persepsi, sikap.
Dalam perkembangannya, Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran
hasil pendidikan kesehatan yakni:
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia yakni, indra penglihatan, pendengaran, penciuman, raba dan rasa.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Proses yang terjadi pada saat seseorang mengadopsi perilaku
baru secara berurutan ( Rogers, 1974), yaitu:

Universitas Sumatera Utara

19

1. Awareness (kesadaran), orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2. Interest (tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek
sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial (mencoba), subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai denbgan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
5. Adoption (berperilaku baru), subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Penerimaan perilaku baru yang didasari oleh pengetahuan akan
menyebabkan perilaku baru yang bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya,
apabila perilaku itu tidak disadari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak
berlangsung lama. Tingkat pengetahuan di Dalam Domain Kognitif :
1. Tahu (know)
a. Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari .
b. Termasuk tingkat pengetahuan yang paling rendah yakni mengingat
kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang diterima.
c. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain: menyebutkan,menguraikan, mendefinisikan, menyatakan.
2. Memahami (comprehension).
a. Merupakan kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Universitas Sumatera Utara

20

b. Orang yang telah paham harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan.
3. Aplikasi (aplication)
a. Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
atau kondisi real (sebenarnya).
b. Dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode dan prinsip.
4. Analisis (analysis)
a. Merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih
ada kaitan satu sama lain.
b. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja.
5. Sintesis (synthesis)
a. Merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagianbagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.( menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada).
6. Evaluasi (evaluation)
a. Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu
materi atau objek.
b. Penilaian berdasarkan kriteria sendiri atau menggunakan kriteria yang telah
ada.
Pengetahuan dapat diukur berdasarkan isi materi dan kedalaman
pengetahuan. Isi materi dapat diukur dengan metode wawancara atau angket

Universitas Sumatera Utara

21

sedangkan

kedalaman pengetahuan

dapat

diukur

berdasarkan tingkatan

pengetahuan.
2. Sikap
Sikap masih merupakan reaksi tertutup, tidak dapat langsung dilihat ,
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas.
Dari batasan-batasan diatas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu
tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari
merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb,
salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif
tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi
tertutup bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat
dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Sikap terdiri dari 3 komponen pokok, Allport (1954):
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu obyek
2. Kehidupan emosional terhadap suatu obyek
3. Kecenderungan untuk bertindak

Universitas Sumatera Utara

22

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir,
keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh seorang ibu telah
mendengarkan penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan
sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha
supaya anaknya tidak terkena polio.
Dalam berpikir ini, komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga
ibu tersebut berniat akan mengimunisasikan anaknya untuk mencegah supaya
anaknya tidak terkena polio. Sehingga ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap
objek yang berupa penyakit polio ini. Tingkatan sikap dapat dibagi menjadi :
1. Menerima (receiving ).
Orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding).
Merespon yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan. Usaha tersebut menunjukkan bahwa
orang menerima ide.
3. Menghargai (valuing).
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
4. Bertanggung jawab (responsible )
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko. Bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dibagi :
1. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu objek.

Universitas Sumatera Utara

23

2. Secara tidak langsung dapat dibuat pernyataan-pernyataan hipotesis.
3. Tindakan (Praktek)
Tindakan merupakan suatu perbuatan nyata yang dapat diamati atau
dilihat. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk tindakan (overt
behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas.
Sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi tersebut harus mendapat
konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar
ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Disamping faktor fasilitas juga
diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami atau isteri,
orang tua atau mertua sangat penting untuk mendukung praktek keluarga
berencana. Pengukuran praktek :
1. Tidak langsung : wawancara terhadap kegiatann yang telah dilakukan beberapa
jam,hari atau bulan yang lalu.
2. Langsung :mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
Adapun tingkatan dalam tindakan terbagi menjadi :
1. Persepsi (perception )
Persepsi merupakan mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil.
2. Respon terpimpin (guided response ).
Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
benar dan sesuai dengan contoh.

Universitas Sumatera Utara

24

3. Mekanisme (mecanism).
Mekanisme yaitu dapat melakukan dengan benar, secara otomatis/ kebiasaan
4. Adopsi (adoption).
Adopsi merupakan tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Dengan kata
lain, dapat memodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Tinggi berdasarkan bahan- bahan yang murah dan sederhana.
2.2.2 Faktor-Faktor Perilaku
Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktorfaktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Dalam perilaku kesehatan
menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) terbagi tiga teori penyebab
masalah kesehatan yaitu :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing faktors) yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain
pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi.
b. Faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor-faktor yang memungkinkan
atau menfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya faktor pemungkin adalah
sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.
c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.
2.2.3 Pengertian Pernikahan Dini
Pernikahan usia muda terdiri dari dua kata yaitu pernikahan dan usia
muda. Pernikahan berasal dari bahasa Arab yaitu An-nikah yang berarti
menghimpun dan mengumpulkan. Dalam pengertian fiqih nikah adalah akad yang

Universitas Sumatera Utara

25

mengandung kebolehan melakukan hubungan suami istri dengan lafaz
perkawinan/pernikahan atau yang semakna dengan itu.
Dalam pengertian yang luas pernikahan adalah suatu akad atau perikatan
untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam
rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa
ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah.
Usia muda menunjukkan usia belia, ini bisa digunakan untuk menyebutkan
sesuatu yang dilakukan sebelum batas usia minimal. Undang-Undang perkawinan
No. 1 Tahun 1974, pasal 1 merumuskan arti perkawinan sebagai ikatan lahir batin
antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Pasal 6 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa untuk
melangsungkan suatu perkawinan seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun
harus mendapat ijin dari kedua orang tua. Seperti halnya juga telah dijelaskan
dalam UU Repoblik Indonesia Nomor 1 pasal 1 tahun 1974 tentang perkawinan,
yang menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di dalam masyarakat sekarang ini masih banyak dijumpai sebagian
masyarakat yang melangsungkan perkawinan di usia muda atau di bawah umur.
Sehingga Undang-undang yang telah dibuat, sebagian tidak berlaku di suatu
daerah tertentu meskipun Undang-Undang tersebut telah ada sejak dahulu.

Universitas Sumatera Utara

26

Padahal pernikahan yang ideal untuk perempuan adalah 20-25 tahun
sementara laki-laki 24-28 tahun. Karena di usia itu organ reproduksi perempuan
secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk
melahirkan keturunan secara fisik pun mulai matang. Sementara laki-laki pada
usia itu kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, hingga mampu menopang
kehidupan keluarga untuk melindungi baik sera psikis emosional, ekonomi dan
sosial.
Melakukan perkawinan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang
dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak affresiatif terhadap makna nikah
dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah
perkawinan. Sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan usia muda ini
dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk
melangsungkan perkawinan usia muda atau di bawah umur.
Dan setelah melihat uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
perkawinan usia muda adalah perkawinan remaja dilihat dari segi umur masih
belum cukup atau belum matang untuk membentuk sebuah keluarga. Sedangkan
menurut kesehatan melihat perkawinan usai muda itu sendiri yang ideal adalah
perempuan diatas 20 tahun sudah boleh menikah, sebab perempuan yang menikah
dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker leher rahim. Dan pada usia
remaja, sel-sel leher rahim belum matang, maka kalau terpapar human papiloma
Virus HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker (Nugroho
Kompono, 2007).
Dari penjelasan diatas, maka tidak dapat dipungkiri bahwa perkawinan
usia muda pada kebanyakan yang dilakukan merupakan salah satu faktor utama

Universitas Sumatera Utara

27

masalah perkawinan, disebabkan setiap pasangan laki-laki dan perempuan belum
memiliki sikap kedewasaan yang merupakan salah satu tolak ukur dalam
memasuki sebuah kehidupan berkeluarga. Memang disatu sisi harus didasari
bahwa kedewasaan seseorang tidak tidak bergantug pada umur, tetapi disisi lain
kitapun perlu menyadari bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari usia
kanak-kanak ke usia dewasa.
Yang mana masa keremajaan merupakan gejala sosial yang bersifat
sementara, sifat sementara dan kedudukannya itu mengakibatkan remaja masih
mencari identitasnya, yang artinya pada masa peralihan itu sangat jarang
ditemukan remaja yang betul-betul memiliki sikap kedewasaan, yang pada
dasarnya untuk menempuh suatu kehidupan rumah tangga yang bahagia, salah
satu persyaratan mutlak yang harus dimiliki yaitu sikap kedewasaan tersebut.
Sikap kedewasaan masing-masing pasangan remaja dalam kehidupan
keluarganya, sedikit banyaknya akan mempengaruhi pola perilaku anak yang
dilahirkannya, sebuah pernikahan yang harmonis diharapakan menghasilkan anakanak yang baik yang mempunyai watak yang menyenangkan.
Maka dari itu remaja sebelum melangkah kejenjang perkawinan atau hidup
berkeluarga sebaiknya terlebih dahulu mempersiapkan dirinya sedemikian rupa,
sehingga keluarga yang akan dibentuknya tidak terlalu banyak mengalami
masalah yang akan membawa pada perceraian.
Oleh karena itu, maka seharusnya setiap pasangan yang ingin atau
berencana menikah diusia yang muda betul-betul mempersiapkan segala
sesuatunya, dan setiap juga pasangan harus memikirkan keperluan-keperluan
dalam hidup berkeluarga. Dan pada intinya, setiap pasangan remaja yang ingin

Universitas Sumatera Utara

28

menikah, haruslah siap secara fisik/ ekonominya maupun secara mental dalam arti
bahwa adanya sikap kedewasaan dalam memandang arti dari perkawinan itu
sendiri, agar keluarga yang dibangunnya adalah keluarga yang sejahtera.
2.2.4 Dampak Akibat Pernikahan Dini
1. Dampak Positif
a. Dukungan Emosional
Dengan dukungan emosional maka dapat melatih kecerdasan emosional dan
spiritual dalam diri setiap pasangan (ESQ).
b. Dukungan Keuangan
Dengan menikah di usia dini dapat meringankan beban ekonomi menjadi lebih
menghemat.
c. Kebebasan yang Lebih
Dengan berada jauh dari rumah maka menjadikan mereka bebas melakukan hal
sesuai keputusannya untuk menjalani hidup mereka secara finansial dan
emosional.
d. Belajar Memikul Tanggung Jawab di Usia Dini
Banyak pemuda yang waktu masa sebelum nikah tanggung jawabnya masih
kecil karena ada orang tua mereka. Dengan menikah, mereka harus dapat
mengatur urusan mereka tanpa bergantung pada orang tua.
e. Terbebas dari Perbuatan Maksiat
Dengan menikah akan menghindarkan seseorang dari perbuatan maksiat seperti
zina dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

29

2. Dampak Negatif
1. Segi kesehatan
Dilihat dari segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada
tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta
berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak. Menurut ilmu
kesehatan, bahwa usia yang kecil resikonya dalam melahirkan adalah antara
usia 20-35 tahun, artinya melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun dan lebih
dari 35 tahun mengandung resiko tinggi. Ibu hamil usia 20 tahun ke bawah
sering mengalami prematuritas (lahir sebelum waktunya) besar kemungkinan
cacat bawaan, fisik maupun mental, kebutaan dan ketulian.
2. Kanker leher rahim
Perempuan yang menikah dibawah umur 20 tahun beresiko terkena kanker
leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Jika terpapar
human papiloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi

kanker. Leher rahim ada dua lapis epitel, epitel skuamosa dan epitel kolumner.
Pada sambungan kedua epitel terjadi pertumbuhan yang aktif, terutama pada
usia muda. Epitel kolumner akan berubah menjadi epitel skuamosa.
Perubahannya disebut metaplasia. Jika ada HPV menempel, perubahan
menyimpang menjadi displasia yang merupakan awal dari kanker. Pada usia di
atas 20 tahun, sel-sel sudah matang, sehingga resiko makin kecil. Gejala awal
perlu diwaspadai, keputihan yang berbau, gatal serta perdarahan setelah
senggama. Jika diketahui pada stadium sangat dini atau prakanker, kanker leher
rahim bisa diatasi secara total. Untuk itu perempuan yang aktif secara seksual
dianjurkan melakukan tes Papsmear 2-3 tahun sekali.

Universitas Sumatera Utara

30

3. Neoritis depresi
Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada
kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi introvert (tertutup) akan
membuat si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak
mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizophrenia atau dalam bahasa
awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi
ekstrovert (terbuka) sejak kecil, si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh

untuk melampiaskan amarahnya. Seperti, perang piring, anak dicekik dan
sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi samasama berbahaya.
Dalam pernikahan dini sulit membedakan apakah remaja laki-laki atau remaja
perempuan yang biasanya mudah mengendalikan emosi. Situasi emosi mereka
jelas labil, sulit kembali pada situasi normal. Sebaiknya, sebelum ada masalah
lebih baik diberi prevensi daripada mereka diberi arahan setelah menemukan
masalah. Biasanya orang mulai menemukan masalah kalau dia punya anak.
Begitu punya anak, berubah 100 %. Jika berdua tanpa anak, mereka masih bisa
senang, apalagi kalau keduanya berasal dari keluarga cukup mampu, keduanya
masih bisa menikmati masa remaja dengan bersenang-senang meski terikat
dalam tali pernikahan.
Usia masih terlalu muda, banyak keputusan yang diambil berdasarkan emosi
atau mungkin mengatasnamakan cinta yang membuat mereka salah dalam
bertindak. Meski tak terjadi Married By Accident (MBA) atau menikah karena
"kecelakaan", kehidupan pernikahan pasti berpengaruh besar pada remaja. Oleh
karena itu, setelah dinikahkan remaja tersebut jangan dilepas begitu saja.

Universitas Sumatera Utara

31

4. Segi fisik
Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan
keterampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya, dan mencukupi
kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang berperan
dalam mewujudkan dalam kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga.
Generasi muda tidak boleh berspekulasi apa kata nanti, utamanya bagi pria,
rasa ketergantungan kepada orang tua harus dihindari.
5. Segi mental/jiwa
Pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara moral, pada setiap
apa saja yang merupakan tanggung jawabnya. Mereka sering mengalami
kegoncangan mental, karena masih memiliki sikap mental yang labil dan belum
matang emosinya.
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks,
sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak
yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang
berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan
hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk
memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu
luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
6. Segi pendidikan
Pendewasaan usia kawin ada kaitannya dengan usaha memperoleh tingkat
pendidikan yang lebih tinggi dan persiapan yang sempurna dalam mengarungi
bahtera hidup.

Universitas Sumatera Utara

32

7. Segi kependudukan
Perkawinan usia muda di tinjau dari segi kependudukan mempunyai tingkat
fertilitas (kesuburan) yang tinggi, sehingga kurang mendukung pembangunan
di bidang kesejahteraan. Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial
budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan
perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks lakilaki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun
termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil
Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias
gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.
8. Segi kelangsungan rumah tangga
Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang masih rawan dan belum stabil,
tingkat kemandiriannya masih rendah serta menyebabkan banyak terjadinya
perceraian. Berbagai konsekuensi yang diakibatkan dari pernikahan dini
dikemukakan dari beberapa penelitian. Menurut Shawky (2010) yang
melakukan penelitian di Jedah Saudi Arabia tentang pernikahan dini dan
konsekuensi kehamilan, hasilnya mengatakan mereka yang menikah di usia
dini akan berisiko dua kali untuk mengalami keguguran secara spontan dan
empat kali risiko mengalami kematian janin dan kematian bayi
Sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan
sebenarnya ia belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba
bertanggung jawab atas hasil perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya.
Hanya satu persoalannya, pernikahan dini sering berbuntut perceraian.
Mengapa pernikahan yang umumnya dilandasi rasa cinta bisa berdampak

Universitas Sumatera Utara

33

buruk, bila dilakukan oleh remaja?. Pernikahan dini memiliki dua dampak
cukup berat. Dari segi fisik, remaja itu belum kuat, tulang panggulnya masih
terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan. Oleh karena itu
pemerintah mendorong masa hamil sebaiknya dilakukan pada usia 20-30 tahun.
Dari segi mental pun, emosi remaja belum stabil.
Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah
orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, boleh dikatakan baru
berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20-24 tahun dalam psikologi,
dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead adolescent. Pada masa ini,
biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih
stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si
remaja masih ingin bertualang menemukan jati dirinya. Bayangkan kalau orang
seperti itu menikah, ada anak, si istri harus melayani suami dan suami tidak
bisa ke mana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung jawab
terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah
tangga sehingga terjadi perceraian, dan pisah rumah.
Penelitian yang dilakukan Grogger Bronars (2010) pada masyarakat kulit hitam
maupun masyarakat kulit putih didapatkan bahwa perkawinan dan kehamilan
pada umur belia berkaitan dengan kondisi-kondisi yang serba merugikan.
Kondisi-kondisi tersebut yaitu: rendahnya tingkat pendidikan wanita,
rendahnya tingkat partisipasi kerja wanita dan pendapatan keluarga muda yang
rendah.

Hal

ini

berdampak

pada

taraf

kesejahteraan

yang kurang

menguntungkan. Furstenberg (2010) menyatakan bahwa bentuk-bentuk
ketidakstabilan kehidupan berumah tangga, krisis keluarga, terputusnya

Universitas Sumatera Utara

34

kelanjutan sekolah, masalah pengasuhan anak dan problema ekonomi
merupakan bagian dari komplikasi yang diakibatkan dari perkawinan dan
kehamilan usia muda.
Trussel (2010) juga mengemukakan bahwa kehamilan di kalangan remaja
berimplikasi negatif terhadap tingkat pendidikan yang dicapai oleh wanita,
posisi ekonomi di kemudian hari dan partisipasi angkatan kerja. Hal senada
disampaikan UNICEF (2011), tentang konsekuensi yang diakibatkan oleh
pernikahan usia dini pada anak perempuan adalah penolakan terhadap
pendidikan, anak perempuan cenderung tidak melanjutkan sekolah setelah
menikah sehingga mendorong terjadinya kemiskinan, mengalami masalah
kesehatan termasuk kehamilan usia remaja (adolescent pregnancy), terisolasi
secara sosial. Adhikari (2011) menyatakan bahwa konsekuensi dari pernikahan
dini dan melahirkan di usia remaja adalah berisiko untuk melahirkan prematur
dan berat badan lahir rendah.
Wanita yang menikah pada usia muda mempunyai waktu yang lebih panjang
berisiko untuk hamil. Perkawinan usia remaja berdampak pada rendahnya
kualitas keluarga, baik ditinjau dari segi ketidaksiapan secara psikis dalam
menghadapi persoalan sosial maupun ekonomi rumah tangga. Risiko lain
adalah ketidaksiapan mental untuk membina perkawinan dan menjadi orang tua
yang bertanggung jawab. Dampak lain dari perkawinan dini adalah kehamilan
usia muda yang berisiko terhadap kematian ibu dan bayinya karena
ketidaksiapan calon ibu dalam mengandung dan melahirkan bayinya (Wilopo,
2005).

Universitas Sumatera Utara

35

2.2.5 Peran Agama Dalam Pernikahan Dini
Sebenarnya, dalam fikih atau hukum Islam tidak ada batasan minimal usia
pernikahan. Jumhur atau mayoritas ulama mengatakan bahwa wali atau orang tua
boleh menikahkan anak perempuannya dalam usia berapapun. Dalam Al-Qur’an
yaitu QS At-Thalaq : 4 dan QS. An-Nisa : ayat 3 dan 127 :
”Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya)
maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuanperempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil,
waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.
Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan
baginya kemudahan dalam urusannya”.
Namun karena pertimbangan maslahat, beberapa ulama memakruhkan
praktik pernikahan usia dini. Makruh artinya boleh dilakukan namun lebih baik
ditinggalkan. Anak perempuan yang masih kecil belum siap secara fisik maupun
psikologis untuk memikul tugas sebagai istri dan ibu rumah tangga, meskipun dia
sudah aqil baligh atau sudah melalui masa haid. Karena itu menikahkan anak
perempuan yang masih kecil dinilai tidak maslahat bahkan bisa menimbilkan
mafsadah (kerusakan). Pertimbangan maslahat-mafsadah ini juga diterima dalam

madzab Syafii.
Menikah hukum asalnya adalah sunnah (mandub). Perintah untuk menikah
merupakan tuntutan untuk melakukan nikah. Namun tuntutan tersebut tidak
bersifat pasti atau keharusan (ghairu jazim) karena adanya kebolehan memilih
antara kawin dan pemilikan budak (milku al yamin). Maka tuntutan tersebut

Universitas Sumatera Utara

36

merupakan tuntutan yang tidak mengandung keharusan (thalab ghair jazim) atau
berhukum sunnah, tidak wajib. Namun hukum asal sunnah ini dapat berubah
menjadi hukum lain, tergantung keadaan orang yang melaksanakan hukum nikah.
Rasulullah SAW menyarankan kepada orang yang sudah mampu agar
segera menikah, sementara kepada yang belum mampu Rasul memberi jalan
keluar untuk menangguhkan pernikahan yaitu dengan melaksanakan Shaum,
karena shaum merupakan benteng. Ungkapan ini merupakan isyarat bahwa kita
diperbolehkan menangguhkan pernikahan untuk lebih mematangkan persiapan.
Oleh karena itu, para ahli fiqih mendudukkan hukum pernikahan pada empat
hukum :
1. Wajib menikah bagi orang yang sudah punya calon istri atau suami dan mampu
secara fisik, psikis, dan material, serta memiliki dorongan seksual yang tinggi
sehingga dikhawatirkan kalau pernikahan itu ditangguhkan akan menjerumuskannya pada zina.
2. Sunnah (thatawwu') menikah bagi orang yang sudah punya calon istri atau
suami dan sudah mampu secara fisik, psikis, dan material, namun masih bisa
menahan diri dari perbuatan zina.
3. Makruh (tidak dianjurkan) menikah bagi orang yang sudah punya calon istri
atau suami, namun belum mampu secara fisik, psikis, atau material. Karenanya,
harus dicari jalan keluar untuk menghindarkan diri dari zina, misalnya dengan
shaum dan lebih meningkatkan taqarrub diri kepada Allah dengan ibadah-

ibadah lainnya.

Universitas Sumatera Utara

37

4. Haram menikah bagi mereka yang seandainya menikah akan merugikan
pasangannya serta tidak menjadi kemashlahatan (kebaikan). Maupun menikah
dengan tujuan menyakiti pasangannya.
Adapun menikah dini, yaitu menikah dalam usia remaja atau muda, bukan
usia tua, hukumnya menurut syara’ adalah sunnah (mandub). Pernikahan dini
hakikatnya adalah menikah juga, hanya saja dilakukan oleh mereka yang masih
muda dan segar, seperti para pelajar, mahasiswa atau mahasiswi yang masih
kuliah. Maka dari itu hukum yang berkaitan dengan nikah dini ada yang secara
umum harus ada pada semua pernikahan, namun ada pula hukum yang memang
khusus yang bertolak dari kondisi khusus, seperti kondisi pelajar yang masih
sekolah, bergantung pada orang tua dan belum mempunyai penghasilan sendiri,
mahasiswa yang masih kuliah yang mungkin belum mampu memberi nafkah.
Hukum umum tersebut yang terpenting adalah kewajiban memenuhi
syarat-syarat sebagai persiapan sebuah pernikahan. Kesiapan nikah dalam tinjauan
fiqih paling tidak diukur dengan 3 (tiga) hal :

1. Kesiapan ilmu, yaitu kesiapan pemahaman hukum-hukum fiqih yang berkaitan
dengan urusan pernikahan, baik hukum sebelum menikah, pada saat nikah,
maupun sesudah nikah
2. Kesiapan materi atau harta, yang dimaksud harta di sini ada dua macam, yaitu
harta sebagai mahar (mas kawin) dan harta sebagai nafkah suami kepada
isterinya untuk memenuhi kebutuhan pokok atau primer bagi istri yang berupa
sandang, pangan, dan papan setelah menikah. Mengenai mahar, sebenarnya
tidak mutlak harus berupa harta secara materil, namun bisa juga berupa
manfaat, yang diberikan suami kepada isterinya, misalnya suami mengajarkan

Universitas Sumatera Utara

38

suatu ilmu kepada isterinya. Adapun kebutuhan primer, wajib diberikan dalam
kadar yang layak yaitu setara dengan kadar nafkah yang diberikan kepada
perempuan lain
3. Kesiapan fisik/kesehatan khususnya bagi laki-laki, yaitu maksudnya mampu
menjalani tugasnya sebagai laki-laki, tidak impoten. Imam Ash Shanâani dalam
kitabnya Subulus Salam juz III hal. 109 menyatakan bahwa al ba`ah dalam
hadits anjuran menikah untuk para syabab di atas, maksudnya adalah jimaâ. Ini
menunjukkan keharusan kesiapan fisik sebelum menikah.
2.3 Remaja
2.3.1 Pengertian Remaja
Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan
pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman
berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal untuk mengisi kehidupan kelak.
Remaja selalu berusaha untuk menemukan pengalaman baru karena rasa
keingintahuan yang besar dari remaja. Sayangnya, banyak di antara mereka yang
tidak sadar bahwa terkadang pengalaman yang menyenangkan justru dapat
menjerumuskan. Dalam masa remaja terjadi masa strom and stress di mana terjadi
pergolakan emosi yang disebabkan karena perubahan fisik dan perubahan psikis
yang cepat. Pergolakan emosi yang terjadi ini akan berpengaruh terhadap
munculnya perilaku.
Beberapa pengertian tentang remaja:
a. Menurut Daradjat (2003) remaja adalah anak yang ada pada masa peralihan di
antara masa anak-anak dan masa dewasa dimana anak-anak mengalami
perubahan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk

Universitas Sumatera Utara

39

badan, sikap dan cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan orang dewasa yang
telah matang.
b. Menurut WHO remaja adalah usia 12 tahun sampai 24 tahun. Namun jika pada
usia remaja sudah menikah maka ia tergolong dalam dewasa, atau bukan lagi
remaja. Sebaliknya jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih bergantung
pada orngtua (tidak mandiri) maka dimasukkan dalam remaja.
c. Menurut Konopka (1973) yang dikutip Pikunas (1976) menjelaskan bahwa
masa remaja dimulai pada usia 12 tahun dan diakhiri pada usia 15 tahun.
d. Menurut Monks (1998) remaja berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun
dengan pembagian 12-15 tahun masa muda awal, 15-18 tahun masa muda
pertengahan, 18-21 tahun masa muda akhir.
e. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak,
remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
f. Menurut Stanley Hall dalam Santrock (2003), usia remaja berada pada rentang
12-23 tahun.
g. Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada
umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir
belasan tahun atau awal 21 tahun.
h. Menurut bkkbn (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi),
batasan usia remaja adalah 10-21 tahun.
i. Menurut Soetjiningsih (2004), berdasarkan kematangan psikososial dan seksual
dalam tumbuh kembang menuju dewasa, semua remaja akan melewati tahapan
berikut:

Universitas Sumatera Utara

40

1. Masa remaja awal/dini (early adolescence ): umur 11-13 tahun
2. Masa remaja pertengahan (middle adolescence ): umur 14-16 tahun
3. Masa remaja lanjut (late adolescence ): umur 17-20 tahun.
j. Menurut Sarwono (2006), batasan usia remaja adalah usia 11 sampai 24 tahun
dan belum menikah, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual
sekunder mulai nampak.
2. Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil baligh baik
adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka
sebagai anak-anak.
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan
jiwa.
4. Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimum untuk memberi peluang
kepada mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri
pada orang tua.
5. Remaja yang sudah menikah dianggap dan diperlakukan sebagai dewasa
penuh dilihat dari sudut pandang hukum.

2.3.2 Ciri-Ciri Masa Remaja
a. Masa Remaja Sebagai Periode yang Penting
Pada masa remaja sebagai akibat fisik dan psikologis mempunyai persepsi
yang sama penting. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan cepatnya
perkembangan mental terutama pada awal masa remaja, dimana perkembangan itu

Universitas Sumatera Utara

41

dapat menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap,
nilai, dan minat baru (Hurlock,1999).
b. Masa Remaja Sebagai Periode Peralihan
Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari apa yang terjadi
sebelumnya, tetapi peralihan yang dimaksud adalah dari satu tahap perkembangan
ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan
meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang.
Bila anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak harus
meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus
mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap
yang sudah ditinggalkan (Hurlock,1999).
c. Masa Remaja Sebagai Usia Bermasalah
Masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik
oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan
itu, yaitu (1) sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian
diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalah. (2) Para remaja merasa mandiri,
sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orangtua
dan guru-guru. Ketidakmampuan remaja untuk mangatasi sendiri masalahnya,
maka memakai menurut cara yang mereka yakini.
Banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu
sesuai dengan harapan mereka. Banyak kegagalan yang seringkali disertai akibat
tragis, bukan karena ketidakmampuan individu tetapi kenyataan bahwa tuntutan
yang diajukan kepadanya, justru pada saat semua tenaganya telah dihabiskan

Universitas Sumatera Utara

42

untuk mencoba mengatasi masalah pokok, yang disebabkan oleh pertumbuhan
dan perkembangan seksual yang normal (Hurlock, 1999).
d. Masa Remaja Sebagai Masa Mencari Identitas
Sepanjang usia kelompok pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri
dengan standar kelompok adalah jauh lebih penting bagi anak yang lebih besar
daripada individualitas. Seperti bagi anak yang lebih besar, ingin cepat seperti
teman-teman kelompoknya. Tiap penyimpangan dari standar kelompok dapat
mengancam keanggotaannya dalam kelompok (Hurlock, 1999).
2.3.3 Masa Pubertas Remaja
Dalam ilmu kedokteran dan ilmu faal, remaja dikenal sebagai suatu tahap
perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangan,
secara anatomis berarti alat kelamin pada khususnya dan keadaan tubuh yang
sempurna dan secara faal alat–alat kelamin sudah berfungsi secara sempurna pula.
Tahap ini dinamakan masa pubertas (Sarwono, 2006).
Masa pubertas adalah masa yang khusus dimana seorang anak merasakan
adanya kebutuhan yang sangat kuat pada lawan jenis atau keinginan bercinta
begitu mendalam. Dan masa ini disebut juga sebagai masa perkembangan seksual
anak yang berada pada masa yang mengalami perubahan fisik dan psikis dengan
cepat (Sarwono, 2006). Penyebab munculnya pubertas ini adalah hormon yang
dipengaruhi oleh hipofisis (pusat dari seluruh sistem kelenjer penghasil hormon
tubuh). Berkat kerja hormon ini, remaja memasuki masa pubertas sehingga mulai
muncul ciri-ciri kelamin sekunder yang dapat membedakan antara perempuan dan
laki-laki. Dengan kata lain, pubertas terjadi karena tubuh mulai memproduksi

Universitas Sumatera Utara

43

hormon-hormon seks sehingga alat reproduksi telah berfungsi dan tubuh
mengalami perubahan.
Pubertas berasal dari bahasa Inggris “puberty”yang artinya usia
kedewasaan (the age of manhord ) dan berasal dari bahasa latin “pubescere ” yang
artinya masa pertumbuhan rambut di daerah tulang “pusic” (di wilayah kemaluan)
(Sarwono, 2006).
Pertumbuhan fisik pada remaja ini lebih dikenal sebagai tanda-tanda
seksualsekunder. Perubahan fisik yang dialami antara lain:
a. Pada remaja perempuan akan mengalami menstruasi, pertumbuhan payudara,
tumbuh rambut di daerah tertentu, dan lain–lain.
b. Pada remaj