Implementasi Gerakan Literasi Sekolah Me

Implementasi Gerakan Literasi Sekolah Melalui Pengadaan Buku Bacaan Sebagai Pendamping
Buku Teks Siswa dalam Upaya Optimalisasi Proyek Jurnal Membaca pada Pelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia
Miftahurrahman
miftahurrahmanscout@gmail.com
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Pascasarjana/S2 UNY
Abstrak
Gerakan literasi sekolah sudah dilaksanakan selama 2 tahun dan menjadi agenda
nasional sejak 2015. Gambaran mengenai kegiatan literasi yang dilaksanakan oleh
lembaga pendidikan menengah menjadi program yang wajib dilaksanakan sesuai
diamanatkan dalam Permendikbud Nomor 23 tahun 2015. Muatan kebijakan
pemerintah tentang penumbuhan sikap positif dan budi pekerti siswa melalui
pembiasaan membaca buku selama 15 menit. Hal ini merupakan tahap awal sebagai
tahap pembiasaan literasi sekolah. Melalui observasi yang dilakukan pada Februari
2017 dari lima sekolah menengah atas yang menjadi objek kajian masing-masing
sekolah belum mampu menciptakan iklim literasi dengan baik. Banyak faktor
penghambat dalam menjalankan tahap pembiasaan seperti belum adanya kesamaan
pandangan dalam memprioritaskan gerakan literasi oleh seluruh warga sekolah
termasuk masalah utama yaitu terbatasnya jumlah buku bacaan. Pada tahap
pembiasaan literasi mutlak diperlukan banyak buku bacaan disamping sebagai buku
penunjang pelajaran dan juga keberhasilan tahap pembiasaan literasi agar berjalan

lancar sangat bergantung pada buku-buku nonpelajaran. Kajian ini berangkat dari
masalah kurang maksimalnya proyek jurnal membaca siswa dan kegiatan 15 menit
membaca padahal dalam buku teks siswa khususnya untuk pelajaran bahasa Indonesia
proyek ini sudah terintegrasi dalam buku teks/buku wajib yang harus dilakukan siswa
setiap akhir bab atau akhir kompetensi pelajaran artinya kegiatan ini memiliki bobot
yang sama pentingnya dengan tugas pelajaran. Rancangan kegiatan literasi diperoleh
melalui survey maupun observasi pada lima Sekolah Menengah Atas di kabupaten
Sleman dan berdasarkan substansi tahap pembiasaan literasi sekolah dalam buku
panduan GLS yaitu model kegiatan yang saat ini tengah menjadi agenda setiap
sekolah yaitu kegiatan 15 menit membaca sebelum pelajaran dan proyek jurnal
membaca siswa sedangkan konsep buku bacaan diperoleh melalui kajian pustaka yang
relevan dan analisis dokumen pelajaran berupa silabus dan kurikulum 2013. Buku
bacaan ini memiliki konsep pengembangan berdasarkan kompetensi pelajaran analisis
teks yang meliputi teks LHO, eksposisi, anekdot, narasi, negosiasi, prosedur, dan
eksplanasi dengan tujuan agar buku bacaan ini lebih menjadi pilihan guru dan siswa
untuk digunakan sebagai buku pendamping buku teks siswa dalam pelajaran bahasa
Indonesia.
Kata kunci: buku bacaan, pendamping buku teks, dan jurnal membaca

A. Pendahuluan

Latar Belakang Masalah
Saat ini sedang hangat dibicarakan mengenai program literasi. Pemerintah melalui
lembaga formal dan nonformal sedang menggencarkan program-program yang
berhubungan dengan pengembangan minat baca masyarakat Indonesia. Indonesia
sebagai salah satu negara yang ikut serta dalam Progress in International Reading
Literacy Study (PIRLS) semenjak diumumkan hasil program membaca baik PIRLS
maupun PISA Indonesia tercatat dalam urutan 42 dari 55 negara di dunia yang paling
rendah minat baca masyarakatnya (PIRLS 2011, 2012: 90) begitupun kemampuan
peserta didik pada jenjang sekolah menengah, Indonesia mendapat urutan 64
berdasarkan data Programme International Student Assessment (PISA) 2012. Pada
PISA ada tiga kompetensi yang menjadi tolak ukur pencapaian yaitu: matematika
(mathematics), membaca (readings) dan ilmu pengetahuan (science). Indonesia
mampu lebih baik dari negara Afrika Selatan, Morocco, Peru, Qatar, Kuwait maupun
Abu Dhabi. Hasil yang mengejutkan tersebut membuat pemerintah bergegas untuk
bersama-sama dengan para komunitas maupun penggiat literasi tanah air untuk
membangkitkan tradisi membaca maupun menulis masyarakat Indonesia yang telah
lama ditinggalkan. Semboyan-semboyan yang menjadi slogan literasi tanah air seperti
“Gerakan Literasi Bangsa (GLB)”, “Gerakan Indonesia Membaca (GIM)”, “Gempa
Literasi” dan “Gerakan Literasi Sekolah (GLS)”.
Harapannya tidak hanya sekedar slogan saja tetapi lebih sebagai wujud nyata

kesadaran masyarakat Indonesia untuk memulai dan mempertahankan budaya
membaca dan menulis. Mewujudkan budaya membaca dan menulis di tanah air
bukanlah sesuatu yang mudah tetapi bukan berarti sulit untuk diwujudkan melalui

kerja sama dan saling mendukung antara pemerintah dan masyarakat, pemerintah
dengan para komunitas literasi. Indonesia akan menjadi lebih baik dengan
masyarakatnya yang gemar membaca.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan sebuah gerakan yang memacu
semangat berliterasi warga sekolah. Sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh
melibatkan semua komponen sekolah agar warganya literat sepanjang hayat dengan
melibatkan publik (Buku Panduan GLS, 2016:2). Gerakan yang pertama kali
dipelopori oleh Anies Baswedan. Sebenarnya gerakan literasi sudah ada jauh sebelum
itu dengan istilah-istilah yang berbeda hanya saja gerakan literasi yang dimaksud
menyentuh langsung ke ranah pendidikan khususnya sekolah. Gerakan Literasi pada
hakikatnya

bagaimana

mewujudkan


budaya

masyarakat

yang

memahami,

memanfaatkan, mengakses dan menggunakan sesuatu dengan cerdas melalui berbagai
aktivitas berbahasa dalam kegiatan membaca, mendengarkan, berbicara, dan menulis.
Literasi memiliki makna yang sangat luas hingga tidak bisa dibatasi dengan kegiatan
membaca saja tapi bagaimana menumbuhkan budaya literasi pada peserta didik bisa
dimulai dengan kegiatan membaca.
Pelaksanaan GLS memiliki tiga tahapan program yang tertuang dalam buku
panduan GLS untuk masing-masing jenjang pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah
Menengah. Tiga tahapan tesebut mencakup tahap pembiasaan, tahap pengembangan,
dan tahap pembelajaran. Masing-masing tahap memiliki kegiatan 15 menit membaca
menandakan bahwa membaca merupakan keterampilan yang sangat efektif untuk
mulai menumbuhkan pembiasaan literasi peserta didik. Pada tahap pembiasaan


sebagai tahap pertama peserta didik diarahkan untuk membaca buku nonpelajaran atau
buku pengayaan.
Berbicara tentang kegiatan membaca tentu berkaitan dengan buku. Gerakan literasi
hanyalah menjadi angan-angan apabila buku yang menjadi indikator utama tidak
terpenuhi dari segi kuantitas maupun kualitas. Permasalahan dengan tidak optimalnya
gerakan literasi sering kali berhubungan dengan berapa jumlah buku layak baca pada
suatu lembaga sekolah misalnya. Gerakan Literasi Sekolah sudah menjadi agenda
nasional sejak Agustus 2015 sangat berhubungan dengan pendidikan karakter (budi
pekerti) yaitu menumbuhkan sikap dan perilaku positif siswa sebagaimana
diamanatkan dalam Permendikbud nomor 23 tahun 2015.
Sikap dan perilaku positif siswa dapat ditumbuhkan melalui pembiasaan membaca
buku. Buku yang sesuai dengan peserta didik merupakan buku yang memenuhi
standar nasional pendidikan untuk buku teks pelajaran (buku wajib). Buku pendidikan
baik buku teks maupun buku nonteks (buku pengayaan) memiliki standarisasi dan
pengelompokkan buku yang layak digunakan dalam pendidikan termuat dalam
Permendikbud nomor 8 tahun 2016. Buku nonteks terdiri atas buku pengayaan, buku
panduan, buku pengetahuan, dan buku pegangan.
Tampaknya budaya membaca belum sungguh-sungguh dilaksanakan oleh sebagian
besar lembaga pendidikan khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA) di kabupaten
Sleman. Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan pada bulan Februari 2017

sebagian besar sekolah masih setengah-setengah menjalankan kegiatan 15 menit
membaca. Banyak faktor yang menjadi hambatannya hasil wawancara dan sebaran
angket untuk para guru kebanyakan memilih jawaban tidak tersedianya waktu yang

cukup selain kurang koordinasi antar guru mata pelajaran. Kegiatan membaca hanya
dilaksanakan oleh guru pengampu mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Tidak tersedianya cukup banyak waktu sebenarnya tidak bisa dijadikan sebagai
faktor penghambat kegiatan membaca di sekolah. Pada buku teks wajib (buku siswa)
sudah terintegrasi pada setiap akhir bab pelajaran kegiatan jurnal membaca yang harus
dilakukan oleh siswa dan guru memfasilitasi peserta didiknya untuk melakukan
kegiatan membaca. Jurnal membaca merupakan bukti bahwa kegiatan 15 menit
membaca merupakan satu kesatuan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) dan tentu
saja siswa diberikan kesempatan untuk menunjukkan hasil kegiatan membacanya di
kelas dalam bentuk laporan membaca sebagaimana tugas-tugas sekolah pada
umumnya. Guru bisa mengkondisikan siswa-siswanya agar waktu tercukupi untuk
kegiatan tersebut.
Selain tidak tercukupnya waktu sebagai faktor penghambat juga berkaitan dengan
sarana dan prasarana. Wawancara yang telah dilakukan pada bulan Februari 2017
setiap guru memiliki hambatan yang sama mengenai jumlah buku bacaan berupa buku
nonteks atau buku pengayaan. Buku pengayaan memiliki posisi yang sama pentingnya

dengan buku teks pelajaran bahkan dari segi isi buku pengayaan bisa lebih melengkapi
(Astrini, 2013: 18). Buku pengayaan memiliki banyak kelebihan terutama bahasa, cara
penyajian dan tampilan buku. Fungsi buku pengayaan adalah memperkaya materi dan
menambah wawasan peserta didik.
Pemerintah sudah menggencarkan gerakan literasi yaitu kegiatan 15 menit
membaca dan kegiatan jurnal membaca yang terintegrasi dalam buku teks wajib untuk
masing-masing jenjang sekolah mulai sekolah dasar sampai sekolah menengah tetapi

di sisi lain pemerintah belum memberikan perhatian terhadap buku apa yang akan
dibaca siswa. Pengadaan buku nonteks yang dipandang perlu sebagai penunjang
kegiatan jurnal membaca atau sebagai pendamping buku teks siswa.
Pengadaan buku nonteks berisi topik yang mendukung atau berkaitan dengan
bacaan-bacaan yang dipelajari dalam buku teks wajib. Topik buku pengayaan
berkaitan dengan seni dan budaya nusantara dengan begitu siswa memiliki
kesempatan yang besar untuk memeroleh bahan bacaan yang banyak dan membaca
beraneka ragam jenis teks. Buku pengayaan berisi kumpulan teks bacaan dengan topik
yang beraneka ragam berkaitan dengan kearifan lokal daerah masing-masing sangat
mungkin membuat siswa tertarik untuk membacanya. Buku pengayaan bisa
menampilkan foto-foto dan dokumentasi lainnya. Tampilan buku yang menarik serta
jumlah halaman yang tidak terlalu tebal membuat siswa tidak cepat bosan untuk

membacanya.

B. Pembahasan

1. Persepsi Guru Mengenai GLS Melalui Kegiatan Jurnal Membaca
Sebaran angket dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 16-17 Februari 2017
pada lima SMA di kabupaten Sleman diperoleh data yang berkaitan dengan
pelaksanaan literasi sekolah dan persepsi guru mengenai proyek jurnal membaca siswa
dijelaskan melalui tabel 1 dan 2 berikut.
Tabel 1
Pelaksanaan Gerakan Literasi Sekolah

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.
10.
11.
12.

Aspek yang diobservasi
Sekolah melaksanakan kegiatan 15 menit membaca
dengan rutin
Laporan membaca yang dilakukan siswa setiap akhir
bab pelajaran
Kegiatan jurnal membaca direncanakan sebagai tugas
proyek harian atau tiap semester
Memberikan penghargaan untuk siswa yang rajin
membaca dan meminjam buku
Membentuk badan/bidang literasi sekolah
Jenis-jenis lain dari kegiatan literasi yang diadakan
Siswa masing-masing membaca satu buku
nonpelajaran yang berbeda
Sekolah menyediakan peminjaman buku

Guru, kepala Sekolah, dan tenaga kependidikan
menjadi model dalam kegiatan 15 menit membaca
Ada perpustakaan, sudut baca, dan area baca yang
nyaman dengan koleksi buku nonpelajaran
Poster-poster, spanduk kampanye membaca di kelas,
koridor, atau area lain di sekolah
Seluruh warga sekolah berkomitmen/konsisten
menjalankan literasi sekolah

Pilihan
ya
tidak
1
3
0

4

0


4

0

4

1
0
0

3
4
4

3
1

1
3

1

3

1

3

1

3

Berdasarkan tabel 1 dapat dipaparkan bahwa peran dan dukungan sekolah pada
kegiatan literasi sekolah belumlah sesuai yang diharapkan. Berdasarkan empat skala
pilihan (jawaban ya, sering, jarang, dan tidak pernah). Sekolah belum sepenuhnya
mampu mewujudkan iklim literasi selain itu penyediaan sarana berupa buku
nonpelajaran yang sangat minim ditemukan pada setiap perpustakaan di sekolah.

Pelaksanaan GLS memiliki tiga tahap yaitu tahap pembiasaan, pengembangan dan
pembelajaran (panduan GLS SMA, 2015: 7). Tahapan pembiasaan menuntut siswa
untuk membaca buku nonpelajaran selama 15 menit sebelum atau sesudah
pembelajaran setiap harinya, kedua tahap pengembangan merupakan tahap siswa
melibatkan pikiran dan emosinya dalam proses membaca dan menulis tanpa ada
paksaan atau penilaian akademik, dan tahap ketiga merupakan tahap pembelajaran
yaitu pelaksanaan literasi sudah menjadi bagian dalam mata pelajaran di sekolah
berupa tagihan akademik. Berikut merupakan hasil wawancara yang bertujuan
mengungkap persepsi guru mengenai gerakan literasi sekolah dan proyek jurnal
literasi/membaca.
Tabel 2
Persepsi Guru Mengenai GLS dan Proyek Jurnal Membaca Siswa

No.
1.
2.

3.

4.

5.

Aspek yang dipersepsi
Pelatihan/workshop guru berkaitan
dengan GLS.
Pelaksanaan kegiatan jurnal literasi atau
jurnal membaca.
Gerakan literasi sekolah ditumbuhkan
melalui pembiasaan membaca buku 15
menit didukung ketersediaan jumlah
buku pengayaan/nonpelajaran di
perpustakaan.
Laporan jurnal membaca atau
mendiskusikan bacaan sebagai bentuk
tindak lanjut proyek jurnal baca siswa.

Proyek jurnal membaca merupakan
prioritas utama disamping tugas/latihan
mata pelajaran.

Jawaban
Perlu dan memang saat ini disampaikan saat
sosialisasi dan workshop Kurtilas.
Belum dilaksanakan dengan baik meskipun
sudah terintegrasi dalam buku teks masih
sebatas kegiatan yang belum rutin dilakukan
siswa.
Buku-buku pengayaan berupa buku sastra
dan pengetahuan umum belum memenuhi
jumlah yang dibutuhkan untuk itu sekolah
menganggarkan dana untuk menambah
jumlah buku.
Siswa mengumpulkan dalam bentuk
portofolio identitas buku yang telah dibaca
(judul buku, jenis buku, pengarang, penerbit,
jumlah halaman, alasan membaca buku,
manfaat membaca buku, paraf orangtua).
Portofolio dikumpulkan tanpa ada tindak
lanjut oleh guru.
Tidak menjadi prioritas karena masih
terbatasnya jumlah buku nonpelajaran yang
bisa dipinjamkan selain itu mayoritas siswa
termasuk keluarga yang tidak memiliki
koleksi buku di rumah.

6.

7.

8.

9.
10.

11.

12.

Sebagai salah satu sumber belajar antara Dua sumber belajar digunakan tergantung
LKS dan buku pengayaan mana yang
kebutuhan saat kompetensi diajarkan. LKS
lebih dipilih.
lebih dipilih karena berisi materi, latihanlatihan, dan kegiatan siswa. Lebih
mengefisienkan waktu.
Guru mengoptimalkan pembelajaran
Pada pembelajaran/kompetensi tertentu saja.
dengan menyusun modul atau bahan
Lebih banyak guru menggunakan buku teks,
ajar sendiri untuk siswa.
LKS, dan beberapa buku referensi yang
berkaitan dengan kompetensi yang diajarkan
saat itu.
Pengadaan buku bacaan/nonpelajaran
Saat ini sebagai tahap pembiasaan gerakan
merupakan faktor krusial agar tahap
literasi sekolah pengadaan buku-buku
pembiasaan GLS bisa berjalan.
nonteks sangat dibutuhkan. Perpustakaan
sekolah sebagian besar dipenuhi buku-buku
pelajaran (buku teks) buku tersebut bukan
bahan bacaan untuk siswa.
Pembelajaran bahasa dan sastra
Saat pembelajaran bahasa Indonesia siswa
Indonesia menggunakan buku-buku
menggunakan dua buku yaitu buku siswa
penunjang selain buku teks.
(buku teks) dan Lembar Kerja Siswa (LKS).
Pengadaan buku nonteks/buku
Pengadaan buku pendamping sama halnya
pengayaan/buku bacaan sebagai
dengan program USAID yaitu buku-buku
pendamping buku teks/buku wajib.
bacaan berjenjang perlu melihat konsep itu
untuk perbandingan. Pengadaan buku-buku
nonteks/nonpelajaran sebagai buku
pendamping yang digunakan dalam proses
pembelajaran bahasa & sastra Indonesia perlu
dicoba.
Buku teks/buku wajib memiliki
Buku teks memprioritaskan pencapaian
kekurangan yang perlu dilengkapi
kompetensi kurikulum tidak terlalu
dengan adanya buku-buku pengayaan.
memperhatikan perluasan/kedalaman materi
dan teks bacaan yang terbatas sehingga tidak
bisa dihandalkan untuk memotivasi minat
baca siswa.
Buku pengayaan/buku nonteks memiliki Buku pengayaan/buku nonteks/buku bacaan
keterkaitan materi/kompetensi, topik,
dapat menjadi pendukung materi/kompetensi
atau tema teks bacaan dengan buku
dalam buku teks. Teks bacaan dalam buku
teks/buku wajib.
nonteks diupayakan memiliki topik atau tema
yang mendukung pembelajaran bahasa
Indonesia dalam buku teks.

Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan gerakan literasi sekolah
yang diupayakan melalui pembiasaan membaca buku selama 15 menit maupun proyek
jurnal membaca oleh siswa belum rutin dilakukan sebagian besar sekolah. Kendala
yang paling utama kurangnya jumlah buku bacaan atau buku nonpelajaran yang
tersedia di perpustakaan. Perpustakaan menyediakan hampir 90% katalog buku teks
yang relevan dengan mata pelajaran yang dipinjamkan kepada siswa sementara bukubuku nonpelajaran yang meliputi buku pengetahuan umum, keterampilan, dan karya
sastra masih sangat minim ditemukan. Selain kendala buku para guru belum memiliki
persepsi manfaat yang sama mengenai literasi sekolah. Laporan jurnal membaca siswa
dilakukan melalui portofolio hanya dikumpulkan tanpa tindak lanjut. Tujuan proyek
jurnal membaca siswa yang diupayakan sebagai pengisi waktu luang siswa di rumah
dan siswa memulai dengan membaca buku nonpelajaran selama 15 menit di sekolah
merupakan proses pembiasaan sesuai dengan tahapan literasi sekolah.
Pada tabel 2 dipaparkan jenis buku yang menjadi pilihan guru maupun siswa
khususnya pada pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Siswa memiliki buku teks dan
buku LKS (Lembar Kerja Siswa) dan kadang-kadang menggunakan buku referensi
lain sesuai dengan kompetensi yang dipelajari saat itu artinya siswa hanya
menggunakan buku teks dan LKS sebagai acuan dalam pembelajaran sehari-hari.
Buku LKS bukanlah buku nonteks/pengayaan tetapi bundelan yang berisi latihanlatihan dan materi singkat tetapi paling banyak dipilih karena diakui sangat membantu
dalam efisiensi waktu pelajaran. Berdasarkan tabel 2 disimpulkan bahwa buku
bacaan/nonpelajaran belum menjadi pilihan saat pembelajaran di sekolah sebab itulah
jumlah buku bacaan terbatas jumlahnya.

2. Implementasi Literasi Sekolah Melalui Pengadaan Buku Bacaan Guna
Menunjang Proyek Jurnal Membaca Siswa
a. Rancangan kegiatan literasi
Pada bagian pertama dijelaskan persepsi guru mengenai literasi dan proyek jurnal
membaca siswa untuk menumbuhkan kebiasaan membaca buku. Melalui hasil
wawancara ditemukan bahwa buku bacaan/nonpelajaran belum menjadi pilihan saat
pembelajaran sehingga solusi yang ditawarkan bagaimana meningkatkan peran buku
bacaan/nonteks untuk menunjang pembelajaran di kelas sejalan dengan program
literasi sekolah melalui proyek jurnal membaca sebagai upaya pembiasaan membaca
buku. Pemerintah telah menerbitkan buku panduan dalam pelaksanaan literasi sekolah
berupa rambu-rambu pelaksanaan yang perlu dikembangkan sesuai keadaan di
sekolah. Pada bagian kedua ini akan dipaparkan implementasi literasi sekolah melalui
pemberdayaan buku bacaan/nonpelajaran sebagai penunjang proyek jurnal membaca
pada pelajaran bahasa dan sastra Indonesia berdasarkan substansi buku panduan GLS
SMA.
Perlu dibuatkan rencana pelaksanaan kegiatan jurnal membaca dalam bentuk tabel
kegiatan. Tabel kegiatan ini merupakan seperangkat kegiatan yang akan dilaksanakan
oleh siswa meliputi tahap pembiasaan. Tahap pengembangan dan pembelajaran
merupakan tahap yang masih jauh harus dilalui oleh pendidikan kita maka fokus
rencana pelaksanaan ini lebih diarahkan untuk mengoptimalkan tahap pembiasaan
sebagai langkah awal literasi. Kegiatan ini dikembangkan berdasarkan indikatorindikator tahap pembiasaan dalam buku panduan GLS SMA dan dipadukan dengan
tema pelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada silabus kurikulum 2013 SMA
khususnya kelas X dan XI. Rancangan kegiatan dikembangkan berdasarkan

kompetensi yang menjadi bagian besar pelajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam
kurikulum 2013 yaitu analisis teks. Buku nonteks merupakan buku bacaan yang berisi
kumpulan bahan bacaan yang mencerminkan jenis-jenis teks sesuai pembelajaran
siswa SMA yaitu tujuh jenis teks.
1) Teks Laporan Hasil Observasi (LHO)
2) Teks Eksposisi
3) Teks Anekdot
4) Teks Narasi
5) Teks Negosiasi
6) Teks Prosedur
7) Teks Eksplanasi
Buku bacaan diupayakan bisa mendukung pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia juga menyediakan bahan bacaan yang menambah wawasan, kosa kata,
kepribadian, dan pengembangan keterampilan siswa. Model pelaksanaan kegiatan
literasi berbantu buku bacaan sebagai pendamping buku teks siswa didasarkan pada
dua jenis kegiatan yang saat ini menjadi agenda literasi sekolah yaitu kegiatan
membaca buku selama 15 menit di sekolah dan kegiatan jurnal membaca di rumah.
Dua kegiatan tersebut memanfaatkan penggunaan buku bacaan yang dikonsepkan
pada bagian kedua. Buku nonteks atau buku bacaan digunakan sebagai pendamping
buku teks/buku siswa saat pembelajaran di kelas. Model kegiatan dijelaskan dalam
tabel berikut.

Tabel 3
Model Kegiatan Literasi Berbantu Buku Bacaan Sebagai Pendamping Buku Teks Siswa

Kegiatan yang dilakukan















siswa membaca buku
nonteks (dihadirkan
bersama buku teks siswa)
selama 15 menit sebelum
pelajaran dimulai.
guru menghadirkan bukubuku bacaan sesuai
dengan kompetensi yang
dipelajari saat itu.
siswa memeroleh buku
bacaan sesuai
pilihan/minatnya.
siswa melakukan
peminjaman buku bacaan
melalui guru atau petugas
perpustakaan.
mengagendakan
pengembalian buku setiap
minggunya.
siswa menulis laporan
dalam bentuk jurnal
membaca setiap
minggunya.
mendiskusikan buku
bacaan/bedah buku.
memberikan reward atau
penghargaan bagi siswa
yang paling banyak
membaca.

Kompetensi pelajaran
sesuai silabus K13
mengidentifikasi
laporan hasil
observasi yang
dipersentasikan dengan
lisan dan tulisan.

Tema Buku Bacaan
buku ilmu pengetahuan, buku
teknologi, buku fenomena alam,
dll.

mengidentifikasi
(permasalahan,
argumentasi,
pengetahuan, dan
rekomendasi) teks
eksposisi yang
didengar dan atau
dibaca.

buku humaniora, buku wawasan
, buku seni dan budaya
nusantara.

mengevaluasi teks
anekdot dari aspek
makna tersirat.

buku kumpulan anekdot.

membandingkan nilainilai dan kebahasaan
cerita rakyat dan
cerpen (teks narasi).

buku kumpulan cerita rakyat
dan kumpulan cerpen.

mengidentifikasi butirbutir penting dari dua
buku nonfiksi dan satu
novel yang dibacakan.

novel-novel, buku pengetahuan,
buku wawasan.

mengevaluasi
pengajuan, penawaran,
dan persetujuan dalam
teks negosiasi lisan
maupun tertulis.

kumpulan contoh kesepakatan
jual-beli atau negosiasi.

mengonstruksi
informasi berupa
pernyataan-pernyataan
umum dan tahapantahapan dalam teks
prosedur.

buku resep masakan, petunjuk
mengurus pasport, SIM, buku
petunjuk penggunaan alat, dll.

mengidentifikasi
informasi (pengetahuan
dan urutan kejadian)
dalam teks eksplanasi
lisan dan tulisan.

buku ilmu pengetahuan,
sejarah/asal-usul, fenomena
alam/bencana alam, siklus
pertumbuhan.

Pada tabel 3 dikemukakan kegiatan yang dilakukaan siswa yang mencakup dua
kegiatan yaitu membaca buku selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai dan
kegiatan dalam bentuk menyusun laporan jurnal membaca di rumah. Kegiatan
membaca selama 15 menit di kelas guru menghadirkan buku-buku bacaan yang
relevan dengan kompetensi maupun tema pelajaran yang diajarkan saat itu dihadirkan
bersama buku teks siswa. Sebagai kegiatan di rumah siswa diperbolehkan meminjam
buku bacaan dalam jumlah yang dibatasi misalnya maksimal tiga buku setiap
minggunya dan saat pengembalian buku siswa harus melampirkannya dalam bentuk
laporan jurnal membaca. Format laporan jurnal membaca dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 4
Format Laporan Jurnal Membaca Siswa
No.

Judul
Buku

Jenis
Buku

Pengar
ang &
Penerb
it
Buku

Jumlah
Halaman
Buku

Halaman
Buku
yang
Dibaca

Alasan
Membaca
Buku

Manfaat
dari
Membaca
Buku
Tersebut

Paraf
Orang
tua

Guru

Petugas
Perpustakaan

Teman
Sebaya

b. Konsep buku bacaan sebagai pendamping buku teks siswa
Bagian kedua ini menjelaskan konsep buku bacaan sebagai pendamping buku teks
siswa dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Konsep buku bacaan atau buku
nonteks yang digunakan dalam pembelajaran bukanlah hal yang baru salah satu
program yang saat ini sudah menjalankan program buku bacaan berjenjang khusus
dalam membantu meningkatkan minat baca siswa yaitu program USAID Prioritas.
USAID (United State Agency for International Development) bekerja sama dengan
pemerintah Indonesia memberikan bantuan berupa buku bacaan berjenjang melalui
program USAID Prioritas. Buku tersebut dikelompokkan berdasarkan tingkat
kemampuan siswa. Program USAID Prioritas memiliki model buku bacaan yang
memiliki tingkatan-tingkatan sesuai kemampuan membaca siswa (Stuart Weston
dalam USAID Prioritas 2016).
Buku pengayaan memiliki banyak jenis yaitu buku pengayaan pengetahuan,
pengayaan keterampilan, dan pengayaan kepribadian. Buku pengayaan pengetahuan
merupakan jenis buku yang isinya berupa bacaan yang meningkatkan pengetahuan
pembacanya. Buku pengayaan keterampilan yaitu buku yang pemaparan materinya
meningkatkan kemampuan dasar pembacanya sedangkan buku pengayaan kepribadian
merupakan buku yang berisi bahan bacaan yang memperkaya kepribadian atau
pengalaman batin pembaca (Nur Azizah, 2013:18). Berdasarkan tiga jenis buku
pengayaan tersebut maka buku bacaan yang dimaksud sebagai pendamping buku teks
dan bahan bacaan siswa merupakan buku bacaan yang meliputi buku bacaan
pengetahuan, buku bacaan keterampilan, dan buku bacaan kepribadian.

Buku bacaan merupakan bagian dari buku pengayaan. Buku pengayaan
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.
1. Buku pengayaan dapat digunakan di sekolah atau lembaga pendidikan
tapi bukan merupakan buku acuan wajib bagi siswa.
2. Buku pengayaan berisi bahan bacaan yang memiliki keterkaitan atau
secara tidak langsung dengan kompetensi pelajaran sehingga buku
pengayaan dapat digunakan sebagai buku pendukung, penunjang, atau
pendamping buku teks.
3. Materi atau isi buku pengayaan dapat dimanfaatkan oleh pembaca dari
semua tingkatan pendidikan dan tingkatan kelas atau lintas pembaca.
4. Materi atau isi buku pengayaan berguna sebagai bahan pengayaan atau
untuk memperkaya materi pelajaran.
5. Isi buku pengayaan memiliki tema atau topik tertentu (spesifik)
membahas objek masalah dengan lebih khusus dibandingkan buku teks
yang berisi berbagai topik atau tema pelajaran. Misalnya buku pengayaan
pengetahuan hanya berisi bahan bacaan untuk meningkatkan pengetahuan
pembaca dengan memfokuskan pada satu topik atau tema tertentu.
6. Penyajian buku pengayaan bersifat santai, kreatif, dan inovatif karena
tidak terikat pada ketentuan-ketentuan proses dan sistematika belajar
yang ditetapkan berdasarkan ilmu pendidikan dan pengajaran.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut maka buku bacaan yang digunakan sebagai
pendamping buku teks siswa dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia memiliki
konsep berikut.
a. Buku bacaan berisi bahan bacaan yang merupakan kumpulan teks, jenis
teks dengan kesatuan topik atau tema bahasan sebagai bagian dari
kompetensi pelajaran bahasa Indonesia.
b. Buku bacaan memilih tema-tema yang berhubungan dengan kearifan
lokal nusantara, seni dan budaya nusantara. Topik maupun tema yang
mengandung nilai luhur bangsa Indonesia.
c. Buku bacaan memiliki tema yang lebih khusus berkaitan dengan salah
satu kompetensi pelajaran bahasa Indonesia dengan menghadirkan jenisjenis teks yang menyajikan kesatuan tema atau topik.
d. Buku bacaan berisi kumpulan teks dalam satu kesatuan topik/tema atau
kompetensi pelajaran disajikan dalam satu jilid buku bacaan.
e. Isi buku bacaan meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan
kepribadian siswa sebagai landasan utama.
f. Tema maupun topik bacaan tidak mengandung SARA menyinggung suku
atau golongan tertentu dan mengancam NKRI serta tidak mengandung
unsur pornografi.
g. Penyajian buku bacaan bersifat santai dan mengutamakan inovasi atau
kreativitas. Buku bacaan didesain dengan menarik disertai dengan
gambar dan dokumentasi.

3. Simpulan dan Saran
Simpulan
Terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari studi observasi literasi
sekolah yang telah dilakukan yaitu.
a) Tahap pembiasaan literasi sekolah perlu didukung dengan pengadaan buku
bacaan yang mencukupi karena buku bacaan merupakan aspek utama agar
tahap pembiasaan literasi sekolah bisa berjalan.
b) Kenyataan bahwa sekolah saat ini belum mampu menciptakan iklim literasi
dengan baik karena buku-buku pengayaan belum menjadi pilihan utama
yang digunakan oleh guru maupun siswa.
c) Buku bacaan sebagai pendamping buku teks siswa memiliki keterkaitan
secara tidak langsung dengan materi atau kompetensi pelajaran sehingga
buku bacaan dapat menjadi pilihan guru dan siswa untuk mendukung
pembelajaran.
d) Penggunaan buku bacaan dalam mengembangkan tahap pembiasaan literasi
sekolah didasari dua kegiatan yaitu kegiatan membaca selama 15 menit
dengan menghadirkan buku bacaan bersama buku teks siswa saat pelajaran
dan proyek jurnal membaca di rumah. Proyek jurnal membaca dilakukan
dengan meminjamkan buku bacaan pada siswa dan siswa menyusun
laporan jurnal membaca saat buku bacaan dikembalikan.
e) Konsep buku bacaan yang dirancang dengan mengaitkan kompetensi
pelajaran pada jenjang SMA yaitu analisis teks/paragraf. Buku bacaan
berisi kumpulan teks dan jenis teks meliputi teks laporan hasil observasi

(LHO), teks eksposisi, teks anekdot, teks narasi, teks negosiasi, teks
prosedur, dan teks eksplanasi dengan tema kearifan lokal atau seni dan
budaya nusantara.
Saran
Berdasarkan

simpulan

tersebut,

dapat

diperoleh

gambaran

mengenai

perkembangan literasi yang saat ini sebagian besar sekolah masih dalam tahap
pembiasaan. Melalui hasil observasi dan rancangan implementasi literasi sekolah yang
telah dibuat diharapkan.
a) Pengadaan buku bacaan sebagai buku penunjang pelajaran. Buku bacaan
memiliki peran utama dalam tahap pembiasaan literasi sekolah selain
sebagai penunjang pelajaran juga membangun sikap kebermanfaatan bukubuku pengayaan pada guru dan siswa.
b) Rancangan kegiatan literasi yang dibuat melalui studi ini merupakan konsep
dasar yang perlu dikembangkan lebih jauh sesuai dengan kondisi sekolah.
c) Buku bacaan yang dikembangkan memiliki konsep sesuai dengan pelajaran
bahasa Indonesia kurikulum 2013 pada SMA yaitu kumpulan teks dan
analisis teks. Desain buku bacaan diupayakan mengacu pada konsep
tersebut.

Daftar Pustaka
Astrini, Linda. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Menulis Petunjuk. Universitas
Negeri Semarang.
Azizah, Nur. 2013. Pengembangan Buku Bacaan Cerita Rakyat Bahasa Jawa
Berbasis Kontekstual di Kabupaten Brebes. FBS: Universitas Negeri
Semarang.
Supiandi. 2016. Menumbuhkan Budaya Literasi di Sekolah dengan “Program
Kata”. Bangka Belitung: SMA Muhammadiyah Toboali.
Suryaman, dkk. 2009. Pengembangan Model Buku Ajar Sejarah Sastra Indonesia
Modern Berperspektif Gender. Jurnal CP Terakreditasi revisi IV 2010.
diunduh 21 Maret 2016.
Sutrianto, dkk. 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Menengah
Atas. Jakarta: Direktorat Jenderal Dasar dan Pendidikan Menengah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Pembelajaran Membaca di Kelas Awal (Modul Pelatihan Guru-Januari 2016/pdf
file): USAID Prioritas. diunduh 25 Februari 2017.
Permendikbud tahun 2016 Nomor 24 Lampiran.03_Kompetensi Inti dan
Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia SMA/SMK/MA/MAK_Kurikulum
2013.
Laman:
www.prioritaspendidikan.org/id