BUKU PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK KERJASAMA

BUKU PENYIAPAN DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN PROYEK
KERJASAMA INVESTASI DENGAN POLA BUNDLING DALAM
RANGKA PENGEMBANGAN KAWASAN SURAMADU
(BUNDLING INFRASTRTUKTUR REST AREA, TRASE JALAN TOL
MENUJU PELABUHAN DAN PELABUHAN PETI KEMAS TANJUNG
BULUPANDAN)
Penyiapan proyek kerjasama meliputi kajian awal prastudi kelayakan
(outline business Case), yaitu menentukan:
a. BERBAGAI PERMASALAHAN POKOK DAN HAMBATANNYA,
USULAN MENGATASI PERMASALAHAN SERTA BENTUK DAN
BESARNYA DUKUNGAN PEMERINTAH DAN/ATAU JAMINAN
PEMERINTAH;
a.1. Penyiapan Tanah Untuk Seluruh Paket Pada Proyek
Bundling
Sehubungan dengan penyiapan proyek yang cukup kompleks dan
menyita waktu maka langkah awal yang harus dilakukan adalah
mempersiapkan dan memastikan penyiapan tanah untuk seluruh
infrastruktur yang ada. Berikut adalah proses pengadaan tanah
bagi pembangunan untuk kepentingan publik sesuai dengan UU
nomor 2 tahun 2012 beserta aturan turunannya.
Sehubungan dengan berlakukanya UU Nomor 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan
Umum, Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum,
Permendagri Nomor 71 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan
Biaya

Pendukung

Penyelenggaraan

Pengadaan

Tanah

bagi

Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Peraturan Kepala BPN
RI Nomor 5 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Pengadaan Tanah, dan Permenkeu No. 13/PMK.02/2013 tentang

Biaya

Operasional

dan

Biaya

Pendukung

Penyelenggaraan

Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara, maka
pengadaan tanah bagi pembangunan umum diatas 1 (satu) Ha
diharuskan mengikuti tahapan sebagai mana digambarkan pada
table diatas. Berikut adalah tahapan yang harus dilalui dalam
melakukan pengadaan tanah untuk proyek bundling ini.
1. Perencanaan

BPWS sebagai PJPK wajib membuat perencanaan pengadaan
tanah untuk kepentingan umum yang disusun dalam bentuk
dokumen perencanaan tanah dan paling sedikit memuat:
a. Maksud dan tujuan perencanaan pembangunan
Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah dan rencana
pembangunan nasional/daerah
1. Letak tanah
2. Luas tanah yang dibutuhkan
3. Gambaran umum status tanah
4. Perkiraan waktu pelaksanaan pengadaan tanah
5. Perkiraan jangka waktu pembangunan
6. Perkiraan nilai tanah dan Rencana penganggaran
Dokumen

Perencanaan

Pengadaan

tanah


disusun

berdasarkan studi kelayakan yang mencakup:
a. Survei sosial ekonomi
b. Kelayakan lokasi
c. Analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi
wilayah dan
masyarakat
d. Perkiraan nilai tanah
e.

Dampak lingkungan dan dampak sosial yang

mungkin timbul
f. Studi lain yang dibutuhkan

b. Penyusunan dokumen perencanaan sebagaimana tersebut
diatas dilakukan

bersama instansi terkait serta dapat


dibantu oleh tenaga professional.
c. Setelah dokumen perencanaan pengadaan tanah sebagai
dimaksud dalam langkah 1 diatas disusun secara lengkap,
selanjutnya disampaikan kepada Gubernur Jawa Timur untuk
dilaksanakan persiapan pengadaan tanah oleh Pemerintah
Provinsi Jawa Timur atau apabila dibutuhkan Gubernur dapat
mendelegasikan

kewenangan

pelaksanaan

tahapan

persiapan pengadaan tanah kepada BPWS/bupati/walikota
berdasarkan pertimbangan efesiensi, efektivitas, kondisi
geografis, sumber daya manusia dan sebagainya.
d. Untuk dokumen perencanaan pengadaan tanah diatas 1
(satu) ha yang pelaksanaannya pada Tahun Anggaran

tertentu, maka maksimal paling lambat disampaikan pada
akhir bulan maret pada tahun anggaran yang sama.
2. Persiapan
BPWS

bersama

berdasarkan

pemerintah

dokumen

provinsi/kabupaten/kota

perencanaan

pengadaan

tanah


melaksanakan tahapan-tahapan persiapan pelaksanaan
pengadaan tanah sebagai berikut:
1. Pembentukan tim persiapan pengadaan tanah
2. Pemberitahuan rencana pembangunan
3. Pendataan awal lokasi rencana pembangunan
4. Konsultasi publik rencana pembangunan
5. Penetapan lokasi pembangunan
6. Pengumuman penetapan lokasi
3. Pelaksanaan Pengadaan Tanah

a. Berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk
kepentingan umum, BPWS mengajukan pelaksanaan
pengadaan tanah kepada Kakanwil Badan Pertanahan
Nasional

Jawa

Timur


sebagai

ketua

pelaksanaan

pengadaan tanah
b. Kepala Kanwil BPN Jawa timur dapat menugaskan
Kepala

Kantor

Pertanahan

Kab/kota

sebagai

ketua


pelaksana pengadaan tanah kab/kota
4. Penyerahan hasil
a. Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menyerahkan hasil
pengadaan

tanah

kepada

BPWS

disertai

data

pengadaan taah yang dilakukan dengan berita acara
b. Berita acara tersebut dipergunakan oleh BPWS untuk
pendaftaran/persertifikatan paling lambat 30 hari sejak
penyerahan hasil pengadaan tanah
c. BPWS dapat memulai pelaksanaan pembangunan serta

penyerahan

hasil

pengadaan

tanah

oleh

Ketua

Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Untuk terlaksananya penyelenggaraan pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum, BPWS dapat menyediakan
biaya operasional dan biaya pendukung pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum dan dianggarkan dalam
DIPA BPWS sesuai dengan PMK No 13 Tahun 2013 yang dapat
dipergunakan untuk membiayai kegiatan:
1. Perencanaan

2. Persiapan
3. Pelaksanaan

4. Penyerahan Hasil
5. Biaya Administrasi dan pengelolaan serta biaya sosialisasi
6. Biaya ganti kerugian dan biaya jasa penilai
Dalam rangka efesiensi dan efektivitas, pengadaan tanah
untuk kepentingan umum yang luasnya tidak lebih dari 1 (satu) Ha,
dapat dilakukan langsung oleh BPWS dengan para pemegang hak
tanah, dengan cara jual beli atau tukar-menukar atau cara lain yang
disepakati oleh kedua pihak.
Selanjutnya dari tahapan diatas, langkah utama yang harus
menjadi perhatian BPWS dalam melakukan penyediaan lahan yaitu:
1. Segera menyelesaikan detail kebutuhan lahan dari seluruh
infrastruktur dan kawasan yang dibutuhkan. Terutama untuk
infrastruktur Rest Area, Pelabuhan dan Jalan akses tolnya.
2. Melakukan konsultasi dan diskusi awal dengan pihak provinsi dan
kabupaten/kota yang wilayahnya digunakan untuk proyek ini.
Hal-hal yang dibahas seperti: Kesesuaian dengan RTRW, RPJMD,
kesediaan pemda untuk masuk dalam tim persiapan pengadaan
lahan dan pemrosesan ijin prinsip serta pelimpahan wewenang
dari Gubernur dalam melakukan pembebasan lahan.
3. Penting

dalam

melakukan

konsultasi

publik

untuk

memperhatikan tidak hanya kepada pihak yang terkena dampak
langsung tetapi juga dampak tidak langsung seperti peningkatan
ekonomi dan pembukaan lapangan kerja di wilayah Surabaya
dan Madura. Oleh karena itu, untuk memudahkan dan efektifitas
kegiatan, BPWS dapat melakukan konsultasi publik tidak hanya
terkait dengan pembebasan lahan saja tetapi juga skema
investasi yang akan dilakukan. Sehingga gambaran yang didapat

masyarakat luas adalah gambaran yang utuh bukan hanya
gambaran bahwa

mereka akan terkena

dampak langsung

(gusuran).
a.2. Proses Pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN)
Sebagaimana tertuang dalam pasal 1 Undang- undang Nomor
17 Tahun 2003, keuangan negara tidak hanya mencakup hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, tetapi juga
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara sehubungan dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut. Barang milik Negara inilah yang akan
digunakan seluas-luasnya untuk mendukung tupoksi utama dari
BPWS

dalam

pelayanan

publik.

Berikut

adalah

aturan

dari

pemanfaatan BMN tersebut.
• UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
• PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
• Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 jo. Nomor 66 Tahun 2013
tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.06/2012 jo. Nomor
174/PMK.06/2013 tentang Tatacara Pelaksanaan Sewa Barang Milik
Negara
• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.06/2014 tentang
Tatacara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara

• Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.06/2014 tentang
Tatacara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara Dalam
Rangka Penyediaan Infrastruktur
Setelah penyelesaian pengadaan tanah, maka sesuai dengan
obyeknya maka tanah tersebut kan dicatatkan dan dimanfaatkan
sebagai

aset

dari

BPWS.

Sehingga

dalam

prosesnya

pemanfaatannya harus mengacu pada aturan tersebut. Berikut
adalah

gambaran

dikategorikan

ruang

sebagai

lingkup
BMN

aset

dari

aset
asal

yang

dapat

perolehannya,

pengelolaannya dan pertanggung jawaban atas hal tersebut.
Gambar 6.11
Ruang Lingkup Aset Yang Dapat Dikategorikan Sebagai
BMN

Dari ilustrasi diatas maka sesuai dengan UU nomor 2 tahun
2012 maka pembebasan lahan akan menjadi beban APBN melalui
akun belanja modal. Selanjutnya aset berupa tanah tadi dicatatkan
sebagai aset tetap pada BPWS. Penjelasana mengenai pengolaan
aset ini akan dijelaskan kemudian.
Selain itu, dalam PP 27 tahun 2014 juga dijelaskan mengenai
prinsip umum pemanfaatan BMN, yaitu sebagai berikut:
• Pemanfaatan BMN dapat dilakukan sepanjang tidak mengganggu
pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan
negara.
• Pemanfaatan BMN dilakukan dengan memperhatikan kepentingan
negara dan kepentingan umum.

• Pemanfaatan BMN dilakukan dengan tidak mengubah status
kepemilikan BMN
• BMN yang menjadi objek Pemanfaatan harus ditetapkan status
penggunaannya oleh Pengelola Barang/Pengguna Barang.
• Biaya

pemeliharaan

pelaksanaan

yang

dan

pengamanan

berkaitan

dengan

BMN

serta

biaya

Pemanfaatan

BMN

dibebankan pada mitra Pemanfaatan.
• Penerimaan

negara

dari

Pemanfaatan

BMN

merupakan

penerimaan negara yang wajib disetorkan seluruhnya ke rekening
Kas Umum Negara.
• BMN yang menjadi objek Pemanfaatan dilarang dijaminkan atau
digadaikan.
Dari pinsip dasar diatas, maka kerjasama Bundling ini harus
tetap menjaga status kepemilikan BMN pada pihak BPWS serta
penerimaan yang didapat akan dicatat sebagai PNBP. Pilihan lain
adalah dengan memanfaatkan BLU (Badan Layanan Umum) sebagai
entitas didalam BPWS yang akan melakukan kontrak kerjasama. Hal
ini memungkinkan pencatatannya dicatat sebagai pendapatan BLU
dan dapat langsung digunakan untuk keperluan BLU. Namun, perlu
dicatat proses BLU sendiri cukup panjang dan harus memiliki
kejelasan dalam rencana bisnis yang akan dijalankan BLU. Kajian
mengenai pembentukan BLU dijelaskan pada pada kajian lain
dilingkungan BPWS.

Dari gambaran diatas aset yang sudah dibebaskan akan
dikategorikan

menjadi

2

tipe

yaitu

infrastruktur

dan

non

infrastruktur. Sehingga opsi 2 adalah opsi yang paling memungkian
dari segi proses pelelangannya, dimana infrastruktur (Pelabuhan
dan akses Jalan tol beserta rest areanya) menjadi paket bundling
awal yang akan dilelang pada tahap pertama, sedangkan untuk non
infrastruktur (kawasan KKSJS dan KKJSM) akan dilelang pada tahap
kedua. Sesuai dengan analisis modalitas yang ada maka untuk
infrastruktur akan menggunakan skema Kerjasama Penyediaan
Infrastruktur

dan

untuk

kawasan

akan

menggunakan

Kerjasama Pemanfaatan.
Berikut adalah penjelasan mengenai skema-skema tersebut.

skema

Gambar 6.12
Penjelasan Skema Kerjasama Penyediaan Infrastruktur sesuai
PP 27/2014.

Gambar 6.13
Penjelasan Skema Kerjasama Pemanfaatan BMN sesuai PP
27/2014

Dalam proses pelaksanaan pemanfaatan BMN berikut adalah
langkah-langkah yang dilakukan pada proyek bundling ini dimana
proyek kerjasama ini meliputi BMN pada beberapa pengguna
barang. Hal ini dimungkinkan apabila proses kerjasamanya nanti
juga akan melibatkan aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
Kondisi ini mengemuka dalam FGD pada tanggal 28 November
2014, dimana untuk mengatasi kondisi pemerintah daerah yang
masih kurang mendukung pelaksanaan proyek ini. Pilihan ini pula

untuk meningkatkan rasa kepemilikan terhadap proyek ini, dimana
untuk memajukan perekonomian wilayah Surabaya dan Madura.
Dalam hal Proyek Kerja Sama melingkupi BMN pada beberapa
Pengguna Barang, maka:


Menteri/Pimpinan Lembaga yang bertindak sebagai PJPK
menyampaikan usulan pelaksanaan KSPI kepada Pengelola
Barang, termasuk dalam kapasitasnya sebagai Pengguna
Barang.



Dalam hal PJPK adalah Kepala Daerah, BUMN, atau BUMD,
maka

usulan

pelaksanaan

KSPI

disampaikan

oleh

Menteri/Pimpinan Lembaga yang memiliki tugas dan fungsi
pada bidang infrastruktur yang akan dikerjasamakan, dalam
kapasitas Menteri/Pimpinan Lembaga bersangkutan sebagai
Pengguna Barang.


Dalam hal usulan dapat disetujui oleh Pengelola Barang,
dilakukan proses pengalihan status penggunaan BMN
Selanjutnya

terkait

dengan

hasil

pemanfaatan,

skema

kerjasama pemanfaatan dapat memilih kontribusi tetap, dan atau
pembagian keuntungan, dan atau infrastruktur beserta fasilitasnya
pada akhir masa konsesi. Pilihan hasil pemanfaatan tentunya sangat
bergantung dari kajian kelayakan kawasan yang terdapat pada
proyek bundling ini. Dimana masih belum adanya kajian yang
mendetail tentang hal ini, sebaiknya BPWS segera mendetailkan
kajian pemanfaatan kawasan KKJSS dan KKJSM sebagai syarat
pemrosesan pembebasan lahan dan pemnfaatan untuk kerjasama
kawasan ini.

Sedangkan untuk skema kerjasama penyediaan infrastruktur,
hasil

pemanfaatannya

dapat

berupa

pembagian

kelebihan

keuntungan (clawback) dan atau infrastruktur beserta fasilitasnya.
Infrastruktur

pada

dasarnya

adalah

bagian

dari

pelayanan

pemerintah kepada masyarakat penggunanya. Sehingga tidak tepat
apabila pemerintah berusaha mendapatkan keuntungan sebesarbesarnya dari infrastruktur. Yang menjadi pegangan utama pada
pelaksanaan kerjasama ini tentunya adalah investor pengelola
infrastruktur dapat menjaga keuntungan yang wajar dan perawatan
infrastruktur serta pengelolaan infratruktur selama masa konsesi
berlangsung.

Mekanisme

clawback

adalah

mekanisme

yang

menjamin agar pelayanan infrastruktur tidak justru membuat
investor mendapatkan keuntungan yang wajar.
Berikut adalah gambaran perbandingan skema/pola kerjasama
pada pemanfaatan BMN.
Gambar 6.14 Perbedaan Skema Pemanfaatan BMN

Perbandingan diatas akan menjadi acuan kedepan bagi BPWS
setelah

mendetailkan

kajian

pemanfaatan

kawasan

dan

infrastruktur yang akan dikerjasamakan.
a.3. Pembentukan Kelembagaan Dan Regulasi Pendukung
Pemerintah dalam hal ini BPWS berperan sebagai PJPK perlu
memperhatikan beberapa hal dalam mukadimah dalam Permen PPN
nomor 3 tahun 2012 tentang Panduan umum kerjasama pemerintah
dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.


Wajib menyiapkan Proyek Kerjasama sebaik-baiknya sebelum
ditawarkan ke pasar agar menghemat waktu dan biaya
transaksi bagi semua pihak terkait



Menawarkan/“menjual” Proyek Kerjasama yang telah dikaji
prospek kelayakan komersialnya dan siap untuk ditransaksikan



Proyek Kerjasama dinyatakan layak secara komersial dan siap
ditransaksikan apabila proyek tersebut memenuhi kriteria nilai
strategik, layak secara hukum, teknis, ekonomi, finansial,
kemanfaatan sosial dan keberlanjutan lingkungan hidup, serta
layak

untuk

memperoleh

pembiayaan

dari

lembaga

keuangan/perbankan (bankability).
Dalam penjelasan tersebut mengisyaratkan bahwa proyek
kerjasama

perlu

dipersiapkan

sebaik

baiknya

sebelumnya

ditransaksikan. Kajian ini diharapkan mampu memberi gambaran
kepada internal BPWS, bahwa sebagai PJPK, perlu mempersiapkan
proyek secara baik.
Selanjutnya

yang

menjadi

perhatian

dalam

kelanjutan

penyiapan proyek adalah perhitungan tarif dan harga pelayanan.
Kajian ini hanya memberikan gambaran pada sudut pandang saat
ini berdasarkan kajian yang sudah dilakuakn sebelumnya. Namun,
alangkah baiknya sebelum transaksi, BPWS dapat memperbaharui
perhitungan finansial dengan memperhatikan pula perkembangan
ekonomi dan hasil konsultasi publik yang sudah dilaksanakan.
Berikut adalah beberapa point utama dalam mengkaji tarif kedepan.


Tarif

dan

penyesuaiannya

harus

telah

ditetapkan

untuk

menjamin tingkat pengembalian investasi yang adil ( full cost

recovery&

keuntungan

yang

wajar),

dengan

persyaratan

pengoperasian infrastruktur secara efisien;


Tingkat pengembalian yang adil ini akan ditetapkan melalui
negosiasi;



Perhitungan

tarif

atau

harga

pelayanan

dilakukan

untuk

memastikan kelayakan finansial yang meliputi penutupan biaya
modal, biaya operasional dan keuntungan yang wajar dalam
kurun waktu tertentu dengan mempertimbangkan efisiensi
Pengusahaan Infrastruktur;


Tarif

atau

berdasarkan

harga

pelayanan

formula

yang

disesuaikan
disepakati

secara
dalam

berkala

Perjanjian

Kerjasama;


Dalam hal perhitungan tarif atau harga pelayanan dilakukan
berdasarkan

tingkat

kemampuan

pengguna,PJPK

dapat

memberikan Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi
fiskal sehingga diperoleh tingkat pengembalian investasi yang
memenuhi kelayakan keuangan.
Dalam hal penyiapan pembaharuan kajian finasial dari proyek
bundling sebelum dilakukan transaksi dapat memanfaatkan BUMN
infrastruktur dalam hal ini contohnya PT. SMI. Serta apabila
diperlukan segala biaya penyiapan proyek bisa dibebankan kepada
badan usaha pemenang lelang sebagai biaya proyek. Metode ini
disebut juga success fee mechanism.
Dalam sub bab 6.8 dijelaskan bahwa dalam proses persiapan
bundling

proyek

ini

maka

diperlukan

proses

pendelegasian

kewenangan dari Kementerian/Lembaga laiannya kepada BPWS
selaku PJPK proyek ini. Dari hasil penelaahan lebih lanjut untuk
infrastruktur

Pelabuhan

dan

akses

Jalan

Tol

memerlukan

pendelegasian dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan untuk
akses

Jalan

Tol

dan

Menteri

Perhubungan

untuk

Pelabuhan.

Sedangkan rest area sebaiknya dimasukan sebagai bagian dari jalan
tol saja sehingga swasta memperhitungkannya sebagai bisnis
sampingan yang bisa membantu kelayakan kedua proyek. Untuk
mempermudah proses, konsultan melampirkan contoh draft surat
pelimpahan kewenangan tersebut dalam lampiran laporan ini.
Sedangkan untuk kawasan KKJSS dan KKJSM dan infrastruktur
Air Minum dan Ketenagalistrikannya. Dari penjelasan sub bab 6.9.2,
maka bisa menggunakan skema kerjasama pemanfaatan aset. Pada
skema ini hanya terdapat 2 opsi yaitu pertama, seluruh tanah dapat
dibebaskan oleh BPWS sehingga pemilik aset adalah BPWS,
sehingga secara proses bisa langsung dikerjasamakan dan BPWS
langsung sebagai PJPKnya. Sedangkan opsi kedua adalah apabila

kepemilikan

aset

melibatkan

Pemerintah

Daerah,

maka

dimungkinkan adanya pelimpahan pengelolaan aset dari pemda ke
BPWS atau aset pemda tersebut di jadikan penyertaan modal
kepada

BUMD

dan

BUMD

dimasukan

ke

dalam

konsorsium

pemenang lelang kerjasama pemanfaatan,
a.4. Penyiapan Dukungan Pemerintah
Dari

hasil

analisis

kelayakan

ekonomi

terlihat

bahwa

kelayakan rest area sudah cukup layak secara finansial sehingga
tidak memerlukan dukungan sama sekali. Dalam pengertian kita
serahkan swasta untuk merencanakan dan menjalankan bisnis ini
secara murni dan memikirkan layanan apa saja yang dapat
meningkatkan

jumlah

pendapatan

mereka.

Pendapatan

yang

didapat dari bagian ini pula dapat membantu meningkatkan
kelayakan

proyek

infrastrukturnya,

walaupun

sangat

kecil

implikasinya sehubungan dengan kecilnya nilai investasi dan
potensi pendapatan karena proyek infrastrukturnya sendiri hamper
100 kali lipat nilai investasi rest area ini.
Untuk kelayakan finansial dari proyek bundling pelabuhan dan
akses tol yang hanya memiliki IRR 14,20% dirasa sangat sulit untuk
dapat ditransaksikan. Sesuai dengan Perpres nomor 67 tahun 2005
beserta turunannya, maka dalam hal kelayakan ekonomi yang
cukup namun kelayakan finansial yang marjinal maka pemerintah
dapat diberikan dukungan pemerintah berupa dukungan finansial
berupa sebagian konstruksi dibangun oleh dana APBN serta
VGF(viability gap fund) atau dukungan finansial berupa sejumlah
dana kepada investor pemenang lelang. Selain itu, dukungan juga
berupa perizinan, pengadaan lahan, insentif perpajakan dan bentuk
lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kesemua hal

tersebut tentunya dapat disediakan dan fasilitasi oleh BPWS guna
meningkatkan kelayakan finansial proyek bundling ini.
Dari segi financial engineering, besaran nilai investasi yang
perlu dilakukan hampir sebesar 9 Triliun maka proyek ini dalam
proses menuju transaksi dan konstruksi diperlukan dukungan fiskal
yang kuat dari PJPK dalam menjamin ketersediaan dukungan
pemerintah yang mencukup. Dengan kapasitas fiscal anggaran
tahunan dari BPWS sangat rendah dimana hanya berkisar 300-400
milyar pertahun, maka sangat sulit apabila proyek ini akan
dibangunakan sebagian konstruksinya melalui dana APBN dari
BPWS. Konsultan menyarankan pada masa perencanaan ini, BPWS
secara gradual perlu meningkatkan kapasitas fiskalnya. Misalnya
dengan memulai menambahkan dana pembebasan lahan untuk
infrastruktur dan kawasan yang akan dibundling. Sehingga pada
saatnya proyek ini sudah siap ditransaksikan, BPWS sudah memiliki
kredit dimana calon investor bahwa lembaga ini sudah siap untuk
mentransaksikan proyek dengan nilai investasi yang besar.
Konsiderasi selanjutnya adalah untuk meningkatkan nilai IRR
agar mendekati level layak investasi yaitu sekitar 18-20%. Tekanan
investasi pada proyek infrastruktur pada waktu dekat cukup
menantang dengan kenaikan harga BBM bersubsidi yang ikut
menyumbang besar terhadap inflasi barang-barang pokok serta
bersamaan dengan kenaikan suku bunga BI yang tentu akan
meningkatkan suku bunga kredit khususnya untuk perbankan lokal.
Selain itu, saat ini, nilai pagu anggaran dana VGF pertahun pun
masih

berkisar

maksimal

341

Triliun

untuk

seluruh

proyek

infrastruktur yang membutuhkan dana dukungan pemerintah.
Artinya kesempatan menarik dana yang cukup besar dalam satu kali
transaksi

nampaknya

sulit.

Kemungkinan

terbesar

adalah

membayarnya secara multiyears. Selain itu, langkah yang bisa
dilakukan adalah memperpanjang masa konsesi menjadi diatas 30
tahun sehingga calon investor memiliki jangka waktu yang panjang
untuk mengembalikan nilai investasi awalnya.
Berdasarkan

PMK

nomor

223/PMK.011/2012

tentang

pemberian dukungan kelayakan pada proyek kerjasama pemerintah
dan badan usaha, dijelaskan bahwa kriteria proyek yang bisa
mendapatkan VGF adalah:


Proyek

kerjasama

telah

memenuhi

kelayakan

ekonomi

namum belum memenuhi kelayakan finansial


Proyek kerjasama menerapkan prinsip pengguna membayar
(user pay principal)



Total biaya investasi proyek kerjasama paling kurang senilai
Rp. 100 milyar rupiah



Badan Usaha yang ditetapkan oleh PJPK telah melalui proses
lelang yang terbuka dan kompetitif



Terdapat skema pengalihan aset dan/atau pengelolaan dari
Badan Usaha kepada PJPK pada akhir periode kerjasama.
Selain

prinsip

mensyaratkan

diatas,

bahwa

proyek

Kementerian
yang

akan

Keuangan
diajukan

juga
untuk

mendapatkan VGF adalah (1) Telah disusunnya prastudi kelayakan
yang

komprehensif;

pembagian

resiko

menyimpulkan

(2)
yang

bahwa

Prastudi

kelayakan

optimal;

proyek

layak

(3)

mencantumkan

Prastudi

secara

kelayakan

teknis,

hukum,

lingkungan dan sosial; dan (4) Prastudi kelayakan menunjukan
bahwa proyek kerjasama menjadi layak secara finansial dengan

diberikan dukungan kelayakan. Pada prinsipnya dukungan ini hanya
berlaku untuk sektor-sektor infrastruktur sebagaimana diatur dalam
Perpres 67/2005 beserta turunannya.
Dukungan
Pemerintah

kelayakan

pusat

menerbitkan

dalam

Dokumen

ini
hal

akan
ini

diberikan

Menteri

Persetujuan

langsung

Keuangan

Pemberian

oleh

dengan

Dukungan

Pemerintah. Pada proses transaksi, dokumen ini merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Kerjasama yang dibuat oleh
PJPK

dan

Badan

Usaha

Penandatangan

Perjanjian

Kerjasama

berdasar persetujuan Menteri Keuangan. Hal tersebut diatur karena
nilai dukungan kelayakan yang diajukan calon investor dalam proses
tender bisa dijadikan sebagai salah satu point penilaian dalam
transaksi proyek kerjasama.
Proses pencairan dukungan kelayakan akan disalurkan oleh
Kementrian Keuangan secara angsuran dimana terdapat dua
alternatif pencairan, yaitu: (i) Selama masa konstruksi sesuai
dengan tahapan penyelesaian konstruksi Proyek Kerjasama yang
telah disepakati dalam Perjanjian Kerjasama; atau (ii) setelah
tercapainya

tanggal

operasi

komersial

disepakati dalam Perjanjian Kerjasama.

proyek

sebagaimana

Laporan Akhir
Penyusunan Skema Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka
Pengembangan Kawasan Suramadu

b. PILIHAN BENTUK KERJASAMA TERBAIK;
Dengan skala proyek yang sebesar ini, maka untuk
melaksanakan proyek ini sangat membutuhkan fasilitas
dukungan pemerintah yang akan mendominasi proyek
ini agar dapat memberikan layanan dengan biaya yang
bersaing. Dukungan pemerintah akan banyak difokuskan
kepada pembebasan lahan dan infrastruktur dasar
seperti infrastruktur dasar pelabuhan (penahan ombak,
lapangan penumpukan peti kemas, gedung syahbandar
dan dermaga) dan sebagian konstruksi akses jalan tol.
Selanjutnya, masing-masing infrastruktur akan diberikan
modalitas yang berbeda.

Untuk pelabuhan akan diusulkan ROT dimana
swasta
akan
meningkatkan
kemampuan
dasar
pelabuhan dari infrastruktur dasar menjadi operasi
penuh
dengan
menambahkan
fasilitas-fasilitas
pendukung komersil.

Untuk akses jalan tol akan diusulkan BOT dimana
swasta akan membangun konstruksi dari awal dimana
lahan sudah disediakan oleh pemerintah. Adapun untuk
permodalan
akan
merupakan
kombinasi
dari
pembiayaan swasta dan sebagian konstruksi melalui
skema VGF. Selanjutnya mengoperasikan akses tol ini
dengan integrasi dengan Jembatan Tol Suramadu.

Untuk Rest Area yang merupakan salah satu
pendukung jalan tol, disarankan untuk dibangun
pemerintah lalu dikerjasama operasikan atau kontrak
operasi dengan pengelola rest area. Adapun rest area ini
kami sarankan menjadi cikal bakal awal dari
pengembangan wilayah pariwisata di KKJSM. Bahkan
dimasa mendatang langsung menjadi pintu masuk
menuju kawasan pariwisata KKJSM.

Untuk Kawasan Investasi Surabaya, sehubungan
dengan studi yang belum ada, konsultan mengusulkan
ini tidak hanya menjadi kawasan industri saja namun
juga ada bagian yang difungsikan sebagai dryport dan
diintegrasikan dengan pelayanan kepelabuhanan. Kami
meyakini dengan adanya layanan ini akan menjadi
penarik utama bagi calon konsumen dan menghindari
biaya double handling yang biasa terjadi dipelayanan
[PT. MARGA GRAHA PENTA]
29

BAB VI-1

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

kepelabuhanan. Untuk kawasan ini kami mengusulkan
modalitas BLT untuk kawasan industri dan BT untuk dry
port

Untuk kawasan industri KKJSM, kawasan ini
menjadi pasar utama dan diharapkan menjadi
pendorong perekonomian wilayah Suramadu. Investor
akan menjadi pengelola kawasan ini selama masa
konsesi serta memberikan layanan dasar seperti Listrik
dan Air minum kepada penyewa kawasan ini. Untuk
pengelola kawasan kami mengusulkan modalitas BOT
sedangkan untuk fasilitas pendukung seperti Listrik dan
Air minum diusulkan menggunakan kontrak jasa pada
tahap awal kawasan sedangkan saat kawasan sudah
mulai terbentuk dan beroperasi penuh bisa didorong
untuk menggunakan BOT dengan dukungan pemerintah.
c. risiko dan upaya mitigasi yang diperlukan;
d. PERSYARATAN PELAKSANAAN PROYEK KERJASAMA,
TERMASUK LANDASAN HUKUM YANG DIPERLUKAN DAN
PELAKSANAAN PENGADAAN TANAH;
Pada skema bundling dalam penyediaan infrastruktur,
terdapat persinggungan antara kewenangan BPWS dengan
beberapa kewenangan yang ada pada kementerian/lembaga
dan pemerintah daerah. Terkait dengan skema bundling yang
yang

akan

dilaksanakan

untuk

Kawasan

Kaki

Jembatan

Surabaya-Madura, Pelabuhan Peti Kemas, Trase Jalan Tol, Listrik,
Air Bersih, Rest Area dan Investasi Area Surabaya, analisa
kelembagaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Kawasan Kaki Jembatan Surabaya - Madura Sisi Madura
Pembangunan suatu kawasan yang menyangkut suatu
wilayah memerlukan kerjasama antara berbagi untuk yang
memiliki

kewenangan

terhadap

wilayah

tersebut.

Dalam

pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Surabaya-Madura Sisi
Madura terdapat beberapa instansi yang memiliki kewenangan

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

pada wilayah tersebut, yaitu Pemerintah Provinsi Jawa Timur
dan Kabupaten Bangkalan, Berdasarkan Pasal 17 Peraturan
Presiden No. 27 Tahun 2008 tentang Badan Pengembangan
Wilayah Surabaya - Madura sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden No. 23 Tahun 2009 (Perpres BPWS) Menteri
dan Pimpinan Lembaga Pemerintahan Non Departemen yang
terkait, mendelegasikan sebagian kewenangan yang terkait
dengan tugas Badan Pelaksana kepada Kepala Badan Pelaksana.
Berdasarkan

pasal

tersebut,

tidak

terdapat

pendelegasian

kewenangan dari pemerintah daerah kepada Kepala Badan
Pelaksana BPWS terkait dengan kewenangan pengembangan
kawasan kaki jembatan Surabaya-Madura sisi Madura.
2. Pelabuhan Peti Kemas
Dalam pengembangan Pelabuhan Petikemas Bulupandan
dapat teridentifikasi 3 (tiga) fungsi kelembagaan yang akan
saling berkaitan, yaitu BPWS, Otoritas Pelabuhan III dan Badan
Usaha

Pelabuhan

(BUP).

Dalam

pengusahaan

pelabuhan

Petikemas Bulupandan, kami merekomendasikan pola koordinasi
dan kerjasama sebagai berikut:
i. Sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (3) PP No. 61
Tahun 2009 tentang Pelabuhan kegiatan penyediaan
dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang diperlukan
oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh Badan
Usaha Pelabuhan dilaksanakan oleh Otoritas Pelabuhan.
Untuk

dapat

melakukan

pembangunan

pelabuan

Petikemas Bulupandan, maka Badan Pelaksana BPWS
dapat mengusulkan kepada Otoritas Pelabuhan terkait
untuk memasukkan Rencana Pembangunan Pelabuhan

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

Bulupandan ke dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional
dapat direncanakan sesuai dengan tahun kebutuhan.
Dalam hal ini Otoritas Pelabuhan yang akan menyediakan
infrastruktut pelabuhan peti kemas.
ii. Pembangunan Pelabuhan Petikemas Bulupandan dapat
dilaksanakan oleh Badan Pelaksana BPWS dengan adanya
pelimpahan wewenang dari Menteri Perhubungan. Menteri
Perhubungan dimana otoritas pelabuhan merupakan salah
satu

unit

kerja

dibawahnya

dapat

melimpahkan

kewenangan yang ada pada otoritas pelabuhan kepada
Badan Pelaksana BPWS. Hal ini sesuai dengan Pasal 17
Perpres BPWS. Sebagai bentuk pelimpahan wewenang
sebagaimana
menerbitkan

dimaksud,
Surat

Keputusan

Menteri
Menteri

Perhubungan
Perhubungan

tentang Pelimpahan Wewenang dari Otoritas Pelabuhan
kepada Badan Pelaksana BPWS.
3. Trase Jalan Tol
Berdasarkan Pasal 74 Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun
2005 tentang Jalan Tol sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun
2013, kewenangan sebagian pengaturan, pengusahaan, dan
pengawasan Badan Usaha Jalan tol dilaksanakan oleh Badan
Pengatur Jalan Tol (BPJT). Dalam hal Badan Pelaksana BPWS
akan menetapkan Trase Jalan Told an mengusahakannya,
maka kemungkinan skema koordinasi kelembagaan yang
mungkin dilaksanakan adalah sebagai berikut:

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

i. Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun
2005

tentang

Jalan

Tol

sebagaimana

telah

diubah

beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah No.
43 Tahun 2013 (PP Jalan Tol) kebijakan perencanaan jalan
tol disusun dan ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum
setiap 5 Tahun dan dapat ditinjau kembali. Untuk masuk
dalam kebijakan perencanaan jalan tol, Badan Pelaksana
BPWS mengajukan usulan kepada Menteri Pekerjaan
Umum trase jalan tol sebagaimana dimaksud. Kemudian
Menteri Pekerjaan Umum Menetapkannya dalam Kebijakan
Rencana Jalan Tol sebagaimana terdapat dalam pasal 11
PP

Jalan

Tol.

Selanjutnya

Menteri

Pekerjaan

Umum

menetapkan trase jalan tol yang diusulkan oleh Badan
Pelaksana BPWS dalam Rencana Umum Jaringan Jalan Tol
(Pasal 12 PP Jalan Tol). Kemudian berdasarkan hasil
prastudi kelayakan terhadap rencana ruas jalan tol yang
diusulkan, Menteri Pekerjaan Umum menetapkan rencana
ruas jalan tol (Pasal 13 PP Jalan Tol). Berdasarkan Rencana
Ruas Jalan Tol BPJT kemudian melaksanakan persiapan
pengusahaan (Pasal 24 PP Jalan Tol) dan kemudian
pelelangan pengusahaan jalan tol (Pasal 55-61 PP Jalan
Tol). Dalam opsi ini BPJT akan bertindak sebagai pihak
yang berkontrak dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol
dengan Badan Usaha Jalan Tol.
ii. Berdasarkan Pasal 17 Perpres BPWS, Menteri Pekerjaan
Umum mendelegasikan kewenangan pengusahaan trase
jalan tol kepada Kepala Badan Pelaksana BPWS. Tahapan
yang perlu ditempuh untuk pendelegasian tersebut adalah
sebagai berikut:

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

Kepala



Badan

Pelaksana

mengajukan

usulan

pendelegasian kewenangan kepada Dewan Pengarah
untuk

mendapatkan

dengan

penetapan

pengembangan

kebijakan

dan

terkait

pengendalian

pembangunan dan pengelolaan wilayah Suramadu.
Menteri Pekerjaan Umum selaku anggota Dewan



pengarah

melaksanakan

kebijakan

yang

telah

diputuskan oleh Dewan Pengarah.
Menteri Pekerjaan Umum mengeluarkan Keputusan



Menteri

Pekerjaan

Umum

untuk

mendelegasikan

kewenangan pengusahaan jalan tol kepada Kepala
Badan Pelaksana BPWS.
Dalam opsi ini, Kepala Badan Pelaksana BPWS akan
bertindak sebagai pihak yang berkontrak dengan Badan
Usaha Jalan Tol dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol.
Untuk dapat melaksanakan fungsi pengusahaan jalan tol,
perlu dilakukan peningkatan kapasitas terhadap Badan
Pelaksana BPWS.
4. Listrik
Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) UU No. 30 Tahun 2009
Tentang

Ketenagalistrikan,

pelaksanaan

usaha

penyediaan

tenaga listrik oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan
oleh badan usaha milik Negara dan badan usaha milik daerah.
Namun demikian berdasarkan Ayat (2) Pasal tersebut badan
usaha

swasta,

koperasi,

dan

swadaya

masyarakat

berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik.

dapat

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

Sebagai bentuk lain dari usaha penyediaan tenaga listrik
dapat dilakukan untuk kepentingan sendiri. Berdasarkan Pasal
27 Ayat (2) Usaha penyediaan tenaga Usaha penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan sendiri dapat dilaksanakan oleh
instansi pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta,
koperasi, perseorangan, dan lembaga/badan usaha lainnya.
Dari pertimbangan tersebut diatas, kami berpendapat
bahwa terdapat 2 (dua) kemungkinan usaha penyediaan tenaga
listrik yang mungkin dilakukan oleh Badan Pelaksana BPWS,
yaitu:
i.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik, Kepala Badan
Pelaksana BPWS dapat melakukan perjanjian kerjasama
dengan PT. PLN (Persero) untuk penyediaan tenga listrik
yang dibutuhkan.

ii.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik, Kepala Badan
Pelaksana BPWS dapat melaksanakan usaha penyediaan
tenaga

listrik

untuk

kepentingan

sendiri.

Usaha

penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri terdiri
atas:
b.

pembangkitan tenaga listrik;

c. pembangkitan tenaga listrik dan distribusi tenaga
listrik; atau
d.

pembangkitan tenaga listrik, transmisi tenaga listrik,
dan distribusi tenaga listrik.

5. Air Bersih

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

Berdasarkan PP No. 16 Tahun 2005 Tentang Air Minum,
tidak didefinisikan apa yang disebut air bersih. Dalam PP
tersebut diatur mengenai Air Baku dan Air Minum. Dalam hal ini
kami mengasumsikan bahwa infrastruktur yang akan disediakan
oleh Badan Pelaksana BPWS adalah Air Minum. Berdasarkan
Pasal 37 Ayat (1) PP No. 16 Tahun 2005 Pemerintah dan
pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab untuk melakukan
pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Penyelenggaraan
pengembangan SPAM dilakukan oleh BUMN atau BUMD yang
dibentuk

secara

khusus

untuk

pengembangan

SPAM.

Berdasarkan Pasal 37 ayat (4) PP No. 16 Tahun 2005 Dalam hal
pelayanan air minum yang dibutuhkan masyarakat tidak dapat
diwujudkan oleh BUMN atau BUMD, Pemerintah atau Pemerintah
Daerah dapat membangun sebagian atau seluruh PS SPAM yang
selanjutnya dioperasikan oleh BUMN atau BUMD.
Berdasarkan

pertimbangan

diatas

kami

berpendapat

bahwa terdapat 2 (dua) kemungkinan dalam penyediaan air
minum, yaitu:
ii.

Dalam hal di wilayah kabupaten atau kota sekitar terdapat
BUMD yang telah melakukan usaha penyediaan air minum
atau

BUMD

Regional

padatingkat

provinsi,

Badan

Pelaksana BPWS melakukan kerjasama penyediaan air
minum dengan BUMD tersebut.
iii.

Dalam

hal

tidak

terdapat

BUMD

yang

melakukan

penyediaan air minum maka Badan Pelaksana BPWS
dapat

memintakan

pelimpahan

wewenang

untuk

pembangunan PS SPAM air minum pada wilayah tertentu
kepada Menteri Pekerjaan Umum berdasarkan Pasal 17

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

Perpres BPWS yang selanjutnyadioperasikan oleh BUMN
yang dibentuk Badan Pelaksana BPWS.
6. Rest Area
Rest Area merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dengan pengusahaan jalan tol. Kami berpendapat bahwa
pengusahaan rest area dapat dilakukan dengan skema bundling
dengan pengusahaan jalan tol. Kami berpendapat bahwa
dengan penggabungan pengusahaan rest area dengan jalan tol
akan meningkatkan kelayakan finansial dari jalan tol itu sendiri.
Hal

ini

dikarenakan

rest

area

dapat

sebagai

alternatif

pendapatan (other revenue) bagi badan usaha jalan tol.
7. Investasi Area Surabaya
Kawasan investasi merupakan area bisnis yang menarik
bagai para pemodal untuk menanamkan usahanya. Kami
berpendapat bahwa Kawasan Invetasi Surabaya ini
secara kelembagaan tidak diusahan secara sendiri. Kami
berpendapat Kawasan Investasi Surabaya dapat
diusakan dengan skema bundling untuk mendukung
tingkat kelayakan finansial dari infrastruktur lain yang
masih rendah atau menengah.
e. RENCANA KOMERSIAL YANG MENCAKUP ALOKASI RISIKO
DAN MEKANISME PEMBAYARAN
e.1. Analisis Kelayakan Sisi Potensi Bisnis
Peningkatan aksesibilitas Surabaya – Madura memacu
bangkitan pergerakan orang

maupun

barang,

yang

pada

akhirnya mendorong pembangunan sektor-sektor ekonomi di
wilayah sekitar Jembatan Suramadu khususnya, dan Madura
pada umumnya. Salah satu sektor yang berkembang lebih cepat
seiring

dengan

peningkatan

aksesibilitas

dan

pergerakan

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

manusia

adalah sektor pariwisata

dan industri.

Melihat

karakteristik pembangunan jembatan tol ini yang berbeda
dengan pembangunan jembatan tol pada umumnya hanya
diperuntukkan untuk kendaraan roda empat

atau lebih pada

jembatan Suramadu juga dapat diakses oleh kendaraan roda
dua atau sepeda motor.

Hal ini merupakan penambahan

potensi bagi peningkatan berkembangnya

pariwisata karena

peluang untuk berkunjung ke Madura yang semula terbatas
hanya melalui akses laut dengan waktu tempuh yang lebih
panjang, saat ini dapat ditempuh dengan lebih mudah dan
murah dalam jangka waktu yang jauh lebih singkat melalui jalur
darat. Selain itu, menyeberangi jembatan yang membentang di
atas

laut,

juga

merupakan

pengalaman

menarik

bagi

masyarakat. Ditambah lagi pemandangan laut yang indah di
sepanjang Jembatan Suramadu.
Dengan kemudahan akses Surabaya - Madura ini ternyata
memang membawa dampak dalam potensi dalam lalu lintas
jembatan suramadu. Hal ini

ditunjukkan oleh data lalu lintas

pengguna jembatan yang semakin tahun semakin meningkat
dapat di lihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 6.1. Data Lalu-Lintas Kendaraan Jembatan Suramadu
Per Golongan

GOL
GOL
GOL
GOL
GOL
GOL

I
II
III
IV
V
VI

2009
1.934.5
18
297.204
3.073
965
1.755
4.232.8

TAHUN
2010
2011
3.164.80 3.385.01
1
9
506.641
658.322
18.135
33.458
2.372
4.859
1.696
1.158
8.448.89 9.978.32

2012
3.933.40
5
835.912
49.566
6.689
1.016
11.583.3

2013
3.949.88
2
855.721
57.296
8.090
1.328
11.384.2

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

92
5
1
29
46
6.470.4 12.142.5 14.061.1 16.409.9 16.256.5
TOTAL
07
40
37
17
63
Sumber : PT. Jasa Marga

Tabel 6.2. Data Lalu-Lintas Jembatan Suramadu Katagori R2,
dan R4
Tahun

Roda 4

2009

2.237.515

2010

3.693.645

2011

4.082.816

2012

4.826.588

2013
4.872.317
Sumber : PT. Jasa Marga
Berdasarkan potensi

Roda 2
4.232.89
2
8.448.89
5
9.978.32
1
11.583.3
29
11.384.2
46

TOTAL
6.470.407
12.142.540
14.061.137
16.409.917
16.256.563

lalu lintas pengguna jembatan

suramadu yang semakin tahun meningkat merupakan sebuah
potensi bagi pelaku usaha dalam mengembangakan bisnis
pariwisata dengan mengembangkan bisnis

Rest Area/tempat

peristirahatan atau sebagai tempat transit bagi masyarakat
yang melewati Jembatan Suramadu.
Rest Area ini juga dapat digunakan sebagai kawasan
wisata bagi masyarakat yang ingin mengunjungi Pulau Madura.
Para wisatawan nantinya diharapkan tidak hanya dari dalam
negeri (wisatawan domestik) saja tetapi juga dari luar negeri
(wisatawan mancanegara) untuk dapat melihat Pulau Madura
dan Jembatan Suramadu Khususnya. Pembangunan rest area ini

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

juga dapat difungsikanan sebagai pusat informasi atau sebagai
miniatur pulau Madura yang dapat memberikan informasi
mengenai potensi-potensi yang dimiliki pulau tersebut. Konsep
pembangunan rest area diharapkan merupakan “Pencerminan
Kebudayaan Madura” yang mencerminkan 4 (empat) kabupaten
di

pulau

Madura

(Bangkalan,

Sampang,

Pamekasan

dan

Sumenep) yang dapat mengambarkan potensi sumber alam,
budaya,

wisata

dan

sejarah

dari

masing-masing

daerah.

Disamping itu rest area ini harus dilengkapi dengan fasitasfasilitas lain seperti (SPBU, ATM, kantin, restoran, toilet, sarana
ibadah, bengkel, dsb).
Tabel 6.3 Jumlah dan Perkembangan Kunjungan Wisatawan
ke Madura
Tahun 2009-2013
Kabupaten
Bangkalan
Sampang
Pamekasan
Sumenep
Jumlah

2009
750.026
44.696
234.033
1.028.75
5

Lahan

atau

2010
7.918
47.672
334.873

Tahun
2011
9.501
57.206
401.847

2012
31.104
11.401
68.647
482.216

390.463

468.554

593.368

kawasan

yang

akan

digunakan

2013
962.356
13.681
82.376
578.659
1.637.07
2

untuk

pembangunan rest area berada di Area Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu Sisi Madura, lebih tepatnya berada di area Toll Gate
setelah turun dari Jembatan Suramadu. Lokasi perencanaan
terbagi menjadi dua buah kawasan yaitu sisi timur dan sisi
barat. Kedua kawasan tersebut dipisahkan oleh jalan akses
utama jembatan Suramadu. Untuk gambaran lokasi dapat kita
lihat pada gambar di bawah ini :

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

Gambar 6.5 : Lokasi Perencanaan Rest Area

Gambar 6.6 : Rencana Masterplan Rest Area

Gambar 3 : Foto Rest Area Sisi Barat

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

Gambar 6.7: Foto Lokasi Toll Gate Suramadu Sisi
Gambar 4 : Foto Rest Area Sisi Barat

Madura
Gambar 6.8 : Foto Rest Area Sisi Barat

Gambar 6.9 : Foto Rest Area Sisi Timur

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

Tabel. 6.4 Penataan Zona Rest Area
N
o
1

Rincian

Luas

Zona penerima
Rincian Sarana
1.2
50
1.0
00
100
2.1
00
2.000

Pusat pengelolaan kawasan
Pusat informasi dan pelayanan terpadu
pariwisata Madura
Moda Transportasi penghubung

2

Museum daerah Madura
SPBU
Zona rekreasi umum
Rincian Sarana

3.0
00
1.0
00
2.000
300

Taman tematik

3

Arena permainan ketangkasan
Ruang terbuka hijau
Toilet umum
Zona pasar seni
Rincian Sarana
Penataan Kawasan Pasar Seni
Penataan Masjid (eksisting)
Restoran
Toilet umum

3.000
100
4.000
150

TOTAL
Sumber : Hasil Analisis Konsultan

20.000

e.2. Analisis Kelayakan Sisi Ekonomi
Perhitungan kelayakan ekonomi untuk bundling dilakukan
dengan mengidentifikasi potensi-potensi peluang usaha dari
pembangunan

Jembatan

Nasional

Surabaya



Madura

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

(Suramadu). Jenis peluang usaha yang akan dikembangkan
adalah Kawasan Rest Area:


Terletak berdekatan dengan Kaki Jembatan SuraMadu Sisi
Madura



Terletak pada sisi kiri menuju Madura dan sisi kanan Jalan
Tol pada waktu pulang dari Madura menuju Surabaya



Dalam Rest Area dibangun tempat istirahat, parkir, pusat
informasi ekonomi dan wisata Pulau Madura dan Land
Mark, seperti Masjid.



Kawasan Rest Area sebelah kiri jalan tol menuju Madura
diperuntukkan sebagai kawasan “Selamat Datang”. Oleh
karena itu perlu memuat unsur-unsur budaya Madura
(seperti Masjid, karapan sapi mini), pusat informasi wisata
dan

kegiatan

ekonomi

Pulau

Madura

yang

menggambarkan sebagai miniatur Pulau Madura.


Pedestrian kiri jalan tol pulang dari Madura Kawasan Rest
Area difungsikan sebagai “Selamat Jalan dan sampai
ketemu kembali”. Pada kawasan ini dibagi untuk istirahat,
parkir, fasilitas sosial dan pasar untuk menjual produkproduk/cinderamata Pulau Madura.



Kawasan Rest Area di kawasan wisata dikembangkan
secara sinergis.

e.2.1. Komponen Investasi
Untuk pengembangan Rest Area
Jembatan

Suramadu

yang

mengacu

di Kawasan Kaki
pada

konsep

pembangunan show windows kepariwisataan Pulau Madura,

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

maka dibutuhkan investasi dalam proses pengembangannya
tersebut.
Identifikasi kebutuhan investasi dalam pengembangan
rest area tersebut, mulai dari investasi pembebasan lahan serta
pematangannya, investasi sarana hingga investasi prasarana
akan

dilakukan

oleh

pemerintah,

dengan

rincian

sebagai

berikut :
Tabel 6.5 Kebutuhan Biaya Pembebasan dan Pematangan
Lahan
Keterangan
Luas
Harga Per
Biaya
M2 (Dalam
( Dalam Rp)
Rp)
Biaya
Pembebasan 2ha/20.0 300.000,6.000.000.000,Lahan
00
Biaya
Pematangan 2ha/20.0 100.000,.
Lahan
00
2.000.000.00
0,Total Biaya Lahan Rest
8.000.000.000,Area
Rest Area

dengan luas area 20.000 m 2 akan dibagi ke

dalam 2 (dua), yaitu Kawasan Rest Area sebelah kiri jalan tol
menuju Madura dan Kawasan Rest Area Pedestrian kiri jalan tol
pulang dari Madura. Kedua rest area tersebut membutuhkan
investasi dengan rincian sebagai berikut:
Luas rest area 2 ha/20.000 m2 dan berdasarkan ketentuan
peruntukan lahan, sesuai Koefisien Dasar Bangunan/KDB: 40%,
maka berdasarkan ketentuan di atas luas bangunan yang
diijinkan adalah:
40 % X 20.000

m2

= 8.000 m2

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

Berdasarkan perhitungan di atas, maka pemanfaatan
lahan untuk bangunan pada proyek ini yaitu 8.000m 2 sesuai
ketentuan

yang

peristirahatan

ada

dan

dan

direncanakan

fasilitas–fasilitas

dibangun

tempat

pendukungnya

dengan

rincian sebagai berikut:
a. Biaya Pembangunan Proyek
Tabel 6.6 Biaya Pembangunan Proyek
BIAYA KONSTRUKSI FISIK BANGUNAN STANDARD
Luas
HS Tertinggi
Koefisien
Total Biaya
Bangunan
Gedung
Pengali
8.000
Rp
1.500.000,1,1
Rp 13.200.000.000,BIAYA KONSTRUKSI FISIK BANGUNAN NON STANDARD
Koefisien Pengali
Total Biaya
55%
Rp. 7.260.000.000,TOTAL BIAYA KONSTRUKSI GEDUNG
Biaya Kontruksi Fisik Bangunan Standard
Rp. 13.200.000.000,Biaya Konstruksi Fisik Bangunan Non
Rp. 7.260.000.000,Standard
Keuntungan Kontraktor
Rp. 1.432.200.000,TOTAL BIAYA PEMBANGUNAN GEDUNG
Rp.
21.892.200.000,BIAYA PRASANA PENUNJANG
TOTAL BIAYA PRASANA PENUNJANG

Rp
100.000.000,-

BIAYA PRA OPERASI
Biaya Perijinan
Biaya Pemasaran dan Manajemen Proyek

Intial Fee Pertamina
Biaya tak terduga sebesar 2 % dari Biaya
Building Construction
TOTAL BIAYA PRA OPERASI

Rp
100.000.000,
Rp
50.000.000,
Rp
800.000.000,Rp
437.844.000,Rp
1.

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

387.844.000,BIAYA DEPRESIASI
Depresiasi Bangunan

Rp

2.
189.220.000,-

Depresiasi Prasana Penunjang

Rp
10.000.000,

TOTAL BIAYA DEPRESIASI

Rp
2.199.220.000,-

TOTAL PRIVATE INVESTMENT
TOTAL BIAYA PEMBEBASAN LAHAN
TOTAL BIAYA PEMBANGUNAN GEDUNG
TOTAL BIAYA PRASANA PENUNJANG
TOTAL BIAYA PRA OPERASI
TOTAL BIAYA DEPRESIASI
TOTAL PRIVATE INVESTMENT

Rp
8.000.000.000,Rp
21.892.200.000,Rp
100.000.000,Rp
1.
387.844.000,Rp
2.199.220.000,Rp
33.579.264.000,-

b.Biaya Operasional :
Tabel 6.7 Biaya Manajemen
No
.

Satu
an

Durasi
Oran
/
g
Tahun

Bulan

1

15

2

Manajemen
Manajer
Keuangan
Manajer
Operasional

Bulan

1

15

3

Bendahara 1

Bulan

1

15

4

Bendahara 2

Bulan

1

15

1

TOTAL

Rp/Orang/bl
n
Rp
6.000.000
Rp
6.000.000
Rp
3.500.000
Rp
3.500.000

Jumlah /
Tahun
Rp
90.000.000
Rp
90.000.000
Rp
52.500.000
Rp
52.500.000
Rp
285.000.000

Buku Penyiapan
Proyek Kerjasama Investasi Dengan Pola Bundling Dalam Rangka Pengembangan
Kawasan Suramadu

Tabel 6.8 Biaya Staf
No
.

Satua
n

Durasi
Oran
/
g
Tahun

4

Manajemen
Kepala
Karywan 1
Kepala
Karywan 2
Staff
Bendahara 1
Staff
Bendahara 2

5

Kepala Shift 1

Bulan

1

15

6

Kepala Shift 2

Bulan

1

15

7

Kepala Shift 3

Bulan

1

15

8

Staff Shift 1

Bulan

15

15

9

Staff Shift 2

Bulan

15

15

10

Staff Shift 3

Bulan

15

15

1
2
3

TOTAL
N
o.

Bulan

1

15

Bulan

1

15

Bulan

2

15

Bulan

2

15

54
Tabel 6.9 Biaya Operasional

Keterangan

Satu
an

Durasi /
Tahun

1

Listrik / Air

Bulan

15

2

Bulan

15

3

Kebersihan
Pemeliharaan
Gedung

Bulan

15

4

PBB

Bulan

1

5

Rp/Orang/bl
n
Rp
3.500.000
Rp
3.500.000
Rp
2.500.000
Rp
2.500.000
Rp
2.000.000
Rp
2.000.000
Rp
2.000.000
Rp
1.500.000
Rp
1.500.000
Rp
1.500.000

Biaya Pemasaran

Bulan
TOTAL

15

Biaya / Per
Bulan
Rp
25.000.000
Rp
2.000.000
Rp
5.000.000
Rp
7.500.000

Jumlah /
Tahun
Rp
52.500.000
Rp
52.500.000
Rp
75.000.000
Rp
75.000.000
Rp
30.000.000
Rp
30.000.000
Rp
30.000.000
Rp
337.500.000
Rp
337.500.000
Rp
337.50