Petani padi Ditengah Peralihan Menjadi Petani sawit: Pilihan Petani Untuk Bertahan Atau Beralih Jenis Tanaman Di Desa Air Hitam Kabupaten BatuBara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Rasional Petani Samuel L Popkin
Dalam teori ini diyakini bahwa individu akan memilih keputusan dengan
memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang dapat diaksesnya. Individu akan
mengoptimalkan pilihan-pilihannya (termasuk tindakan) dalam kondisi tertentu
yang memang menjadi pilihannya, sehingga pada prinsipnya petani bersikap
mengambil posisi yang dapat menguntungkan dirinya.
Rasionalitas petani menurut Popkin (Syayuti, 2014) adalah moral ekonomi
seorang petani yang hidup pada garis batas subsistensi, yaitu dengan norma yang
mendahulukan keselamatan diri sendiri dan berani mengambil resiko. Dalam hal
ini Popkin menyakini bahwa petani pada hakekatnya ingin meningkatkan
ekonominya dan berani mengambil resiko, serta bagi Popkin petani adalah
manusia yang penuh perhitungan untung rugi bukan hanya manusia yang didikat
oleh nilai-nilai moral. Jadi pada saat mereka melakukan suatu tindakan dalam
pilihan-pilihannya bukan karena “tradisi mereka” terancam oleh ekonomi pasar
yang kapitalistik namun karena mereka ingin memperoleh kesempatan ” hidup ”
dalam tatanan ekonomi baru.Petani ingin mendapatkan akses ke pasar, mereka
ingin kaya, dan bahkan mampu menerapkan praktek untung rugi.
Menurut Popkin dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik, bahwa
dalam menggunakan konsep-konsep pemilihan dan pengambilan keputusan secara

individual, akan mengetaui tentang bagaimana dan mengapa kelompok-kelompok
individual itu harus memutuskan untuk melakukan suatu tindakan dan harus

Universitas Sumatera Utara

meninggalkan tindakan lain. Dimana Popkin beranggapan bahwa manusia adalah
“ homoeconomicus” atau pelaku rasional yang terus-menerus memperhitungkan
bagaimana ditengah situasi yang dihadapi dia dapat meningkatkan kehidupan dan
kesejahteraan atau paling tidak mempertahankan tingkat kehidupan ekonomi yang
tengah di alaminya.( http//www.files/go.id/popkin. 25 November 2008)
2.1.1 Investasi Jangka Panjang Dan Pertaruhan - Pertaruhan
Melalui pendakatan ekonomi politik, popkin berpendapat sama dengan
argument ekonomi moral, bahwa para petani itu enggan mengambil resiko ketika
mereka mengevaluasi strategi-strategi ekonomi. Dimana mereka lebih menyukai
strategi-strategi kecil tetapi mendatangkan hasil yang pasti, dari pada strategi yang
mendatangkan hasil yang banyak namun juga akan mendatangkan resiko yang
lebih besar berupa kegagalan panen total. Akan tetapi bagi Popkin, walaupun
petani sangat miskin dan dekat dengan garis bahaya, banyak dijumpai para petani
masih memiliki sedikit kelebihan dan kemudian melakukan tindakan-tindakan
insvestasi yang beresiko. Suatu bukti bahwa walaupun mereka itu miskin dan

enggan beresiko, namun tidak menutup kemungkinan bahwa mereka tidak
melakukan tindakan-tindakan investasi.
Para petani berencana dan berinvestasi selama siklus tanam dan siklussiklus kehidupan, dan mereka proritaskan pada insvestasi itu untuk hari tua.
Selanjutnya mengambil keputusan antara insvestasi jangka panjang dan jangga
pendek, dimana para petani juga harus memilih antara investasi untuk tujuan
umum atau untuk insvestasi untuk tujuan pribadi, baik dalam jangka panjang
maupun dalam jangka pendek. Petani juga mengambil keputusan berinvestasi

Universitas Sumatera Utara

dalam bentuk anak-anak, hewan ternak, tanah, dan dalam bentuk benda-benda
milik pribadi dan sebagainya.
Dalam hal kebutuhan investasi ini, diamana kita dapat membedakan
sekurang-kurangnya dua krisis subsistensi.

Yaitu subsistensi jangka pendek,

dimana terdapat ancaman bahaya kelaparan yang sangat dekat dengan terhadap
sepasang suami-istri petani. Ada pula krisis dalam jangka panjang, yaitu dimana
sepasang suami-istri petani itu dapat merasa aman dan tenang untuk jangka waktu

yang singkat tetapi tanpa adanya cadangan-cadangan (resources) untuk
membangun dan mempertahankan keluarganya untuk keamanan jangka panjang
atau untuk selama hidup mereka. (Popkin, 1986 : 16)
2.1.2

Resiko Dan Asuransi

Analisa dengan pendekatan ekonomi politik mengenai resiko dan asuransi
yang ada di desa yaitu adanya ketidak konsistenan dan konflik-konflik diantara
norma-norma menunjukan bahwa norma tersebut tidak dapat secara langsung dan
begitu saja menentukan tindakan-tindakan, bahwa pengambilan keputusan itu
termasuk dalam penilaian kebutuhan, bahwa dalam pengambilan keputusan itu
termasuk dalam penilaian kebutuhan, dan bahwa prinsip-prinsip dalam
pengambilan keputusan itu tidak begitu mudah untuk dilakukan dan
dipertahankan. Masalah-masalah pengaplikasian norma-norma itu biasanya
membawa kepada ketidak pastian dalam mengandalakan kepada lembagalembaga desa untuk kesejahteraan (dan Asuransi) masa depan. Akibatnya, para
petani akan lebih memilih investasi-investasi pribadi untuk kesejateraan masa

Universitas Sumatera Utara


depan mereka melalui anak-anak dan tabungan dari pada berinvestasi dan
mengandalkan pada resiprositas dan asuransi masa depan yang berasal dari desa.
Logika dalam berinvestasi yang sama juga dapat diterapkan pada desa-desa
sama halnya pada pasar-pasar. Yaitu, sumbangan-sumbangan kepada desa,
partisipasi dalam program-program asuransi dan kesejateraan, dan pertikaranpertukaran antara patron-klien, semua hal ini ditentukan oleh logika investasi.
Karena, semangkin dekat orang-orang dengan titik bahaya, maka semangkin
berhati-hati mereka dalam berinvestasi. Dengan kata lain, permintaan teradap
asuransi akan meningkat dengan semangkin meningkatnya resiko hidup, tetapi
suplai akan turun dengan menurunnya peluang premi-premi yang akan
dibayarkan.
Dengan ketidakpastian hal ini, Popkin menggambarkan bahwa kaum tani
akan mengandalkan investasi-investasi pribadi atau keluarga demi keamanan
jangka panjang mereka, dan dengan demikian mereka akan tertarik pada
keuntungan jangka pendek dari pada keuntungan pada jangka panjang dari desa.
Mereka akan berusaha memperbaiki keamanan jangka panjang mereka dengan
cara berpindah kepada posisi yang dapat menghasilkan pendapatan yang lebih
tinggi serta kecil variasinya (yang seringkali berusaha beralih dari buruh tani
menjadi penyewa, kepada pemilik tanah kecil menjadi tuan tanah). Konflik
ekonomi dalam perpindahan kepada posisi –posisi yang lebih aman didalam desa,
dengan demikian tidak dapat dihindari lagi. (Popkin, 1986 : 19)


Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Pembonceng-Pembonceng ( Free- Riders)
Hukum dan tata tertib pemutusan perkara (adjudition), atas hak-hak
kepemilikan harta, ritus-ritus keagamaan, irigasi dan pengendalian banjir, serta
pajak-pajak dan bakti tenaga kepada negara dan tuan tanah, sumuanya itu adalah
esensial dalam kehidupan ekonomi setempat. Dalam hal ini aksi terkoordinir
diperlukan untuk penyediaan barang-barang dan pendistribusian keuntungankeuntungan bersama dan dapat dibagi-bagi. Dalam hal ini ekonomi politik
berfokus kepada faktor-faktor yang sulit untuk diperoleh bahkan dengan tindakan
kolektif terkoordinir sekalipun. Kecuali jika keuntungan-keuntungan yang
diharapkan itu melebihi pengorbanan-pengorbanan, penduduk desa dapat diduga
tidak akan memberikan sumbangan apapun kepada tindakan kolektif tersebut.
Ada pun pilihan tindakan secara kolektif yang akan dilakukan oleh
menggunakan prinsip moral yaitu dengan menekankan : (1) Pengorbanan yang
harus dikeluarkan termasuk risikonya, (2) Hasil yang mungkin diterima, bila
menguntungkan maka mereka akan ikut bila tidak mereka bersikap pasif (3)
Proses aksi yaitu dipertimbangkan tingkat keberhasilannya apakah lebih
bermanfaat secara kolektif atau tidak, (4) Kepercayaan pada kemampuan seorang
pemimpin. Dengan demikian aksi-aksi kolektif tersebut dapat dinilai mendatang

keuntungan bagi mereka saja yang diikuti atau didukung
Dalam menimbang-nimbang konstribusi tersebut, seorang petani dapat
diharapkan

akan

memperitungkan

faktor-faktor

yang

berkaitan

dengan

pengorbanan-pengorbanan dan keuntungan-keuntungan seperti: (1) Pengeluaran
sumberdaya-sumberdaya, bila seorang petani berkonstribusi kepada suatu

Universitas Sumatera Utara


tindakan kolektif, ia harus mengeluarkan sumber daya- sumber daya yang
berharga. Tambahan pula ia bisa dihukum karena ikut berpartisipasi bila tindakan
itu gagal. (2) Ganjaran-ganjaran positif, nilai dari keuntungan-keuntungan
langsung dan tidak langsung. (3) Peluang bagi tidankannya untuk memperoleh
ganjaran (keampuhan), keefektifan, konstribusi tergantung pada konstribusi
marginalnya kepada keberhasilan usaha tersebut. (4) Kepemimpinan yang mantap
dan dapat dipercaya, puncak keberhasilan suatu usaha sering kali tergantung dari
isi sumberdaya-sumberdaya yang dimobilisir tetapi juga pada keahlian memimpin
pemobilisasian sumberdaya-sumberdaya itu.
Dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik akan berguna untuk
menjelaskan dinamika dari tindakan kolektif tersebut. Dimana tindakan kolektif
dan masalah pembonceng adalah menentukan dan pembandingan antara
pendekatan ekonomi moral dengan pendekatan ekonomi politik kepada lembagalembaga ekonomi. seandainya pandangan-pandangan ekonomi moral itu benar,
maka terdapat orientasi komuniti dengan mana masalah-masalah pembonceng dan
kepemimpinan akan dengan mudah diatasi oleh sosialisasi yang sesuai dengan
norma-norma yang meletakan nilai yang tinggi pada voluntarsme. Namun,
sebaliknya seandainya ada masalah- masalah besar dalam organisasi, maka
individu-individu akan menarik kembali konstribusi-konstribusi mereka dan
mungkin proyek-proyek akan dibatalkan atau dijalankan tetapi dengan tingkat

yang rendah. (Popkin, 1986 : 21)

Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Hubungan-hubungan Patron-Klien
Bagi Popkin hubungan patron-klien merupakan suatu hubungan eksploitasi
untuk mendapatkan sumber daya murah, yaitu tenaga kerja. Dimana petani diberi
kesempatan untuk hal-hal kecil seperti mencari butir-butir padi yang tersisa agar
mereka tidak meminta bayaran sebagai tenaga kerja permanen, dan petani harus
bekerja keras untuk dapat memperbaiki standar hidup tradisional mereka. Dan
hubungan tersebut tidaklah ada dengan sendirinya, tetapi semata-mata sebagai
kemampuan tuan tanah/patron untuk mengindividukan hubungan-hubungan itu,
serta mengahambat kekuatan tawar-menawar kolektif petani. Hal ini berarti
bahwa sumberdaya-sumberdaya yang akan diinvestasikan oleh patron bukan
hanya untuk memperbaiki keamanan dan subsistensi si klien/petani. Tetapi, juga
untuk menjaga agar hubungan-hubungan itu tetap timbal-balik, serta dapat
menghambat petani dalam mendapatkan keterampilan yang dapat merubah
keseimbangan kekuatan. Diamana, pada hakekatnya Popkin menegaskan bahwa
yang berlaku bukan prinsip moral melainkan prinsip rasional serta hubungan
patron-klien sebagai hubungan untuk memperkuat diri. (Popkin, 1986 : 22)

Dengan menggunakan pendekatan ekonomi politik, yaitu dari suatu metode
analisa dari sejumlah aktor-aktor dengan tujuan-tujuan tertentu dan suatu usaha
deduktif untuk membuat bagaimana orang-orang akan berbuat dalam situasisituasi yang memberikan alternatif-alternatif tertentu, “dengan asumsi bahwa
mereka mengejar tujuan-tujuan mereka secara rasional. Dengan mengadopsi
pendekatan ekonomi tersebut, secara rasionalitas bahwa individu-individu itu
menilai suatu hasil yang mungkin diperoleh yang berkaitan dengan pilihan-pilihan
mereka yang sesuai dengan kesukaan-kesukan dan nilai-nilai mereka. Dengan

Universitas Sumatera Utara

cara tersebut, mereka mengevaluasi dari setiap hasil yang diperoleh menurut
subyektif mereka. Dimana meraka melakukan suatu pilihan yang mereka yakini
akan dapat memaksimumkan kegunaan (utility) sesuai dengan yang diharapkan.
(Popkin 1986 : 25)
Dalam hal ini untuk membatasi pemahaman kita tentang kompleksitas
mekanisme tersebut. Popkin menuliskan bahwa para petani selalu berusaha untuk
meningkatkan standar hidup mereka, yang pada umumnya tidak pernah
memikirkan untuk mendapatkan hasil yang minimum agar tidak mati kelaparan.
Sehingga parameter terus dinegosiasi ulang oleh kedua belah pihak yang berusaha
untuk mendapatkan yang terbaik dari hubungan ini.

Perpaduan antara rasionalitas dan independensi mampu menumbuhkan
keberanian para petani dalam menghadapi resiko,yang pada hakekatnya seluruh
tindakan sosial petani selalu mengandung unsur rasionalitas. Dimana pada intinya
adalah rasionalitas yang dimaksud itu seperti apa. Sehingga pada level
independensi dan keberanian beresiko menjadi faktor penting yang menentukan
tipologi tindakanseperti apa yang akan dilakukan oleh seorang petani.
Pilihan

rasional

petani

dalam

menentukan

tanaman

yang


akan

dikembangkan karena adanya beberapa pertimbangan yang difikirkan oleh
seorang petani, Yaitu dimana petani pada dasarnya akan memilih tanaman yang
dianggap lebih menguntungkan dan mendatangkan hasil yang pasti serta memiliki
resiko yang lebih sedikit. Karena dari tindakan yang telah diambil oleh seorang
petani lah yang akan menentukan hasil yang akan didapat oleh petani tersebut.
Dalam hal ini jelas sudah bahwa Popkin mengunakan pendekatan
keputuasan. Dimana dalam hal ini dia mengikuti analisis ilmu ekonomi yang

Universitas Sumatera Utara

mengasumsikan adanya sejumlah pelaku dengan tujuan-tujuan tertentu. Terkait
dengan penelitian ini yang menjadi dasar bagi petani dalam menentukan tamanan
yang akan ditanaman yaitu antara tanaman padi sawah atau tanaman kelapa sawit.
Sebagian petani memilih untuk beralih jenis tanaman yang ditaman yaitu tanaman
sawit. Karena kebanyakan dari mereka (tidak semua) beranggapan bahwa
tanaman sawit dianggap lebih menguntungkan dan mendatangkan hasil yang lebih
pasti dandalam pengerjaan tanaman sawit semua dapat dilakukan dengan cara
individu,

jikapun membutuhkan tenaga si pemilik cukup dengan menyuru

pekerja dengan membayar upah. Namun, disamping itu sebagian petani juga
memilih untuk tetap mempertahankan untuk tetap menanam tanaman padi,
dimana tanaman padi merupakan tanaman pangan yang menjadi kebutuhan pokok
bagi bangsa Indonesia. Walaupun dalam pengerjaannya tergolong susah dan
membutuhkan modal yang besar dan belum lagi resiko-resiko yang akan didapat
oleh petani padi. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan para petani untuk
tetap mempertahankan tanaman pangan ini. Dimana mereka akan bertindak dalam
mengahadapi pilihan dengan mengunkan asumsi pula mereka tujuan secara
rasional.
2.2 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa hal yang menjadi pendorongterjadinya suatu peralihan
fungsi lahan yang pada awalnya merupakan lahan persawahan yang menanam
tanaman pangan, namun kemudian beralih menjadi tanaman kelapa sawit. Dalam
penelitian Umi Pudji Astuti, dkk (2011) yang dilakukan di Bengkulu di Desa
Kungkai Baru pada tahun 2011hal tersebut terjadi karena disebabkan oleh

Universitas Sumatera Utara

berbagai hal diantaranya yaitu: pendapatan usahatani kelapa sawit lebih tinggi
dengan resiko lebih rendah, nilai jual kebun lebih tinggi, biaya produksi usahatani
kelapa sawit lebih rendah, dan terbatasnya ketersediaan air.
Fenomena alih fungsi lahan yang terjadi merupakan suatu akibat dari
transformasi struktural perekonomian dan demografis khususnya di Negaranegara berkembang. Transformasi struktural perekonomian berlangsung dari
semula bertumpu pada pertanian namun bergeser menjadi industri, sementara
transformasi geografis terjadi akibat pertumbuhan penduduk perkotaan

yang

bergeser ke pedesaan sehingga alih fungsi lahan pertanian pun bergeser menjadi
non pertanian/bangunan.
Adapun yang menjadi faktor pendorong bagi petani untuk melakukan
peralihan lahan yang pada awalnya menanam tanaman pangan kemudian beralih
menjadi tanamana sawit terdapat 14 faktor yang mempengaruhi keputusan petani
dalam melakukan alih fungsi lahan yaitu yang terdiri atas 5 faktor penyebab dari
aspek ekonomis, 5 faktor penyebab dari aspek lingkungan, dan 4 faktor penyebab
dari aspek teknis. Aspek ekonomis terdiri atas : (1) Harga jual tanaman pangan
yang rendah khususnya pada saat panen (23,1%), (2) Panen sawit dilakukan
kontinyu setiap 2 minggu (13,3%), (3) Keuntungan berkebun sawit lebih tinggi
(10,2%), (4) Harga sawit lebih terjamin/stabil (9,9%), dan (5) Biaya pemeliharaan
tanaman sawit lebih rendah (1,9%). Aspek lingkungan terdiri atas (1) Kecocokan
lahan untuk kebun sawit (6,9%), (2) Ancaman hama dan penyakit pada tanaman
pangan (6,7%), (3) Kondisi irigasi tidak mendukung (4,9%), (4) Posisi tawar
petani sawit lebih tinggi (2,7%), dan (5) Tenaga kerja kebun sawit lebih sedikit
(1,0%). Sedangkan aspek teknis terdiri atas (1) Tanaman sawit berumur panjang

Universitas Sumatera Utara

(13,3%), (2) Proses pascapanen tanaman pangan lebih sulit (2,4%), (3) Teknik
budidaya sawit lebih mudah (2,2%), dan (4) kesulitan pengadaan pupuk untuk
tanaman pangan (1,5%).
Kemudian dalam Dedi Sugiman 2011mengatakan bahwa yang menjadi
faktor pendorong suatu alih fungsi lahan pertanian diantaranya yaitu : 1)
Pertumbuhan penduduk, 2) Kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian, 3)
Nilai land rent yang lebih tinggi pada aktivitas pertanian non pangan, 4) Sosial
budaya, 5) Degradasi lingkungan, 6) Otonomi daerah yang mengutamakan
pembangunan pada sektor yang lebih menguntungkan untuk peningkatan
Pendapatan Daerah, dan 7) Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan
hukun dari peraturan yang ada.
Land rent atau rente lahan merupakan salah satu konsep yang digunakan
untuk menentukan nilai lahan. Menurut Ricardo, (Dedi Sugiman,2011) land rent
adalah surplus ekonomi suatu lahan yang dapat dibedakan atas (i) Surplus yang
selalu tetap (rent as an unearned increment), definisi ini memberikan kesan
bahwa rente lahan adalah surplus yang selalu tetap atau mendapat hasil tanpa
berusaha (windfall return), yang diperoleh akibat pemilikan lahan, dan (ii) Surplus
sebagai hasil dari investasi (rent as return on investment), dalam pengertian ini
lahan dipandang sebagai faktor produksi.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Sikap Petani Terhadap Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)” (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara).

8 93 81

Kehidupan Petani Padi Sawah Tadah Hujan di Desa Tanjung Leidong (1970-200)

2 69 90

Persepsi Petani Mengenai Pupuk Palsu (Study kasus: Petani Jeruk Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 36 102

PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT KETIKA BERALIH DARI PETANI APEL KE PETANI BUNGA ( Studi TentangPerubahan Sikap dan Nilai Sosial Petani Akibat Dari Peralihan Jenis Tanaman Apel Ke Bunga Di Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Dusun Dukuh Mberu Batu )

1 6 2

Petani padi Ditengah Peralihan Menjadi Petani sawit: Pilihan Petani Untuk Bertahan Atau Beralih Jenis Tanaman Di Desa Air Hitam Kabupaten BatuBara

0 0 9

Petani padi Ditengah Peralihan Menjadi Petani sawit: Pilihan Petani Untuk Bertahan Atau Beralih Jenis Tanaman Di Desa Air Hitam Kabupaten BatuBara

0 0 5

Petani padi Ditengah Peralihan Menjadi Petani sawit: Pilihan Petani Untuk Bertahan Atau Beralih Jenis Tanaman Di Desa Air Hitam Kabupaten BatuBara

0 0 12

Petani padi Ditengah Peralihan Menjadi Petani sawit: Pilihan Petani Untuk Bertahan Atau Beralih Jenis Tanaman Di Desa Air Hitam Kabupaten BatuBara

0 0 2

Petani padi Ditengah Peralihan Menjadi Petani sawit: Pilihan Petani Untuk Bertahan Atau Beralih Jenis Tanaman Di Desa Air Hitam Kabupaten BatuBara

0 0 13

KESEJAHTERAAN PETANI PASCA PERALIHAN DARI PETANI PADI KE PETANI KELAPA SAWIT DI KELURAHAN UJUNG PADANG KECAMATAN UJUNG PADANG KABUPATEN SIMALUNGUN

0 0 12