Sikap Petani Terhadap Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)” (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara).
SIKAP PETANI TERHADAP
PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A)
(Studi Kasus : Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara)
SKRIPSI
OLEH :
DESSY SUMINTA ULI SITOMPUL 0 6 0 3 0 9 0 0 7
AGRIBISNIS/PKP
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
(2)
SIKAP PETANI TERHADAP
PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A)
(Studi Kasus : Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara)
SKRIPSI
OLEH :
DESSY SUMINTA ULI SITOMPUL 060309007
AGRIBISNIS/PKP
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
ABSTRAK
DESSY SUMINTA ULI SITOMPUL (060309007), dengan judul skripsi “SIKAP PETANI TERHADAP PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A)” (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara). Penelitian ini dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. H. Meneth Ginting, MADE dan Emalisa, SP, MSi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan P3A selama lima tahun terakhir, mengidentifikasi kegiatan organisasi P3A, mengetahui sikap petani terhadap organisasi P3A, hubungan karakteristik anggota P3A terhadap sikap anggota terhadap organisasi P3A, serta kendala-kendala yang dihadapi anggota P3A dalam melaksanakan program P3A. Penelitian menggunakan metode Simple Random Sampling. Analisis dilakukan dengan analisis deskriptif, analisis skala likert, dan analisis korelasi rank spearman dengan menggunakan SPSS.
Hasil penelitian perkembangan organisasi P3A selama lima tahun terakhir di daerah penelitian mengalami peningkatan pada jumlah anggota dengan jumlah rata-rata 6,4% per tahun. Rapat anggota selalu terlaksana. Sedangkan banyaknya iuran wajib P3A yang harus dibayar petani anggota mengalami penurunan. Kegiatan mengatur pembagian dan penggunaan jaringan irigasi, melaksanakan pemungutan iuran, mengadakan rapat anggota dan membuat laporan pertanggung jawaban, gotong royong untuk pemeliharaan jaringan irigasi adalah kegiatan yang terlaksana di daerah penelitian. Sedangkan kegiatan yang tidak terlaksana di daerah penelitian adalah kegiatan menerapkan sanksi tegas bagi anggota yang melanggar AD/ART, mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah, pengembangan sumber daya manusia, serta mengadakan penyuluhan kepada petani anggota. Sikap petani terhadap organisasi P3A di daerah penelitian adalah sebanyak 13 jiwa (43,33%) bersikap positif dan 17 jiwa (56,67%) bersikap negatif. Tidak semua karakteristik sosial ekonomi petani anggota yang memilki hubungan dengan sikap petani terhadap organisasi. Karakteristik sosial ekonomi petani anggota yang memiliki hubungan dengan sikap petani terhadap organisasi P3A adalah jumlah tanggungan dan pengalaman bertani. Kendala-kendala yang terdapat dalam organisasi P3A adalah kualitas bendungan kualitas air yang kurang baik, masalah pembukuan, kurangnya wawasan anggota dan pengurus tentang organisasi dan pengembangan usaha tani, serta tidak adanya kesepakatan antara petani hilir dan petani hulu dalam hal pembagian saluran air irigasi.
Kata kunci: sikap petani, organisasi, karakteristik sosial ekonomi, perkumpulan petani pemakai air (P3A)
(4)
RIWAYAT HIDUP
DESSY SUMINTA ULI SITOMPUL dilahirkan di Onan Hasang pada tanggal 26 November 1987, sebagai anak keempat dari lima bersaudara, dari keluarga Ayahanda Alm. P. Sitompul dan Ibunda P. Hutabarat.
Adapun jenjang pendidikan yang ditempuh penulis yaitu :
1. Tahun 2000 menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 173265 Onan Hasang, Pahae Julu.
2. Tahun 2003 menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 1 Pahae Julu.
3. Tahun 2006 menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMU Negeri 1 Pahae Julu.
4. Tahun 2006, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Jurusan Agribisnis, Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian.
5. Tahun 2010, mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Lae Luhung, Kecamatan Siempat Nempu Hilir, Kabupaten Dairi.
6. Tahun 2012, melakukan penelitian skripsi di Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “SIKAP PETANI TERHADAP PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A)”, studi kasus Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Meneth Ginting, MADE, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam melaksanakan penelitian ini,
2. Ibu Emalisa, SP, MSi, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang juga turut serta membimbing dan mengarahkan penulis dalam penelitian ini,
3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku ketua Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
4. Bapak dan Ibu Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis melalui kegiatan perkuliahan dan kegiatan lainnya,
5. Seluruh staf administrasi dan pegawai Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis,
Secara khusus dan teristimewa penulis menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada Ibunda tercinta Pitara Hutabarat yang telah membesarkan, mendidik, mendoakan serta memberi dukungan dari materil dan moril selama ini, juga dalam kenangan kasih sayang dan doa Ayahanda tercinta
(6)
Alm. Polman Sitompul, serta kepada Abang/kakak Ipar saya: Tunggul P. Sitompul, ST/Lusiana Mei Simatupang, SPd, David H. Sitompul,
Perry H. Sitompul, Amd/Surya Lestari Hutabarat, SH, juga kepada adik saya Bintang VT. Sitompul. Tidak lupa juga buat teman-teman saya: Aguswanto, Rikky, Voler, Gibson, Nelky, Riwanto, Ayudya, Rudi, Lungguk, serta teman-teman SEP ’06 lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih buat dukungan, doa, dan dorongan semangat yang telah diberikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima kasih.
Medan, Oktober 2013
(7)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Kegunaan Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... .7
2.2 Landasan Teori ... .13
2.3 Kerangka Pemikiran ... .18
2.4 Hipotesis ... .20
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... .21
3.2 Metode Pengambilan Sampel...22
3.3 Metode Pengumpulan Data ... .22
3.4 Metode Analisis Data ... .22
3.5 Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi ... 25
Batasan Operasional ... 27
BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 28
(8)
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Organisasi P3A... ... 35 1. Perkembangan Organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) ... ..41 2. Kegiatan Organisasi P3A ... ..42 3. Sikap Petani terhadap organisasi P3A ... ..45 4. Hubungan antara Karakteristik Sosial Ekonomi Anggota P3A
terhadap Sikap Anggota Organisasi P3A... .... 47 5. Kendala-kendala yang Dihadapi Anggota P3A dalam Melaksanakan
Program P3A serta Upaya-upaya yang Dilakukan dalam Menyelesaikan Kendala-kendala yang Dihadapi Anggota P3A .. ..52 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... ..55 6.2 Saran ... ..56 DAFTAR PUSTAKA
(9)
DAFTAR TABEL
1. Luas Sawah Berpengairan, Jumlah P3A dan Statusnya di Tiap Kecamatan di
Kabupaten Tapanuli Utara Pada Tahun 2011 ... 4
2. Jumlah, Luas Wilayah Kerja dan Legalitas P3A menurut Desa di Kecamatan Pahae Julu ... 21
3. Penentuan Skor Sikap Petani yang Positif ... 23
4. Penentuan Skor Sikap Petani yang Negatif ... 23
5. Pernyataan Positif dan Negatif Sikap Petani terhadap Organisasi P3A ... 24
6. Keputusan Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... 24
7. Distribusi Penduduk Desa Simanampang Menurut Jenis Kelamin ... 28
8. Distribusi Penduduk Desa Simanampang Menurut Mata Pencaharian ... 29
9. Distribusi Penduduk Menurut Agama di Desa Simanampang ... 29
10.Sarana dan Prasarana di Desa Simanampang... 30
11.Karakteristik Petani Responden di Desa Simanampang ... 31
12.Karakteristik Petani Sampel Kategori Umur... 32
13.Karakteristik Petani Sampel Kategori Tingkat Pendidikan ... 32
14.Karakteristik Petani Sampel Kategori Pengalaman Bertani ... 33
15.Karakteristik Petani Sampel Kategori Luas Lahan ... 33
16.Karakteristik Petani Sampel Kategori Jumlah Tanggungan ... 34
17.Jumlah Anggota, Banyaknya Iuran dan Banyaknya Rapat Anggota Selama 5 Tahun Terakhir di Desa Simanampang ... 41
18.Pelaksanaan Kegiatan Organisasi P3A ... 42
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani 2. Pernyataan Sikap Petani Sampel 3. Skor Pernyataan Sikap
4. Skor Sikap Petani Sampel dan Interpretasinya
5. Korelasi Spearman antara Luas Lahan Petani Sampel dengan Sikap Petani Terhadap Organisasi P3A
6. Korelasi Spearman antara Umur Petani Sampel dengan Sikap Petani terhadap Organisasi P3A
7. Korelasi Spearman antara Tingkat Pendidikan Petani Sampel dengan Sikap Petani Terhadap Organisasi P3A
8. Korelasi Spearman antara Pengalaman Bertani Petani Sampel dengan Sikap Petani Terhadap Organisasi P3A
9. Korelasi Spearman antara Jumlah Tanggungan Petani Sampel dengan Sikap Petani Terhadap Organisasi P3A
(11)
DAFTAR GAMBAR
1. Struktur Organisasi ... 12 2. Kerangka Pemikiran ... 20 3. Skema Struktur Organisasi P3A Desa Simanampang ... 37
(12)
ABSTRAK
DESSY SUMINTA ULI SITOMPUL (060309007), dengan judul skripsi “SIKAP PETANI TERHADAP PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A)” (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara). Penelitian ini dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. H. Meneth Ginting, MADE dan Emalisa, SP, MSi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan P3A selama lima tahun terakhir, mengidentifikasi kegiatan organisasi P3A, mengetahui sikap petani terhadap organisasi P3A, hubungan karakteristik anggota P3A terhadap sikap anggota terhadap organisasi P3A, serta kendala-kendala yang dihadapi anggota P3A dalam melaksanakan program P3A. Penelitian menggunakan metode Simple Random Sampling. Analisis dilakukan dengan analisis deskriptif, analisis skala likert, dan analisis korelasi rank spearman dengan menggunakan SPSS.
Hasil penelitian perkembangan organisasi P3A selama lima tahun terakhir di daerah penelitian mengalami peningkatan pada jumlah anggota dengan jumlah rata-rata 6,4% per tahun. Rapat anggota selalu terlaksana. Sedangkan banyaknya iuran wajib P3A yang harus dibayar petani anggota mengalami penurunan. Kegiatan mengatur pembagian dan penggunaan jaringan irigasi, melaksanakan pemungutan iuran, mengadakan rapat anggota dan membuat laporan pertanggung jawaban, gotong royong untuk pemeliharaan jaringan irigasi adalah kegiatan yang terlaksana di daerah penelitian. Sedangkan kegiatan yang tidak terlaksana di daerah penelitian adalah kegiatan menerapkan sanksi tegas bagi anggota yang melanggar AD/ART, mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah, pengembangan sumber daya manusia, serta mengadakan penyuluhan kepada petani anggota. Sikap petani terhadap organisasi P3A di daerah penelitian adalah sebanyak 13 jiwa (43,33%) bersikap positif dan 17 jiwa (56,67%) bersikap negatif. Tidak semua karakteristik sosial ekonomi petani anggota yang memilki hubungan dengan sikap petani terhadap organisasi. Karakteristik sosial ekonomi petani anggota yang memiliki hubungan dengan sikap petani terhadap organisasi P3A adalah jumlah tanggungan dan pengalaman bertani. Kendala-kendala yang terdapat dalam organisasi P3A adalah kualitas bendungan kualitas air yang kurang baik, masalah pembukuan, kurangnya wawasan anggota dan pengurus tentang organisasi dan pengembangan usaha tani, serta tidak adanya kesepakatan antara petani hilir dan petani hulu dalam hal pembagian saluran air irigasi.
Kata kunci: sikap petani, organisasi, karakteristik sosial ekonomi, perkumpulan petani pemakai air (P3A)
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam perekonomian negara sedang berkembang. Hal tersebut dapat dilihat dari peran sektor pertanian dalam menampung penduduk serta memberikan kesempatan kerja, menciptakan pendapatan nasional dengan mengembangkan keseimbangan keseluruhan eksport (Sukirno, 1982).
Pertanian sangat berperan dalam pembangunan perekonomian, dengan harapan mampu menciptakan lapangan kerja, sumber pendapatan, sarana untuk berusaha yang dapat merubah nasib penduduk ke arah yang lebih baik. Pertanian merupakan salah satu sumber daya alam dimana Indonesia mempunyai keunggulan komparatif, dimana sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian dari sektor tersebut (Anonimous, 2011).
Pembangunan adalah upaya sadar dan berencana yang dilaksanakan terus menerus oleh pemerintah dengan menggunakan cara atau teknologi yang sudah terpilih untuk memecahkan masalah atau penghambat demi tercapainya perbaikan mutu hidup dan kesejahteraan seluruh warga masyarakat dari bangsa yang sedang membangun (http://h0404055.wordpress.com/2010/04/02/hubungan-karakteristik- soaial-ekonomi-petani-dengan-sikap-terhadap-ragam-metode-penyuluhan-di-delanggu-kabupaten-klaten).
(14)
Pengembangan pedesaan menjadi prioritas utama dalam pembangunan. Untuk menurunkan kemiskinan di pedesaan menitikberatkan pada pertumbuhan pertanian. Untuk mewujudkannya perlu perbaikan kinerja irigasi, pemeliharaan jaringan irigasi dan pengelolaan sumber daya air yang lebih baik. Bila jaringan irigasi disiapkan dengan baik, operasi dan pemeliharaan jaringan berfungsi dengan baik, maka pemakaian air yang optimal di daerah irigasi dapat tercapai (Anonimus, 2011).
Pembangunan pengairan adalah upaya untuk memanfaatkan sumber daya air secara tepat guna, berdaya guna dan berhasil guna. Pembangunan pengairan menunjang sektor pertanian terutama penyediaan air untuk segala jenis tanaman, perikanan darat maupun pertambakan (Siskel dan
Dalam pengelolaan jaringan irigasi, petani harus terhimpun dalam organisasi, sehingga kebutuhan yang sama dan keinginan yang berbeda dapat ditangani.
Hutapea, 1995).
Sistem usaha tani beririgasi telah dipraktekkan oleh petani di Indonesia ribuan tahun silam dalam bentuk ramah lingkungan. Di jaman pembangunan berencana Pelita I sampai Pelita VI, irigasi dikembangkan untuk mencapai sasaran kebijakan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan (Pusposutardjo, 2001).
Dengan demikian, petani berkesempatan untuk menumbuhkan kelembagaan pengelola irigasi. Sarana fisik sebuah jaringan irigasi merupakan perangkat kerasnya, dan lembaga formal maupun tidak formal merupakan perangkat lunaknya. Lembaga-lembaga yang telah dikembangkan oleh petani itu merupakan sumber daya nasional yang patut dipelajari dan dipahami agar potensi air irigasi pedesaan dapat terus ditingkatkan (Ambler, 1992).
(15)
Kebutuhan kerja sama yang sistematis merupakan hal yang fundamental dalam irigasi karena ada saling ketergantungan antar pemakai jaringan yang sama. Keadaan ini memerlukan organisasi dimana petani dapat menyampaikan kebutuhannya dan melaksanakan kesepakatan bersama (Ambler, 1992).
Organisasi merupakan proses pengidentifikasian dan pengelompokan pekerjaan yang akan dilakukan, merumuskan serta melimpahkan tanggung jawab dan wewenang, menyusun hubungan-hubungan dengan maksud untuk memungkinkan orang bekerjasama secara efektif dalam mencapai tujuan (Anonimous, 2011).
Organisasi yang dibentuk petani tersebut dinamakan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang tahap demi tahap berkembang menjadi suatu unit yang secara organisasitoris, teknis dan finansial mampu melaksanakan pemeliharaan jaringan irigasi serta bangunan pelengkapnya (Ambler, 1992).
Perkumpulan Petani Pemakai Air merupakan kelompok yang anggotanya adalah petani yang memanfaatkan air sebagai sarana pengairan sawah mereka. P3A dibentuk untuk memfasilitasi dan mengatur pembagian air yang didasarkan pada luas areal sawah di daerah irigasi setempat (Anonimous, 2012).
Untuk mengetahui luas lahan sawah berpengairan, jumlah P3A dan statusnya untuk masing-masing di tiap Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
(16)
Tabel 1. Luas Sawah Berpengairan, Jumlah P3A dan Statusnya di Tiap Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Pada Tahun 2011
No Kecamatan Luas Daerah Irigasi (Ha)
Jumlah P3A
Legalitas
BBH BH
1 Tarutung 3.394 18 7 11
2 Sipoholon 1.936 23 10 13
3 Adian Koting 610 7 6 1
4 Pahae Julu 6.319 12 7 5
5 Simangumban 598 3 - 3
6 Purbatua 1.670 6 3 3
7 Sipahutar 240 3 1 2
8 Pangaribuan 1.580 9 6 3
9 Garoga 655 7 4 3
10 Parmonangan 215 3 1 2
11 Muara 530 7 4 3
12 Pagaran 1.377 9 4 5
13 Siatas Barita 6.630 6 2 4
14 Siborong borong 3.251 25 10 15
15 Pahae Jae 4.592 10 2 8
Sumber : BAPPEDA Tapanuli Utara, 2011
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa Kecamatan Pahae Julu merupakan salah satu Kecamatan yang memiliki luas baku 6.319 Ha. Oleh karena itu, Kecamatan Pahae Julu dipilih sebagai daerah penelitian. Dari tabel tersebut dapat juga dilihat bahwa masing kecamatan umumnya sudah memiliki organisasi P3A yang memiliki legalitas badan hukum.
Masih banyak petani yang menganggap harga air sama dengan nol (karena disubsidi pemerintah), sehingga petani akan menggunakan air secara maksimal. Jika benar, penggunaan air di lahan sulit dicegah, kecuali dengan menetapkan harga air yang cukup tinggi, maka biaya air lebih besar dari biaya pemberantasan gulma (Siskel dan
Berdasarkan hal di atas, maka perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah mengenai P3A di Kecamatan Pahae Julu dengan maksud untuk mengetahui apakah hal di atas juga terjadi di Kecamatan Pahae Julu.
(17)
Data diperoleh dari berbagai instansi terkait seperti BAPPEDA, Dinas PU Pengairan Kabupaten Tapanuli Utara, dan juga melalui kuesioner yang diisi langsung oleh petani.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan P3A selama 5 tahun terakhir di daerah penelitian? 2. Bagaimana kegiatan P3A di daerah penelitian?
3. Bagaimana sikap petani terhadap organisasi P3A di daerah penelitian?
4. Bagaimana hubungan antara karateristik sosial ekonomi anggota P3A terhadap sikap anggota organisasi P3A?
5. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi anggota P3A dalam melaksanakan program P3A serta upaya-upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan kendala-kendala yang dihadapi anggota P3A.
1.3 Tujuan Penelitian
Dari uraian permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui perkembangan P3A selama 5 tahun terakhir 2. Mengidentifikasi kegiatan organisasi P3A di daerah penelitian 3. Mengetahui sikap petani terhadap organisasi P3A
4. Mengetahui hubungan karakteristik anggota P3A terhadap sikap anggota terhadap organisasi P3A
(18)
5. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi anggota P3A dalam melaksanakan program P3A dan upaya-upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan kendala-kendala yang dihadapi anggota P3A.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman penulis, terutama yang berhubungan dengan organisasi P3A di Kabupaten Tapanuli Utara
2. Sebagai bahan informasi yang dapat membantu petani dalam kegiatan organisasi P3A serta pihak-pihak yang membutuhkan
3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian organisasi P3A
4. Sebagai bahan acuan bagi pemerintah untuk dapat lebih berpartisipasi dalam pengembangan jaringan irigasi
5. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang masih diandalkan negara kita, karena sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis. Keadaan inilah yang menampakkan sektor pertanian sebagai sektor yang mempunyai potensi besar untuk berperan dalam pemulihan ekonomi nasional. Hal ini terbukti bahwa di tengah krisis nasional, sektor ini masih memperlihatkan nilai positif (Husodo, dkk, 2004).
Pembangunan pertanian tidak terlepas dari pengembangan kawasan pedesaan yang menempatkan pertanian sebagai penggerak utama perekonomian. Lahan, potensi tenaga kerja menjadi faktor utama pengembangan pertanian. Pembangunan pertanian memerlukan integrasi dengan kawasan dan dukungan sarana serta prasarana yang tidak saja berada di pedesaan (Anonimous, 2010).
Dalam usaha, sektor pertanian tidak terlepas dari pengairan untuk lahan usaha tani masyarakat. Untuk meningkatkan produksi dibutuhkan air yang cukup. Oleh karena itu irigasi pertanian sangat diperlukan.
Irigasi sudah lama dikenal di Indonesia. Petani membangun irigasi untuk memenuhi kebutuhan air di areal persawahan mereka. Jaringan yang dibangun umumnya berskala kecil dan sederhana. Kegiatan membangun irigasi biasanya dilakukan dengan mendayagunakan sumber daya manusia, secara swadaya dan bergotong royong (Ambler, 1992).
(20)
Kegiatan-kegiatan keirigasian selalu menuntut kerja sama antar petani. Pembangunan dan pemeliharaan bangunan pengairan dan saluran, pembagian air antar hamparan sawah dan antar petak sawah membutuhkan kerja sama yang terorganisasi secara baik antara petani (Siskel dan
1. Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 2001 tentang irigasi
Hutapea, 1995).
Dalam rangka pengelolaan irigasi, pemerintah telah melakukan upaya Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) dengan menerbitkan hukum sebagai dasar pijakan :
2. Keputusan Menteri Pemukiman dan prasarana wilayah No. 529/KPTS/M/2001 tentang pedoman penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi kepada perkumpulan petani pemakai air
3. Keputusan Menteri dalam Negeri No. 50 tahun 2001, tentang pedoman pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air
(http://www.pu.go.id/humas/tanggapan/tg-2105041.htm).
Dalam mengelola air irigasi secara bersama, selalu ada organisasi, walaupun lembaga itu kerap tidak dibentuk secara formal. Petani biasanya tidak bersedia meluangkan waktu untuk membentuk organisasi yang terlalu rumit jika ekologi dan luas arealnya tidak menuntut adanya organisasi formal (Ambler, 1992).
Untuk menangani irigasi, yang merupakan salah satu sumber daya alam yang harus ditangani secara bersama (menurut aturan dan hak-hak yang telah dikembangkan secara bersama pula), petani telah membentuk lembaga-lembaga yang dapat mewadahi kemampuan dan aspirasi petani mengenai pengelolaan air irigasi. Lembaga tradisional, baik formal maupun informal, bersifat dinamis dan
(21)
terus berkembang bentuk dan fungsinya. Bertahannya lembaga-lembaga tradisional hingga sekarang adalah bukti nyata bahwa organisasi tradisonal dapat tetap aktif dan dinamis (Pasandaran, 1991).
Organisasi adalah wadah untuk menyatukan orang untuk bersama-sama melakukan apa yang tidak dapat mereka lakukan sendirian. Menurut Hicks (1972) organisasi adalah suatu proses interaksi dari orang-orang yang mengikuti suatu struktur tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pribadi dan tujuan bersama (Ginting, 1999).
Perkumpulan Petani Pemakai Air adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air itu sendiri secara demokratis (DPAI, 2011).
Organisasi petani pemakai air terkait dengan pemerintahan desa yang merupakan pusat pengaturan kegiatan kemasyarakatan di desa, meskipun ada yang dibentuk sendiri oleh petani dan sesuai dengan kebutuhannya sehingga telah mengakar dalam masyarakat (Anonimous, 2011).
Perkumpulan Petani Pemakai Air merupakan organisasi sosial dari petani yang tidak berinduk pada golongan maupun partai politik, tetapi organisasi yang bergerak di bidang pertanian, dalam kegiatan pengelolaan air sehubungan dengan kepentingan pelaksanaaan usaha tani (Kartasapoetra dan Mul, 1994).
Berbeda dengan organisasi petani yang bersifat tradisional, P3A merupakan organisasi yang bersifat formal, dengan adanya Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) dan terstruktur (Siskel dan Hutapea, 1995).
(22)
Organisasi P3A menurut peraturannya, rapat anggota harus membuat secara tertulis suatu Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) mengenai tata laksana kegiatanya dan harus disetujui oleh pemerintah daerah (Pasandaran, 1991).
Agar P3A mencapai sasaran seperti yang diinginkan pemerintah atas dasar pasal 20 PP No. 23 tahun 1982, maka Presiden RI menginstruksikan kepada tiga menteri, yakni:
1. Menteri Dalam Negeri memberi petunjuk kepada Gubernur dalam usaha membina dan mendorong terbentuknya P3A di daerah masing-masing,
2. Menteri Pekerjaan Umum melakukan pembinaan dalam eksploitasi irigasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, guna terselenggara pengelolaan air secara tepat guna, berdaya guna, dan berhasil guna,
3. Menteri Pertanian melakukan pembinaan dalam pemanfaatan air secara adil dan tepat guna di tingkat petak kuarter dengan memperhatikan faktor tersediannya air sesuai dengan kebutuhan usaha tani dan aspirasi masyarakat setempat
(Ambler, 1992).
Kelembagaan pengelolaan irigasi yang diharapkan adalah kelembagaan yang sifatnya merupakan kerjasama antara pemerintah daerah dan para pengguna air, karena keduanya mempunyai potensi yang sangat baik untuk disinergikan. Keberadaan kelembagaan pemakai air sebagian besar sudah berstatus badan hukum. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa P3A harus kuat dan mapan serta bermanfaat (http://www.pu.go.id/balitbang/irigasi-puskaji 2003.htm).
(23)
Organisasi petani pemakai air (P3A) betujuan :
1. untuk menampung masalah dan aspirasi petani yang berhubungan dengan air. 2. Wadah bertemunya petani untuk saling bertukar pikiran dan pendapat serta
membuat keputusan-keputusan guna memecahkan masalah yang dihadapi bersama, baik yang dapat dipecahkan sendiri maupun yang memerlukan bantuan dari luar.
3. Memberikan pelayanan kebutuhan petani terutama memenuhi kebutuhan air irigasi untuk usaha taninya dan juga berperan dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
Adapun maksud dan tujuan P3A adalah:
1. Agar pengelolaan irigasi dapat dilakukan secara teratur melalui perkumpulan yang mengeluarkan ketentuan yang dapat mengikat dan memuaskan anggota, 2. Dengan adanya ketentuan, perkumpulan dengan didukung kewajiban para
anggota akan dapat melaksanakan dan meningkatkan pemeliharaan pengairan, 3. Dengan adanya perkumpulan, para petani dapat dengan tenang dan bergairah
melaksanakan usaha taninya, karena selain kebutuhan air tercukupi, pelaksanaan usaha taninya itu juga dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi pertanian dan pengairan
(Kartasapoetra dan
Menurut peraturannya, P3A harus mempunyai struktur organisasi yang lengkap, karena dapat menjawab kebutuhan akan organisasi pada lokasi tertentu, walaupun
(24)
terkadang dianggap berlebihan oleh petani yang lebih menyukai organisasi yang sederhana, sesuai kebutuhan yang nyata di lapangan (Pasandaran, 1991).
Struktur organisasi adalah kerangka antara hubungan satuan-satuan organisasi yang masing-masing mempunyai peranan tertentu dan kesatuan yang utuh. Struktur organisasi ini akan tampak lebih tegas apabila dituangkan dalam bagan organisasi berikut (Sutarto, 1998).
Keterangan:
: menyatakan hubungan
Gambar: Skema Struktur Organisasi
Tugas pokok Perkumpulan Petani Pemakai Air adalah sebagai berikut:
1. Mengelola air dan jaringan irigasi di dalam petak tersier atau daerah irigasi pedesaan agar air irigasi dapat di usahakan untuk dimanfaatkan oleh para anggotanya secara tepat guna dan hasil guna, dalam memenuhi kebutuhan pertanian dengan memperhatikan unsur pemerataan diantara sesama petani,
KETUA
BENDAHARA SEKRETARIS
PELAKSANA TEKNIS (ULU-ULU/PEMBANTU ULU-ULU
Anggota P3A (Para Petani Pemakai Air)
(25)
2. Melakukan pembangunan, perbaikan dan pemeliharaan jaringan tersier atau jaringan irigasi pedesaan sehingga jaringan tersebut dapat tetap terjaga kelangsungan fungsinya,
3. Menentukan dan mengatur iuran dari para anggota yang berupa uang, hasil-hasil panen atau tenaga untuk pendayagunaan air irigasi dan pemeliharaan jaringan tersier atau jaringan irigasi pedesaan serta usaha-usaha pengembangan perkumpulan sebagai suatu organisasi,
4. Membimbing dan mengawasi para anggotanya agar memenuhi semua peraturan yang ada hubungannya dengan pemakaian air yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah dan P3A
(Dinas PU, 2010).
2.2 Landasan Teori
Sikap merupakan kencenderungan individu untuk bereaksi terhadap suatu objek untuk mendekati atau menjauh. Sikap negatif memunculkan kecenderungan untuk menjauh, membenci, menghindar atau tidak menyukai keberadaan objek. Sikap positif memunculkan kecenderungan untuk menyenangi, mendekati atau bahkan menginginkan kehadiran objek tertentu. Sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek (Azwar, 2002).
Sikap adalah keadaan diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya dengan memberi respon terhadap obyek tersebut yakni respon positif maupun negatif (Anonimous, 2012).
(26)
Sikap ini dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu sikap dalam bentuk fisik dan sikap dalam bentuk nonfisik. Sikap dalam bentuk fisik adalah tingkah laku yang terlahir dalam bentuk gerakan dan perbuatan fisik. Sikap dalam bentuk nonfisik, yang sering juga disebut mentalitas, merupakan gambaran keadaan kepribadian seseorang yang tersimpan dan mengendalikan setiap tindakannya, tidak dapat dilihat serta sulit dibaca (Azwar, 1995).
Sikap diklasifikasikan menjadi sikap individu dan sikap sosial. Sikap sosial dinyatakan melalui kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap suatu objek sosial dan biasanya dinyatakan oleh sekelompok orang yang bergerak dalam sebuah organisasi. Sikap individu, adalah sikap yang dimiliki dan dinyatakan oleh seseorang. Sikap seseorang pada akhirnya dapat membentuk sikap sosial, manakala ada seragaman sikap terhadap suatu obyek (Anonimus, 2012).
Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu:
1. Komponen kognitif, merupakan reprentasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap,
2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut emosional
3. Komponen konatif atau komponen perilaku merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki seseorang
(Azwar, 2002).
Jika ingin menumbuhkan sikap, maka faktor bawaan berupa bakat dan faktor lingkungan pendidikan dan belajar. Pandangan ini sejalan dengan hukum konvergensi perkembangan yang menyeimbangkan antara faktor bawaan dengan faktor lingkungan tanpa mengorbankan faktor apapun (Anonimus, 2012).
(27)
Beberapa dimensi arti sikap yang dipandang sebagai karakteristik sikap, dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Sikap didasarkan pada konsep evaluasi berkenaan dengan obyek tertentu, menggunakan motif tertentu,
2. Sikap digambarkan juga dalam berbagai kualitas dan intensitas yang berbeda dan bergerak secara kontiniu dari penambahan malalui arah netral ke arah negatif,
3. Sikap lebih dipandang sebagai hasil belajar dari pada sebagai hasil perkembangan atau sesuatu yang diturunkan,
4. Sikap mempunyai sasaran tertentu, 5. Tingkat keterpaduan sikap berbeda beda,
6. Sikap bersifat relatif menetap dan berubah ubah.
( http://h0404055.wordpress.com/2010/04/02/hubungan-karakteristik-sosial- ekonomi-petani-dengan-sikap-terhadap-ragam-metode-penyuluhan-di-delanggu-kabupaten-klaten).
Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:
1. Pengalaman Pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih
(28)
mendalam dan lebih lama berbekas. 2. Kebudayaan
Pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.
3. Orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang-orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
4. Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi dan radio mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
5. Pendidikan
Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan
(29)
buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. 6. Faktor emosi dalam diri
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang. Akan tetapi dapat juga merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama, contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka
(Anonimus, 2012).
Keragaman sikap di antara anggota-anggota kelompok sebagian besar disebabkan oleh kenyataan bahwa anggota kelompok tersebut ternyata mempunyai keyakinan yang sama mengenai obyek, orang, peristiwa dan masalah (Krech dkk, 1996).
Sikap konsisten dengan perilaku. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan hereditas. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku di antaranya adalah pendidikan, nilai dan budaya masyarakat. Sedangkan faktor hereditas merupakan faktor bawaan seseorang yang telah ada dalam diri manusia sejak lahir, yang banyak ditentukan oleh faktor genetik. Kedua faktor secara bersama-sama mempengaruhi perilaku manusia. Seandainya sikap tidak konsisten dengan perilaku, mungkin ada faktor dari luar diri manusia yang membuat sikap dan perilaku tidak konsisten. Faktor tersebut adalah sistem nilai yang berada di masyarakat, diantaranya adalah norma, politik, budaya (Anonimus, 2012).
(30)
Sikap memiliki komponen yaitu pertama, komponen kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap obyek. Kedua, komponen afektif dapat dikatakan sebagai perasaan individu terhadap obyek yang sejalan dengan hasil penilaiannya. Ketiga, komponen kecenderungan bertindak berkenaan dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keinginannya. Ketiga komponen sikap tersebut bertindak secara bersama-sama membentuk perilaku. Oleh karena itu, sikap secara konsisten sangat mempengaruhi perilaku (Anonimus, 2012).
2.3 Kerangka Pemikiran
Sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian yang bertujuan meningkatkan produksi pertanian, khususnya bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia dan kebutuhan ekspor dalam rangka memperoleh devisa. Keberhasilan pembangunan pertanian tersebut tidak dapat terlepas dari ada atau tidaknya lahan yang berpengairan baik.
Karena begitu pentingnya air dalam bercocok tanam, maka petani mengadakan suatu sistem irigasi tradisional, dimana petani membentuk suatu organisasi yang dapat membantu petani itu sendiri dalam pengadaan air di lahan pertanian mereka, yang disebut sebagai organisasi perkumpulan petani pemakai air.
Perkumpulan Petani Pemakai Air merupakan organisasi petani yang dapat membantu petani untuk memperoleh pengairan dalam mengelola usaha taninya. Untuk menjadi organisasi yang efektif, perlu kerjasama dan partisipasi yang baik dari seluruh anggota. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi petani.
(31)
Karakteristik sosial ekonomi petani juga dapat mempengaruhi sikap petani menjadi anggota Perkumpulan Petani Pemakai Air.
Karakteristik sosial ekonomi yang dimaksud terdiri dari jumlah tanggungan keluarga, umur, luas lahan, lamanya bertani, tingkat pendidikan.
Untuk memperoleh informasi-informasi tentang P3A bagi petani dapat diperoleh dari penyuluhan pertanian. Penyuluh mempunyai peran dalam kegiatan organisasi petani pemakai air, yakni memberikan penyuluhan tentang bagaimana organisasi ini dijalankan supaya dapat bermanfaat bagi anggota.
Dalam merealisasikan penyuluhan tentang pengairan, terdapat berbagai masalah, baik yang datang dari petani maupun dari luar lingkungan petani. Untuk itu, pemerintah selaku pembuat kebijakan merasa bertanggung jawab dengan masalah yang dihadapi petani. Hal ini dapat dilihat dengan adanya upaya-upaya yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi petani.
Dalam kegiatan pelaksanaan program P3A yang dilakukan, akan ditemukan berbagai sikap yang ditunjukkan oleh petani. Baik sikap terhadap organisasi tersebut dan sikap terhadap program yang akan dilaksanakan. Sikap tersebut dapat berupa sikap positif dan sikap negatif. Berikut skema pemikirannya:
(32)
LINGKUNGAN
:
Menyatakan hubunganSkema: Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Ada perkembangan organisasi P3A selama 5 tahun terakhir di daerah penelitian yang dilihat dari pertambahan jumlah anggota, jumlah iuran yang terkumpul dan persentase jumlah anggota yang mengikuti rapat
2. Ada kegiatan organisasi P3A di daerah penelitian
3. Sikap petani terhadap organisasi P3A di daerah penelitian adalah positif
4. Hubungan antara karakteristik petani anggota P3A dengan sikap anggota P3A di daerah penelitian adalah positif
5. Ada kendala-kendala yang dihadapi anggota P3A dalam melaksanakan program P3A
PENYULUHAN TENTANG P3A
PETANI/ANGGOTA P3A
KENDALA PROGRAM
P3A
SIKAP PETANI
POSITIF NEGATIF
UPAYA MENGATASI KARAKTERISTIK
SOSIAL EKONOMI
umur
Tingkat
pendidikan
Lama
bertani
Jumlah
tanggungan
(33)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu di Desa Simanampang Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara. Dari Tabel 2 diketahui bahwa Desa Simanampang merupakan desa yang memiliki luas lahan sawah berpengairan terluas.
Perincian mengenai jumlah P3A di masing-masing desa yang ada di Kecamatan Pahae Julu dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah, Luas Wilayah Kerja dan Legalitas P3A menurut Desa di Kecamatan Pahae Julu
No Desa Daerah Irigasi Jumlah
P3A (unit)
Luas Wilayah
Kerja (Ha)
Legalitas
BH BBH
1 Sitolu Ama Sialang 1 300 1 -
2 Onan Hasang Onan Hasang 1 150 1 -
3 Pangurdotan Aek Laguboti 1 167 1 -
4 Lumban Dolok Simangonding 1 100 1 -
5 Simasom
Toruan
Aek Simargalung 1 60 1 -
Aek Simargalung 1 75 - 1
6 Sibaganding Aek Martindi 1 100 - 1
7 Simasom Aek Simasom 1 60 - 1
8 Simanampang Aek Nambilung 1 500 - 1
9 Lumban Garaga Aek Harse 1 105 - 1
10 Simataniari Aek Simataniari 1 60 - 1
11 Lumban Tonga Aek Sigompulon 1 50 - 1
j u m l a h 12 1.727 5 7
(34)
3.2 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode simple random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana. Jumlah sampel yang di ambil adalah sebanyak 30 responden.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani yang tergabung dalam organisasi P3A. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti BAPPEDA Tapanuli Utara, Dinas PU Pengairan Tapanuli Utara, kantor Kepala Desa Simanampang.
3.4 Metode Analisis Data
Identifikasi masalah 1 dianalisis dengan metode deskriptif dengan mengumpulkan data selama lima tahun terakhir tentang jumlah anggota, jumlah iuran dan banyaknya rapat anggota.
Identifikasi masalah 2 dianalisis dengan metode deskriptif dengan mengumpulkan data tentang kegiatan dari organisasi P3A yang terlaksana dan yang tidak terlaksana.
Identifikasi masalah 3 dianalisis dengan menggunakan Skala Likert. Skala Likert memberikan nilai pada statement yang negatif dan positif yang direspon:
(35)
Tabel 3. Penentuan Skor Sikap Petani Yang Positif
No. Kategori Sikap Petani Sampel Skor
1 2 3 4 5
Sangat Setuju Setuju
Ragu-ragu Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
4 3 2 1 0
Tabel 4. Penentuan Skor Sikap Petani Yang Negatif
No. Kategori Sikap Petani Sampel Skor
1 2 3 4 5
Sangat Setuju Setuju
Ragu-ragu Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
0 1 2 3 4
mengukur skala sikap digunakan pengukuran skala Likert dengan rumus : T = 50 + 10 �−�
� Keterangan:
T = Skor Standar X = Skor Responden
X = Rata-rata Skor Kelompok S = Standar Deviasi
Kriteria uji, apabila:
T > 50 = sikap positif T ≤ 50 = sikap negatif (Azwar, 1995).
(36)
Tabel 5. Pernyataan Positif dan Negatif Sikap Petani terhadap Organisasi P3A
No. Pernyataan Positif Pernyataan Negatif
1 dapat membantu petani dalam meningkatkan hasil produksi
dapat mengakibatkan hasil produksi menurun
2 memberi kemudahan dalam
mengelola usaha tani
memberi kesulitan dalam mengelola usaha tani 3 dengan mengikuti P3A, dapat
menambah pengetahuan dan keterampilan tentang teknologi baru
tidak menambah pengetahuan dan keterampilan tentang teknologi baru
4 dapat memecahkan masalah yang di hadapi petani
tidak mampu memecahkan masalah yang di hadapi petani
5 dapat memotivasi petani untuk menjalankan usaha taninya
tidak mampu memberi motivasi bagi petani untuk untuk
menjalankan usaha taninya
Identifikasi masalah 4 dianalisis dengan menggunakan metode Korelasi Rank Spearman, dengan rumus:
� =� − � ∑ �� � � (��− �)
Dimana :
r : koefisien korelasi di : selisih antara ranking n : jumlah data
Korelasi Rank Spearman juga dapat diselesaikan dengan menggunakan bantuan SPSS (Statistical Product and Service Solutions) versi 18 dan keputusan memberikan interpretasi dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:
Tabel 6. Keputusan Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Kriteria
0.00 – 0.199 0.20 – 0.399 0.40 – 0.599 0.60 – 0.799 0.80 – 1.000
Hubungan sangat lemah Hubungan lemah Hubungan cukup kuat
Hubungan kuat Hubungan sangat kuat (Supangat, 2007)
(37)
Kriteria pengambilan keputusan:
Jika signifikansi < α maka H0 tidak diterima dan H1 diterima, Jika signifikansi ≥ α maka H0 diterima dan H1 tidak diterima. Uji Signifikansi Korelasi:
H0 = tidak ada hubungan antara rangking variabel H1 = ada hubungan antara rangking variable (Supriana, 2012)
3.5 Definisi dan Batasan Operasional
Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:
Definisi Operasional
1. Organisasi merupakan proses pengidentifikasian dan pengelompokan pekerjaan yang akan dilakukan, merumuskan serta melimpahkan tanggung jawab dan wewenang dan menyusun hubungan-hubungan dengan maksud untuk memungkinkan orang bekerjasama secara efektif dalam mencapai tujuan.
2. Petani adalah orang yang melaksanakan dan mengelola usaha tani pada sebidang lahan yang disebut lahan pertanian.
3. Petani Pemakai Air adalah semua petani yang mendapat manfaat secara langsung dari pengelolaan air dan jaringan irigasi.
4. Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan
(38)
irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air itu sendiri secara demokratis, termasuk kelembagaan lokal pengelola air irigasi.
5. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari suatu jaringan irigasi.
6. Wilayah kerja organisasi P3A merupakan hamparan lahan yang mendapat air dari jaringan irigasi yang dikelola dan sesuai dengan kesepakatan dan penetapan dari anggota.
7. Iuran Pengelolaan Irigasi adalah dana yang dikumpulkan dari para anggota P3A, disimpan dan dimanfaatkan oleh kelompok P3A tersebut untuk pembiayaan serta pengelolaan jaringan irigasi.
8. Realisasi program merupakan pelaksanaan perencanaan sehingga menjadi suatu kenyataan yang dapat dibuktikan.
9. Partisipasi adalah keikusertaan serta keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam mengikuti kegiatan dan memberikan sumbangan terhadap suatu kelompok organisasi dalam usaha mencapai tujuan serta bertanggung jawab pada kegiatan-kegiatan dalam organisasi seperti mengikuti rapat/pertemuan, membayar iuran, mengikuti gotong royong serta memberikan sumbangan sukarela.
10. Sikap petani merupakan dorongan yang berasal dari diri petani dan reaksi terhadap stimulus yang menghasilkan pengaruh dan penolakan, positif dan negatif terhadap adanya organisasi P3A
11. Karakteristik petani adalah sifat-sifat yang khas yang dimiliki petani yang mempengaruhi sikap petani untuk menjadi anggota organisasi P3A, seperti : Umur anggota adalah usia petani dari lahir (tahun) sampai saat diwawancarai
(39)
Tingkat pendidikan anggota adalah pendidikan formal yang pernah ditempuh dan dinyatakan dalam tahun sampai saat diwawancarai
Lama bertani adalah lamanya petani memulai kegiatan usaha tani sampai saat diwawancarai
Jumlah tanggungan adalah semua orang yang berada dalam keluarga/rumah tangga petani yang ditanggung oleh seorang kepala keluarga
Luas lahan adalah luas sebidang tanah yang diusahakan petani dalam berusaha tani di daerah penelitian
12. Masalah adalah hal-hal yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan program P3A
Batasan Operasional
1. Petani sampel adalah petani pemilik/pengelola lahan sawah, maupun pemakai air irigasi lainnya yang tergabung dalam organisasi P3A
2. Penelitian ini dilakukan di Desa Simanampang Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara
(40)
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
PETANI SAMPEL
4.1 Deskripsi Daerah Penelitian Luas dan Topografi Desa
Penelitian dilakukan di Desa Simanampang Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara. Desa Simanampang mempunyai luas wilayah 840 km dengan jumlah penduduk 471 jiwa. Daerah ini berada pada ketinggian 1250 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan 1060 mm/tahun.
Secara administratif, Desa Simanampang memiliki batas wilayah :
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lobu Pining
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lumban Gaol/Aek Godang
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sitolu Ama
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Hutabarat
Keadaan Penduduk
Desa Simanampang memiliki penduduk sebanyak 471 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 133 KK. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini : Tabel 7. Distribusi Penduduk Desa Simanampang Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
Laki-laki 216 45,86
Perempuan 255 54,14
Jumlah 471 100
(41)
Keadaan penduduk menurut mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 8 berikut:
Tabel 8. Distribusi Penduduk Desa Simanampang Menurut Mata Pencaharian
No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Petani 231 88,17
2 Pegawai Negeri 9 3,44
3 Pegawai swasta 3 1,14
4 Pedagang 12 4,58
5 Pertukangan 3 1,14
6 Supir 4 1,53
J U M L A H 262 100
Sumber : Kantor Kepala Desa
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Desa Simanampang bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 231 jiwa (88,17%). Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa daerah ini merupakan daerah yang cukup potensial sebagai daerah paertanian.
Untuk melihat keadaan penduduk menurut Agama yang dianut penduduk di Desa Simanampang dapat dilihat pada Tabel 9 berikut :
Tabel 9. Distribusi Penduduk Menurut Agama di Desa Simanampang Tahun
No. Agama yang Dianut Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Islam 1 0,21
2 Kristen Protestan 457 97,03
3 Kristen Khatolik 13 2,76
JUMLAH 471 100
Sumber : Kantor Kepala Desa
Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk di Desa Simanampang beragama Kristen Protestan yaitu sebanyak 457 jiwa (97,03 %).
(42)
Sarana Dan Prasarana
Sarana dan prasarana desa akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat. Semakin baik sarana dan prasarana pendukung atau semakin mudah desa tersebut dijangkau, maka akan mempercepat laju perkembangan desa tersebut.
Sarana dan prasarana dapat dikatakan baik apabila dilihat dari segi ketersediaan dan pemanfaatannya sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat sehingga dapat mempermudah masyarakat dalam memenuhi segala kebutuhannya. Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Simanampang dapat dilihat pada Tabel 10 berikut :
Tabel 10. Sarana dan Prasarana di Desa Simanampang
No Sarana dan Prasarana Jumlah
1 Sarana pendidikan (SD,SLTP,SMU) (unit) 1
2 Gereja (unit) 1
3 Mesjid (unit) -
4 KUD (unit) 1
5 Balai Desa (unit) 1
6 Kantor Kepala Desa (unit) 1
7 Puskesmas/Polindes (unit) 1
8 Kedai (unit) 8
9 Jalan (m) 800
Sumber : Kantor Kepala Desa
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana di Desa Simanampang dapat dikatakan baik dan memadai karena sesuai dengan jumlah penduduk serta penggunanya. Salah satunya yaitu dengan adanya jalan yang cukup baik sepanjang 800 meter yang menghubungkan desa tersebut dengan desa lain.
(43)
4.2 Karakteristik Responden
Petani sebagai responden adalah petani yang tergabung dalam keanggotaan dan kepengurusan P3A. Karakteristik responden tersebut dibagi atas karateristik sosial dan karateristik ekonomi. Karateristik sosial terdiri dari umur, tingkat pendidikan dan lama bertani. Sedangkan karakteristik ekonomi yakni luas lahan dan jumlah tanggungan.
Secara terperinci karakteristik sosial ekonomi petani anggota P3A di Desa Simanampang dapat diuraikan pada Tabel 11 berikut :
Tabel 11. Karakteristik Petani Responden di Desa Simanampang Tahun
No. Karakteristik Responden Range Rerata
1 Umur (tahun) 39-70 50.5
2 Tingkat Pendidikan (formal) (tahun) 6-15 10
3 Lama Bertani (tahun) 3-50 22.47
4 Luas lahan (Ha) 0.2-0.68 0.385
5 Jumlah Tanggungan (jiwa) 0-6 3.3
Sumber : Data Diolah dari Lampiran 1
Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa rata-rata umur anggota P3A adalah 50.5 tahun. Dapat diasumsikan bahwa rata-rata umur tersebut masih dalam kelompok usia produktif.
Tingkat pendidikan rata-rata anggota dapat dikategorikan pada tingkat SLTP. Lama bertani pada anggota dapat dikatakan sudah cukup lama yakni 22.47 tahun. Dengan pengalaman tersebut akan membantu peningkatan partisipasi petani dalam kegiatan P3A.
Luas lahan rata-rata anggota P3A tidaklah sama yaitu berkisar antara 0.2-0.68 Ha. Dengan luas lahan yang berbeda tersebut maka kebutuhan air irigasi juga berbeda yang membuat tingkat partisipasi petani dalam organisasi juga berbeda-beda.
(44)
Jumlah tanggungan keluarga masing-masing anggota P3A berkisar antara 0-6 orang. Jumlah tanggungan tersebut dapat mempengaruhi tingkat partisipasi petani anggota dalam kegiatan organisasi P3A, karena semakin banyak jumlah tanggungan pasti akan semakin meningkat kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi.
Umur Petani Sampel
Umur petani Sampel pada organisasi P3A dapat dilihat pada Tabel 12 berikut: Tabel 12. Karakteristik Petani Sampel Kategori Umur
No. Umur Petani Sampel (Tahun) Jumlah Petani (Jiwa) Persentase (%)
1 39-48 14 46,66
2 49-58 11 36,67
3 59-70 5 16,67
JUMLAH 30 100
Diolah dari Lampiran 1
Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa persentase terbesar usia petani sampel pada organisasi P3A yaitu 56,66 % antara usia 39-48 tahun sedangkan persentase terkecil usia petani sampel yaitu 16,67 % antara usia 59-70 tahun. Dapat disimpulkan bahwa petani yang berusia antara 39-48 tahun yang lebih berpartisipasi dalam organisasi P3A.
Tingkat Pendidikan Petani Sampel
Tingkat pendidikan petani sampel pada organisasi P3A dapat dilihat pada Tabel 13 berikut:
Table 13. Karateristik Petani Sampel Kategori Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan (Tahun) Jumlah Petani (Jiwa) Persentase (%)
1 SD 6 20
2 SMP 11 36,67
3 SMA 10 33,33
4 D3 3 10
JUMLAH 30 100
(45)
Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa semua petani sampel sudah menempuh pendidikan. Persentase pendidikan tertinggi petani sampel adalah tamat SMP sebesar 36,67 % dan persentase tingkat pendidikan terkecil petani sampel adalah tamat D3 sebesar 10 %. Dapat disimpulkan bahwa petani yang menempuh pendidikan selama 9 tahun yang lebih berpartisipasi untuk bergabung dalam organisasi P3A.
Pengalaman Bertani Petani Sampel
Lama berusaha tani atau pengalaman bertani petani sampel pada organisasi P3A dapat dilihat pada Tabel 14 berikut:
Tabel 14. Karakteristik Petani Sampel Kategori Pengalaman Bertani No. Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah Petani (Jiwa) Persentase (%)
1 3-18 13 43,33
2 19-34 10 33,33
3 35-50 7 23,34
JUMLAH 30 100
Diolah dari Lampiran 1
Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa persentase terbesar yaitu 43,33 % dengan jumlah 13 orang petani dan persentase terkecil adalah sebesar 23,34 % dengan jumlah 7 orang petani. Dapat disimpulkan bahwa petani yang memiliki pengalaman 3 sampai 18 tahun yang lebih banyak mengikuti organisasi P3A.
Luas Lahan Petani Sampel
Luas lahan petani sampel pada organisasi P3A dapat dilihat pada Tabel 15 berikut:
Tabel 15. Karakteristik Petani Sampel Kategori Luas Lahan
No. Luas Lahan (Ha) Jumlah Petani (Jiwa) Persentase (%)
1 0,2-0,45 19 63,33
2 0,46-0,68 11 36,67
JUMLAH 30 100
(46)
Berdasarkan Tabel 15 diketahui persentase tertinggi adalah 63,33 % antara luas lahan 0,2 Ha sampai 0,45 Ha dengan jumlah 19 orang petani pemilik lahan dan persentase terendah adalah 36,67 % antara luas lahan 0,46 Ha sampai 0,68 Ha dengan jumlah 11 orang petani pemilik lahan.
Jumlah Tanggungan Petani Sampel
Jumlah tanggungan petani sampel pada organisasi P3A dapat dilihat pada Tabel 16 berikut:
Tabel 16. Karakteristik Petani Sampel Kategori Jumlah Tanggungan No. Jumlah Tanggungan (Jiwa) Jumlah Petani (Jiwa) Persentase (%)
1 0-2 5 16,67
2 3-4 20 66,66
3 5-6 5 16,67
JUMLAH 30 100
Diolah dari Lampiran 1
Dari Tabel 16 diketahui bahwa persentase tertinggi adalah 66,66 % antara 3-4 orang tanggungan dengan jumlah 20 orang petani sampel dan persentase terkecil adalah 16,67 % antara 0-2 orang jumlah tanggungan dan 5-6 orang jumlah tanggungan dengan jumlah 5 orang petani sampel. Dapat disimpulkan bahwa petani sampel yang memiliki jumlah tanggungan sedang yang lebih banyak.
(47)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Organisasi P3A
Dalam Effendi Pasandaran dikatakan dikatakan bahwa dalam meningkatkan pemanfaatan air irigasi secara efisien, pemerintah telah mendorong terbentuknya perkumpulan petani pemakai air yang formal. Setelah hampir lima puluh tahun tanpa perhatian khusus terhadap lembaga petani pemakai air, pada tahun 1982 pemerintah memperkuat secara yuridis (peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 23, tahun 1982 tentang irigasi pasal 20) adanya suatu lembaga yang disebut Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).
Organisasi P3A merupakan organisasi sosial yang bergerak di bidang pertanian dan khusus menangani kegiatan pengelolaan pengairan dengan melaksanakan tugas dan dan kewajiban pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi serta bangunan pelengkapnya. Organisasi P3A sifatnya formal, dengan adanya Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang terstruktur sebagaimana layaknya organisasi modern.
Organisasi petani pemakai air (P3A) harus memelihara pengetahuan dan teknologi lokal. Anggota organisasi ini juga senantiasa terbuka terhadap pengetahuan dari luar untuk menambah wawasan mereka sesuai dengan pengalaman orang lain kalau memang itu sesuai dan bermanfaat bagi organisasi pemakai air yang mereka bentuk.
(48)
Partisipasi P3A dalam pembangunan perlu ditingkatkan dalam pembangunan perlu ditingkatkan dengan cara memfasilitasi apa yang diperlukan dalam organisasi tersebut, sehingga dapat mengembangkan kemampuan dalam bidang teknis, keuangan, manajerial administrasi dan organisasi secara mantap agar dapat mengelola daerah irigasi secara mandiri dan berkelanjutan dalam proses dinamis serta bertanggung jawab.
Gambaran Organisasi P3A di Desa Simanampang
Sebagian besar penduduk mengalami kekurangan air pada areal pertanian mereka karena tali-tali air yang telah dibangun sebelumnya dikuasai oleh petani lain yang dekat dengan tali air tersebut. Sehingga tidak semua petani dapat memperoleh air untuk usaha taninya karena debit air yang kecil. Hal tersebut menyebabkan petani merasa keadaan seperti itu dapat mengurangi kelangsungan usaha tani mereka.
Oleh karena itu, petani mengusulkan kepada kepala desa untuk membentuk suatu organisasi yang dapat mengatur dan mengelola pembagian air secara merata. Usulan ini diterima, dan pada tahun 1965 terbentuklah organisasi yang bergerak di bidang pengairan yakni Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A). Organisasi ini membangun suatu jaringan irigasi yang dapat dipergunakan petani dalam melaksanakan usaha taninya.
Sebagai anggota organisasi P3A yang dibentuk ini adalah petani yang turut serta menggunakan air irigasi wajib menjadi anggota P3A, yaitu pengelola sawah (pemilik maupun penyewa sawah), pengelola kolam serta pengguna air irigasi lainnya. Sebagai pengurus adalah anggota yang terpilih dalam rapat tergantung yang dikehendaki oleh anggota.
(49)
Organisasi tersebut diharapkan dapat menampung kegiatan dan kepentingan bersama serta mempersatukan para petani guna memudahkan pembinaan dan menggerakkan partisipasinya dalam pembangunan pengairan dan pertanian khususnya serta pembanguna desa pada umumnya.
Umumnya organisasi formal, organisasi P3A ini juga memiliki program-program yang telah disepakati bersama oleh seluruh anggota P3A dan memiliki hak-hak dan kewajiban yang wajib dijalankan sesuai Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang telah ditetapkan sebelumnya.
Struktur organisasi P3A di Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara adalah sebagai berikut :
: Menyatakan hubungan
Gambar: Skema Struktur Organisasi Desa Simanampang KETUA
BENDAHARA SEKRETARIS
ULU-ULU
(50)
Dalam melaksanakan kegiatan organisasi P3A, para pengurus mempunyai tugas agar pemanfaatan dan pengelolaan jaringan irigasi dapat terlaksana secara adil, efisien dan merata.
Sebagai ketua P3A memiliki tugas-tugas sebagai berikut: 1. mengatur penyusunan dan pelaksanaan kegiatan organisasi,
2. mengawasi semua kegiatan teknis dan non teknis operasional dalam P3A 3. mengadakan hubungan dengan organisasi-organisasi lain
4. bertanggung jawab pada rapat anggota
Sekretaris memiliki tugas :
1. mencatat dan membukukan segala kegiatan yang akan dan telah dilaksanakan organisasi,
2. mencatat susunan keorganisasian dan keanggotaan dalam suatu pembukuan 3. melaksanakan korespondensi dan tugas administrasi lainnya
Bendahara memiliki tugas :
1. mencatat dan mengatur uang masuk dan uang keluar dalam kegiatan organisasi,
2. menyusun usulan rencana biaya dalam rapat pengurus/rapat anggota untuk dibahas dan diputuskan pelaksanaanya,
3. menarik iuran dari anggota dan denda atas pelanggaran oleh anggota sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
Ulu-ulu bertugas :
1. mempersiapkan jadwal irigasi bagi para anggota 2. melakukan pengawasan kepada ketua blok
(51)
3. sebagai penggerak pelaksanaan pengoperasian dan pemeliharaan unit 4. mengarsipkan data pengoperasian dan pemeliharaan unit
Ketua blok bertugas :
1. mengawasi saluran dan bangunan-bangunan serta mencegah terjadinya praktek pengambilan air yang terlarang,
2. mengkoordinasi petani agar mengikuti jadwal irigasi yang telah ditetapkan, 3. mengamati dan melaporkan data-data lapangan kepada ulu-ulu
Anggota P3A adalah semua petani yang secara langsung mendapat manfaat dari pelayanan air irigasi di suatu wilayah kerja yang mencakup :
1. Pemilik sawah 2. Penggarap sawah
3. Pemilik kolam (tambak ikan)
4. Badan usaha yang mengusahakan sawah ataupun kolam 5. Serta pemakai air irigasi lainnya
Setiap anggota memiliki tugas atau kewajiban dalam organisasi yaitu mematuhi, mengikuti dan melaksanakan semua peraturan yang telah ditetapkan oleh pengurus P3A sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Kewajiban setiap anggota adalah membayar iuran wajib sesuai jumlah yang telah ditetapkan. Dimana iuran tersebut digunakan sebagai biaya memperbaiki saluran irigasi kalau ada yang rusak.
Hak dan kewajiban petani anggota P3A adalah sebagai berikut : 1. Menggunakan jatah air irigasi
(52)
3. Membayar iuran
4. Melaksanakan tugas dan bergotong royong dalam pemeliharaan saluran secara rutin dan dalam keadaan terdesak,
5. Mematuhi peraturan yang sudah ditentukan
6. Anggota berhak memilih dan dipilih menjadi pengurus
7. serta berhak mengajukan usul-usul dan memberikan pendapat di setiap pertemuan
Ruang lingkup tanggung jawab organisasi P3A : 1. pembagian air irigasi secara adil dan merata 2. pemeliharaan jaringan irigasi
3. memberikan penjelasan atas penyuluhan kepada anggota berdasarkan pengarahan pemerintah pusat dan daerah
4. membantu petani dalam berkomunikasi dengan pihak pengairan, pertanian dan instansi lain tentang kebutuhan yang umum, pokok dan hal-hal baru tentang irigasi dan bertani
5. memecahkan masalah-masalah pengelolaan air yang timbul di kalangan petani dalam organisasi
6. menjalin kerja sama dalam pelaksanaan pengelolaan air irigasi
7. menyusun dan menetapkan peraturan pembagian air serta iuran air yang harus ditaati oleh setiap anggota P3A
(53)
1. Perkembangan Organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di Desa Simanampang Kecamatan Pahae Julu Kabupaten Tapanuli Utara selama 5 Tahun Terakhir
Organisasi P3A yang ada di daerah penelitian mengalami perkembangan hanya dalam jumlah anggotanya saja. Dapat dilihat dari tahun 2006/2007-2010/2011. Banyaknya iuran mengalami perubahan dan banyaknya rapat per tahun selalu dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena pengurus dan anggota menganggap ketetapan banyaknya iuran disepakati sesuai kemampuan anggota. Dimana kesepakatan itu diambil dalam rapat anggota yang dilaksanakan setiap tahun untuk organisasi dan juga anggota.
Untuk melihat perkembangan jumlah anggota, banyaknya iuran serta banyaknya rapat selama 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini: Tabel 17. Jumlah Anggota, Banyaknya Iuran dan Banyaknya Rapat Anggota
Selama 5 Tahun Terakhir di Desa Simanampang Tahun Jumlah Anggota (KK) Jumlah Iuran
(liter/musim tanam)
Banyaknya Rapat Anggota (per Tahun)
2006-2007
87
0 %
16,1 %
5,9 %
3,7 %
6 1
2007-2008
87 6 1
2008-2009
101 4 1
2009-2010
107 3 1
2010-2011
111 3 1
Sumber : Kantor Kepala Desa 2010
Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa perkembangan organisasi P3A di daerah penelitian hanya terletak pada jumlah anggota dengan rata-rata 6,4%. Banyaknya rapat anggota selalu terlaksana. Sedangkan banyaknya iuran mengalami penurunan atau dapat dikatakan tidak berkembang. Hal ini disebabkan petani menganggap bahwa jumlah iuran sebelumnya terlalu besar untuk mereka yang
(54)
baru masuk sebagai anggota P3A. Maka diambil sebuah kesepakatan dalam rapat anggota bahwa iuran disesuaikan dengan kemampuan anggota. Sehingga dapat dikatakan organisasi di daerah penelitian mengalami perkembangan meskipun hanya pada jumlah anggota saja.
2. Kegiatan Organisasi P3A
Kegiatan organisasi P3A yang menjadi kegiatan utama yang harus dilaksanakan di daerah penelitian dapat dilihat pada Table 18 berikut ini:
Tabel 18. Pelaksanaan Kegiatan Organisasi P3A
No. Jenis Kegiatan P3A
1 Mengatur pembagian dan penggunaan jaringan irigasi
Terlaksana 2 Melaksanakan pemungutan iuran guna biaya
operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
Terlaksana 3 Mengadakan rapat anggota dan membuat
laporan pertanggungjawaban
Terlaksana 4 Menerapkan sanksi tegas bagi anggota yang
melanggar AD/ART
Tidak terlaksana 5 Mengajukan permohonan bantuan kepada
pemerintah
Tidak terlaksana
6 Pengembangan sumber daya manusia Tidak terlaksana
7 Gotong royong dalam pemeliharaan jaringan irigasi
Terlaksana 8 Mengadakan penyuluhan kepada anggota yang
diberikan oleh penyuluh pertanian
Tidak terlaksana Sumber : Organisasi P3A
Dari Tabel 18 dapat diketahui bahwa dari 8 jenis kegiatan yang direncanakan, ada 4 kegiatan yang terlaksana dan 4 kegiatan tiidak terlaksana.
Kegiatan mengatur pembagian dan penggunaan jaringan irigasi dilakukan saat musim tanam tiba. Dalam hal ini, pengurus tetap mengerjakan bagiannya yaitu mengontrol dan mengkoordinir pembagian air agar tetap berjalan baik.
(55)
Kegiatan pemungutan iuran masih dilakukan yang berguna untuk pemeliharaan jaringan irigasi dan dilakukan oleh pengurus P3A. Akan tetapi, dalam pelaksanaan kegiatan pemungutan ini, mengalami hambatan dimana para petani anggota seringkali mengulur-ulur waktu untuk membayar. Dan ketika hasil panen kurang memuaskan atau mengalami bencana banjir serta diserang hama, pengurus tidak bisa memaksa petani anggota untuk membayar sesuai ketentuan waktu dan jumlah. Hal ini terjadi sebelum penelitian dilakukan.
Kegiatan mengadakan rapat anggota dan membuat laporan pertanggungjawaban terlaksana. Setiap anggota petani selalu menghadirinya, karena dilakukan setiap menjelang musim tanam.
Bagi setiap petani anggota yang melanggar anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, mendapat sanksi sesuai yang tertulis dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Penerapannya belum terlaksana karena tingkat toleransi yang tinggi antara pengurus dan anggota yang merasa senasib dan sepenanggungan.
Demi tercapainya tujuan organisasi yang dijalankan, perlu mendapatkan bantuan dari pihak-pihak terkait di lingkungan organisasi yakni pemerintah. Dan untuk mendapatkan bantuan yang diperlukan, organisasi yang dipimpin pengurus berhak mengajukan permohonan bantuan dan fasilitas kepada pemerintah. Namun hal ini belum terlaksana karena sejauh ini, organisasi belum mengalami kesulitan yang sangat besar. Meskipun terkadang ada kesulitan yang mereka alami, tapi masih bisa mereka selesaikan bersama.
Untuk setiap organisasi yang dijalankan masyarakat, hal yang paling utama dan yang paling penting didalamnya adalah sumber daya manusia. Dalam hal ini
(56)
adalah sumber daya pengurus, karena pengurus yang berperan penting dalam memimpin sebuah organisasi. Sumber daya manusia yang paling penting adalah kemampuan pengurus dalam memimpin sebuah organisasi. Kemampuan pengurus perlu dikembangkan, namun hal ini belum terlaksana di daerah penelitian karena kurangnya dukungan untuk melaksanakan kegiatan tersebut, baik dari segi materil maupun non materil.
Untuk mencapai tujuan bersama dalam organisasi, perlu dilakukan kerja sama yakni gotong royong. Kegiatan mengadakan gotong royong dilakukan guna pemeliharaan saluran dan bangunan irigasi. Hal ini telah terlaksana di daerah penelitian. Akan tetapi, kegiatan ini juga selalu mengalami hambatan. Seperti ketika kegiatan gotong royong diadakan, ada sebagian petani anggota yang tidak hadir dan pengurus kurang bisa mengajak anggota supaya bisa hadir. Hal tersebut disebabkan karena sebagian petani anggota menganggap itu tugas pengurus karena mereka telah membayar iuran yang ditujukan untuk digunakan dalam kegiatan pemeliharaan. Tapi, saat penelitian dilakukan, hal tersebut bukanlah masalah yang sangat dipermasalahkan, karena ketika gotong royong dilaksanakan, jumlah anggota yang hadir lebih banyak daripada yang tidak hadir.
Salah satu kegiatan yang bisa mendukung organisasi P3A adalah kegiatan penyuluhan yang langsung diberikan oleh penyuluh pertanian. Supaya pengurus dan anggota dapat terbantu dalam segala hal yang menyangkut kegiatan demi tercapainya tujuan bersama dalam organisasi. Akan tetapi hal tersebut belum terlaksana di daerah penelitian. Hal tersebut disebabkan kurangnya komunikasi
(57)
antara pengurus organisasi dengan penyuluh pertanian. Sejauh ini, penyuluhan yang dilakukan adalah masih penyuluhan dari pengurus itu sendiri.
Kegiatan-kegiatan tersebut masih dilakukan sampai sekarang dan pengurus masih terus berupaya agar petani anggota menyadari bahwa kegiatan tersebut tidak hanya tugas dari pengurus, tetapi perlu kerjasama yang baik antara pengurus dan anggota. Dan pengurus juga berupaya supaya kegiatan yang belum terlaksana, dapat segera terlaksana.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa di daerah penelitian ada beberapa kegiatan P3A yang sudah terlaksana yaitu mengatur pembagian dan penggunaan jaringan irigasi, melaksanakan pemungutan iuran guna biaya operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, mengadakan rapat anggota dan membuat laporan pertanggungjawaban serta gotong royong dalam pemeliharaan jaringan irigasi. Sedangkan kegiatan yang belum terlaksana adalah menerapkan sanksi tegas bagi anggota yang melanggar AD/ART, mengajukan permohonan bantuan kepada pemerintah, pengembangan sumber daya manusia, serta mengadakan penyuluhan kepada anggota yang diberikan oleh penyuluh pertanian.Hal ini berarti, hipotesis yang menyatakan ada kegiatan organisasi P3A di daerah penelitian dapat diterima.
3. Sikap Petani terhadap Organisasi P3A
Sikap petani terhadap organisasi P3A dapat diketahui dengan melihat jawaban-jawaban petani sampel terhadap kuesioner yang diberikan. Kuesioner berisi pernyataan-pernyataan yang dibagi kedalam lima pernyataan positif dan lima pernyataan negatif. Petani sampel diminta memilih satu dari lima pilihan jawaban
(58)
dengan kategori pernyataan positif, skor 4 untuk pilihan Sangat Setuju (SS), skor 3 untuk pilihan jawaban Setuju (S), skor 2 untuk pilihan jawaban Ragu-ragu (RR), skor 1 untuk pilihan jawaban Tidak Setuju (TS), skor 0 untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS). Sedangkan untuk kategori pernyataan negatif, skor 0 untuk pilihan jawaban Sangat Setuju (SS), skor 1 untuk pilihan jawaban Setuju (S), skor 2 untuk pilihan jawaban Ragu-ragu (RR), skor 3 untuk pilihan jawaban Tidak Setuju (TS), skor 4 untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS).
Dari jawaban setiap pernyataan diperoleh distribusi frekuensi responden bagi setiap kategori, dengan demikian diperoleh nilai skala untuk masing-masing kategori jawaban untuk dijumlahkan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat tabel perhitungan kategori jawaban pada Lampiran 2.
Skor masing-masing petani sampel dicari nilai skor standarnya dengan menggunakan rumus skala Likert, dimana standart deviasi S= 3,82. Dengan demikian, jika skor standart > 50 maka memunculkan sikap yang positif atau jika skor standar ≤ 50 maka memunculkan sikap yang negatif. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Lampiran 4.
Sikap petani sampel terhadap organisasi P3A dapat dilihat pada Tabel 19 berikut ini:
Tabel 19. Sikap Petani Terhadap Organisasi P3A
No. Kategori Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Positif 13 43,33
2 Negatif 17 56,67
Jumlah 30 100
(59)
Berdasarkan Tabel 19, dapat diketahui bahwa dari 30 petani sampel, jumlah petani yang menyatakan sikap positif terhadap organisasi P3A ada sebanyak 13 jiwa petani dengan persentase 43,33 % dan yang menyatakan sikap negatif ada sebanyak 17 jiwa petani dengan persentase 56,67 %.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa sikap petani terhadap organisasi P3A adalah negatif. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua petani sampel ikut terlibat dalam kegiatan organisasi P3A yang diadakan. Sebanyak 17 jiwa bersikap negatif dikarenakan belum memiliki pengalaman yang mendalam mengenai organisasi sehingga belum merasakan manfaat dan dampak dari sebuah organisasi.
4. Hubungan antara Karakteristik Sosial Ekonomi Anggota P3A terhadap Sikap Anggota Organisasi P3A
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa karakteristik petani anggota yang berhubungan dengan sikap petani terhadap organisasi adalah luas lahan, umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani dan jumlah tanggungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut ini:
Hubungan antara Umur Petani Anggota dengan Sikap Petani terhadap Organisasi P3A
Umur merupakan salah satu variabel yang diteliti dalam penelitian ini karena kemungkinan umur memiliki hubungan dengan sikap terhadap organisasi P3A. Umur dalam penelitian ini adalah umur petani sampel yang merupakan anggota/pengurus organisasi P3A pada saat penelitian dilakukan.
(60)
Dugaan ini didasari asumsi bahwa semakin tinggi umur petani maka petani akan cenderung melaksanakan kegiatan yang sudah biasa diterapkan dalam organisasi tersebut karena telah terbiasa dan merasa perlu adanya sebuah organisasi tersebut.
Dari hasil analisis yang diperoleh pada Lampiran 6 bahwa Koefisien Korelasi Rank Spearman (rs) = -0.012 atau sebesar -1.2%. Ternyata tingkat hubungan dari kedua variable lemah. Karena Koefisien Korelasinya negatif, dimana hal itu telah menunjukkan bahwa kedua variable mempunyai korelasi hubungan yang negatif.
Dari hasil diperoleh signifikansi sebesar 0.951 ≥ α 0.05 maka kriteria keputusan yang dapat diambil yaitu H0 diterima dan H1 tidak diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan sikap petani anggota terhadap organisasi P3A. Oleh karena itu, hipotesis yang menyatakan terdapatnya hubungan antar umur petani dengan sikapnya terhadap organisasi P3A ditolak. Hal ini disebabkan karena petani menganggap bahwa umur yang masih muda tidak menjamin lebih aktif dari umur yang lebih tua, dan sebaliknya.
Walaupun umur petani masih muda ataupun lebih tua, jika tidak mendapatkan sosialisasi dari penyuluh dan pihak-pihak terkait terhadap organisasi, maka keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan tidak akan tercapai. Kenyataan di lapangan, tenaga penyuluh masih kurang dalam menjangkau seluruh petani. Mayoritas petani sampel menyatakan mereka perlu didampingi dan dibimbing PPL dalam pelaksanaan program.
(61)
Hubungan antara Luas Lahan Petani Anggota dengan Sikap Petani terhadap Organisasi P3A
Luas lahan dalam penelitian ini adalah luasnya lahan yang dimiliki oleh petani sampel yang digunakan untuk usaha tani mereka. Luas lahan tersebut diduga memiliki hubungan dengan sikap petani terhadap organisasi P3A.
Dari hasil analisis yang diperoleh pada Lampiran 5 bahwa Koefisien Korelasi Rank Spearman (rs) = -0.038 atau sebesar -3.8%. Ternyata tingkat hubungan dari kedua variable lemah. Hal ini disebabkan karena koefisien korelasinya negatif, yang menunjukkan bahwa kedua variable mempunyai korelasi hubungan yang negatif.
Dari hasil diperoleh signifikansi sebesar 0.844 ≥ α 0.05 maka kriteria keputusan yang dapat diambil yaitu H0 diterima dan H1 tidak diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwat tidak ada hubungan yang signifikan antara luas lahan dengan sikap petani terhadap organisasi. Oleh karena itu, hipotesis yang menyatakan terdapatnya hubungan antara luas lahan dengan sikap petani terhadap organisasi ditolak. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran petani bahwa semakin luas lahannya sebenarnya semakin banyak air yang dibutuhkan untuk mengairi sawahnya, sehingga dapat menumbuhkan sikap terhadap organisasi semakin positif dan baik.
Hasil yang ditemukan di lapangan adalah bahwa jumlah petani sampel yang bersikap positif dengan luas lahan 0.1 tidak jauh beda dengan luas lahan di atas 1.1-2 yang bersikap positif. Hal ini menyebabkan tidak ada hubungan antara luas lahan petani sampel dengan sikapnya terhadap organisasi.
(62)
Hubungan antara Tingkat Pendidikan Petani Anggota dengan Sikap Petani terhadap Organisasi P3A
Tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah lamanya pendidikan formal yang diterima oleh petani sampel. Tingkat pendidikan tersebut diduga memiliki hubungan dengan sikap petani terhadap organisasi P3A.
Dari hasil analisis yang diperoleh pada Lampiran 7 bahwa Koefisien Korelasi Rank Spearman (rs) = -0.053 atau sebesar -5.3%. Ternyata tingkat hubungan dari kedua variable lemah. Hal ini disebabkan karena koefisien korelasinya negatif, yang menunjukkan bahwa kedua variable mempunyai korelasi hubungan yang negatif.
Dari hasil diperoleh signifikansi sebesar 0.781 ≥ α 0.05 maka kriteria keputusan yang dapat diambil yaitu H0 diterima dan H1 tidak diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwat tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan sikap petani terhadap organisasi. Hal ini disebabkan petani yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi tidak menjamin semakin tinggi tingkat kesadaran nya terhadap organisasi tersebut.
Hubungan antara Pengalaman Bertani Petani Anggota dengan Sikap Petani terhadap Organisasi P3A
Pengalaman bertani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lamanya bertani yang dilakukan petani sampel yang akan menambah pengalaman bertani. Pengalaman bertani diduga meiliki hubungan dengan sikap petani terhadap organisasi.
Dari hasil analisis yang diperoleh pada Lampiran 8 bahwa Koefisien Korelasi Rank Spearman (rs) = 0.020 atau sebesar 2%. Koefisien Korelasinya positif,
(63)
dimana hal itu telah menunjukkan bahwa kedua variable mempunyai korelasi hubungan yang positif. Dari hasil diperoleh signifikansi sebesar 0.916 ≥ α0.05 maka kriteria keputusan yang dapat disimpulkan adalah bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman bertani dengan sikap petani anggota terhadap organisasi P3A.
Hal ini disebabkan petani yang memiliki pengalaman bertani yang lebih lama memiliki kesadaran akan akan pentingnya P3A dalam usaha taninya. Petani yang mengalami manfaat dari mengikuti organisasi P3A akan memiliki tingkat ketaatan yang cukup tinggi untuk menjadi anggota P3A.
Hubungan Jumlah Tanggungan Petani Anggota dengan Sikap Petani terhadap Organisasi P3A
Jumlah tanggungan keluarga berkaitan erat dengan banyaknya anggota keluarga yang menjadi beban tanggung jawab petani anggota P3A, terutama dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Dalam hal ini jumlah tanggungan keluarga yang diteliti adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah.
Untuk melihat hubungan jumlah tanggungan dengan sikap petani anggota terhadap organisasi P3A dapat dilihat pada Lampiran 9. Berdasarkan hasil analisis maka diperoleh Koefisien Korelasi Rank Spearman (rs) = 0.110 atau sebesar 11%. Koefisien Korelasinya positif. Dari hasil diperoleh signifikansi sebesar 0.563 ≥
α0.05, maka kriteria keputusannya adalah H0 diterima dan H1 tidak diterima.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah tanggungan dengan sikap petani terhadap organisasi P3A.
(64)
Hal ini disebabkan petani yang memiliki jumlah tanggungan yang banyak akan selalu memikirkan kebutuhan keluarga yang semakin banyak, sehingga mereka akan berpikir untuk selalu aktif menjadi anggota P3A, karena mereka beranggapan bahwa dengan mengikuti organisasi maka akan mendapatkan suatu hasil positif dalam mengelola usaha tani.
Kendala-Kendala yang Dihadapi Anggota P3A dalam Melaksanakan Program P3A serta Upaya-upaya yang Dilakukan dalam Menyelesaikan Masalah-masalah yang Dihadapi anggota P3A
Dalam melaksanakan program-program P3A, organisasi P3A menghadapi beberapa kendala:
1. Kualitas bendungan dan kualitas air yang kurang baik
Kualitas bendungan yang kurang baik diakibatkan kurangnya perhatian pihak pemerintah (PU Pengairan) terhadap kerusakan bendungan. Kualitas air yang kurang baik disebabkan oleh pencemaran dari limbah rumah tangga, penggundulan hutan sehingga jumlah air semakin berkurang.
2. Konflik antara petani hulu dengan petani hilir
Hal ini disebabkan tidak adanya kesepakatan pendistribusian air pada saat musin hujan dan musim kemarau. Pada saat musim hujan dapat menyebabkan sawah petani di hilir dapat terendam air. Sedangkan pada saat musim kemarau, petani hilir mengalami kekurangan air karena petani hulu lebih banyak menggunakan air. Dan adanya sebagian petani yang beranggapan bahwa pengaturan pembagian air yang selama ini dilakukan kurang merata.
3. Sistem pembukuan
Sebagian besar petani tidak mengetahui sistem pembukuan dalam organisasi. Hal ini membuat petani anggota kadang-kadang tidak melaksanakan atau
(1)
Lampiran 4. Skor Sikap Petani Sampel dan Interpretasinya
No. Sampel Skor Sikap Nilai Interpretasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 17 19 19 25 24 31 23 26 23 23 27 12 30 26 22 23 21 26 23 26 27 19 25 23 26 21 24 23 22 20 33,77 39,01 39,01 54,71 52,09 70,42 49,48 57,33 49,48 49,48 59,95 20,68 67,80 57,32 46,86 49,48 44,24 57,33 49,48 57,33 59,95 39,01 54,71 49,48 57,33 44,24 52,09 49,48 46,86 41,62 Negatif Negatif Negatif Positif Positif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Positif Negatif Positif Positif Negatif Negatif Negatif Positif Negatif Positif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Negatif Total 696,00
X 23,20
S 3,82 Sumber: Diolah dari Lampiran 3
(2)
Lampiran 5. Korelasi Spearman antara Luas Lahan Petani Sampel Dengan Sikap Petani Terhadap Organisasi P3A
Correlations
Luas_Lahan Sikap_Petani Spearman's rho Luas_Lahan Correlation
Coefficient
1.000 -.038
Sig. (2-tailed) . .844
N 30 30
Sikap_Petani Correlation Coefficient
-.038 1.000
Sig. (2-tailed) .844 .
N 30 30
(3)
Lampiran 6. Korelasi Spearman Antara Umur Petani Sampel Dengan Sikap Petani Terhadap Organisasi P3A Correlations
Umur Sikap_Petani Spearman's rho Umur Correlation
Coefficient
1.000 -.012
Sig. (2-tailed) . .951
N 30 30
Sikap_Petani Correlation Coefficient
-.012 1.000
Sig. (2-tailed) .951 .
(4)
Lampiran 7. Korelasi Spearman Antara Tingkat Pendidikan Petani Sampel Dengan Sikap Petani Terhadap Organisasi P3A Correlations
Tingkat_Pendidikan Sikap_Petani Spearman's rho Tingkat_Pendidikan Correlation
Coefficient
1.000 -.053
Sig. (2-tailed)
. .781
N 30 30
Sikap_Petani Correlation Coefficient
-.053 1.000 Sig.
(2-tailed)
.781 .
N 30 30
(5)
Lampiran 8. Korelasi Spearman Antara Pengalaman Bertani Petani Sampel Dengan Sikap Petani Terhadap Organisasi P3A Correlations
Pengalaman_Bertani Sikap_Petani Spearman's rho Pengalaman_Bertani Correlation
Coefficient
1.000 .020
Sig. (2-tailed) . .916
N 30 30
Sikap_Petani Correlation Coefficient
.020 1.000
Sig. (2-tailed) .916 .
(6)
Lampiran 9. Korelasi Spearman Antara Jumlah Tanggungan Petani Sampel Dengan Sikap Petani Terhadap Organisasi P3A Correlations
Jumlah_Tanggungan Sikap_Petani Spearman's rho Jumlah_Tanggungan Correlation
Coefficient
1.000 .110
Sig. (2-tailed)
. .563
N 30 30
Sikap_Petani Correlation Coefficient
.110 1.000
Sig. (2-tailed)
.563 .
N 30 30