Budaya Kerja1

Arti Definisi / Pengertian Budaya Kerja

Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai
yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan
tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang
terwujud sebagai kerja. (Gering Supriyadi dan Tri Guno, 2014 ).
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada
agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang
akan datang.
Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik :
1. meningkatkan jiwa gotong royong;
2. meningkatkan kebersamaan;
3. saling terbuka satu sama lain;
4. meningkatkan jiwa kekeluargaan;
5. meningkatkan rasa kekeluargaan;
6. membangun komunikasi yang lebih baik;
7. meningkatkan produktivitas kerja;
8. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll.

1.9 Sejarah budaya kerja
Disiplin ilmu budaya sebenarnya berasal dari disiplin ilmu antropologi.Sekitar tahun

1979 kata budaya seringkali dikaitkan dengan organisasi.Andrew Pettigrew (dalam Sopiah,
2008) dalam tulisannya di Journal Science Quarterly yang memuat istilah organizational
corporate culture mendapat perhatian yang cukup luas baik dari kalangan akademisi, praktisi
bisnis maupun organization theoritist.
Memahami konsep budaya organisasi bukanlah sesuatu hal yang mudah.Belum adanya
kesepakatan atas konsep budaya organisasi ini menyebabkan munculnya pemahaman yang
bervariasi dan kontroversi. Bidang study budaya organisasi inipun dapat dikatakan masih berusia
muda.

Linda Smircich (1983) dalam Sopiah (2008) mengatakan bahwa ada 2 kubu berkaitan
dengan budaya organisasi. Kubu pertama berpandangan bahwa, ”Organization is a culture.” dan
kubu yang kedua berpandangan bahwa ”Organization has culture.” Kubu pertama menganggap
bahwa budaya organisasi adalah hasil budaya.Oleh karenanya aliran ini menekankan pada
pentingnya penjelasan deskriptif atas sebuah organisasi.Sebaliknya, aliran yang kedua justru
memberikan penekanan pada faktor penyebab terjadinya budaya dalam organisasi dan
implikasinya terhadap organisasi tersebut, misalnya dengan melakukan pendekatan manajerial.
Dari sudut pandang karyawan, budaya memberi pedoman bagi karyawan akan segala
sesuatu yang penting untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh
Wheelen & Hunger (tanpa tahun) dalam Nimran (1997). Sejumlah peran penting yang dimainkan
oleh budaya perusahaan adalah; (a) Membantu pengembangan rasa memiliki jati diri bagi

karyawan, (b) Dipakai untuk mengembangkan keterkaitan pribadi dengan organisasi, (c)
Membantu stabilitas organisasi sebagai suatu sistem sosial, (d) Menyajikan prilaku sebagai hasil
dari norma perilaku yang dibentuk.
Berbagai praktik di atas dapat memperkuat budaya organisasi dan memastikan karyawan
yang bekerja sesuai dengan organisasi, memberi imbalan sesuai dukungan yang diberikan.
Sosialisasi
Efektifitas akan menghasilkan kepuasan kerja, komitmen organisasi, rasa percaya diri
pada pekerjaan, mengurangi tekanan serta kemungkinan keluar dari pekerjaan (Peters, 1997,
dalam Nurfarhati, 1999). Beberapa hal yang dapat dilakukan organisasi untuk mempertahankan
budaya organisasi adalah menyusun asumsi dasar, menyatakan dan memperkuat nilai yang
diinginkan dan menyosialisasikannya melalui contoh (Hellregel, 1996, dalam Nurfarhati, 1999).
Secara konseptual, sesungguhnya bangsa Indonesia ini sudah memiliki budaya kerja
dalam pengertian sebagai pola bagi tindakan.Dalam relasinya dengan dunia kerja masyarakat
sudah memiliki dasar-dasar untuk bekerja keras.Teks kerja keras tersebut dapat dilihat di dalam
kaitannya dengan ajaran tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan duniawai
dan ukhrowi.Seseorang tidak saja harus sepenuhnya mencari kebahagiaan di akhirat tetapi juga
harus mencari kebahagiaan di dalam kehidupan duniawi.
Nabi Muhammad saw juga menyatakan: ”bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau
akan hidup selamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok”.
Hadits ini mengandung makna bahwa Islam mengajarkan keseimbangan agar seseorang tidak


hanya memilih salah satu sebagai jalan hidupnya tetapi juga menjaga keseimbangan di
dalamnya. Kepentingan dunia didahulukan bukan dinomorsatukan karena kita memang hidup di
dunia dan kepentingan akhirat juga didahulukan bukan dinomor duakan karena semua akan
kembali ke sana.
Budaya kerja disesuaikan dengan karakteristik daerah setempat yang mengandung nilainilai luhur serta moral hazad dari sumber daya aparatur sipil Negara/PNS yang ada di
Pemerintahan Daerah DIY adapun budaya kerja pemerintah DIY seperti berikut ini.
Budaya kerja aparatur adalah nilai dan cerminan dari kebiasaan kerja yang dibakukan,
sebagai standar perilaku kerja aparatur DIY dalam rangka memberi arah pencapaian visi dan
misi organisasi. Padahal idealnya, budaya pemerintah DIY ini menjiwai atau sejalan dengan
pelaksanaan sistem manajemen pemerintahan mulai dari perumusan kebijakan, perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan. Budaya Jawa sudah dikenal sebagai budaya
adiluhung. Budaya Jawa bagi Pemerintah Daerah DIY diejawantahkan ke dalam budaya
organisiasi yang dikenal dengan nama Budaya Pemerintahan Satriya antara lain:
1. Budaya Pemerintahan yang telah ditetapkan dengan Peraturan Gubernur No. 72 tahun 2008
tentang Budaya Pemerintahan di DIY adalah bentuk komitmen Pemerintah Daerah DIY
dalam mencapai keberhasilan transformasi birokrasi, yang berbasiskan pada misi-misi
kearifan lokal DIY yaitu filosofi Hamemayu Hayuning Bawana dan ajaran moral sawiji,
greget, sengguh ora mingkuh serta dengan semangat golong gilig.
2.


Kekhasan bidang pemerintahan Satriya ini perlu dimiliki oleh setiap PNS di lingkungan
Pemda DIY dan Pemda Kabupaten/Kota se-DIY, dalam artian tidak sekedar mengetahui,
tetapi juga meresapi, memahami, dan menginternalisasikan nilai-nilai luhur Budaya
Pemerintahan Satriya ke dalam diri masing-masing, serta pengamalannya.

3. Budaya SATRIYA lanjutnya, merupakan nilai budaya yang mengandung filosofi Hamemayu
Hayuning Bawana, bermakna sebagai kewajiban melindungi dan memelihara serta membina
keselamatan dunia lebih untuk mementingkan berkarya bagi masyarakat dari pada memenuhi
ambisi pribadi.
4. Pencerminan prilaku PNS Pemda DIY antara lain: Ramah, senantiasa selalu bersikap ramah
dalam menjalankan tugas;

Transparan/Terbuka, kami seluruh PNS senantiasa bersikap

transparan/terbuka dalam melayani kepada masyarakat; Displin, kami seluruh pegawai
Pemda DIY bersikap disiplin dalam mengemban tugas melayani SKPD, masyarakat/Wajib

Pajak; Tanggungjawab, kami senantiasa akan bertanggungjawab dalam menjalankan tugas;
Kumunikatif, kami senantiasa akan selalu berkomunikasi dalam setiap tindakan; Sabar, kami

senantiasa akan bersikap sabar dalam menjalankan tugas;

Iklas/Tanpa pamrih, kami

senantiasa akan bersikap iklas/tanpa pamrih dalam menjalankan tugas; Budaya malu, kami
sentiasa akan merasa malu apabila kami melakukan hal-hal yang kurang terpuji.

"Hamemayu Hayuning Bawana "mengandung makna sebagai kewajiban melindungi,
memelihara serta membina keselamatan dunia dan lebih mementingkan berkarya untuk
masyarakat dari pada memenuhi ambisi pribadi. Dunia yang dimaksud mencakup seluruh peri
kehidupan baik dalam skala kecil (keluarga), ataupun masyarakat dan lingkungan hidupnya,
dengan mengutamakan darma bakti untuk kehidupan orang banyak, tidak mementingkan diri
sendiri.
Deferensiasi atau turunan dari filosofi Hamemayu Hayuning Bawana dalam konteks
aparatur dapat dijabarkan menjadi tiga aspek .Pertama, Rahayuning Bawana Kapurba
Waskithaning Manungsa (kelestarian dan keselamatan dunia ditentukan oleh kebijaksanaan
manusia).
Kedua, Darmaning Satriya Mahanani Rahayuning Nagara (pengabdian ksatria menyebabkan
kesejahteraan dan ketentraman negara). Ketiga, Rahayuning Manungsa Dumadi Karana
Kamanungsane (kesejahteraan dan ketentraman manusia terjadi karena kemanusiaannya).

Budaya Pemerintahan SATRIYA adalah merupakan nilai-nilai yang terkandung di dalam
filsofi Hamemayu Hayuning Bawana.SATRIYA memiliki dua makna, yakni :
Makna Pertama, SATRIYA dimaknai sebagai watak ksatria. Watak ksatria adalah sikap
memegang teguh ajaran moral:sawiji, greget, sengguh, oramingkuh (konsentrasi, semangat,
percayadiri dengan rendah hati, dan bertanggungjawab). Semangat dimaksud adalah golonggilig
yang artinya semangat persatuan kesatuan antara manusia denganTuhannya dan sesame
manusia.Sifat atau watak inilah yang harus menjiwai seorang aparatur dalam menjalani
kantugasnya. Makna kedua, SATRIYA sebagai singkatan dari : Selaras, Akal budiLuhur,
Teladan-keteladanan, RelaMelayani, Inovatif, Yakin dan percaya diri, Ahli-profesional.
Masing-masing merupakan butir-butir dari falsafah Hamemayu Hayuning Bawana yang
memiliki makna dan pengertian luhur (AG. Subarsono, 2014)

Hasto Broto, Falsafah Kepemimpinan dalam ajaran Budaya Jawa

YOGYAKARTA - Tahun 2014 adalah tahun politik bagi bangsa Indonesia. Di tahun ini kita
menyalurkan aspirasi kita untuk memilih pemimpin di wilayah kita dari tingkat, kota/kabupaten,
propinsi, dan tingkat nasional.
Pemilu 2014 menjadi ajang pertaruhan nasib rakyat dan bangsa Indonesia lima tahun kedepan.
Tidak butuh waktu lama kita menyalurkan aspirasi kita, namun selama lima tahun nasib kita
dipertaruhkan, apakah semakin baik atau malah sebaliknya?

Namun kita jangan patah arang untuk menyalurkan aspirasi kita untuk menintipkan nasib kita
kepada mereka kedepan. Tidak ada salahnya kita mempelajari falsafah kepemimpinan dalam
ajaran adi luhung budaya bangsa kita.
Hasto Broto adalah suatu ajaran yang menggambarkan 8 (delapan) manifestasi dari Tuhan yang
Maha Esa di alam semesta ini. Kepada setiap pemimpin agar selalu berpikir, berbuat dan beraksi
buat rakyat semata tanpa ada kepentingan apapun. Adapun kedelapan elemen Hasto Broto
adalah sebagai berikut:

1. Tanah
Melambangkan sifat pemurah, namun juga teguh dan kuat, sabar dan menerima segalanya, tidak
pernah mengeluh dibebani apapun dan tidak membeda-bedakan, serta selalu menerima apa saja
yang jatuh diatasnya, apakah sesuatu yang baik, buruk, bau, sedap dan lain-lain. Watak
pemimpin seyogyanya mencontoh tanah yaitu tangguh, sabar serta tidak cengeng
2. Api
Api melambangkan sifat panas tetapi suci. Sifat pemimpin yang mencontoh api ini seharusnya
berani ”membakar” kekurangan-kekurangan dan memperbaiki kembali serta ”menggodok” yang
baru yang lebih baik, sesuai keperluannya. Tampil berwibawa dan berani menegakkan hukum
dan
kebenaran
secara

tegas
dan
tuntas
tanpa
pandang
bulu.
3. Angin
Angin selalu berada di segala tempat, tanpa membedakan dataran tinggi atau rendah, daerah kota
maupun pedesaan, orang kaya maupun miskin. Mencontoh angin, seorang pemimpin hendaknya
selalu dekat dengan rakyat atau anak buah tanpa membedakan derajat dan martabatnya, sehingga
secara langsung dapat mengetahui keberadaan dan keinginan rakyat atau anak buahnya.
4. Air

Air bersifat dapat merata dan bersimbah ke mana-mana secara seimbang. Demikian pula seorang
pemimpin, wajib mengusahakan maratanya kemakmuran, keselamatan dan kesejahteraan anak
buahnya. Menempatkan semua anak buahnya pada derajat danm martabat yang sama dihatinya.
5. Angkasa
Angkasa melambangkan keluasan yang tak terbatas sehingga mampu manampung apa saja yang
datang padanya. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan batin dan menampung
pendapat rakyatnya atau anak buahnya yang bermacam ragam sesuai keperluan, persepsi dan

posisi masing-masing. Bahkan pemimpin harus mampu manampung berita apapun mengenai
dirinya, baik positif maupun negatif, tanpa kehilangan pengamatan diri, selalu sabar dan
tawakkal.
6. Bulan
Bulan bersifat memberikan sinar terang pada waktu malam. Seorang pemimpin wajib
memberikan sinar yang menimbulkan semangat serta rasa kepercayaan dan terlindung dari
rakyatnya dalam situasi yang pada suatu saat mengalami krisis, kesusahan lahir batin. Pemimpin
wajib memberikan pula pelajaran-pelajaran penerangan, yang mengangkat bawahannya dari
gelapnya
kebodohan.
7. Matahari
Matahari merupakan sumber energi yang menopang kehidupan dibumi yang membuat semua
makhluk hidup tumbuh dan berkembang. Seorang pemimpin hendaknya mampu mendorong dan
menumbuhkan daya hidup rakyat atau anak buahnya untuk membangun negara atau lembaganya
dengan
memberikan
bekal
lahir
fan
batin

untuk
mampu
berkarya.
8. Bintang
Bintang Sebagai benda langit dalam kurun waktu yang lama, sebagai bintang senantiasa
mempunyai tempat yang tetap di langit seingga dapat menjadi pedoman arah (kompas). Seorang
pemimpin hendaknya menjadi teladan rakyat atau anak buahnya, tidak ragu lagi menjalankan
keputusan yang telah disepakati, serta tidak mudah terpengaruh oleh pihak yang diduga akan
menyesatkan
Semoga pemimpin kita yang akan kita pilih besok dapat seperti yang diamanatkan dalam Hasto
Broto dengan didasari keimanan dan ketakwaan kepada pencipta Allah SWT.
(aanardian/kotajogja.com)

Sumber:
http://kotajogja.com/berita/index/Hasto+Broto,+Falsafah+Kepemimpinan+dalam+ajaran+Buday
a+Jawa
Etika Kepemimpinan dalam masyarakat Jawa dikenal dengan istilah “Hasta Brata”.
Istilah ini diambil dari buku Ramayana karya Yasadipura I yang hidup pada akhir abad ke-18
(1729-1803 M) di keraton Surakarta.
Secara etimologis, “hasta” artinya delapan, sedangkan “Brata” artinya langkah. Secara

terminologis berarti delapan langkah yang harus dimiliki seorang pemimpin dalam mengemban
misi kepemimpinannya. Langkah-langkah tersebut mencontoh delapan watak dari benda-benda
di alam yakni Bumi, Matahari, Bulan. Bintang, Api, Angin, laut, dan Air.
















Bumi, wataknya adalah ajeg. Sifatnya yang tegas, konstan, konsisten, dan apa adanya.
Bumi menawarkan kesejahteraan bagi seluruh mahkluk hidup yang ada di atasnya. Tidak
pandang bulu, tidak pilih kasih, dan tidak membeda-bedakan.
Matahari selalu memberi penerangan (di kala siang), kehangatan, serta energi yang
merata di seluruh pelosok bumi. Energi dari cahaya matahari juga merupakan sumber
energi dari seluruh kehidupan di muka bumi. Pemimpin juga harus memberi semangat,
membangkitkan motivasi dan memberi kemanfaatan pengetahuan bagi orang-orang yang
dipimpinnya.
Bulan mungkin lebih berguna daripada matahari. Karena dibandingkan matahari, bulan
memberi penerangan saat gelap dengan cahaya yang sejuk dan tidak menyilaukan.
Pemimpin yang berwatak bulan memberi kesempatan di kala gelap, memberi kehangatan
di kala susah, memberi solusi saat masalah dan menjadi penengah di tengah konflik.
Bintang adalah penunjuk arah yang indah. Seorang pemimpin harus berwatak bintang
dalam artian harus mampu menjadi panutan dan memberi petunjuk bagi orang yang
dipimpinnya. Pendirian yang teguh karena tidak pernah berpindah bisa menjadi pedoman
arah dalam melangkah.
Api bersifat membakar. Artinya seorang pemimpin harus mampu membakar jika
diperlukan. Jika terdapat resiko yang mungkin bisa merusak organisasi, kemampuan
untuk merusak dan menghancurkan resiko tersebut sangat membantu untuk kelangsungan
oraganisasi.
Angin adalah udara yang bergerak(ya iyalah, anak SD juga tahu). Maksudnya kalo udara
itu ada di mana saja. Dan angin itu ringan bergerak ke mana aja. Jadi pemimpin itu,
meskipun mungkin kehadiran seorang pemimpin tidak disadari, namun ada dimanapun
dia dibutuhkan. Pemimpin juga tak pernah lelah bergerak dalam mengawasi orang yang
dipimpinnya. Memastikan baik-baik saja dan tidak hanya mengandalkan laporan yang
bisa saja direkayasa.
Laut atau samudra yang lapang, luas, menjadi muara dari banyak aliran sungai. Artinya
seorang pemimpin mesti bersifat lapang dada dalam menerima banyak masalah dari anak
buah. Menyikapi keanekaragaman anak buah sebagai hal yang wajar dan menanggapi
dengan kacamata dan hati yang bersih.
Air mengalir sampai jauh dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Meskipun
wadahnya berbeda-beda, air selalu mempunyai permukaan yang datar. Artinya,

pemimpin harus berwatak ait yang berprinsip keadilan dan sama rata, kesamaan derajat
dan kedudukan. Selain itu, sifat dasar air adalah menyucikan. Pemimpn harus bersih dan
mampu membersihkan diri dan lingkungannya dari hal yang kotor dan mengotori.
Delapan watak benda-benda alam ini mampu menjadi contoh bagi seorang pemimpin dalam
mengomando orang-orang yang dipimpinnya menuju tujuan organisasi.
Hal seperti ini sudah ditemukan di Indonesia di akhir abad ke-18, tapi kenpa banyak orang
Indonesia yang mengeluh bahwa di Indonesia ini masih kurang jiwa kepemimpinan dalam
memimpin negara ini mencapai tujuannya.