FORMAT PENYUSUNAN KARYA ILMIAH by alexa

FORMAT PENYUSUNAN
KARYA ILMIAH
Oleh: Lia Yuliana, M.Pd
CIRI-CIRI ILMIAH
Dari pembicaraan sehari-hari kita sudah dapat dengan cepat menandai,
sesuatu itu ilmiah atau bukan, terutama diamati dari alur penalarannya. Dalam
kalimat sederhana, sebuah pembicaraan dikatakan ilmiah apabila dapat diterima
oleh nalar atau akal sehat, bukan didasarkan atas kemenangan berdebat tanpa
dasar. Dapat diterima oleh nalar, bukan hanya oleh pikiran manusia biasa, tetapi
sudah didasarkan atas teori yang sudah diakui kebenarannya oleh kalangan
ilmuwan. Dengan ciri ilmiah tersebut, sebuah karya dapat dikatakan ilmiah hanya
apabila didukung oleh teori yang relevan.
Selain ada dukungan ilmiah, sebuah karya dapat dikatakan ilmiah apabila
alur pikirannya runtut, enak diikuti, dan mengikuti sistematika yang dikenal oleh
dunia keilmuan sebagai sistematika yang mudah dinalar. Dengan persyaratan
demikian ini tidak berarti bahwa sistematika karya tulis ilmiah itu hanya satu
macam, kaku, tidak ada alternatif. Sistematika karya tulis yang dihasilkan oleh
guru tidak mengikat harus mengikuti ketentuan yang dikeluarkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional saja, tetapi boleh tidak sama, asal alur
pikirannya sesuai dengan kaidah keilmiahan.


SISTEMATIKA ATAU FORMAT PENULISAN KTI
Dan sedikit gambaran tentang ciri-ciri karya ilmiah di atas, kini dapat kita
bawa ciri-ciri tersebut dalam penerapan menulis. Agar karya yang kita tulis dapat
dipandang sebagai ilmiah, maka harus mengikuti alur pikir yang runtut sebagai
sistematika penulisan, yaitu (1) Latar belakang, (2) tujuan penulisan, (3) kajian
pustaka, (4) pembahasan, (5) kesimpulan, dan (6) daftar pustaka.

1

1. Latar belakang masalah
Dalam latar belakang ini dikemukakan “ganjalan” yang ada dalam
pikiran penulis, berupa ketidakpuasan penulis terhadap hal-hal yang
diperoleh dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari, baik yang dialami
sendiri maupun orang lain. Ganjalan ini dirasakan oleh penulis karena dirinya
mengetahui seperti apa seharusnya, padahal yang terjadi tidak seperti itu.
Oleh karena itu rumusannya harus jelas, bagaimana keadaan yang ada,
kemudian bagaimana seharusnya. Penulisan ini tidak harus demikian, tetapi
dapat dibalik, yang seharusnya dulu, baru kejadian atau kondisi yang ada.
Jika dari kejadian yang tidak memuaskan ini penulis mempunyai jalan keluar
yang baik dan logis, dalam bagian ini dituliskan secara ringkas gagasan untuk

mengatasinya.
2. Tujuan penulisan
Bagian kedua dari tulisan ini menyatakan hal-hal yang diharapkan
dapat dikemukakan setelah penulisan selesai. Rumusan tujuan ini sebaiknya
disusun sedemikian rupa sehingga jelas, rinci dan menarik bagi pembaca
sehingga pembaca tersebut ingin sekali melanjutkan membaca apa yang
dikemukakan oleh penulis.
3. Kajian teori
Judul bagian ini tidak mengikat, boleh “Kajian teori”, boleh “Kajian
pustaka”, atau ”Landasan teori”. Yang penting adalah bahwa isinya
menunjukkan adanya teori-teori yang diperoleh penulis dari membaca buku
atau sumber lain, dengan menyebutkan dari mana asal teori tersebut diambil.
Penulisan sumber kajian teori tidak harus dengan catatan kaki (foot note),
tetapi ditulis langsung dalam kurung di belakang kutipan, atau disebutkan
nama dalam teks kemudian tahun dan halaman dituliskan dalam kurung.
Mungkin ada yang ingin tahu berapa banyaknya sumber yang harus
dibaca untuk mendukung gagasan penulis, tidak ada batas yang mengikat.
Sebagai dasar yang dapat dipertimbangkan adalah kepantasan, misalnya 4
atau 5 sumber asal tepat dan cukup kuat difungsikan sebagai landasan
gagasannya. Kutipan tersebut bukan hanya ditulis dalam bentuk tumpukan

tulisan saja tetapi diberi pengkait sehingga tampak alur pikir penulis. Di

2

sinilah letak perhatian penilai, karena karya tulis ilmiah merupakan karya
yang menunjukkan kualitas penulis dalam menyusun sebuah karya. Alur pikir
penulis dapat diketahui antara lain dari kemampuan memanfaatkan pikiran
orang lain untuk buah pikirannya.
4. Pembahasan
Dibandingkan dengan bagian-bagian sebelumnya, bagian inilah yang
paling penting dan merupakan bagian yang selalu dicermati oleh penilai. Dari
bagian inilah dapat diketahui bagaimana gagasan penulis dalam memecahkan
masalah (“ganjalan”) yang dikemukakan pada latar belakang masalah.
Meskipun bagian yang lain terbaca banyak dan terkesan ilmiah, tetapi kalau
tidak ada bagian pembahasan, karya tulisnya tidak dapat diterima. Isi
pembahasan tidak boleh menyimpang dan harus dilandasi teori-teori yang
sudah dikutip. Semakin banyak dan runtut isi pembahasan, penilai langsung
terkesan bahwa karya ini baik dan dapat diterima.
5. Kesimpulan
Bagian terakhir dari karya tulis ilmiah adalah kesimpulan. Urutan isi

bagian ini harus sinkron dengan tujuan yang sudah ditulis dalam bagian
kedua. Dalam hal ini penulis tidak harus terikat pada banyaknya nomor yang
dituliskan dalam tujuan, tetapi isinya harus lengkap menunjukkan bahwa
tujuan sudah tercapai dan tertuang dalam kesimpulan. Meskipun banyaknya
nomor tidak harus sama, penulis perlu menunjukkan kiat, penilai akan lebih
terkesan positif jika nomor kesimpulan sama dengan banyaknya nomor dalam
tujuan.
6. Daftar pustaka
Daftar pustaka yang merupakan bagian penutup dari sebuah karya
ilmiah, seringkali digupakan oleh penulis. Daftar pustaka bukan “pajangan”
agar karya yang ditulis dipandang cukup ilmiah. Fungsi daftar pustaka adalah
penuntun bagi pembaca yang mungkin masih ingin tahu lebih jauh dari apa
yang sudah dikutip isinya oleh penulis. Oleh karena itu sumber-sumber yang
didaftar dalam bagian ini hares betul-betul sinkron dengan teori yang
dituliskan dalam kajian teori, artinya harus pas - tidak kurang dan tidak lebih.

3

Untuk sumber kajian ini ada hal yang perlu diketahui oleh penulis,
yaitu agar sedapat mungkin membatasi penggunaan kamus sebagai sumber.

Apa yang tertulis di dalam kamus bukan teori tetapi baru merupakan batasan
batasan pengertian. Yang diperlukan adalah dukungan teori, sedangkan
batasan pengertian baru berstatus sebagai penguat dari pengertian yang kita
ambil.

KARYA TULIS ILMIAH YANG BAIK
Salah seorang penilai nasional Prof. Dr. Ir. Suhardjono dosen tetap
Universitas Brawijaya menyusun sebuah pedoman penulisan KTI yang mudah
diingat, yaitu APIK, singkatan dari Asli, Perlu, Ilmiah, dan Konsisten. Pedoman
tersebut kini digunakan sebagai acuan penilaian oleh semua penilai pusat, baik
yang ada di pusat sendiri maupun di daerah. Jika karya tulis dinilai dengan dasar
acuan ini, berarti bahwa acuan tersebut sekaligus dapat digunakan sebagai
acuan bagi guru untuk menyusun karya tulisnya. Dalam acuan ini dikemukakan
kondisi negatif, dengan maksud agar penulis menghindarinya.
1. A = As1i
Penjelasan: KTI harus asli yaitu merupakan karya diri si penulis,
bukan mengutip karya orang lain, bukan dibuatkan oleh orang lain, atau
menjiplak di sana-sini dan gabungan dari karya orang lain.
Bukti bahwa KTI tidak asli:
a. Terdapat bagian-bagian tulisan atau sebagian besar tulisan “mirip” skripsi

atau tesis, misalnya ucapan terimakasih pada dosen pembimbing,
terdapat kata-kata “skripsi” atau “tesis”.
b. Tanggal penelitian tidak sama dengan tanggal pengesahan KTI.
c. Terdapat petunjuk lokasi yang berbeda dengan tempat tinggal penulis.
d. Data dan analisis terlalu muluk, seperti penulis yang mendapat bimbingan
secara intensif.
e. KTI sama dengan karya orang lain dengan judul sama atau berbeda
tetapi tampak hanya diubah istilah-istilahnya.
f.

Hasil KTI yang tidak masuk akal, dalam satu tahun lebih dari 2 penelitian.

4

2. P = Perlu
Penjelasan: Membuat KTI bukan pekerjaan yang mudah, dan bukan
hanya dengan maksud yang sifatnya sementara, tetapi untuk jangka
panjang, yaitu pengembangan profesinya. Bagi guru, jangkauan lebih jauh
adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, karena mereka adalah
subjek yang harus kita bantu. Jadi sebuah KTI perlu apabila untuk

kepentingan guru atau siswa.
Bukti bahwa KTI tidak atau kurang perlu:
a. Masalah yang dikaji terlalu luas, tidak langsung berhubungan dengan
upaya pengembangan profesi penulis.
b. Masalah yang ditulis meskipun sempit tetapi tidak menunjukkan adanya
kegiatan nyata penulis dalam peningkatan profesinya.
c. Permasalahan yang ditulis sangat mirip dengan karya-karya orang lain
(sudah banyak ditulis oleh penulis lain, hanya mengulang-ulang, tidak
memberikan kemanfaatan baru).

3. I = Ilmiah
Penjelasan: KTI dikatakan ilmiah jika
(1) permasalahan yang dikaji berada di khasanah keilmuan.
(2) menggunakan kriteria kebenaran ilmiah
(3) menggunakan metode ilmiah
(4) memakai tatacara penulisan ilmiah
Bukti bahwa KTI tidak termasuk ilmiah:
a. Masalah yang dibahas berada di luar khasanah keilmuan
b. Latar belakang masalah tidak jelas sehingga tidak dapat menunjukkan
manfaat pengembangan keilmuan.

c. Rumusan masalah tidak jelas atau bahkan tidak ada rumusan masalah
d. Apa yang dikemukakan sebagai kebenaran tidak didukung oleh teori,
kebenaran fakta atau kebenaran analisisnya.
e. Landasan teori perlu diperluas dan disesuaikan dengan tujuan yang akan
dicapai melalui tulisannya.

5

f.

Bila KTInya berupa laporan hasil penelitian, metode yang digunakan
belum benar, tampak dari penentuan variabel, populasi dan sampel, data
yang dikumpulkan serta cara yang digunakan, metode analisis, menarik
kesimpulan dari kaitannya dengan pembahasan tidak benar.

g. Kesimpulan tidak sinkron dengan rumusan masalah, mungkin belum atau
tidak menjawab permasalahan yang diajukan.

4. K = Konsisten
Penjelasan: Karya yang ditulis harus sesuai (konsisten) dengan kompetensi

penulis dan sesuai dengan tujuan penulis dalam mewujudkan karya tulis.
Bukti bahwa KTI tidak konsisten:
a. KTI yang ditulis tidak sesuai dengan tugas si penulis.
b. KTI yang ditulis tidak sesuai dengan latar belakang keahlian atau tugas
pokok penulis.
c. Masalah yang dikaji tidak berkaitan langsung dengan upaya penulis untuk
mengembangkan profesinya sebagai guru atau kepala sekolah
d. Isi dalam tulisan tiudak menunjukkan keruntutan sejak awal sampai atau
baik secara sepotong-sepotong atau berkesinambungan.

6