2.1 Kajian Teori 2.1.1Pengertian media - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Media Pembelajaran Video Animasi Materi Fase-Fase Bulan dengan Pendekatan Saintifik untuk Kelas 4 SD

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas kajian teori yang berisi tentang dua bahasan.
Bahasan yang pertama akan dijelaskan secara rinci pengertian media, fungsi
media pembelajaran, jenis-jenis media, dan pengembangan video animasi fasefase bulan sebagai media pembelajaran. Bahasan yang kedua berisi tentang
pembelajaran saintifik di SD, serta penelitian yang relevan, kerangka berfikir dan
hipotsesis pengembangan berkenaan dengan pengembangan media pembelajaran
video animasi yang akan peneliti susun.
2.1 Kajian Teori
2.1.1Pengertian media
Penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
telah membawa pengaruh yang sangat besar dalam bidang pendidikan, akibatnya
dalam bidang pendidikan semakin lama semakin mengalami kemajuan sehingga,
mendorong berbagai usaha pembaharuan. Sejalan dengan kemajuan tersebut,
maka dewasa ini pendidikan di sekolah menunjukan perkembangan yang sangat
pesat. Perubahan dan pembaharuan bukan hanya terjadi dalam bidang kurikulum,
metodologi mengajar, penilaian pendidikan dan organisasi dan personil, akan
tetapi juga terjadi pada media atau peralatan yang digunakan dalam mengajar.
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Gagne (1970)

menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan
peserta didik yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Briggs
(1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan
pesan serta merangsang peserta didik untuk belajar. Misalnya buku, film, kaset,
film bingkai, dan permainan. Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education
Association / NEA ) memiliki pengertian, media adalah bentuk – bentuk
komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Media
hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar dan di baca. Miarso (2004)
berpendapat bahwa “Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan

7

8

untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dan kemauan si belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar”. Dari
beberapa pendapat yang telah diuraikan oleh beberapa ahli, media merupakan
segala sesuatu yang dapat digunakan dalam pembelajaran untuk merangsang
peserta didik untuk belajar, media tersebut dapat berupa buku, film, hand out,
permainan, dan lain – lain.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mengartikan media sebagai alat
berkomunikasi dan informasi. Media berasal dari kata “medius” yang artinya
tengah, perantara atau pengantar. Menurut Heinich dalam Rusman (2012:159)
media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan. Media
merupakan salahsatu alat komunikasi dalam penyampaian pesan tentunya sangat
bermanfaat jika diimplementasikan ke dalam proses pembelajaran, media yang
digunakan dalam proses pembelajaran disebut dengan media pembelajaran
(Scholaria, Vol. 6, No. 1, Januari 2016: 143-158). Dari beberapa pendapat yang
telah diuraikan, media adalah alat bantu komunikasi yang digunakan untuk
menyampaikan pesan atau informasi yang ingin di sampaikan.
Menurut Oemar Hamalik dalam Media Pembelajara (1976: 22)
mengatakan bahwa media pendidikan memiliki ciri – ciri umum sebagai berikut :
a. Media pendidikan identik artinya dengan pengertian keperagaan yang berasal
dari kata “ raga “, artinya suatu benda yang dapat diraba, dilihat, didengar dan
yang dapat diamati melalui panca indera kita.
b. Tekanan utama terletak pada benda atau hal – hal yang bisa dilihat dan
didengar.
c. Media pendidikan digunakan dalam rangka hubungan (komunikasi) dalam
pengajaran, antara guru dan peserta didik
d. Media pembelajaran adalah semacam alat bantu belajar mengajar, baik dalam

kelas maupun luar kelas.
e. Berdasarkan (c) dan (d), maka pada dasarnya, media pendidikan merupakan
suatu “perantara” (medium,media) dan digunakan dalam rangka pendidikan
f. Media pendidikan mengandung aspek – aspek : sebagai alat dan sebagai
tehnik, yang sangat erat pertaliannya dengan metode mengajar

9

g. Karena itu, sebagai tindakan operasionil.
Jadi yang dimaksud dengan media pendidikan adalah alat, metode dan tehnik
yang digunakan dalam rangka lebih mengefetifkan komunikasi dan interaksi
antara guru dan peserta didik dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
2.1.2 Kegunaan Media Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar
Menurut Encyclopedia of Educational Research dalam Hamalik (1994:15),
nilai atau manfaat media pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Meletakkan dasar – dasar yang konkrit untuk berpikir dan oleh karena itu
mengurangi “ verbalisme “.
2. Memperbesar perhatian para peserta didik.
3. Meletakkan dasar – dasar yang penting untuk perkembaangan belajar dan oleh
karena itu membuat pelajaran lebih menetap.

4. Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan
berusaha sendiri dikalangan peserta didik.
5. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinu, hal ini terutama terdapat
dalam gambar hidup.
6. Membantu

tumbuhnya

pengertian

dan

dengan

demikian

membantu

pengembangan kemampuan berbahasa.
7. Memberikan pengalaman – pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan

cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta
keragaman yang lebih banyak dalam belajar.
Secara umum, media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai
berikut (Arief S. Sadiman 2008 : 17):
1.

Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik (dalam
bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, misalnya :
a. Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film
bingkai, film, atau model.
b. Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau
gambar.

10

c. Gerak yang terlalu lembat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan
timelapse atau high-speed photograpy;
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi

lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal.
e. Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan
dengan model, diagram, dan lain-lain.
f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi,gempa bumi, iklim, dan lain-lain)
dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan lain-lain.
3. Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi
sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk:
a. Menimbulkan kegairahan belajar
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan
lingkungan dan kenyataan.
c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan
minatnya.
4. Dengan sifat yang unik pada tiap peserta didik ditambah lagi dengan
lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi
pendidikan ditentukan sama untuk setiap peserta didik, maka guru banyak
mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus di atasi sendiri. Hal akan
lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan peserta didik juga
berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan
kemampuannya dalam memberikan perangsang yang sama, mempersamakan
pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama.

Maka dapat disimpulkan bahwa manfaat penggunaan media dalam proses
pembelajaran dapat mengarahkan minat belajar peserta didik sehingga
memunculkan rasa ingin tahu peserta didik, menumbuhkan motivasi peserta didik
untuk belajar dan meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
2.1.3

Jenis dan Karakteristik Media
Media atau bahan adalah perangkat lunak (softwere) berisi pesan atau

informasi pendidikan yang biasanya disajikan dengan peralatan. Peralatan atau
perangkat keras (hardwere) merupakan sarana untuk dapat menampilkan pesan

11

terkandung pada media tersebut (AECT, 1977). Menurut taksonomi Rudy Bretz
mengidentifikasikan ciri utama dari media menjadi 3 unsur pokok, yaitu suara,
visual dan gerak. Visual dibedakan menjadi tiga yaitu gambar, garis (line graphic)
dan simbol yang merupakan suatu kontinum dari bentuk yang dapat ditangkap
dengan indera penglihatan. Terdapat 8 klasifikasi media yang dikemukakan oleh
Bretz yaitu : 1) media audio visual gerak, 2) media audio visual diam, 3) media

audio semi gerak, 4) media visual gerak, 5) media visual diam, 6) media semi
gerak, 7) media audio dan 8) media cetak.
Menurut taksonomi Briggs, lebih mengarah pada karakteristik menurut
stimulus atau rangsangan yang dapat ditimbulkan dari media sendiri, yaitu
kesesuaian rangsangan tersebut dengan karakteristik peserta didik, tugas
pembelajaran, bahan dan transmisinya. Briggs mengidentifikasi 13 macam media
yang dipergunakan dalam proses belajar mengajar, yaitu : objek, model, suara
lansung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram, papan tulis,
media transparansi, film rangkai, film bingkai, film televisi dan gambar. Berbeda
dengan Briggs, Gagne membuat 7 macam pengelompokan media, yaitu : benda
untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar
bergerak, film bersuara, dan mesin belajar. Ketujuh klompok media ini kemudian
dikaitkan dengan kemampuan memenuhi fungsi menurut tingkatan hierarki
belajar yang dikembangkannya yaitu pelontar stimulus belajar, penarik minat
belajar, contoh pelaku belajar, memberi kondisi eksternal, menuntun cara berfikir,
memasukkan alih ilmu, menilai prestasi dan pemberi umpan balik. Dalam
Taksonomi Edling, Edling beranggapan bahwa media merupakan bagian dari
enam unsur ransangan belajar, yaitu dua untuk pengalaman audio meliputi
kodifikasi subjektif visual dan kodifikasi objektiv visual, dan dua pengalaman
belajar 3 dimensi meliputi pengalaman lansung dengan orang dan pengalaman

lansung dengan benda – benda.
Dalam menyusun taksonomi media menurut hierarki pemanfaatn untuk
pendidikan, Ducan menjajarkan biaya investasi, kelangkaan dan keluasan lingkup
sasarannya di satu pihak dan kemudian pengadaan serta penggunaan, keterbatasan
lingkup sasaran dan rendahnya biaya di lain pihak dengan tingkat kerumitam

12

perangkat medianya dalam satu hierarki. Dalam bahasa awam hal tersebut daapat
dijelaskan bahwa semakin rumit perangkat media yang dipakai, semakin mahal
biaya investasinya, semakin susah pengadaannya, tetapi juga semakin umum
penggunaannya dan semakin luas lingkup sasaranya. Sebaliknya, semakin
sederhana perangkat media yang digunakan biayanya akan lebih murah,
pengadaannya lebih mudah, sifat penggunaannya lebih khusus, dan lingkup
sasarannya lebih terbatas.
Dari taksonomi yang telah dijabarkan oleh beberapa ahli, media
pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi media grafis, media audio dan media
proyeksi diam. Adapun karakteristik yang dimilik oleh masing – masing media.
Dari contoh pengelompokan yang diadakan oleh Schramm, kita dapat melihat
media menurut karakteristik ekonomisnya, lingkup sasarannya yang dapat diliput,

dan kemudahan kontrol pemakai. Karakteristik media juga dapat dilihat menurut
kemampuan membangkitkan rangsangan indera pengliatan, pendengaran,
perabaan, pengecapan, maupun penciuman atau kesesuaiannya dengan tingkatan
hierarki belajar seperti yang digarap oleh Gagne. Media Grafis termasuk media
viasual. Sebagaimana halnya media yang lain media grafis berfungsi untuk
menyalurkan pesan dari sumber kepeneima pesan. Pesan yang akan disampaikan
dituangkan kedalam simbol – simbol komunikasi visual, simbol – simbol tersebut
perlu dipahami benar artinya agar proses penyampaian pesan dapat berhasil dan
efisien. Selain itu, secara khusus media grafis berfungsi pula untuk menarik
perhatian, memperjelas sajian ide, mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang
mungkin akan cepat dilupakan atau diabaikan bila tidak digrafiskan. Selain
sederhana dan mudah pembuatanya media grafis termasuk media yang relatif
murah ditinjau dari segi biayanya. Jenis – jens dari media grafis ialah gambar /
foto, sketsa, diagram, bagan / chart, grafik (graphs), kartun, poster, peta dan globe,
papan flanel / flanel board, papan buletin. Berbeda dengan media grafis, media
audio berkaitan dengan indera pendengaran. Pesan yang akan disampaikan
dituangkan kedalam lambang – lambang auditif, baik verbal ( kedalam kata – kata
/ bahasa lisan ) maupun non verbal. Ada beberapa jenis media audio, antara lain
radio, alat perekam pita maghnetik, piringan hitam dan laboratorium bahasa.


13

Media proyeksi diam mempunyai pesamaan dengan media grafik dalam arti
menyajikan rangsangan – rangsangan visual. Selain itu, bahasa – bahasa grafis
banyak sekali dipakai dalam media proyeksi diam. Perbedaan yang jelas diantara
mereka adalah pada media grafis dapat secara lansung berinteraksi dengan pesan
media yang bersangkutan pada media proyeksi, pesan tersebut harus
diproyeksikan dengan proyektor agar dapat dilihat oleh sasaran. Adakalanya
media jenis ini disertai rekaman audio, tapi ada pula yang visual saja. Jenis medi
proyeksi diam antara lain film bingkai (slide), film rangkai (film strip), overhead
proyektor, proyektor opaque, teachitoscope, microprojection dengan microfilm.
2.1.4

Definisi Video
Kata video bukanlah suatu hal asing bagi para peserta didik, video berasal

dari sebuah singkatan yang dalam bahasa Inggris yaitu visual dan audio. Kata vi
merupakan singkatan dari visual yang berarti gambar, kemudian pada kata deo
adalah singkatan dari kata audio yang berarti suara. Jadi video adalah seprangkat
komponen atau media yang mampu menampilkan gambar dan suara dengan cara
bersamaan (Ni Kadek R.D, dkk e-journal UNDHIKSA Vol:5 No: 2 Tahun 2016).
Menurut Munir (2012:289), “video adalah teknologi penangkapan, perekaman,
pengolahan, dan penyimpanan, pemindahan, dan perekonstruksian urutan gambar
diam dengan menyajikan adegan-adegan dalam gerak secara elektronik”. Sejalan
dengan hal itu, Riyana (Wiradinata,2014) berpendapat “media video pembelajaran
adalah media atau alat bantu yang menyajikan audio dan visual yang berisi pesanpesan pembelajara, baik berisi konsep, prinsip, prosedur, teori aplikasi
pengetahuan untuk membantu pemahaman terhadap suatu materi pembelajaran”.
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa video
adalah suatu media yang dapat menampilkan gambar dan suara dengan waktu
bersamaan sehingga dapat mendengar dan melihat suatu materi atau informasi
yang disampaikan.
2.1.5 Definisi Animasi
Kata animasi berasal dari bahasa Latin, anima yang berarti “hidup” atau
animare yang berarti “meniupkan hidup kedalam”. Kemudian istilah tersebut
dialihbahasakan kedalam bahasa Inggris menjadi Animate yang berarti memberi

14

hidup (to give life to), atau Animation yang berarti ilusi dari gerakan, atau hidup
(Ranang A.S, 2010:9). Lazimnya istilah animation diartikan membuat film kartun
(the making of cartoons). Istilah animation tersebut dialihbahasakan ke dalam
bahasa Indonesia menjadi Animasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2002:53) kata animasi diartikan lebih teknis lagi yaitu acara televisi yang
berbentuk rangkaian lukisan atau gambar yang digerakkan secara mekanik
elektronis sehingga tampak di layar menjadi bergerak.
2.1.5.1Jenis-Jenis Animasi
Sampai saat ini animasi dibagi dalam kategori besar, yaitu (Ranang A.S, 2010 :
44-49) :
1. Animasi Gambar Diam (Stop-Motion Animation)
Stop-Motion Animation sering disebut pula claymation karena dalam
perkembangannya, jenis animasi ini sering menggunakan tanah liat (clay) sebagai
objek yang digerakkan. Teknik animasi stop-motion pertama kali ditemukan oleh
Stuart Blakton pada tahun 1906 dengan menggambar ekspresi wajah tokoh kartun
di papan tulis, diambil gambarnya dengan still camera, kemudian dihapus untuk
menggambar ekspresi wajah selanjutnya. Teknik animasi stop motion ini sering
digunakan dalam efek visual untuk film-film di era tahun 1950-1960 bahkan
sampai saat ini.
2.

Animasi Tradisional (Traditional Animation)
Animasi

tradisional merupakan teknik animasi

yang pertama

kali

dikembangkan dan telah menjadi jenis animasi paling dikenal sampai saat ini.
Animasi tradisional juga sering disebut Animasi Sel (cel animation) karena teknik
pengerjaannya dilakukan pada celluloid transparent yang sekilas mirip sekali
dengan transparasi OHP yang sering digunakan untuk presentasi. Karena
bentuknya lembaran-lembaran gambar dua dimensi tersebut, teknik ini disebut
juga dengan istilah Animasi 2 Dimensi (2D), dan saat ini lebih populer daripada
istilah Animasi Sel itu sendiri. Dengan berkembangnya teknologi komputer,
teknik animasi tradisional berubah menggunakan komputer. Beberapa aplikasi
perangkat lunak (software) diciptakan untuk mendukung produksi animasi 2D,

15

seperti adobe Image Ready, Macromedia Flash, Animator Pro, After Effect dan
sebagainya.
3.

Animasi Komputer (Computer Animation)
Sesuai dengan namanya, animasi jenis ini secara keseluruhan dikerjakan

dengan bantuan komputer. Melalui menu gerakan kamera dalam program
komputer, keseluruhan objek bisa diperlihatkan secara tiga dimensi, sehingga
lebih sering disebut dengan istilah animasi tiga dimensi (3D animation). Awal
perkembangan animasi 3D sesungguhnya sudah di mulai sejak tahun 1964, ketika
Ivan Sutherland dari, Massachussetts
mengembangkan

sebuah

program

Institute of Technology berhasil

bernama

Sketsachpad

yang

mampu

menggambar sinar-sinar garis langsung pada Chatoda Ray Tube (CRT).
Berdasarkan jenis-jenis animasi yang telah terurai, video animasi fase-fase
bulan yang akan dikembangkan peneliti tergolong pada jenis animasi tradisional,
karena animasi yang dibuat dalam video pembelajaran menggunakan animasi
2dimensi (2D)
2.1.6

Cara pengembangan media pembelajaran
Menurut Azhar Arsyad (2009:2), dismping mampu menggunakan alat-alat

yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan ketrampilan
membuat media pembelajaran yang akan digunakannya apabila media tersebut
belum tersedia. Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
cukup tentang pengembangan media pembelajaran. Langkah – langkah
pengembangan media menurut Arief S. Sadiman (2009: 99-187), langkah-langkah
pengembangan media adalah sebagai berikut.
a. Penyusunan Rancangan
Urutan dalam mengembangkan program media itu dapat di uraikan sebagai
berikut ini :
1. Analisis Kebutuhan Dan Karakteristik Peserta didik
Dalam proses belajar mengajar yang dimaksud dengan kebutuhan adalah
kesenjangan antara kemampuan, ketrampilan dan sikap peserta didik yang kita
inginkan dengan kemampuan, ketrampilan dan sikap peserta didik yang mereka
miliki sekarang. Dari kesenjangan itu dapat diketahui apa yang dibutuhkan dan

16

yang diperlukan peserta didik. Sebagai perancang program media, guru harus
dapat mengetahui pengetahuan atau ketrampilan yang telah dimiliki peserta didik
sebelum mengikuti kegiatan instruksional. Suatu program media akan dianggap
terlalu mudah bagi peserta didik bila peserta didik tersebut telah memiliki
sebagian besar pengetahuan / ketrampilan yang disajikan oleh program media
tersebut. Sebliknya program akan dipandang terlalu sulit bagi peserta didik bila
peserta didik belum memiliki pengetahuan / ketrampilan yang harus dimiliki
peserta didik sebelum menggunakan media tersebut. Pengetahuan prasyarat ialag
pengetahuan / ketrampilan yang harus dimiliki peserta didik sebelum
menggunakan media.
2. Perumusan Tujuan
Dalam proses pembelajarn, tujuan instruksional merupakan faktor yang
sangat penting. Tujuan dapat memberi arah kemana peserta didik akan pergi,
bagaimana ia harus pergi kesana, dan bagaimana ia tahu bahwa telah sampai
tempat tujuan. Tujuan ini merupakan pernyataan yang menunjukkan perilaku yang
harus dapat dilakukan peserta didik setelah ia mengikuti proses instruksional
tertentu. Untuk dapat merumuskan tujuan instruksional dengan baik ada dua hal
yang perlu di ingat yaitu :
a. Tujuan instruksional harus berorientasi kepada peserta didik bukan berorientasi
kepada guru. Hal yang perlu dinyatakan dalam tujuan harus perilaku yang dapat
dilakukan atau yang diharapkan dapat dilakukan peserta didik setelah proses
instruksional selesai. Jadi, tujuan ini harus berorientasi kepada hasil. Tujuan tidak
menyatakan apa yang harus dilakukan guru dalam kegiatan belajar mengajar
karna bukan perilaku guru yang dipentingkan melainkan perilaku peserta didik.
Jadi, bukan proses mencapai tujuan itu yang penting, melainkan hasil akhirnya.
b. Tujuan harus dinyatakan dengan kata kerja yang oprasional. Artinya, kata kerja
itu menenujukkan perbuatan yang dapat diamati atau yang hasilnya dapat diukur.
3. Pengembangan Materi Pembelajaran
Pengembangan materi dalam hal ini adalah bahan pelajaran apa yang harus
dipelajarai peserta didik atau pengalaman belajar apa ysng harus dilakukan oleh
peserta

didik

agar

tujuan

instruksional

dapat

tercapai.

Untuk

dapat

17

mengembangkan bahan istruksional yang mendukung tercapainya tujuan itu,
maka tujuan yang telah di rumuskan harus dianalisis lebih lanjut. Dengan cara
tersebut akan diperoleh sub kemampuan dan sub ketrampilan, serta sub-sub
kemampuan dan sub-sub ketrampilan (Arief S. Sadiman, 2009: 112). Apabila sub
kemampuan dan sub-sub kemampuan telah telah teridentifikasi maka akan
diperoleh bahan instruksional terperinci yang akan mendukung tercapainya tujuan
tersebut. Setelah daftar pokok-pokok bahasan bahan pembelajaran tersebut
diperoleh. Berikutnya ialah mengorganisasikan urutan penyajian yang logis,
artinya dari hal yang sederhana ke hal yang rumit atau dari yang konkrit ke
abstrak. Dalam hal ini kemampuan yang satu menjadi prasyarat untuk dapat
dipelajarinya kemampuan yang lain.
b. Penulisan Naskah Media
Dalam tahap ini pokok-pokok yang telah diuraikan lebih lanjut disajikan
kepada peserta didik. Penyajian dapat disampaikan melalui media yang sesuai
yang dipilih. Agar instruksional dapat dismpaikan melalui media, terlebih dahulu
materi dituangkan dalam tulisan atau gambar yang disebut naskah program media.
Pada naskah film bingkai, film, dan video/tv lembaran naskah di bagi menjadi dua
kolom sama lebar. Kolom sebelah kiri dicantumkan urutan gambar yang harus
diambil kamera serta penjelasan tentang sudut pengambilan gambar. Pada kolom
sebelah kiri dapat dibaca apakah gambar yang harus diambil dalam close up,
medium shot, long shot, dan sebagainya. Di kolom sebelah kanan dituliskan narasi
atau percakapan yang harus dibaca par pelaku, serta musik dan suara-suara yang
harus direkam. Berikut adalah tahapan-tahapan penulisan naskah film dan video.
1. Sinopsis
Sinopsis diperlukan untuk memberikan gambaran secara ringkas dan padat
tentang tema atau pokok materi yang akan dibuat. Tujuan utamanya adalah
mempermudah menangkap konsep, mempertimbangkan kesesuaian gagasan
dengan tujuan yang ingin dicapai dan menentukan persetujuan.
2. Treatmen

18

Treatmen berbeda dengan sinopsis, treatmen memberikan uraian ringkas secara
diskriptif (bukan tematis) tentang bagaiman suatu episode cerita atau rangkaian
peristiwa instruksional (instruksional events) .
3. Storyboard
Storyboard adalah rangkaian kejadian seperti dilukiskan dalam treatment kemudia
divisualkan dalam perangkat gambar atau sketsa sederhana. Tujuan pembuatan
storyboard antaralain untuk melihat apakah tata urutan peristiwa yang visualkan
telah sesuai dengangaris cerita. Disamping itu juga untuk melihat apakah
kesinambungan (kontinuitas) arus dari cerita sudah lancar. Storyboard dapat juga
digunakan sebagai momen-momen pengambilan (shoot).
4. Skrip atau naskah program
Skrip atau naskah program adalah keterangan-keterangan yang ddidapat dari hasil
eksperimen coba-coba dengan storyboard, kemudian dituangkan dalam bentuk
skrip atau naskah program menurut tata urutan yang dianggap sudah benar.
5. Skenario
Skenario merupakan petunjuk operasional dalam pelaksanaan produksu atau
pembuatan program. Dalam skenario inilah beda antara film dan video akan
tampak karena video mempunyai efek visual tertentu yang tidak dimiliki oleh
media film.
c. Produksi Media
Dalam produksi pembuatan animasi terdiri dari proses drawing, scaning,
coloring, lip-synch (pergerakan mulut pada anime), hingga proses editing yaitu
mengemas hasil akhir sebuah film, mensingkronkan suara visual, memberikan
spesial efek dan mengekspor kedalam media yang ditentukan.
d. Evaluasi Program Media
Evalusi dimaksudkan untuk mengetahui apakah media yang dibuat dapat
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Media apapun yang
dibuat seperti kaset audio, film, video animasi maupun gambar perlu dinilai
terlebih dahulu sebelum di pakai secara luas.

19

2.1.7 Pembelajaran Saintifik di SD
Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 menekankan pembelajaran yang
mampu

mengembangkan

kreativitas

peserta

didik.

Mulyoto

(2013:103)

menyatakan bahwa “selama ini unsur kreativ memang sering disebut-sebut pakar
pendidikan, tapi pembelajaran yang memberi ruang kepada peserta didik untuk
mengembangkan kreativitas belum mendapat tempat”. Disamping itu, kementrian
pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan bahwa kurikulum 2013
juga mengamanatkan untuk mendorong peserta didik agar mampu lebih baik
dalam melakukan observasi, bertanya, menlar, dan mengkomunikasikan terhadap
apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi
pembelajaran (Kemendikbud, 2013:3-4). Ciri khas dari pembelajaran dalam
Kurikulum 2013 adalah pembelajaran yang berbasis pendekatan saintifik .
Pendekatan saintifik menjadikan peserta didik lebih aktif dalam kegiatan
pembelajaran dan pembelajaran tidak membosankan, peserta didik dapat
mengontruksi pengetahuan dan ketrampilannya melalui fakta-fakta yang
ditemukan dalam penyelidikan di lapangan guna pembelajaran. Selain itu, dengan
pembelajaran pendekatan saintifik ini, peserta didik didorong lebih mampu dalam
mengobservasi,

bertanya,

bernalar,

dan

mengomunikasikan

atau

mempresentasikan hal-hal yang dipelajari dari fenomena alam ataupun
pengalaman langsung (Kemendikbud, 2013: 203,2012).
Pendekatan saintifik pertama kali diperkenalkan melalui ilmu pendidikan
Amerika pada akhir abad ke-19, sebagai penekanan metode laboratorium
formalistik yang mengarah pada fakta-fakta ilmiah (Rohadi, 2005:25). Menurut
Fuziah (2013) pendekatan saintifik mengajak peserta didik langsung dalam
menginferensi masalah yang ada dalam bentuk rumusan masalah dan hipotesis,
rasa peduli terhadap lingkungan, rasa ingin tahu dan gemar membaca. Mulyasa
(2014:99) menyatakan bahwa “pendekatan yang dilatihkan dan diunggulkan
adalah pendekatan saintifik (saintific approach). Pembelajaran dengan pendekatan
saintifik menekankan keterlibatan peserta didik dalam berbagai kegiatan yang
memungkinkan peserta didik aktif dalam proses mengamati, menanya, mencoba,
menalar, mengomunikasikan, dan membangun jejaring.” Dari beberapa pendapat

20

yang ada, dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik merupakan pendekatan
dalam proses pembelajaran dimana peserta didik dapat berperan aktif dalam
memperoleh pengetahuan yang mengintegrasikan ketrampilan untuk mecari tahu
sendiri fakta-fakta dan pengetahuan yang dikaitkan dengan materi pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran terdapat langkah-langkah pembelajaran
dengan pendekatan saintifik. Hosnan (2014: 37) mengemukakan langkah-langkah
pembelajaran dengan pendekatan saintifik yaitu “ a) mengamati (observing); b)
menanya (questioning); c) mengumpulkan informasi; d) mengasosiasi/mengolah
informasi/menalar (associating); e) mengomunikasikan; dan f) membentuk
jejaring (networking).” Langkah pembelajaran saintifik juga dikemukakan oleh
Imas & Berlin (2014:26) yang menyatakan bahwa terdapat 5 langkah dalam
mengimplementasikan saintifik yaitu “a) mengamati (observing); b) menanya
(questioning); c) menalar (associating); d) mencoba (experimenting); dan e)
membentuk jejaring atau mengomunikasikan (networking).” Langkah serupa
dijelaskan dalam permendikbud Nomor 81 A tentang Implementasi Kurikulum
dimana terdapat 5 langkah dalam mengimplementasikan saintifik yaitu “a)
mengamati;

b)

menanya;

c)

mengumpulkan

informasi/eksperimen;

d)

mengasosiasikan/mengolah informasi; dan e) mengomunikasikan.”
Dari beberapa pendapat diatas dapat diketahui bahwa penerapan
pendekatan saintifik menuntut keterlibatan aktif peserta didik karena pada
dasarnya mereka adalah pusat dari tujuan pembentukan kompetensi yang ingin
dicapai. Dalam pendekatan saintifik setiap materi pembelajaran yang baru harus
dikaitkan dengan pengetahuan dan pengalaman peserta didik yang sudah ada
sebelumnya. Pendekatan ini diharapkan mampu meningkatkan tingkat berpikir
kritis dan kreativitas peserta didik. Dalam mengimplementasikan pendekatan
saintifik dalam proses pembelajaran terdapat 5 langkah/tahapan yang harus
dilakukan

yaitu

mengamati,

menanya,

mengasosiasi/menalar, dan mengomunikasi.

mengumpulkan

informasi,

21

2.1.8 Media Pembelajaran Video Animasi Materi Fase-Fase Bulan Dengan
Pendekatan Saintifik
Berdasarkan uraian mengenai media pembelajaran animasi fase-fase bulan
dengan pendekatan saintifik dapat diketahui bahwa media pembelajaran animasi
fase-fase bulan dengan pendekatan saintifik yang akan dikembangkan merupakan
media pembelajaran yang disusun secara sistematis.
Fakta dilapangan yang diungkapkan bahwa masih terdapat permasalahan
terkait dengan penggunaan media pembelajaran yang kurang untuk peserta didik,
maka dapat di identifikasi karakter media pembelajaran animasi fase-fase bulan
yang peneliti susun adalah sebagai berikut :
1. Dikemas sesuai dengan karakteristik peserta didik.
2. Menggunakan bahasa yang komunikatif sesuai dengan tingkat pengetahuan
dan pemahaman peserta didik.
3. Menggunakan pendekatan saintifik.
4. Media pembelajaran animasi fase-fase bulan memuat materi KD 9.2 tentang
perubahan kenampakan benda langit.
2.2

Kajian penelitan Relevan
Hasil penelitian yang relevan atau hampir sama dengan penelitian ini yaitu

“ Pengembangan Media Video Pembelajaran Daur Air Untuk Meningkatkan
Poses dan Hasil Belajar IPA Peserta didik SD ” oleh Fachrur Rozie pada tahun
pelajaran 2011/2013 dengan daur ulang air. Peneliti mendapatkan kesimpulan
hasil kelayakan media dengan nilai 83,6% ditambah dengan hasil kelayakan
media dengan nilai 92,5%, kemudian dirata – rata dan mendapat nilai 88,1%.
Penelitian sejenis dilakukan oleh Wanda Ari Rebowo dengan judul “
Pengembangan Media Video Pembelajaran Berbasis Masalah Materi Pecahan
Pada Peserta didik Kelas IV Sekolah Dasar”. Hasil penelitian menunjukkan hasil
pemberian angket kelayakan video pembelajaran ditinjau dari pendapat guru
memperoleh presentase rerata skor 90% yang berada dalam kategori “sangat
baik”. Hasil pemberian angket kelayakan video pembelajaran ditinjau dari
pendapat peserta didik memperoleh rerata skor 94% yang berada dalam kategori
“sangat baik” kelas kontrol meningkat sebesar 11,81%. Pengujian hipotesis

22

ditrima Ha yaitu penggunaan media video pembelajaran berbasis masalah lebih
baik hasil belajar dibanding tidak menggunakan video.
Muhibuddin

Fadhli

melakukan

penelitian

“Pengembangan

Media

Pembelajaran Berbasis Video Kelas IV Sekolah Dasar”. Hasil pst test
menunjukkan bahwa rerata prestasi belajar klompok yang menggunakan media
pembelajaran yang dikembangkan lebih besar daripada rerata yang prestasi belajar
kelompok yang menggunakan media buku bergambar (71,3 > 62,5). Dari prolehan
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa media yang dikembangkan efektif dalam
meningkatkan prestasi belajar.
Ni Kadek Risna Dewi dkk tahun 2016 melakukan penelitian
“Pengembangan Video Pembelajaran Berbasis Kearifan Lokal Mata Pelajaran
Bahasa Bali Untuk Peserta didik Kela III”. Berdasarkan hasil validasi terhadap
media video pembelajaran yang dikembangkan menurut review para ahli dan uji
coba produk, yakni (1) menurut ahli isi pembelajaran produk berada pada kategori
sangat baik dengan persentase 96%, (2) menurut ahli desain pembelajaran produk
berada pada kategori baik dengan presebtase 86%, dan (3) menurut ahli media
pembelajaran produk berada kategori sangat baik dengan presentase 92%, (4)
hasil uji coba perorangan produk mencapai tingkat presentase 96.67% dengan
kategori sangat baik, (5) hasil uji coba kelompok kecil produk mencapai tingkat
presentase 95,25% dengan kategori sangat baik, dan (6) hasil uji coba lapangan
produk mencapai tingkat 94,3% dengan kategori sangat baik.
Berdasarkan beberapa penelitian relevan diatas, peneliti akan melakukan
penelitian serupa dengan mengembangkan media pembelajaran video animasi
fase-fase bulan dengan pendekatan saintifik untuk kelas 4 SD.
2.3 Kerangka Berfikir
Dalam kegiatan belajar mengajar diperlukan media pembelajaran yang
mendukung ketercapaian kompetensi peserta didik yang diharapkan. Media
pembelajaran dapat berupa video pembelajaran yang disusun secara sistematis dan
menarik untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik agar tertarik pada
kegiatan pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memahami materi
pembelajaran. Berdasarkan kajian dalam penjelasan kajian teori untuk membuat

23

media pembelajaran yang baik harus memperhatikan beberapa hal. Penggunaan
vidieo pembelajaran yang dilakukan oleh penelitian terdahulu terbukti efektif
dalam menunjang proses pembelajaran serta dapat meningkatkan hasil belajar
peserta didik.
Melihat permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran mata pelajaran
IPA yang berkenaan dengan terbatasnya media pembelajaran, peneliti akan
mengembangkan media pembelajaran berupa video animasi materi fase-fase bulan
dengan pendekatan saintifik yang dikembangkan dengan harapan dapat membantu
peserta didik dalam memahami materi.
2.4 Hipotesis pengembangan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang diuraikan diatas, maka
dapat dirumuskan hipotesis pengembangan sebagai berikut :
1. Media pembelajaran video animasi materi fase-fase bulan dengan pendekatan
saintifik kelas 4 SD dapat dikembangkan.
2. Media pembelajaran video animasi materi fase-fase bulan dengan pendekatan
saintifik untuk kelas 4 SD valid.
3. Media pembelajaran video animasi materi fase-fase bulan dengan pendekatan
saintifik untuk kelas 4 SD efektif.