Tugas Pelanggaran HAM CUT Pelaj

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam
penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan
yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga
merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM yang selanjutnya disebut
HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam
era reformasi ini. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak
sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita
melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau
pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.
Secara teoritis HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang
bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus
dihormati, dijaga, dan dilindungi. Hakikat HAM sendiri adalah merupakan upaya
menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan
antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya
menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan
tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik
Sipil maupun Militer), dan negara.
(KLIK)
Dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat HAM, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari
manusia secara otomatis.

b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama,
etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi
atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun
sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
(KLIK)
Secara umum HAM adalah harkat dan martabat serta kodrat manusia, oleh sebab
itu disebut juga sebagai hak dasar. Hak itu ada pada setiap manusia dan
merupakan sifat kemanusiaan.

(KLIK)
Dalam Tap.MPR No.XVII/MPR/1988 tentang HAM menyatakan, bahwa HAM adalah
hak dasar yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal
sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan berfungsi unutk menjamin
kelangsungan hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia, dan masyarakat
yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun.
(KLIK)
Jadi, segala hak yang berakar dari martabat, harkat, serta kodrat manusia adalah
hak yang lahir bersama manusia itu. Hak ini bersifat universal, berlaku di mana
saja, kapan saja, dan untuk siapa saja. Hak itu tidak tergantung pada pengakuan

manusia, negara, dan masyarakat lain. Hak ini diperoleh manusia dari Penciptanya
dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
(KLIK)
Perkembangan

atas

pengakuan

HAM

berjalan

secara

perlahan

dan

beranekaragam, antara lain dapat disebut Magna Charta (1215)

(KLIK)

Bill of Right (1689) di Inggris. Dalam abad ke- 18 timbul ajaran yang menyatakan
bahwa kekuasaan raja dibatasi oleh hak warga Negara, yang utama adalah hak
kemerdekaan yang ada pada setiap warga Negara, sedangkan kekuasaan raja
adalah nomor dua, karena bertugas untuk melindungi hak kebebasan warga
negaranya. Ajaran inilah yang memberi semangat terhadap
(KLIK)

“Declaration of Independence of the United States” tahun 1776. Perkembangan di
Amerika itu mempengaruhi
(KLIK)

“Declaration des Droits de I Homme et du Citoyen” (1789) di Perancis yang
menyatakan, bahwa semua manusia lahir bebas dan tetap tinggal bebas dengan
hak sama. Atas dasar pernyataan itu, maka diproklamirkan HAM dan warga
negara secara rinci. Puncak kesadaran akan HAM terdapat dalam

(KLIK)
Piagam “Universal Declaration of Human Right” (1948) di PBB, meskipun kadang

kala tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, termasuk di negara-negara maju.
Kalaupun ada negara yang tidak memasukkan hak asasi tersebut dalam peraturan
perundang-undangan nasionalnya dengan berbagai sebab, namun secara moral
Piagam PBB itu mengikat. Pengurangan atau peniadaan hak tersebut di berbagai
negara, oleh negara yang bersangkutan diberi alasan keadaan istimewa yang
memaksa, antara lain keamanan, pertahanan, ketertiban, atau dalih lainnya.
(KLIK)
Istilah “Hak Asasi” memang tidak terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945,
namun substansi hak asasi itu cukup banyak terdapat dalam pembukaan, Batang
Tubuh, maupun Penjelasannya. Hendaklah diperhatikan bahwa Undang-Undang
Dasar 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, tiga tahun lebih dahulu
daripada “Universal Declaration of Human Right ” tahun 1948. namun demikian
dalam perjalanan sejarah pemerintahan Indonesia, khususnya dalam zaman orde
baru pelaksanaan HAM kurang memuaskan sesuai dengan UUD 1945, sehingga
kurang dapat mengikuti perkembangan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu,
setelah rezim Soeharto dengan memasuki tuntutan reformasi, maka lembaga
tertinggi negara (MPR) telah merumuskan HAM itu dalam ketetapan, yang
kemudian ditetapkan dalam Perubahan kedua UUD 1945.
(KLIK)
Dalam ketetapan MPR tersebut telah dinyatakan bahwa usaha bangsa Indonesia

merumuskan HAM, khususnya setelah kemerdekaan, yaitu sebagai berikut :
1. Dalam Pembukaan UUD 1945 telah dinyatakan : “Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu, penjajahan di atas
dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.” UUD 1945 menetapkan aturan dasar yang sangat pokok.
Termasuk HAM.
2. Rumusan HAM dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia secara eksplisit juga
telah dicantumkan dalam Undang-Undang dasar Republik Indonesia Serikat

dan

Undang-Undang

Dasar

Sementara

1950.

kedua


konstitusi

itu

mencantumkan secara rinci ketentuan-ketentuan mengenai HAM. Dalam
bidang konstituante upaya untuk merumuskan naskah tentang HAM juga telah
dilakukan.
3. Dengan tekad untuk melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen,
maka pada sidang MPR tahun 1966 telah ditetapkan Tap.MPRS No.XIV/MPRS/
1966 tentang Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan dokumen
rancangan Piagam HAM dan hak-hak serta kewajiban warga negara. Rencana
pada sidang MPR tahun 1968 akan dibahas, tetapi sidang MPR 1968 tidak jadi
membahas karena masalah yang mendesak berkaitan dengan rehabilitas dan
konsolidasi nasional setelah G30S/PKI.
4. Berdasarkan Keppres No. 50 tahun 1993 dibentuklah Komisi Nasional HAM
yang mendapat tanggapan positif dari masyarakat sehingga mendorong
bangsa Indonesia untuk segera merumuskan HAM menurut sudut pandang
bangsa Indonesia
(KLIK)

Piagam HAM Indonesia yang ditetapkan oleh MPR dengan Tap. MPR No.XVII/MPR/
1988 terdiri atas 10 bab dengan 44 pasal, yaitu sebagai berikut :
1. Hak untuk hidup
2. Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan
3. Hak Mengembangkan Diri
4. Hak Keadilan
5. Hak Kemerdekaan
6. Hak atas Kebebasan Informasi
7. Hak Keamanan
8. Hak Kesejahteraan
9. Kewajiban
10. Perlindungan dan Kemajuan
Materi HAM ditetapkan kembali dalam Perubahan Kedua UUD 1945 dengan
membuat suatu bab tersendiri, yaitu tentang HAM yang terdiri atas 10 pasal (pasal

28a sampai 28j). Disamping pasal tentang hak asasi tersebut di atas Perubahan
Kedua UUD 1945 telah merubah Pasal 30, yaitu tentang Pertahanan dan
Keamanan Negara. Sedangkan ketentuan tentang agama (Pasal 29), pendidikan
dan kebudayaan (Pasal 31), perekonomian nasional dan kesejahteraan social
(pasal 33), dibahas dalam sidang tahunan MPR 2002. hasilnya Pasal 29 tetap

seperti aslinya, sedangkan pasal yang lain mengalami perubahan.

(KLIK)
2.2 Penerapan Teori, Konsep dan Prinsip HAM Dalam Beberapa Kasus
Pelanggaran HAM di Indonesia
(KLIK)
2.2.1 Kasus Perbudakan Para Pekerja di Pabrik Panci Tangerang

(Gambar 1)
Para pegawai sebuah pabrik panci Tangerang mengalami trauma karena praktik
perbudakan yang dihadapinya. Salah satunya, Nuryana, 22 Tahun, menceritakan
kepada wartawan pengalaman pahitnya ketika bekerja di pabrik panci di Kampung
Bayur Kopak, Desa Lebak Wangi, Sepatan, Tangerang. Dalam waktu enam bulan
Nuryana bekerja di pabrik milik Juki Hidayat itu, tidak sepeser pun uang yang
diterimanya. Setiap hari, kata Nuryana, dia dan teman-temannya harus bekerja
lebih dari 12 jam untuk membuat 200 panci. Jika tidak mencapai target para
pekerja akan disiksa dan dipukul. Mereka bekerja mulai jam 5.30 pagi – jam 1

malam. Mereka hanya diberi makan nasi putih, tahu dan tempe. Usai bekerja,
para pekerja tinggal di sebuah ruangan berukuran 4 meter x 6 meter yang berada

di belakang pabrik. Di dalam ruangan kecil itu terdapat kamar mandi, namun tidak
ada ventilasi udara dan mereka hanya diberi dua tikar yang sudah rusak untuk
tidur. Ruangan itu kemudian dikunci dari luar.
Para pekerja di Pabrik tersebut rata-rata berumur 17-24 tahun dan hanya memiliki
satu baju yang melekat di tubuh, karena baju, ponsel dan uang yang mereka
bawa dari kampung disita oleh sang majikan ketika baru tiba di pabrik tersebut.
Kondisi di Pabrik tersebut sangat memprihatinkan, tidak layak untuk ditiduri. Para
pekerja sering diancam oleh mandor-mandor dan bos Juki mau dipukulin sampai
mati, mayatnya dibuang ke laut jika para pekerja macam-macam di sana. Majikan
terkadang mengeluarin senjata ditembakan ke tanah dekat kaki-kaki para pekerja.
Tindakan tidak manusiawi yang diberikan kepada para buruh di pabrik panci itu
membuat sejumlah pekerja berusaha untuk melarikan diri. Ada yang berhasil dan
ada yang tidak. Salah satu pekerja bernama Darmin mengungkapkan dia pernah
berusaha

kabur

dari

pabrik


tersebut

tetapi

tidak

berhasil.

ada yang kejar, tentara itu, saya langsung lari tapi ketangkap juga. Ditarik
langsung dipukuli sebentar terus saya diteriakin maling sama tentara itu, terus
warga pada kumpul lalu saya bilang saya bukan maling. Saya pekerja tidak betah,
lalu warga pergi. Terus saya diikat sama tentara terus dibawa ke mess. Saya
ditelanjangi, dipukuli, ditendang, ditampar, dikurung di WC satu malam terus
besokannya kerja lagi,” ujar Darmin.1
(KLIK)
Analisis Kasus
1. Ada beberapa teori yang penting dan relevan dengan persoalan HAM, antara
lain, yaitu: teori hak-hak kodrati (natural rights theory), teori positivism
(positivist theory) dan teori relativisme budaya (cultural relativist theory).

2. (KLIK)
1

http://www.voaindonesia.com/content/korban-perbudakan-di-pabrik-panci-tangerangalami trauma/1657509.html

(KLIK)
Menurut teori hak-hak kodrati, HAM adalah hak-hak yang dimiliki oleh semua
orang setiap saat dan di semua tempat oleh karena manusia dilahirkan sebagai
manusia. Hak-hak tersebut termasuk hak untuk hidup, kebebasan dan harta
kekayaan seperti yang diajukan oleh John Locke. Pengakuan tidak diperlukan
bagi HAM, baik dari pemerintah atau dari suatu sistem hukum, karena HAM
bersifat universal.
Berdasarkan alasan ini, sumber HAM sesungguhnya semata-mata berasal dari
manusia.2
Teori hak-hak kodrati kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai “ Bill of

Rights”, seperti yang diberlakukan oleh Parlemen Inggris (1689), Deklarasi
Kemerdekaan Amerika Serikat (1776), Deklarasi Hak-hak Manusia dan Warga
Negara Prancis (1789). Lebih dari satu setengah abad kemudian, di
penghujung PD II, Deklarasi Universal HAM (1948) telah disebarluaskan
kepada masyarakat internasional di bawah bendera teori hak-hak kodrati.
Warisan dari teori hak-hak kodrati juga dapat ditemukan dalam berbagai
instrumen HAM di benua Amerika dan Eropa.
Teori Hukum alam Melahirkan Fundamental Rights atau Basic Rights yaitu :
a. Hak Hidup
b. Hak bebas dari penyiksaan
c. Hak untuk bebas dari perbudakan
d. Hak untuk bebas beragama
e. Equlity before the law
f. Hak untuk tidak dituntut oleh hukum yang berlaku surut atau non
retroaktif atau ex post facto
g. Hak untuk tidak dituntut secara pidana atas kegagalan memenuhi
kewajiban kontraktual.
Di Indonesia cenderung menggunakan teori Hukum alam karena setiap
warga Negara telah memiliki hak asasi manusia /fundamental rights sejak
mereka lahir bahkan sejak dalam kandungan. Ada atau tidak adanya
2

Todung Mulya Lubis, In search of Human Rights Legal-Political Dilemmas of
Indonesia’s New Order, 1966-1990, Jakarta: Gramedia, 1993, hlm. 15-16.

hukum/konstitusi yang mengatur tentang HAM, hak tersebut tidak akan hilang
dan tetap dimiliki oleh warga Negara. Adanya konstitusi atau aturan yang
mengatur tentang Hak asasi manusia tersebut, adalah untuk menegaskan atau
menguatkan bahwa HAM yang melekat itu diakui oleh Negara. Sehingga
Negara yang menjamin adanya hak asasi manusia.

(KLIK)
Mengenai landasan hukum yang mengatur Hak untuk bebas dari perbudakan
dan penyiksaan, yaitu :
-

Pasal 3 DUHAM

-

Pasal 4 DUHAM

-

Pasal 5 DUHAM

-

Pasal 8 CCPR

-

Pasal 4 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

-

Pasal 7 CCPR
Dari kasus diatas jelaslah bahwa hal tersebut merupakan bentuk
pelanggaran HAM dimana seharusnya seseorang/warga Negara memiliki
hak untuk bebas penyiksaan dan perbudakan yang diatur dalam pasal 28i
UUD RI 1945, Pasal 3,4,5 DUHAM, pasal 7 CCPR, dan Pasal 4 Undangundang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Di Indonesia hak pendidikan bisa didapatkan oleh warga Negara jika dia memiliki
akta kelahiran. Salah satu syarat agar warga Negara bisa sekolah adalah harus
memiliki akta kelahiran. Sehingga hak untuk mendapatkan pendidikan tergantung
akan adanya akta kelahiran. Akta Kelahiran, sebagai identitas formal, sangat
penting begitu seorang anak memasuki usia sekolah. Dokumen tersebut
mencerminkan sebuah tiket yang harus dipegang setiap anak untuk mendapakan
fasilitas pendidikan yang layak. Pendidikan yang menjadi tanggung jawab negara.
Kalau pendidikan menjadi alat untuk menggapai impian di masa depan, bisa
dikatakan Akta Kelahiran merupakan kunci gerbangnya.

(KLIK)
2.2.2 Kasus Anak Macicha Mochtar
Salah satu contohnya adalah kasus Macicha Mochtar yang menuntut adanya
pengakuan atas status perkawinannya dan status anaknya. Anak Macicha Mochtar
tidak bisa memiliki akta kelahiran karena orang tuanya (Macicha Mochtar) tidak
memiliki surat nikah dengan Almarhum Moerdiono. Sebelumnya Macicha dan
Moerdiono menikah dengan bukti adanya saksi pada waktu pernikahan siri
tersebut terjadi. Dalam hal ini, hak pendidikan anak Macicha tidak bisa timbul
tanpa adanya akta kelahiran.
(KLIK)
Analisis Kasus
Penerapan Teori Positivisme
Dalam teori ini, setiap warga Negara baru mempunyai Hak setelah ada aturan
yang jelas dan tertulis yang mengatur tentang hak-hak warga Negara tersebut.
Jika terdapat pengabaian atas hak-hak warga Negara tersebut dapat diajukan
gugatan atau klaim. Individu hanya menikmati hak-hak yang diberikan Negara .
Indonesia menganut teori ini dengan landasan hukum pengaturan hak-hak yang
diatur oleh negara sebagai berikut:
a. Hak Pendidikan


Pasal 28C UUD RI 1945


Pasal 13 CESCR tentang Pendidikan

(KLIK)
Dari pemaparan tersebut dikaitkan dengan kasus diatas, bahwa kasus tersebut
merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM, karena hak seorang anak bisa
hilang karena tidak memiliki akta kelahiran dan ketentuan dalam Pasal 13 CESCR
tidak dapat terlaksana bahwa setiap orang memiliki hak atas Pendidikan. Padahal
kewajiban Negara tercantum dalam pasal Pasal 6 The Convention on The Rights

of the Child bahwa :
1. Negara-negara Pihak mengakui bahwa tiap-tiap anak mempunyai hak yang
melekat atas kehidupan.

2. Negara-negara Pihak harus menjamin sampai pada jangkauan semaksimum
mungkin ketahanan dan perkembangan anak.
Oleh karena itu, seharusnya pembatasan tentang hak anak terutama hak
pendidikan

yang

bisa

didapatkan

setelah

memiliki

akta

kelahiran

lebih

dipertimbangkan lagi. Mengingat pendidikan adalah salah satu sarana untuk
mewujudkan masa depan anak yang lebih baik.
(KLIK)
2.2.3 Kasus Pelanggaran HAM Berat Abepura

7 Desember 2000 Sekitar Pukul 01.30 WIT Terjadi penyerangan massa
terhadap mapolsekta Abepura yang mengakibatkan seorang polisi meninggal
dunia Bribka Petrus Eppa, dan 3 orang lainnya luka-luka. Disertai pembakaran
ruko yang berjarak 100 meter dari mapolsek. Terjadi juga penyerangan dan
pembunuhan satpam di kantor Dinas Otonomi Kotaraja.
7 Desember 2000, sekitar pukul 02.30 WIT Pasca penyerangan massa ke
Mapolsek Abepura, Kapolres jayapura AKBP Drs. Daud sihombing, SH setelah
menelpon Kapolda Brigjen Pol Drs. Moersoertidarno Moerhadi D. langsung
melaksanakan perintah operasi untuk pengejaran dan penyekatan ke tiga asrama
mahasiswa dan tiga pemingkiman penduduk sipil. Di Asrama Ninmin satuan

brimob melakukan pengerusakan, pemindahan paksa ( Involuntary displace

persons), ancaman, makian, pemukulan dan pengambilan hak milik ( right to
property) mahasiswa. Di asrama Waropen Yapen Waropen satu mahasiswa
terserempet peluru yang lainnya dipukul, ditendang, dan diolempar kedalam truk
untuk di bawa ke mapolsek. Begitu pula penyiksaan dan penangkapan terjadi di
asrama IMI (ikatan mahasiswa Ilaga), penangkapan dan penyiksaan ( Persecution)
berulang-ulang terjadi juga di pemingkuman penduduk sipil kampung Wamena di
Abepantai dan suku lani asal Mamberamo di kota raja dan suku yali di skyline.
Telah terjadi pembunuhan kilat (Summary Killing) oleh anggota brimob, Elkius
Suhuniap, di skyline. Telah terjadi pula kematian dalam tahanan Polres Jayapura
(dead in custody) akibat penyiksaan (torture) terhadap Jhoni karunggu dan Orry
Dronggi
Belakangan diketahui pemicu peristiwa Abepura berakar pada usaha menuntut
keadilan oleh masyarakat. Keadilan ekonomi, politik, sosial, dan budaya yang
menjadi hak dasar (human rights) masyarakat Papua, yang hingga kini tak pernah
dipenuhi oleh negara, yang mengaku menjadi daulat rakyat masyarakat Papua.
Kewajiban dasar (generic obligation) dalam memenuhi setiap hak asasi warga
adalah dalil kehadiran (raison de ‘etre) hadirnya sebuah negara. Karena itu, jika
negara tidak mampu menjalankan kewajibannya maka negara telah kehilangan
eksistensinya, dan secara serempak rakyat pun, sebagai pemilik sah negeri itu
dihalalkan untuk protes. Respon pemerintah atas protes ketidakadilan itulah yang
menjadikan berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi.
(KLIK)
Sebelum jauh membahas konsep atau teori HAM mana yang relevan dalam
kasus ini ada baiknya jika terlebih dahulu mengetahui terdapat kejahatan apa saja
yang terjadi pada kasus Abepura tahun 2000 silam. Berdasarkan laporan yang
dikeluarkan oleh KOMNAS HAM dan siaran pers Elsham Papua kasus pelanggaran
HAM yang terjadi di papua dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Penyiksaan
Penyiksaan

dilakukan

terhadap

semua

korban

penyekatan

dan

pengejaran, baik terjadi saat proses pengejaran maupun setelah

mereka berada dalam tahanan. Dari praktek penyiksaan ini, tidak hanya
korban yang mengalami berbagai bentuk penyiksaan tapi juga terdapat
dua orang meninggal dalam tahanan (death in custody): Johny
Karunggu (18 tahun), seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
“Otouw dan Geisller“ (STIE-OG) Kotaraja Jayapura dan Orry Doronggi
(17 tahun) siswa SMK Negeri II Jayapura. Penyiksaan ini juga telah
menyebabkan satu orang, Arnold Mundu Soklayo, cacat dan lumpuh
seumur hidup.
2. Pembunuhan Kilat
Pembunuhan kilat (summary execution) dilakukan oleh anggota Brimob
terhadap Elkius Suhuniab (18 tahun), siswa kelas III SMU 45 Entrop
berasal dari Anggruk, Jawajiya, pada 7 Desember 2000, di pemukiman
masyarakat suku Yali, Jayawijaya di Sykline.
3. Penganiyaan berdasarkan jenis kelamin, ras dan agama
Semua korban mengalami tindakan diskriminasi atas dasar ras dan
agama. Tapi perempuan mengalami tindakan diskriminasi berganda. Di
samping mengalami penganiayaan yang sama seperti dialami korban
lainnya, juga dicaci maki karena keberadaanya sebagai perempuan dan
cara pandang diskriminatif.
4. Perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik lain secara sewenangwenang
 Aksi penggeledahan dan penangkapan tanpa prosedur dan surat
perintah penangkapan dari yang berwenang, terhadap orangorang yang dicurigai mempunyai hubungan dengan pelaku
penyerangan Mapolsek Abepura.
 Pengungsian secara paksa terjadi karena adanya pengejaran dan
penangkapan terhadap mahasiswa dan penduduk sipil.
 Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang yang dilakukan
telah menimbulkan rasa tidak aman (insecurity) pada pelajar,

mahasiswa dan warga. Akibatnya mereka tidak lagi meneruskan
studi dan menempati tempat tinggal sebelumnya.
(KLIK)
Pada dasarnya konsep HAM yang dikenal luas di Indonesia adalah yang
dituangkan dalam Pasal 28 UUD 1945 yang kemudian keberadaannya kembali
diperjelas dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Jika diperhatikan konsep HAM alam ini sudah dilanggar pada kasus yang
terjadi di abepura yang terjadi tahun 2000 silam. Secara konsepsi hak-hak yang
diajarkan melalui teori Hukum Alam ini telah dilanggar, baik pelanggaran atas hak
untuk hidup, bebas dari penyiksaan maupun hak perlakukan sama di depan
hukum. Jika ditelusuri lagi dari akar permasalahan yakni gejolak kebijakan
pemerintah yang tidak jelas di papua menjadi penyebab utama terjadinya kasus
ini. Hal ini menggambarkan kegagalan Negara untuk menjamin hak untuk hidup
warga negaranya.
Salah satu hal yang menjadi sorotan dalam perkara ini adalah aksi mahasiswa
yang dimulai dengan demo di bubarkan secara paksa oleh aparat keamanan
padahal dikenal istilah kebebasan berbicara di muka umum sebagaimana bentuk
partisipasi langsung masyarakat dalam usaha bersama memajukan nusa dan
bangsa sebagaimana diamantkan dalam pasal 28C ayat (2) UUD 1945.
Membahas lagi masalah pelanggaran yang telah kami kategorikan diatas juga
masing-masing telah melanggar HAM yang telah diatur oleh hukum positiv
Indonesia atau mengacu pada teori HAM Positivisme atau HAM yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
 pasal 34 UU no. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia.
 pasal 33 ayat 1 dan pasal 34 UU No. 39/1999
 Pasal 9 UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM
 UU No. 5/1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan.

(KLIK)

Dengan melihat gambar besar dari kasus ini tidak perlu ada keraguan lagi telah
terjadi Pelanggran HAM berat yang dikalukan oleh aparat Negara secara sistem
dan pelanggran ini melanggar banyak HAM yang melekat pada para korban.
Kedepan

pemerintah

sebaiknya

lebih

memperhatikan

lagi

pemerataan

kesejahteraan masyarakat agar tidak terjadi hal seruapa di masa yang akan
datang.

(KLIK)
Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya.
Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang
perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan
RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang,
kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam
pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan
melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang
pengadilan HAM.
(KLIK)
Saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan
HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga
HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM serta jangan
sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain. Jadi dalam
menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan dan mengimbangi antara HAM
kita dengan orang lain.