Pengembangan Pendidikan DAn Berbasis Asrama

Pengembangan Pendidikan Berbasis Asrama di Pedalaman Papua1
Harry Nenobais2
Pendahuluan
Di Indonesia bahkan di dunia ini nampaknya tidak ada daerah yang sekaya Papua.
Papua telah dianugerahi Tuhan dengan sumber daya alam yang sangat melimpah, 3 seperti
bahan tambang emas, tembaga, perak, gas alam, minyak bumi, batu bara, dan kekayaan
hutan, serta hasil lautnya.4 Bahkan di sinilah tersimpan cadangan emas terbesar dan
cadangan tembaga urutan kedua di dunia. 5 Melalui kekayaan alam ini Provinsi Papua
berkonstribusi besar bagi pemasukan kas keuangan negara Indonesia, tetapi jika melihat
kualitas hidup masyarakatnya sangatlah kontradiktif, dimana menurut hasil Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Papua6 masih sangat tertinggal dibandingkan dengan IPM di
daerah-daerah Indonesia lainnya, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Menurut laporan Dinas Pendidikan Provinsi Papua September 2009, indikator
pendidikan di Papua masih di bawah rata-rata nasional. Angka Partisipasi Murni (APM)
SD Papua 90% sedangkan nasional 95%. APM SMP Papua 53%, nasional 67%; buta
huruf di Papua 26%, nasional hanya 8%. Dengan angka ini menempatkan Provinsi Papua
berada di posisi ke 33 dari 33 propinsi di Indonesia, artinya tingkat partisipasi pendidikan
di Provinsi Papua paling rendah di Indonesia. Selanjutnya, baru ada 4% guru SD Papua
yang memiliki minimum kualifikasi S1 (Sarjana) jika dibanding di tingkat nasional 18%,
1


Makalah ini disampaikan pada acara Dies Natalis ke-57 Fisipol-UGM dengan Tema “Membangun
Optimisme di Tanah Papua: Belajar dari Praktik Baik Pelayanan Publik.” Yogyakarta, Selasa 27 November
2012.
2
Guru SMA Anak Panah Yayasan Pelayanan Desa Terpadu (Pesat) Nabire Papua.
3
Menurut data Bappeda Provinsi Papua tahun 2009 sumber daya alam Papua saat ini terdapat 2,5
miliar ton kandungan cadangan bahan tambang emas dan tembaga (konsesi Freeport saja), 540 juta meter
kubik potensi lestari kayu komersial, dan 9 juta hutan konversi perkebunan skala besar, selain itu Papua
memiliki panjang pantai 2000 mil dan luas perairan 228.000 kilometer persegi dan memiliki potensi
perikanan 1,3 juta ton per tahun. Untuk pertambangan Freeport laba bersih yang diperoleh tiap tahunnya
sangatlah besar dan terus meningkat, misalnya di tahun 2002 Rp. 1,27 triliun; 2003 Rp. 1,62 triliun; tahun
2004 meningkat tajam menjadi Rp. 9,34 triliun.
4
Lihat World Bank. Investing in Future of Papua & West Papua: Infrastructure for Sustainable
Development. (Jakarta: The World Bank & Australian Indonesia Partnership, 2009), hal. 16.
5
Kompas. Jumat 10 Agustus 2012.
6
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dilihat dari perbandingan harapan hidup saat kelahiran,

pengetahuan yang diukur dari angka tingkat baca tulis pada orang dewasa serta standar hidup layak. Maka
untuk Provinsi Papua tahun 1999 IPM-nya 58,8% menjadi 64% di tahun 2008. Sejak tahun 1999 sampai
dengan tahun 2008, IPM Propinsi Papua paling rendah dari rata-rata nasional (tahun 1999 IPM Indonesia
64,3% menjadi 71,17% di tahun 2008) dan terendah di antara provinsi lainnya. Bahkan bila dibandingkan
dengan propinsi yang termiskin sumber daya alamnya seperti Sultra 69%, Bengkulu 72,14%, Jambi 71,99%
untuk tahun 2008. Lihat Pigay, Natalis. “Kondisi Riil Papua saat ini yang perlu dilihat oleh
Akedemisi.”(Jakarta: Pusat Kajian Papua UKI, April 2011), hal. 31.

1

distribusi guru yang tidak merata antara daerah perkotaan dan pinggiran (khususnya di
daerah terpencil dan terisolir), 38% ruang kelas SD di Papua dalam kondisi tidak layak,
bahan ajar dan bahan belajar belum sesuai dengan konteks Papua.
Di bidang kesehatan, survei Unicef Papua tahun 2003 ditemukan kematian ibu dan
bayi baru lahir sebanyak 1.025 per 100.000 kelahiran hidup. Survei angka kematian bayi di
Papua oleh Depkes pada tahun 2003 ditemukan kematian ibu dan bayi baru lahir sebesar
1.161 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan angka nasional yakni 350
per 100.000, maka situasi kesehatan ibu dan anak di Papua masih jauh di bawah standar
nasional. Dari angka kematian ibu tersebut diperkirakan sebanyak 578 ibu di Papua
meninggal setiap tahunnya, padahal jumlah penduduk di Papua hanya berkisar 2,6 juta

jiwa, dimana sebagian besar tinggal di pedesaan. Belum lagi sampai tahun 2010 sebanyak
5.000 warga Papua terkena virus HIV/AIDS.7
Di bidang ekonomi, dari 480.578 rumah tangga di Papua, 81,52% merupakan
rumah tangga miskin atau kurang lebih 391.767 rumah tangga miskin. Perkembangan
kegiatan ekonomi di daerah perkotaan di Papua dalam wujud menjamurnya pembangunan
ruko-ruko, mall dan hotel, tidak dapat menjadi ukuran kemajuan Papua karena hanya
dimiliki segelintir atau mayoritas warga pendatang. Warga Papua kebanyakan semakin
terhempas ke pinggiran, misalnya Mama-Mama Pedagang Asli Papua yang tetap duduk
berjualan di atas aspal dan tanah berbecek. Pada umumnya mata pencaharian masyarakat
pedalaman adalah bertani yang sifatnya masih tradisional, berburu, dan meramu yang
hanya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.8
Dengan berbagai indikator di atas, maka tidaklah mengherankan jika Provinsi
Papua maupun Papua Barat menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010
dikategorikan sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. 9 Papua
Barat memiliki jumlah penduduk miskin sebesar 36.80% dari total penduduk 770.000 jiwa,
sedangkan Papua memiliki jumlah penduduk miskin sebesar 34.88% dari total penduduk
Papua 2,85 juta jiwa. Tingkat kemiskinan ini melebihi rata-rata nasional sebesar 13,33%,
tetapi jika dilihat persentase penduduk miskin ini dari penyebarannya ternyata di daerah
7


Lihat Manufandu, Septer. “Akses Masyarakat Papua Dalam Pelayanan Publik.” (Depok:
Simposium dan Lokakarya Nasional Papua. Fisip UI, April 2010), hal. 3.
8
Lihat Tebay, Vience. “Paradigma Baru Dalam Pelayanan Publik di Papua.” (Jakarta: Seminar:
Kebijakan Pembangunan untuk Papua Baru. Pusat Kajian Papua UKI, April 2011), hal. 27. Lihat juga
Nenobais, Harry. “Manajemen Pelayanan Pendidikan SLTPN Pemerintahan Kabupaten Nabire.” (Tesis.
Yogyakarta:Magister Administrasi Publik Fisipol UGM, 2004), hal. 56.
9
Urutan 10 provinsi termiskin di Indonesia yaitu: Papua Barat 36.80%; Papua 34.88%; Maluku
27,74%; Sulawesi Barat 23,19; NTT 23,03%; NTB 21,55%; Aceh 20,98%; Bangka Belitung 18,94%;
Gorontalo 18,70%; Sumatera Selatan 18,30%. Lihat http:www.vivanews.com dan http:www.bps.go.id.

2

pedesaan tingkat kemiskinan yang paling besar berada di Provinsi Papua. Tingkat
kemiskinan di pedesaan mencapai 46,81 persen atau 732.000 jiwa, paling tinggi dari ratarata nasional kemiskinan di pedesaan yang hanya 17,35 persen per Maret 2009. Malahan
masih ada sebagian penduduk asli Papua yang hidup seperti zaman batu.10
Berdasarkan kenyataan tersebut, bahkan jauh sebelum informasi tersebut
dipublikasikan, Pendeta Daniel Alexander telah mengetahui begitu amat miskinnya
masyarakat Papua dibandingkan dengan masyarakat di provinsi lainnya sejak tahun 1989

lalu. Oleh sebab itu, Pendeta Daniel Alexander bersama tim sebagai sesama anak bangsa
terbeban untuk menolong masyarakat Papua, dan setelah kami menyelidiki kebutuhan apa
yang paling dibutuhkan oleh masyarakat Papua, ternyata masyarakat Papua sangat
membutuhkan pendidikan. Selanjutnya, bersama tim yang ada kami mulai berjuang untuk
memberikan pendidikan yang terbaik buat mereka. Itulah sebabnya kami akan terus
berjuang sampai seluruh tanah Papua dapat menerima/menikmati pendidikan yang paling
tidak sama dengan saudara-saudara mereka di provinsi lain di negeri ini.
Pendidikan Berpola Asrama: Berawal dari Kegagalan
Berawal di tahun 1991 kami bersama dengan Yayasan Pelayanan Desa Terpadu
(Pesat) mulai menyelenggarakan kegiatan pendidikan SMA di Kabupaten Wamena.
Tujuan diselenggarakannya kegiatan pendidikan SMA tersebut adalah untuk mempercepat
lahirnya para pemimpin baru Papua, sampai mereka nantinya dapat melanjutkan dan
menyelesaikan pendidikannya ke tingkat Perguruan Tinggi. Namun dalam perjalanannya
kami menghadapi permasalahan yang sangat berat sehingga menyebabkan para guru
merasa tidak mampu lagi mengajar dan mendidik anak-anak. Permasalahan tersebut adalah
ketika anak-anak diajarkan mata pelajaran matematika dan aritmatika, mereka sangat sulit
menerima dan memahami mata pelajaran tersebut. Keadaan ini membuat para guru ingin
berhenti mengajar dan pulang ke Jawa, tetapi bagaimana mungkin kegiatan pendidikan
dapat berjalan jika tidak ada gurunya? Tentunya tidak akan mungkin berjalan.
Menghadapi permasalahan tersebut, Daniel Alexander berinisiatif melakukan

diskusi dengan para guru dan mencoba menanyakan permasalahan tersebut kepada salah
satu konsultan pendidikan di Surabaya. Akhirnya, ditemukan penyebab dari permasalahan
tersebut yaitu bahwa anak-anak tidak dapat menerima dan mengerti konsep bilangan
pecahan, sehingga Daniel bersama para guru pun sadar akan permasalahan tersebut.

10

Kompas. Jumat 10 Agustus 2012.

3

Melalui pergumulan yang cukup panjang akhirnya SMA Wamena ditutup. Belajar
dari pengalaman tersebut serta dengan memperhatikan berbagai faktor lainnya maka pada
tanggal 17 Juli 1996 di daerah kabupaten yang baru yaitu Kabupaten Nabire, kami kembali
menyelenggarakan kegiatan pendidikan. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan tersebut
dimulai pada jenjang pendidikan usia dini yaitu TK, dan TK Anugerah adalah sebagai TK
pertama yang didirikan bekerjasama dengan Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI).
Setelah tiga tahun berjalan, Yayasan Pesat Nabire menyerahkan pengelolaan sepenuhnya
kepada PWKI.
Berikutnya, pada tahun 1996 didirikan sekolah berpola asrama pada tingkat SD,

dengan nama SD Agape. Selang satu tahun kemudian, pada bulan Agustus 1997 didirikan
pula TK Cendrawasih berpola asrama di pedalaman Paniai Kecamatan Sugapa (sekarang
Sugapa masuk menjadi bagian kecamatan Kabupaten Intan Jaya), kemudian disusul
pendirian tiga TK baru, yaitu TK Shekinah, TK Eklesia, dan TK Agape yang ketiganya
diselenggarakan di Nabire. Pendirian TK tersebut juga diiringi dengan pendirian asrama
sebagai tempat tinggal dan belajar anak-anak bersama para pengasuh dan guru. Saat ini
ada lima asrama yang didirikan yaitu Asrama Cendrawasih Sugapa, Asrama Gilgal,
Asrama Yudea, Asrama Agape, dan Asrama Anugerah yang secara keseluruhan didiami
sekitar dua ratusan anak. Selanjutnya, pada tahun 2002 Yayasan Pesat terus
mengembangkan layanan pendidikan pola asrama sampai ke tingkat SMP dan SMA pada
tahun 2004. Semua tingkat pendidikan pola asrama ini diberikan secara gratis bagi anakanak pedalaman Papua.
Visi sekolah berpola asrama ini muncul dari pernyataan Tuhan. Tuhan memberikan
visi bahwa untuk menolong orang-orang Papua harus memakai pola pelayanan Tuhan
Yesus, yaitu bahwa murid-murid dan guru harus tinggal dan hidup bersama-sama. 11
Pendidikan pola asrama merupakan perpaduan antara pendidikan yang dilakukan di
sekolah dan di asrama, dimana siswa menjalani proses belajar dan bermain di sekolah lalu
sepulang dari sekolah mereka akan belajar dan tinggal di asrama dengan para pengasuh
yang berfungsi sebagai guru dan orang tua.
Pendidikan berpola asrama sejak TK sampai SMA ternyata hasilnya lebih efektif
bagi peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan anak-anak pedalaman Papua.12 Melalui

11

Bandingkan dengan Blanchard, Ken dan Philips Hodges. Lead Like Jesus. Belajar dari Model
Kepemimpinan Paling dahsyat Sepanjang Zaman. (Tanggerang: Visimedia, 2007), hal. 58-59.
12
Gubernur Papua Barnabas Suebu mengatakan, pendekatan yang digunakan oleh Yayasan Pesat
agak unik, yaitu mereka mulai mendidik anak-anak itu melalui pendidikan berasrama sejak TK sampai tamat
SMA. Lihat dalam Suebu, Barnabas. Kami Menanam, Kami Menyiram, Tuhan yang Menumbuhkan.
(Jayapura: Pemda Provinsi Papua, 2007), hal. 119.

4

pendidikan pola asrama ini, anak-anak diajar, dididik, dan dikontrol perkembangan
hidupnya secara langsung, kontinu, dan mendalam, yang meliputi empat faktor utama,
yaitu: (1) Fisik: pemberian gizi seimbang melalui makanan dan minuman yang diberikan
tiga kali sehari, menjaga kesehatan/kebersihan tubuh dan lingkungan, serta istirahat/tidur
yang cukup; (2) Rohani: pertumbuhan iman dan pengenalan akan Firman Tuhan melalui
ibadah pagi dan malam, serta melalui pemuridan; (3) Intelektual: perkembangan
kecerdasan ilmu pengetahuan dan kemampuan akademik melalui kegiatan belajar secara
pribadi dan kelompok yang dibimbing oleh pengasuh atau guru;


dan (4) Karakter:

pengembangan sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Firman Tuhan dan
norma-norma yang berlaku di masyarakat, seperti; mengasihi dan menghormati orang tua,
guru, kakak/adik, dan teman, disiplin dalam belajar dan bekerja, jujur, dan mandiri.
Keempat faktor tersebut diterapkan atau dilakukan sejak anak-anak berumur 4
tahun supaya mereka dapat bertumbuh secara maksimal dan akhirnya bisa menjadi
generasi pemimpin Papua yang sehat, takut Tuhan, cerdas, dan memiliki karakter yang
kuat. Pola pendidikan seperti ini memang sangat kurang, malahan sama sekali tidak
mereka dapatkan dari orang tua dan lingkungan sekitar mereka yang masih sangat
tertinggal.13 Namun jujur saja pola pendidikan semacam ini akan lebih banyak
membutuhkan sumber daya dibandingkan dengan pendidikan yang non asrama, tetapi hal
ini tidaklah menjadi alasan untuk kami menyerah.14
Selanjutnya, ketika anak-anak lulus SMA dengan prestasi yang memuaskan,
Yayasan Pesat Papua bermitra dengan beberapa pihak menyediakan beasiswa kepada
anak-anak agar dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat perguruan tinggi supaya ke
depannya mereka bisa menjadi sarjana dan pemimpin yang hebat guna membawa
perubahan bagi kemajuan tanah Papua.
Sampai tahun 2012 ini ada sekitar tiga puluh lima anak yang sedang mengikuti

kuliah di berbagai perguruan tinggi negeri, seperti di UGM, UNIBRAW, UNDIP, IPB,
UNCEN, UNIPA, UNSRAT, STPDN dan beberapa perguruan tinggi swasta di Jakarta,
Yogyakarta, Malang, Jayapura, bahkan ada seorang anak kami yang memperoleh beasiswa
kuliah di Cina Shanghai Maritime University. Jumlah inipun nantinya terus bertambah
seiring dengan berakhirnya masa tahun ajaran siswa kelas tiga SMA. Namun sebenarnya di
tahun 2011, Yayasan Pesat berencana mendirikan sebuah perguruan tinggi (sekolah tinggi)
agar yayasan dapat semakin berperan aktif dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas
13

Bandingkan dengan hasil penelitian Nenobais, Harry, op cit., hal 76-80.
Rata-rata pengeluaran keuangan Yayasan Pesat Papua perbulannya adalah sebesar ratusan juta
rupiah untuk membiayai operasional pendidikan pola asrama.
14

5

pendidikan tinggi anak-anak dan masyarakat Papua umumnya, sehingga mereka dapat
menikmati pendidikan tinggi secara lebih dekat dan yayasan dapat meminimalkan
pengeluaran anggaran. Alasan lainnya yang ingin dicapai dengan hadirnya perguruan
tinggi tersebut adalah untuk mendorong pertumbuhan sosial dan ekonomi masyarakat

Papua, tetapi rencana tersebut belum dapat terealisasi karena berbagai kekurangan dan
hambatan yang ditemui.
Untuk cakupan daerah pelayanan, ada lima daerah kabupaten penyelenggaraan
layanan

pendidikan

yang

dioperasikan

Yayasan

Pesat.

Kami

tidak

hanya

menyelenggarakan kegiatan pendidikan di daerah Kabupaten Nabire dan Kabupaten Intan
Jaya, tetapi juga menyelenggarakannya sampai ke daerah Kabupaten Mamberamo Raya, 15
Kabupaten Manokwari,16 Kabupaten Mimika (di sini Yayasan Pesat bermitra dengan
LPMAK/Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme-Kamoro17 dan Yayasan
Pendidikan Jaya Wijaya). Cakupan daerah pelayanan ini mungkin saja di tahun-tahun
berikutnya akan terus diperluas sesuai dengan kapasitas dan anugerah yang Tuhan
percayakan kepada kami.
Apresiasi dan Prestasi yang diraih melalui Pendidikan Berpola Asrama
Hasil kinerja pendidikan berpola asrama Yayasan Pesat Papua yang telah
beroperasi selama tujuh belas tahun dapat dikatakan signifikan bagi pengembangan
pendidikan masyarakat pedalaman. Kenyataan ini nampak seperti dikemukakan oleh
Gubernur Provinsi Papua Barnabas Suebu berikut ini:
“Hasil yang dicapai anak-anak Yayasan Pesat sungguh luar biasa! Inilah generasi
“Anak Panah” yang sejati...Nilai Ujian Akhir SMP tahun 2007 rata-rata untuk
pelajaran Bahasa Indonesia 6,72 (terendah 4,20 tertinggi 8,20), Bahasa Inggris
6,82 (terendah 5,20 tertinggi 9,67), dan Matematika 7,95 (terendah 6,00 tertinggi
9,67). Nilai-Nilai tersebut jarang dicapai bahkan oleh sekolah-sekolah di daerah
perkotaan sekalipun. Ini menunjukkan ketika anak-anak Papua memperoleh
kesempatan untuk memperoleh pendidikan bermutu, maka mereka akan excel, akan
maju, akan berhasil, sama seperti semua anak manusia di mana pun di muka bumi
ini. Sekolah-sekolah Yayasan Pesat memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi
murid-murid mereka untuk bereksplorasi dan berekspresi… Saya sangat bersyukur
kepada Tuhan, karena Yayasan Pesat hadir di Papua dan telah mendidik dan
mengajari sekian banyak anak-anak Papua, khususnya mereka yang datang dari
15

Lihat Pelayanan Pesat Mamberamo www.youtube.com dan lihat www.lembaga pendidikan
papua.com.
16
Kabupaten Mamberamo Raya dan Kabupaten Manokwari telah menjadi bagian wilayah Provinsi
Papua Barat sebagai hasil dari pemekaran Propinsi Papua yang ditetapkan menurut UU No. 45/1999 tentang
Pembentukan Propinsi Papua Barat.
17
Lihat http://www.ptfi.com. Lihat juga Widjojo, S Muridan, Papua Road Map. (Jakarta: LIPI,
Yayasan TIFA dan Yayasan Obor Indonesia, 2009), hal.77.

6

pedalaman untuk menjadi manusia dan pemimpin masa depan negeri ini. Mewakili
pemerintah daerah, saya mengucapkan banyak terima kasih untuk Yayasan
Pesat.”18
Apresiasi juga diberikan oleh Bapak Yohanes Poniharapon Kepala Seksi Organisasi Sosial
yang mengurusi tentang Yayasan Panti Dinas Sosial Provinsi Papua, menyatakan:
“Kami dari dinas sosial provinsi dan kabupaten sangat berterimakasih kepada
Yayasan Pesat dimana selama ini cukup memberikan kontribusi positif kepada
masyarakat. Tidak saja kepada masyarakat pribumi, orang Papua asli tetapi juga
secara umum dari bidang pendidikan, dari TK, SD bahkan sampai tingkat SMA.”19
Apresiasi serupa juga dilontarkan oleh Bapak Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran
Kabupaten Nabire, yang mengatakan:
“Bahwa Yayasan Pesat ini sudah berdiri disini dari TK, SD, SMP sampai SMA.
Bahkan di daerah pedalaman mereka sudah bikin...ya di Sugapa. Itu...anak-anak
dari situ malah dia juara. Jadi kita bangga. Anak-anak TK disini bahkan di
Sugapa itu sudah bisa bahasa Inggris. Apalagi SD, SMP...itu dia bisa mandiri itu
suatu kebanggaan juga. Kalaupun dia punya akses juga, sarana prasarana lebih
banyak swadaya. Yayasan ini sangat membantu, sangat, terutama kepada anakanak ekonomi lemah. Ekonomi lemah ini tidak pernah dapat...lepas saja. Dia tidak
pernah tahu makannya bagaimana, pakaiannya bagaimana, biayanya bagimana,
sampai-sampai mereka kasih kuliah di perguruan tinggi. Saya dengar ada yang
mereka kasih kuliah di kedokteran. Ya itu satu kebanggaan kami. Terimakasih
kami sebagai orang, kebetulan saya orang Papua dan orang pegunungan juga,
karena dia punya andil untuk mengangkat sumber daya manusia dari masyarakat
Papua pegunungan.”20
Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah Provinsi Papua juga memberikan
penilaian yang sangat tinggi bagi sekolah-sekolah yang dikelola oleh Yayasan Pesat Papua
melalui Surat Keputusan Ketua Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah Provinsi
Papua No: 79/BAP-SM/TU/X/2011 menetapkan dua sekolah taman kanak-kanak Yayasan
Pesat Papua, yaitu TK Sekinah Glori Terpadu dan TK Agape Terpadu sebagai TK dengan
peringkat akreditasi pertama dan kedua se-Papua, dengan perolehan nilai akhir masingmasing 94,22 (A) dan 91,78 (A).21 Begitu juga dengan SD, SMP, SMA yang mendapat
akreditasi A.
Apresiasi lainnya juga datang dari beberapa kalangan media televisi nasional atas
segala karya yang telah dilakukan oleh Yayasan Pesat Papua, seperti dari program acara
Liputan6 SCTV yang telah memilih pemimpin Yayasan Pesat sebagai salah satu tokoh
18

Suebu, Barnabas, op cit., hal. 119-120 dan lihat juga http:www.tabloidjubi.com. Papua Leading
News Portal 15 Tahun Pendidikan Berpola Asrama. Minggu, 12 September 2010.
19
Hasil Wawancara, 28 April 2012.
20
Hasil Wawancara, 29 Februari 2012.
21
Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah Provinsi Papua, Jayapura. 31 Oktober 2011.

7

atau kandidat penerima nominasi Award Liputan6 tahun 2011 dan 2012 di bidang edukasi
dan motivasi.22 SCTV juga mempublikasikan segala perjuangan dan buah karya pemimpin
dan tim Yayasan Pesat dalam acara Sosok Liputan6. 23 Sebelumnya juga, di tahun 2010
melalui acara Kick Andy Metro TV, memilih dan mengundang pemimpin dan tim yayasan
sebagai salah satu pembicara karena telah berjasa terhadap pengembangan pendidikan
masyarakat pedalaman Papua.24
Selanjutnya apresiasi juga datang dari radio Elshinta, dimana pada tanggal 14
Februari 2012 yang merupakan hari ulang tahun ke-20 Elshinta News and Talk di Grand
Sahid Jaya Jakarta-Pusat, memilih dan menganugerahkan penghargaan dengan kategori
insan peduli kepada pemimpin Yayasan Pesat Papua atas karyanya selama ini di bidang
pendidikan bagi anak-anak pedalaman Papua yang tidak mampu.25
Semua apresiasi dan prestasi yang diberikan tersebut tentunya menjadi kebanggaan
tersendiri bagi Yayasan Pesat karena apa yang selama ini kami lakukan ternyata telah
mendapatkan perhatian dan pengakuan yang cukup besar dari berbagai kalangan sehingga
membuat para pemimpin, pengasuh, guru, staf dan seluruh anggota komunitas yayasan
lebih termotivasi untuk terus berkarya membangun anak-anak Papua.
Berkaitan dengan hasil yang telah dicapai oleh Yayasan Pesat, Pemerintah Daerah
Propinsi Papua pun semakin diberikan kepastian tentang strategi memperbaiki mutu
pendidikan dasar di seluruh kampung di Papua. Inti dari rencana perbaikan pendidikan itu
adalah membangun SD kecil di kampung-kampung, yang terdiri dari kelas 1 sampai kelas
3. Anak-anak Papua yang sudah menyelesaikan kelas 3 SD kemudian melanjutkan
pendidikannya di sekolah-sekolah berasrama yang dibangun di seluruh Papua sampai
mereka tamat kelas 9 atau kelas 3 SMP.26
Pencapaian hasil kinerja Yayasan Pesat saat ini pastinya tidak dilalui dengan
mudah, melainkan melalui perjuangan dan kerjasama yang sungguh-sungguh dan tulus
dari segenap elemen organisasi yang ada, seperti para pemimpin, pengurus, staf, para guru,
pengasuh asrama, donatur, orang tua murid, dan stakeholders lainnya, apalagi untuk
ukuran sebuah organisasi nonprofit/sosial yang melayani di daerah Papua bukanlah sesuatu
perkara yang mudah untuk dilakukan. Light menyatakan bahwa mengelola organisasi
22

Acara tersebut diselenggarakan pada tanggal 20 Mei 2011 dan 25 Mei 2012. Lihat dalam
http:www.liputan6.com.
23
Acara ini diselenggarakan pada tanggal 18 Maret 2012, Jam 12.00 WIB. Ibid.
24
Acara ini diselenggarakan pada tanggal 16 April 2010. Lihat http:www.kickandy.com.
25
Lihat http: www.elshinta.com
26
Suebu, Barnabas, op cit., hal. 119-122. Lihat juga Modouw, James. “Menghitung Kontribusi
Pembangunan Pendidikan Bagi Manusia Papua.” (Depok: Simposium & Lokakarya Nasional Papua Fisip
Universitas Indonesia, April 2010), hal. 6-7.

8

nonprofit adalah pekerjaan yang berat…Oleh karena itu para pekerjanya harus memiliki
motivasi yang tinggi, pekerja keras, dan memiliki komitmen yang sangat mendalam, yang
merupakan motivasi utama dalam menyelesaikan sesuatu yang bermanfaat.27
Tantangan yang dihadapi
Tantangan yang dihadapi dapat dilihat dari sisi internal dan eksternal organisasi,
dan kami ingin terlebih dahulu membahasnya dari sisi eksternal organisasi. Jika dilihat dari
sisi eksternal organisasi tantangan yang dihadapi yayasan, antara lain: Pertama, keadaan
geografis yang sulit dijangkau. Beberapa dari daerah layanan pendidikan Yayasan Pesat
berada di daerah-daerah pedalaman yang lokasinya terpencil, tetapi ada juga beberapa
pelayanan yang beroperasi di daerah pesisir. Untuk menjangkau dan melayani daerah
pedalaman cukuplah sulit karena akan banyak menghadapi permasalahan dan tantangan
yang berat dan kompleks. Secara geografis daerah tempat kami melayani atau Papua dan
Papua Barat pada umumnya merupakan daerah dengan dataran rendah berawa-rawa yang
terdiri dari tanah gambut, dikelilingi oleh hutan yang lebat, 28 wilayah pegunungan dan
bukit-bukit yang curam, tanahnya muda, tipis, rapuh, serta curah hujan musiman yang
tinggi.29 Kemudian untuk menuju ke daerah-daerah pedalaman satu-satunya alat
transportasi yang dapat digunakan adalah dengan pesawat terbang dan/atau berjalan kaki
bermil-mil jauhnya karena sampai saat ini belum ada jalan tembus darat yang dapat dilalui
oleh kendaraan bermotor.30
Kedua, minimnya sarana prasarana publik dan sangat tingginya harga kebutuhan
pokok. Tantangan lain yang dihadapi di daerah pedalaman adalah minimnya atau malahan
tidak ada sama sekali sarana prasarana publik, seperti jaringan listrik dan telepon, rumah
sakit yang ada biasanya puskesmas,31 alat transportasi, pertokoan, dan seterusnya. Keadaan
ini tentunya akan sangat menyulitkan yayasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
apalagi dalam kondisi yang sangat mendesak dan tiba-tiba saja ada anggota kami yang
27

Light, Mark. Result Now for Nonprofits: Purpose, Strategy, Operations, and Governance. (New
Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2011), hal. 1.
28
Papua dan Papua Barat memiliki hutan tropis terbesar ketiga yang tersisa di dunia setelah daerah
aliran sungai Amazon dan hutan-hutan di Afrika Tengah. Lihat dalam Bank Dunia, op cit., hal. 16.
29
Ibid., hal. 16, 21.
30
Masalah lain jika menggunakan pesawat terbang menuju pedalaman atau berangkat dari
pedalaman adalah jadwal penerbangannya kadangkala tidak pasti yang diakibatkan oleh keadaan cuaca yang
cepat berubah-ubah dan terbatasnya jumlah pesawat yang ada. Kondisi ini tentunya menyebabkan banyaknya
waktu dan biaya yang harus dikeluarkan.
31
Kalaupun ada puskemas yang beroperasi masalahnya adalah kadangkala atau bahkan sama sekali
tidak ada tenaga kesehatan seperti dokter dan perawat yang berjaga, dan tidak tersedianya obat-obatan,
sehingga akibatnya jika ada orang yang sakit harus pergi ke kota melalui jalur udara dan menghabiskan
waktu berminggu-minggu untuk kembali. Kondisi ini dari segi biaya dan waktu tidaklah efisien dan efektif.

9

memerlukan sarana prasarana tersebut. Begitu juga halnya dengan harga-harga kebutuhan
pokok yang sangat tinggi32 turut pula memberatkan yayasan dalam memenuhi kebutuhan
pokok anak-anak, para guru, pengasuh asrama sehari-hari, belum lagi ditambah dengan
biaya berbagai kebutuhan lainnya. Kondisi inipun menyebabkan biaya operasional yang
dikeluarkan oleh yayasan setiap bulannya sangatlah besar sehingga membuat pembina dan
pengurus yayasan harus berusaha lebih keras lagi mengumpulkan dana dan
menggunakannya secara efektif dan efisien agar yayasan dapat terus memberikan layanan
pendidikan yang terbaik.
Ketiga, masalah sosial budaya. Selain berbagai tantangan atau permasalahan tadi,
masalah pada umumnya yang sangat pelik dihadapi di Papua adalah menyangkut kondisi
sosial budaya. Contohnya saja, tingkat kepadatan penduduk yang rendah dan fragmentasi
kebudayaan yang ekstrim, kemudian kurang dari tiga juta penduduk pribumi Papua
menggunakan 250 bahasa yang berbeda dan mempunyai kebudayaan yang unik, bahkan
kadang-kadang saling bentrok satu sama lain.33 Budaya masyarakat pedalaman masih
sangat bersifat tradisional, dimana adat istiadat amat kuat mempengaruhi dan mengatur
pola hidup mereka sehari-hari. Secara umum masyarakat Papua belum memahami secara
baik betapa pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anak dan kemajuan daerahnya
sehingga partispasi aktif mereka dalam dunia pendidikan masih sangat rendah.34
32

Harga beras bermerek berisi 25 kg Rp.750.000-Rp.800.000 per karung di Kab. Puncak Jaya,
sedangkan di Jakarta beras yang bermerek dan bermutu tinggi seperti Pandanwangi atau Rojolele hanya
Rp.180.000 per karung. Di daerah pesisir Kab. Nabire harga 5 liter minyak goreng Bimoli Rp. 75.000 dan
harga gula pasir per kilonya Rp. 15.000, sedangkan di Jakarta harga minyak Bimoli Rp. 56.800 dan
Rp.11.185 per kilo untuk harga gula lokal. Di ibukota Provinsi Papua yakni Jayapura, harga semen 1 sak
Rp.70 ribu, Kab.Wamena Rp. 500 ribu dan Kab. Puncak Jaya Rp. 1,2 juta. Untuk harga minyak bensin di
pedalaman Papua sangatlah tinggi, misalnya saja di Kab. Intan Jaya harga minyak bensin/minyak tanah
untuk 1 liter mencapai Rp.40.000, di Kab. Pegunungan Bintang, harga minyak bensin untuk 1 liter mencapai
Rp.40.000, padahal harga nasionalnya hanya Rp.4.500. Selanjutnya di Kab. Intan Jaya, beras 10 kg harganya
Rp. 400 ribu, minyak goreng 1gen (5liter) Rp. 200 ribu, gula 1 kg Rp. 40.000, sabun rinso 1kg Rp. 35.000,
tepung terigu 1 kg Rp. 40.000, semen 1 sak Rp.1jt 250 ribu. Melambungnya harga barang di daerah
pedalaman Papua, selain karena adanya tingkat inflasi yang tinggi, juga karena roda transportasi untuk
melayani penduduk pedalaman Papua hanya dilewati melalui jaringan transportasi udara. Sementara itu,
pemerintah Provinsi Papua belum mampu melakukan pengendalian jalur distribusi barang dari pusat
produksi sampai konsumen di wilayah Papua. Padahal konsumen terbanyak berada di Pedalaman Papua yang
merupakan jumlah penduduk paling padat yaitu 1,2 juta di 10 kabupaten yang ada di daerah pegunungan
tengah Papua, atau 60% dari keseluruhan jumlah penduduk Papua. Lihat dalam Pigay, Natalis, op cit., hal. 1.
33
World Bank., loc cit.
34
Lihat dalam Tim Sintesa. “Sintese Kapasitas Pembangunan Papua.”(Jayapura: UNDP &
Pemerintah Provinsi Papua, Mei 2005), hal. 17. Lihat juga Nenobais, Harry., loc cit. Pada awal Yayasan
Pesat menyelenggarakan pendidikan berpola asrama tantangan dan hambatan yang sangat besar dihadapi
adalah adanya hukum denda berupa uang ratusan juta/miliar atau ancaman fisik yang diberlakukan kepada
pengurus yayasan jika ada anak-anak Papua yang mengalami kecelakaan, sakit, bahkan meninggal selama
mengikuti pendidikan berpola asrama walaupun kejadian sebenarnya bukan karena faktor kesalahan yayasan.
Namun hal ini tidak membuat yayasan urung dan gentar, komitmen untuk menyelenggarakan pendidikan
pola asrama tetap dilaksanakan karena hasilnya sangat efektif bagi pengembangan kualitas pendidikan anakanak Papua. Hasil wawancara dengan Pendiri Yayasan Pesat Papua, tanggal 14 Maret 2011.

10

Kemudian, perang antarsuku yang terus-menerus terjadi di beberapa daerah35 dan
konflik-konflik yang muncul karena sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada)36 maupun
karena adanya perjuangan dari sebagian kelompok masyarakat yang ingin memisahkan diri
dari wilayah NKRI, seperti melalui Kongres Rakyat Papua III37 dan perlawanan senjata
dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) menambah panasnya suasana sosial politik di
masyarakat.38
Selain itu, tidak tercapainya tujuan otonomi khusus secara optimal dalam
menciptakan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas pelayanan publik bagi masyarakat
Papua telah banyak menimbulkan rasa kekecewaan yang besar dari masyarakat, khususnya
kalangan mahasiswa dan pemuda. Padahal dana yang digulirkan sejak sebelas tahun
pelaksanaan otonomi sudah berjumlah Rp. 32 triliun, sebuah angka yang cukup fantasis
untuk jumlah penduduk asli Papua hanya sekitar 2 juta dari 3,6 juta penduduk.39 Kondisi
inipun memicu masyarakat Papua untuk melakukan aksi protes atau demonstrasi setiap
tahunnya.40
Seluruh tantangan dan permasalahan tersebut tidaklah mudah untuk dihadapi,
secara manusia terkadang timbul pula rasa takut dan cemas dengan apa yang terjadi di
Papua, namun di tempat seperti itulah Yayasan Pesat tertantang untuk terus maju dan
berkarya memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik bagi masyarakat pedalaman
Papua.
Sedangkan tantangan yang dihadapi dari sisi internal organisasi, yaitu seiring
dengan pencapaian yang telah diraih sementara ini, bertambahnya usia yayasan, dan
semakin meluasnya program kerja yang harus dilakukan membawa konsekuensi baru bagi
yayasan. Ukuran Yayasan Pesat Papua yang sebelumnya kecil dan sederhana sekarang ini
kian bertumbuh menjadi besar dan kompleks sehingga membawa perubahan dan
permasalahan baru.
Di usianya yang ketujuh belas tahun ini, Yayasan Pesat sedang mendidik kurang
lebih 1500 anak yang terdiri dari anak asrama 397 anak dan 1.103 anak non asrama dari
tingkat TK sampai ke tingkat Perguruan Tinggi, dengan didukung oleh sekitar 120 orang
35

Perang antarsuku ini seringkali terjadi di beberapa kabupaten, seperti di Kab. Wamena, Kab.
Jayapura, Kab. Mimika, Kab. Puncak Jaya, Kab. Nabire. Lihat http:www.liputan6.com. November 2, 2011
dan http:www.yahoo.com.
36
Kompas, Senin 1 Agustus 2011.
37
Media Indonesia dan Kompas, Kamis 20 Oktober 2011.
38
Lihat Widjojo, S. Muridan, op cit., hal. 44. Lihat juga Suara Pembaruan, Kamis 4 Agustus 2011.
39
Menurut Sensus Penduduk 2010 jumlah penduduk Provinsi Papua 2.851.999 jiwa dan Papua
Barat 760.442 jiwa. Lihat Kompas. Jumat 10 Agustus 2012.
40
Kompas. Kamis 28 Oktober 2009 dan Sabtu 29 Oktober 2011.

11

yang terdiri sebagai pengurus, pengasuh asrama, guru, staf, dan voluntir. Kemudian dalam
perkembangannya, program pelayanan Yayasan Pesat tidak hanya bergerak pada bidang
pendidikan saja, tetapi yayasan ini juga memperluas program pelayanannya pada bidang
media, kerohanian, pengembangan usaha, dan kesehatan.
Kondisi inipun secara otomatis mendorong dan menuntut semakin besarnya
kebutuhan sumber daya organisasi yang tersedia, seperti jumlah anggaran yang semakin
besar untuk membiayai operasional yayasan yang terus meningkat, jumlah dan kualitas
sumber daya manusia yang memadai sebagai pemimpin, pengurus, guru, pegawai dan
pengasuh asrama, dan fasilitas yang lebih banyak lagi, baik berupa tanah, gedung sekolah,
asrama, rumah guru, peralatan dan bahan ajar, kendaraan, dan seterusnya.
Berkaitan dengan situasi tersebut, maka kami pun terus berupaya melakukan
pengembangan kapasitas organisasi agar dapat memperkuat dan meningkatkan kinerja
yayasan secara optimal dan berkelanjutan dalam rangka mencapai visi misinya secara
efektif dan efisien,41 karena kami pun menyadari bahwa apa yang kami lakukan sampai
saat ini belumlah sebanding dengan jumlah anak-anak pedalaman Papua yang seharusnya
dapat menikmati pendidikan yang berkualitas dalam hidup mereka.
Penutup
Mengakhiri paparan makalah ini, perlu disampaikan beberapa hal sebagai
kesimpulan sekaligus rekomendasi dalam upaya mendorong pengembangan pendidikan
berbasis asrama di pedalaman Papua, yakni:
1. Melihat kondisi ekonomi, kesehatan, dan pendidikan yang masih jauh tertinggal serta
keadaan sosial budaya masyarakat pedalaman yang kurang kondusif terhadap kegiatan
pendidikan maka sangatlah tepat jika pendidikan pola asrama diselenggarakan bagi
anak-anak pedalaman.
2. Melalui pendidikan pola asrama perkembangan fisik, rohani, intelektual, dan karakter
anak-anak dapat dikontrol secara langsung, kontinu, dan mendalam oleh para pengasuh
asrama dan guru sehingga diharapkan perkembangan kualitas hidup anak-anak
mencapai hasil yang optimal.

41

Low, Will and Eileen Davenport. “NGO Capacity Building and Sustainability in the Pacific.”
Blackwell Publishing. Asia Pacific Viewpoint: Victoria University of Wellington, Vol. 3, No. 3. (2002),
hal.67. Lihat juga Millessen, L. Judith and L. Bies. “Nonprofit Capacity Building; Who is doing What for
Whom and to What End?” Journal for Nonprofit Management (2007), hal. 1, 5.

12

3. Untuk menjamin efektivitas penyelenggaraan pendidikan pola asrama sehingga dapat
mencapai hasil yang memuaskan maka diperlukan kemitraan yang lebih baik lagi antara
yayasan, pemerintah, tokoh adat/agama, dan swasta.
Sumber Bacaan
Blanchard, Ken dan Philips Hodges. Lead Like Jesus. Belajar dari Model Kepemimpinan
Paling Dahsyat Sepanjang Zaman. (Dionisius Pare, Penerjemah). Tanggerang:
Visimedia, 2007.
Brothers, John and Anne Sherman. Building Nonprofit Capacity: A Guide Managing
Change Through Organizational Lifecycle. New York: Jossey-Bass, 2011.
Covey, R. Stephen. The 8th Habit. (Wandi S. Brata & Zein Isa, Penerjemah). Jakarta:
Gramedia, 2010.
Drucker, F. Peter. Managing the Nonprofit Organization: Principles and Practices. New
York: HarperCollins, 2005.
Light, Mark. Result Now for Nonprofits: Purpose, Strategy, Operations, and Governance.
New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2011.
Low, Will and Eileen Davenport. “NGO Capacity Building and Sustainability in the
Pacific.” Blackwell Publishing. Asia Pacific Viewpoint: Victoria University of
Wellington. Vol. 3 No. 3, 2002.
Manufandu, Septer. “Akses Masyarakat Papua dalam Pelayanan Publik.” Depok:
Simposium & Lokakarya Nasional Papua Fisip UI, April 2010.
Millessen, L. Judith and L. Bies. “Nonprofit Capacity Building; Who is doing What for
Whom and to What End?” Ohio: Journal for Nonprofit Management, 2007.
Modouw, James. “Menghitung Kontribusi Pembangunan Pendidikan Bagi Manusia
Papua.” Depok: Simposium & Lokakarya Nasional Papua Fisip UI, April 2010.
Mukhtar, dkk. Sekolah Berprestasi. Jakarta: Nimas Multima, 2003.
Nenobais, Harry. “Manajemen Pelayanan Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Negeri (SLTPN) Pemerintahan Kabupaten Nabire.” Tesis. Yogyakarta: Magister
Administrasi Publik Fisipol UGM, 2004.
Pigay, Natalis. “Kondisi Riil Papua Saat Ini yang Perlu Dilihat oleh Akedemisi.” Jakarta:
Seminar Kebijakan Pembangunan untuk Papua Baru. Pusat Kajian Papua UKI,
April 2011.
Suebu, Barnabas. Kami yang Menanam, Kami yang Menyiram dan Tuhanlah yang
Menumbuhkan. Jayapura: Pemda Provinsi Papua, 1997.
Tim Sintesa. Sintese Kapasitas Pembangunan Papua. Jayapura: UNDP & Pemerintah
Propinsi Papua, Mei 2005.
Tebay, Vience. “Paradigma Baru Dalam Pelayanan Publik di Papua.” Jakarta: Seminar
Kebijakan Pembangunan untuk Papua Baru. Pusat Kajian Papua UKI, April 2011.
Widjojo, S Muridan, dkk. Papua Road Map. Jakarta: LIPI, Yayasan TIFA dan Yayasan
Obor Indonesia, 2009.
World Bank. Investing in Future of Papua & West Papua: Infrastructure for Sustainable
Development. Jakarta: The World Bank & Australian Indonesia Partnership, 2009.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Papua.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 Tentang Pembentukan
Provinsi Papua Barat.
13

http:www.acces-indo.or.id/documents/OCA_Manual.pdf diakses tanggal 1 Oktober 2011.
http://bappeda.papua.go.id/ diakses pada tanggal 25 April 2011.
http:www. bps.go.id diakses pada tanggal 14 Juni 2011.
http:www.direktori-perdamaian/org dan http:www.wikimu.com. Oktober, 30 2011.
http: fieldstone alliance.org. 11 September 2011.
http://www.ptfi.com diakses tanggal 10November 2012.
http:// 208.42.83.77/org_perf/capacity.htm. 12 September 2011.
http:www.kickandy.com diakses pada tanggal 26 April 2011.
http:www.liputan6.com diakses pada tanggal 28 Mei 2011.
www.lembaga pendidikan papua.diakses tanggal 24 September 2012
http:www.vivanews.com diakses pada tanggal 18 Juli 2011.
http:www.tabloidjubi.com. Papua Leading News Portal 15 Tahun Pendidikan Berpola
Asrama. Minggu, 12 September 2010.
www.youtube.com. Pelayanan Pesat Mamberamo diakses pada tanggal 29 September
2011.
Kompas, Senin 1 Agustus 2011.
Kompas, Kamis 20 Oktober 2011.
Kompas, Jumat 10 Agustus 2012.
Media Indonesia, Kamis 20 Oktober 2011.
Suara Pembaruan, Kamis 20 Oktober 2011.

14