Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Probing Prompting dengan Media Realia Siswa Kelas IV SDN Purworejo Kec. Suruh Kab. Semarang Semester II 2014/2015

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata Inggris yaitu
natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan
alam atau bersangkut paut dengan alam, sedangkan science artinya ilmu
pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science dapat disebut
sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang
terjadi di alam ini. Seperti halnya setiap ilmu pengetahuan, Ilmu Pengetahuan
Alam mempunyai objek dan permasalahan jelas yaitu berobjek benda-benda
alam dan mengungkapkan misteri (gejala-gejala) alam yang disusun secara
sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang
dilakukan oleh manusia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Powler
(Samatowa, 2006:2) ”IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejalagejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur,
berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen”.
Ruang lingkup mata pelajaran IPA untuk SD/MI menurut Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 meliputi aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan,
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.
3. Energi dan perubahannya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan bendabenda langit lainnya.
Sulistyorini (2007:8) menarik kesimpulan sebagai berikut.
Pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active
learning) dengan cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang
mampu memberi kesempatan pada anak didik untuk melakukan
9

10

keterampilan proses meliputi: mencari, menemukan, menyimpulkan,
mengkomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan, nilai-nilai, dan
pengalaman yang dibutuhkan.
Asy’ari (2006:7) menyebutkan ”Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berasal dari kata natural science”. Natural artinya alamiah dan berhubungan
dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. IPA atau sains
secara umum dapat dikatakan sebagai pengetahuan manusia tentang alam
yang diperoleh dengan cara yang terkontrol. Penjelasan ini mengandung

makna bahwa IPA kecuali sebagai produk yaitu pengetahuan manusia juga
sebagai prosesnya yaitu bagaimana cara mendapatkan pengetahuan tersebut.
Aly dan Rahma (2008:18) menyimpulkan ”IPA adalah suatu
pendekatan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau
khusus yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan
teori, eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait mengait antara
cara yang satu dengan yang lain”.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran
IPA adalah salah satunya sebagai proses dari upaya manusia untuk
memahami berbagai gejala alam. Artinya diperlukan suatu cara tertentu yang
sifatnya analitis, cermat, lengkap serta menghubungkan gejala alam yang satu
dengan gejala alam yang lain sehingga keseluruhannya membentuk sudut
pandang yang baru tentang obyek yang diamati oleh siswa. Di sini siswa
dituntut untuk lebih aktif dan terlibat secara langsung dalam kegiatan proses
pembelajaran agar mendapatkan hasil belajar yang optimal.
Tujuan mata pelajaran IPA menurut Permendiknas nomor 22 tahun
2006 adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya;
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat;

11

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan;
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam;
6. Meningkatkan

kesadaran

untuk

menghargai

alam


dan

segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Berdasarkan panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) terkait dengan ruang lingkup bahan kajian IPA untuk
SD/MI kelas IV semester 2, standar kompetensi dan kompetensi dasar
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah sebagai berikut.
Kelas IV Semester 2
Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar

Energi dan Perubahannya
7. Memahami gaya dapat 7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya
mengubah

dan/atau

gerak

(dorongan dan tarikan) dapat mengubah

bentuk

suatu benda

gerak suatu benda
7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya
(dorongan dan tarikan) dapat mengubah
bentuk suatu benda

8. Memahami berbagai 8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi
bentuk
cara

energi


dan

yang terdapat di lingkungan sekitar serta

penggunaannya

dalam

sifat-sifatnya

kehidupan 8.2 Menjelaskan berbagai energi alternatif dan

sehari-hari

cara penggunaannya.
8.3

Membuat
menunjukkan


suatu

karya/model

untuk

perubahan energi gerak

akibat pengaruh udara, misalnya roket dari
kertas/baling-baling/pesawat kertas/parasut.

12

Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar
8.4 Menjelaskan perubahan energi bunyi melalui
penggunaan alat musik.


Bumi dan Alam Semesta
9. Memahami perubahan 9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan
kenampakan

bumi.

permukaan bumi dan 9.2
benda langit

Mendeskripsikan

posisi

bulan

dan

kenampakan bumi dari hari ke hari.

10. Memahami perubahan 10.1


Mendeskripsikan

berbagai

penyebab

lingkungan fisik dan

perubahan lingkungan fisik (angin, hujan,

pengaruhnya terhadap

cahaya matahari, dan gelombang air laut)

daratan

10.2

Menjelaskan


pengaruh

perubahan

lingkungan fisik terhadap daratan (erosi,
abrasi, banjir, dan longsor)
10.3

Mendeskripsikan
kerusakan

cara

lingkungan

pencegahan
(erosi,

abrasi,


banjir, dan longsor)
11. Memahami hubungan 11.1 Menjelaskan hubungan antara sumber daya
antara sumber daya
alam
lingkungan,
teknologi,
masyarakat

alam dengan lingkungan

dengan 11.2 Menjelaskan hubungan antara sumber daya
alam dengan teknologi yang digunakan
dan 11.3 Menjelaskan dampak pengambilan bahan
alam terhadap pelestarian lingkungan

Berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah
disampaikan di atas, pada penelitian ini kompetensi dasar yang akan
digunakan adalah kompetensi dasar 8.1 yaitu mendeskripsikan energi panas
dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya, maka
indikator pembelajaran IPA kelas IV semester 2 yang digunakan adalah
sebagai berikut.

13

Kompetensi Dasar

Indikator Pembelajaran

8.1 Mendeskripsikan energi panas 1. Membuat daftar sumber-sumber
dan bunyi yang terdapat di

bunyi yang terdapat di lingkungan

lingkungan sekitar serta

sekitar.

sifat-

sifatnya

2. Menyimpulkan
dihasilkan

oleh

bahwa
benda

bunyi
yang

bergetar.
3. Menunjukkan bukti perambatan
bunyi pada benda padat, cair, dan
gas.
4. Menunjukkan bahwa bunyi dapat
dipantulkan atau diserap.
Berdasarkan indikator pembelajaran IPA di atas, materi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah mengenai energi. Materi yang
diajarkan dalam penelitian tindakan ini diambil dari Heri Sulistyanto dan Edy
Wiyono (2008), Poppy K. Devi dan Sri Anggraeni (2008), serta S. Rositawaty
dan Aris Muharam (2008).

2.1.2 Hasil Belajar
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) pasal 58, evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh
pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar
peserta didik secara berkesinambungan.
Sudjana (2011:22) menyimpulkan ”hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”.
Menurut Gagne dalam Purwanto (2013:2) ”hasil belajar adalah terbentuknya
konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada
dilingkungan,

yang

menyediakan

skema

yang

terorganisasi

untuk

mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan didalam dan diantara
kategori-kategori”.

Menurut

Winkel

dalam

Purwanto

(2013:45)

14

menyimpulkan ”hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia
berubah dalam hal sikap dan tingkah lakunya”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
merupakan kemampuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa dan
terbentuknya konsep baru setelah siswa menerima perlakuan yang diberikan
oleh

guru

sehingga

dengan

pengalaman

belajarnya

siswa

dapat

mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil dan proses belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil
pengukuran

penguasaan bidang/materi dan aspek perilaku baik melalui

teknik tes maupun non tes. Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat
pencapaian kompetensi hasil belajar seperti yang dikehendaki dalam standar
proses dan dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbagi dalam ranah
kognitif, afektif dan psikomotor (Naniek Sulistya Wardani dkk. 2009).
1. Bentuk Tes
Hakekat tes adalah sebagai alat ukur; tes adalah prosedur
pengukuran yang sengaja dirancang secara sistematis, untuk mengukur
indikator/kompetensi tertentu, dilakukan dengan prosedur administrasi dan
pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relatif ajeg
bila dilakukan dalam kondisi yang relatif sama; tes pada umumnya
berisi sampel perilaku, cakupan butir tes yang bisa dibuat dari suatu materi
tidak terhingga jumlahnya, yang secara keseluruhan mungkin mustahil
dapat tercakup dalam tes, sehingga tes harus dapat mewakili indikator
dalam kawasan (domain) perilaku yang diukur, untuk itu perlu pembatasan yang jelas; tes menghendaki subjek agar menunjukkan apa
yang diketahui atau apa yang dipelajari dengan cara menjawab atau
mengerjakan tugas dalam tes.
Naniek Sulistya Wardani dkk. (2009) menarik simpulan sebagai berikut.
Tes tertulis adalah tes yang soalnya harus dijawab peserta
didik dengan memberikan jawaban tertulis. Jenis tes tertulis
secara umum dikelompokkan menjadi dua yaitu:

15

a. Tes objektif, ada yang pilihan ganda, jawaban singkat atau isian,
benar salah, dan bentuk menjodohkan;
b. Tes uraian, yang terbagi atas tes uraian objektif (penskorannya
dapat dilakukan secara objektif) dan tes uraian non-objektif
(penskorannya sulit dilakukan secara objektif)
2. Non tes
Teknik pengukuran melalui nontes mengandung pengertian tidak
ada jawaban yang benar dan tidak ada yang salah. Teknik non tes ini
umumnya memegang peranan yang penting dalam rangka mengevaluasi
hasil belajar peserta didik dari ranah sikap hidup (affective domain) dan
ranah ketrampilan (phsychomotoric domain) sedangkan untuk teknik tes
lebih kepada ranah proses berfikirnya (cognitive domain).
Bentuk teknik non tes menurut Ign. Masidjo (1995: 58-77):
a. Pengamatan atau observasi
Suatu teknik pengamatan yang dilaksanakan secara langsung
atau tidak langsung dan secara teliti terhadap suatu gejala dalam suatu
situasi disuatu tempat.
Jenis-jenis observasi terdiria atas 3 yaitu :
1) Observasi sistematis dan observasi non sistematis, observasi
sistematis

adalah

mempergunakan
pengamatan,

observasi
pedoman

sedangkan

non

yang

digunakan

observasi
sistematis

sebagai

dengan
instrumen

dilakukan

tanpa

menggunakan pedoman.
2) Observasi partisipatif dan non partisipatif, yang dimaksud dengan
partisipatif adalah dilakukan pengamat dengan ikut serta dalam
kegiatan yang dilakukan individu atau kelompok yang diamati.
Sedangkan non partisipatif pengamat tidak ikut serta dalam
kegiatan yang diamati.
3) Observasi eksperimental, yaitu observasi yang dilakukan secara
sistematis tetapi non partisipatif.

16

b. Wawancara atau interview
Wawancara adalah suatu proses tanya jawab sepihak antara
pewawancara dan yang diwawancarai yang dilaksanakan secara tatap
muka baik secara langsung maupun tidak langsung.
Teknik pengukuran

non tes yang digunakan dalam penelitian ini

sebagi proses belajar siswa dibatasi pada observasi aktivitas siswa dan guru
dalam

melaksanakan

pembelajaran.

Tujuannya

agar

dalam

setiap

pembelajaran dapat dilakukan pengukuran perkembangan aktivitas siswa
yang ada.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran terdiri atas intrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran
dengan menggunakan teknik tes, dan bila menggunakan teknik non tes
dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan
lembar observasi dan wawancara.
Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk
mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses
pembelajaran yang telah dilakukan. Pada tahap ini seorang guru dituntut
memiliki kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara-cara evaluasi,
penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan, dan penggunaan hasil evaluasi.
Pendekatan atau cara yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi atau
penilaian hasil belajar adalah melalui Penilaian Acuan Norma (PAN) dan
Penilaian Acuan Patokan (PAP).
Naniek Sulistya Wardani, dkk. (2012:384) mengemukakan ”PAN
adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok:
nilai-nilai yang diperoleh peserta didik diperbandingkan dengan nilai-nilai
peserta didik yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu”. Jadi cara
penilaiannya tidak selalu tergantung pada jumlah soal yang diberikan atau
penilaian dimasudkan untuk mengetahui kedudukan hasil belajar yang dicapai
berdasarkan norma kelas. Siswa yang paling besar skor yang didapat di
kelasnya, adalah siswa yang memiliki kedudukan tertinggi di kelasnya.

17

Naniek

Sulistya

Wardani,

dkk.

(2012:379)

mengemukakan

”pendekatan PAP berarti membandingkan skor-skor hasil tes peserta didik
dengan kriteria atau patokan yang secara absolut/mutlak telah ditetapkan oleh
guru”. Jadi cara penilaiannya dimana nilai yang diperoleh siswa tergantung
pada seberapa jauh tujuan yang tercermin dalam soal-soal tes yang dapat
dikuasai siswa. Nilai tertinggi adalah nilai sebenarnya berdasarkan jumlah
soal tes yang dijawab dengan benar oleh siswa. Dalam PAP ada passing
grade atau batas lulus, apakah siswa dapat dikatakan lulus atau tidak
berdasarkan batas lulus yang telah ditetapkan.
Pendekatan PAN dan PAP dapat dijadikan acuan untuk memberikan
penilaian dan memperbaiki sistem pembelajaran. Kemampuan lainnya yang
perlu dikuasai guru pada kegiatan evaluasi atau penilaian hasil belajar adalah
menyusun alat evaluasi seperti tes tertulis. Bentuk tes tertulis yang banyak
dipergunakan guru adalah ragam benar/salah, pilihan ganda, menjodohkan,
melengkapi, dan jawaban singkat.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa melalui
teknik tes dan non tes yang diperoleh dari penilaian proses meliputi observasi
aktivitas siswa dan guru saat melakukan kegiatan pembelajaran dan penilaian
hasil yang berupa tes tertulis yaitu tes formatif. Hasil belajar tersebut
dibandingkan dengan kriteria tertentu yaitu KKM untuk mengetahui nilai
kompetensi yang dicapai siswa. Atau dapat pula dikatakan bahwa hasil
belajar merupakan perolehan skor kompetensi yang dicapai siswa
berdasarkan nilai proses dan nilai hasil belajar.
Hasil belajar dalam pembelajaran IPA dapat tercapai dengan
maksimal jika ada sebuah strategi pembelajaran yang mampu membangkitkan
motivasi belajar dan daya berpikir siswa lebih meningkat sehingga
pembelajaran bisa lebih menarik dan menyenangkan, salah satunya dengan
metode probing prompting.

18

2.1.3 Metode Probing Prompting
Seorang guru yang profesional harus memiliki beberapa keterampilan
dasar dalam mengajar. Keterampilan dasar salah satunya adalah keterampilan
bertanya. Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, bertanya menjadi peranan
penting karena merupakan stimulus efektif yang mendorong kemampuan
berpikir peserta didik. Keterampilan bertanya dibedakan atas keterampilan
bertanya dasar dan keterampilan bertanya lanjut. Keterampilan bertanya dasar
mempunyai beberapa komponen dasar yang perlu diterapkan dalam
mengajukan segala jenis pertanyaan. Komponen-komponen yang dimaksud
adalah pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat, pemberian acuan,
pemusatan, pemindah giliran, penyebaran, pemberian waktu berpikir, dan
pemberian tuntunan. Sedangkan keterampilan bertanya lanjut merupakan
lanjutan dari keterampilan bertanya dasar yang lebih mengutamakan usaha
mengembangkan kemampuan berpikir siswa, memperbesar partisipasi dan
mendorong siswa agar dapat berinisiatif sendiri.
Pertanyaan-pertanyaan yang termasuk dalam kemampuan dasar
bertanya diantaranya adalah pertanyaan menggali (probing question) dan
pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question). Yang
dimaksudkan dengan pertanyaan menggali (probing question) adalah suatu
pertanyaan yang diajukan dengan maksud mencari tahu pengalaman atau
pengamatan peserta didik yang berkaitan erat dengan materi belajar mereka.
Sedangkan pertanyaan mengarahkan atau menuntun (prompting question)
adalah suatu pertanyaan yang diajukan dengan maksud mengarahkan
pemahaman peserta didik dari hal-hal yang digali dari pengalaman atau
pengamatan mereka ke suatu pembentukan konsep baru. Dengan demikian
konsep baru yang ditemukan merupakan hasil rumusan sendiri oleh peserta
didik

atau

dapat

juga

dibimbing

oleh

(http://edukasi.kompasiana.com/2009/10/19/delapan-kompetensi-dasarmengajar/).

guru

19

Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar,
guru perlu menunjukkan sikap yang baik pada waktu mengajukan pertanyaan
maupun ketika menerima jawaban siswa dan harus menghindari kebiasaan
seperti menjawab pertanyaan sendiri, mengulang jawaban siswa, mengulang
pertanyaan sendiri, mengajukan pertanyaan dengan jawaban serentak,
menentukan siswa yang harus menjawab sebelum bertanya dan mengajukan
pertanyaan ganda. Dalam proses pembelajaran di kelas setiap pertanyaan,
baik berupa kalimat tanya ataupun suruhan harus dapat menuntut respons
siswa sehingga dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan kemampuan
berpikir siswa.
Probing menurut arti katanya adalah penyelidikan, pemeriksaan dan
prompting adalah mendorong atau menuntun. Penyelidikan atau pemeriksaan
disini bertujuan untuk memperoleh sejumlah informasi yang telah ada pada
diri siswa agar dapat digunakan untuk memahami pengetahuan atau konsep
baru.
Suwandi dan Tjetjep S. (1996:18) menarik simpulan sebagai berikut:
Probing secara bahasa kata ”probing” memiliki arti menggali atau
melacak. Sedangkan menurut istilah probing berarti berusaha memperoleh
keterangan yang lebih jelas atau lebih mendalam. Pengertian probing dalam
pembelajaran di kelas didefinisikan sebagai suatu teknik membimbing siswa
menggunakan pengetahuan yang telah ada pada dirinya guna memahami
gejala atau keadaan yang sedang diamati sehingga terbentuk pengetahuan
baru.
Teknik menggali (probing) ini dapat digunakan sebagai teknik untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas jawaban murid. Pertanyaan itu
bermaksud untuk menuntun murid agar isinya dapat menemukan jawaban
yang lebih benar. Teknik probing diawali dengan menghadapkan siswa pada
situasi baru yang mengandung teka-teki atau benda-benda nyata. Situasi baru
itu membuat siswa mengalami pertentangan dengan pengetahuan yang sudah
dimilikinya sehingga memberikan peluang kepada siswa untuk mengadakan
asimilasi, disinilah probing mulai diperlukan.
Prompting secara bahasa ”prompting” berarti “mengarahkan atau
menuntun”. Sedangkan menurut istilah adalah pertanyaan yang diajukan
untuk memberi arah kepada murid dalam proses berfikirnya. Bentuk
pertanyaan prompting dibedakan menjadi 3:
a. Mengubah susunan pertanyaan dengan kata-kata yang lebih sederhana
yang membawa mereka kembali pada pertanyaan semula.

20

b. Menanyakan pertanyaan-pertanyaan dengan kata-kata berbeda atau
lebih sederhana yang disesuaikan dengan pengetahuan siswanya.
c. Memberikan suatu review informasi yang diberikan dan pertanyaan
yang membantu siswa untuk mengingat atau melihat jawabannya.
Dengan kata lain prompting adalah cara lain dalam merespon
(menanggapi) jawaban siswa apabila siswa gagal menjawab pertanyaan,atau
jawaban kurang sempurna. Dengan demikian salah satu bentuk prompting
adalah menanyakan pertanyaan lain yang lebih sederhana yang jawabannya
dapat dipakai menuntun siswa untuk menemukan jawaban yang tepat.
Metode pembelajaran ini, dalam proses tanya jawab dilakukan dengan
menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus
berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari proses pembelajaran,
setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan
terjadi suasana tegang, namun demikian bisa dibiasakan untuk mengurangi
kondisi tersebut, guru hendaknya memberi serangkaian pertanyaan disertai
dengan wajah ramah, suara dan nada yang lembut, ada canda, senyum dan
tertawa sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan dan ceria. Perlu
diingat bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah
ciri siswa sedang belajar dan telah berpartisipasi.
Suherman (2001) mengemukakan ”langkah-langkah metode probing
prompting” adalah sebagai berikut.
a. Menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Menyampaikan materi ajar.
c. Memberikan serangkaian pertanyaan menggali secara acak kepada
siswa yang berkaitan dengan materi.
d. Menampung jawaban siswa. Jika jawabannya tepat maka guru meminta
tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk
meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang
berlangsung. Namun jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab
dalam hal ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau
diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang
jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawaban.
e. Memberikan pertanyaan menuntun dengan pertanyaan bimbingan fokus
terarah.
f. Membimbing siswa untuk menyempurnakan jawaban.
Suherman (2008:6) mengemukakan ”pembelajaran probing prompting
adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan
yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang

21

mengaitkan pengetahuan tiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan
baru yang sedang dipelajari”.
Suherman, dkk., (2001:160) menarik kesimpulan sebagai berikut.
Pembelajaran probing prompting sangat erat kaitannya dengan
pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pada saat
pembelajaran ini disebut probing question yang bersifat menggali
untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut dari siswa yang bermaksud
untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban
berikutnya lebih jelas, akurat serta beralasan. Probing question ini
dapat memotivasi siswa untuk memahami lebih mendalam suatu
masalah hingga mencapai suatu jawaban yang dituju. Proses pencarian
dan penemuan jawaban atas masalah tersebut peserta didik berusaha
menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang telah dimilikinya
dengan pertanyaan yang akan dijawabnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Priatna (Sudarti, 2008)
menyimpulkan:
Proses probing dapat mengaktifkan siswa dalam belajar yang penuh
tantangan, membutuhkan konsentrasi dan keaktifan sehingga aktivitas
komunikasi cukup tinggi. Selanjutnya, perhatian siswa terhadap
pembelajaran yang sedang dipelajari cenderung lebih terjaga karena
siswa selalu mempersiapkan jawaban sebab mereka harus siap jika
tiba-tiba ditunjuk oleh guru.
Suherman (2001:55) terdapat dua aktivitas siswa yang saling
berhubungan dalam pembelajaran probing prompting, yaitu aktivitas siswa
yang meliputi aktivitas berpikir dan aktivitas fisik yang berusaha membangun
pengetahuannya, serta aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa
dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran
tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi.
Amer (2006:214) mengemukakan ”Taksonomi Bloom terdiri dari dua
dimensi, yaitu dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan. Dimensi
proses kognitif berkaitan dengan proses yang digunakan siswa untuk
mempelajari suatu hal, sedangkan dimensi pengetahuan adalah jenis
pengetahuan yang akan dipelajari oleh siswa.” Tingkatan proses kognitif hasil
belajar berdasarkan Taksonomi Bloom bersifat hierarkis, yang berarti
kategori

pada

dimensi

proses

kognitif

disusun

berdasar

tingkat

kompleksitasnya.” Di awali dengan pengetahun (C1), pemahaman (C2),
penerapan (C3), analisi (C4), sintesis (C5), dan penilaian (C6). Berdasarkan

22

teori taksonomi Bloom, melalui metode probing prompting guru telah
menggunakan kata kerja operasional ranah kognitif di mulai dari C1, C2, C3,
C4, C5, dan C6.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode probing
prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian
pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali yang dilakukan secara acak
sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan siswa dan
pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari dan mau
tidak mau setiap siswa harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar
dari proses pembelajaran, karena setiap saat mereka akan dilibatkan dalam
proses

tanya

jawab.

Melalui

metode

probing

prompting

mampu

membangkitkan motivasi belajar serta daya berpikir siswa lebih meningkat
sehingga pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan. Hal ini bisa
didukung oleh penggunaan media yang variatif seperti media realia.

2.1.4 Media Realia
Media realia adalah benda nyata yang digunakan bahan atau sumber
belajar. Solihatin & Raharjo (2007:27) mengemukakan ”pemanfaatan media
realia tidak harus dihadirkan secara nyata dalam ruang kelas, melainkan dapat
juga dengan cara mengajak siswa melihat langsung (observasi) benda nyata
tersebut ke lokasinya”. Sedangkan menurut Asra, dkk. (2007:5.9) ”media
realia adalah semua media nyata yang ada di lingkungan alam, baik
digunakan dalam keadaan hidup maupun keadaan diawetkan, seperti
tumbuhan, batuan, hewan, herbarium, air, sawah dan sebagainya”.
Menurut Henick, dkk., (http://younscientist.blogspot.com, 2011)
“media realia yaitu benda nyata yang digunakan sebagai bahan atau sumber
belajar. Pemanfaatan media realia tidak harus dihadirkan secara nyata dalam
ruang kelas, melainkan dapat juga dengan cara mengajak siswa melihat
langsung (observasi) benda nyata tersebut ke lokasinya”.

23

Pengertian media realia di atas pada dasarnya sama sehingga penulis
dapat menyimpulkan bahwa media realia adalah media yang bersifat langsung
dalam bentuk objek nyata yang ada di lingkungan sebagai bahan atau sumber
belajar bagi siswa.
Langkah-langkah penggunaan media realia menurut Sumarno
(http://elearning.unesa.ac.id, 2011) mengemukakan ada tiga langkah yang
pokok yang dapat dilakukan dalam penggunaan media, adapun termasuk
media realia yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.
1. Persiapan
Persiapan berupa menyiapkan materi dan media realia, media
realia yang digunakan adalah benda yang berada disekitar lingkungan
siswa. Guru sebelum memulai menggunakan media, guru menjelaskan
dan memberikan informasi mengenai materi yang akan dipelajari.
2. Pelaksanaan
Guru

pada

saat

melakukan

proses

pembelajaran

dengan

menggunakan media pembelajaran. Media sebagai alat bantu digunakan
saat bekerja berkelompok guna menggali pengetahuan. Guru mengawasi
siswa yang bekerja dalam kelompok dan membantu siswa jika mengalami
kesulitan.
3. Tindak lanjut
Aktivitas ini perlu dilakukan untuk menetapkan pemahaman siswa
tentang materi yang dibahas dengan menggunakan media.
Keunggulan penggunaan media realia dalam proses belajar mengajar
dikelas menurut Rusman (2005:3) mengatakan keunggulannya memperjelas
pesan agar tidak verbalitas, mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan
daya indra, menimbulkan gairah belajar. Interaksi langsung antara murid
dengan sumber belajar, memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan
bakat dan kemampuan visual, audiotori dan kinestetisnya, memberikan
ransangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan
persepsi yang sama. Sedangkan secara khusus keunggulannya mudah didapat
serta dapat memberi informasi yang jelas dan akurat karena informasi yang

24

didapat berasal dari benda asli yang dipelajari. Kelemahan dari media realia
seperti: ukuran, bila yang akan dipelajari memiliki ukuran yang sulit
ditampung didalam kelas, bila ada benda realia yang mahal tentu saja harus
diganti dengan media yang lain.
Berdasarkan uraian di atas media realia adalah media yang bersifat
langsung dalam objek nyata, sehingga akan memberikan rangsangan yang
amat penting bagi siswa dalam berbagai hal dengan indikator dengan
indikator keberhasilan (a) menunjukkan keterampilan dalam penggunaan
media realia, (b) melibatkan siswa dalam pemanfaatan media realia, (c)
memberikan kesan dan pesan yang menarik dengan media yang digunakan,
dan (d) menggunakan media secara efektif dan efisien. Dengan menggunakan
media

realia

serta

penggunaan

metode

probing

prompting

dapat

meningkatkan hasil belajar yang berupa tes khususnya dalam pembelajaran
IPA.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Relevan
Penelitian Tindakan Kelas mengenai Upaya Peningkatan Hasil
Belajar IPA melalui Metode Probing Prompting dengan Media Realia Siswa
Kelas IV SDN Purworejo Kec. Suruh Kab. Semarang Semester II 2014/2015
ini dilaksanakan dengan didukung oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya
yaitu:
Kajian penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran ini pernah
dilaksanakan oleh Inuk Sulastri mahasiswa S1 PGSD BI FKIP Universitas
Terbuka UPBJJ Semarang dengan judul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
IPA Materi Bagian Bunga Dengan Metode Probing Prompting dan Media
Konkret Siswa Kelas IV Semester I SDN Cukilan 03 Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang Tahun 2014/2015. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa metode probing prompting mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Cukilan 03.
Hal tersebut ditunjukkan oleh rata-rata nilai tiap siklus naik, mulai dari 2,56%
menjadi 48,72% kemudian 97 %. Hal ini dibuktikan dengan nilai yang

25

diperoleh siswa berdasarkan hasil tesnya. Dengan demikian dikatakan bahwa
metode probing prompting mempengaruhi hasil belajar IPA SD Negeri
Cukilan 03.
Kajian penelitian yang lainnya pernah dilaksanakan oleh Dyah Ayu
Widyastuti, Ni Nyoman Ganing, dan I Ketut Ardana mahasiswa PGSD FIP
Universitas

Pendidikan

Ganesha

dengan

judul

Penerapan

Model

Pembelajaran Probing Prompting untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA
Siswa Kelas IV SD Negeri 2 Antosari Kecamatan Selemadeg Barat dengan
hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa dengan rata-rata
secara klasikal pada tahap observasi awal sebesar 61 yang berada pada
kategori kurang dengan keterangan tidak tuntas. Pada siklus I rata-rata
prestasi belajar siswa sebesar 69. Terjadi peningkatan sebesar 8% yang
berada pada kategori cukup dengan keterangan cukup tuntas. Pada siklus II
rata-rata prestasi belajar siswa sebesar 78. Terjadi peningkatan dari siklus I ke
siklus II sebesar 9% yang berada pada kategori baik dengan keterangan
tuntas. Hal ini dibuktikan dengan hasil tes yang diperoleh siswa saat
mengerjakan soal evaluasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran probing prompting dapat meningkatkan prestasi belajar
Ilmu Pengetahuan Alam siawa kelas IV SD Negeri 2 Antosari Kecamatan
Selemadeg Barat Kabupaten Tabanan.
Kajian penelitian lainnya pernah dilaksanakan oleh Megariati dengan
judul Peningkatan Hasil Belajar Matematika pada Materi Turunan Fungsi
Menggunakan Teknik Probing Prompting di Kelas XI IPA 1 Sekolah
Menengah Atas Negeri 2 Palembang dengan hasil penelitian ini menunjukkan
adanya peningkatan hasil belajar matematika, yaitu pada siklus 1 rata-rata
kelas 65,9 meningkat pada siklus 2 menjadi 78,8. Ketuntasan belajar klasikal
dengan KKM yang ditetapkan 75% , pada siklus 1 belum terpenuhi yaitu
hanya 68,25% namun pada siklus 2 menjadi 85,0% . Hal ini dibuktikan
dengan peningkatan hasil tes dari tiap siklusnya. Disamping itu aktivitas
belajar siswa selama proses pembelajaran juga mengalami kenaikan dari

26

siklus 1 ke siklus 2. Hal itu menunjukkan bahwa teknik probing prompting
dapat meningkatkan hasil belajar matematika.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu tersebut maka peneliti
memutuskan

untuk

melaksanakan

penelitian

tindakan

kelas

untuk

menerapkan metode probing prompting dan media realia dalam upaya untuk
meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini, posisi peneliti adalah
mengulang materi yang telah diajarkan oleh guru kelas IV. Walaupun peneliti
bertindak sebagai pengulang, tetapi peneliti bisa mengembangkan materi
yang akan diajarkan. Tidak hanya dari LKS yang sudah dipegang oleh siswa,
tetapi peneliti harus menggunakan buku paket dari beberapa sumber serta
materi pendukung lain dari internet supaya pembelajaran lebih menarik dan
menyenangkan. Bedanya dengan hasil kajian peneliti terdahulu adalah jika
peneliti terdahulu hanya menggunakan hasil belajar saja yang berupa tes,
sedangkan dalam penelitian ini peneliti tidak hanya menggunakan hasil
belajar yang berupa tes saja melainkan dalam proses pembelajaran yaitu
keterampilan bertanya juga dinilai.

2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran di SD cenderung berpusat pada guru dan tidak
melibatkan siswa aktif bertanya dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran
yang dilakukan bersifat konvensional yaitu didominasi oleh metode ceramah
sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa tidak optimal, bahkan 95,65%
tidak tuntas belajar. Untuk itu, permasalahan ini perlu segera dipecahkan
melalui pembelajaran inovatif yakni menggunakan metode probing
prompting dan media realia.
Metode probing prompting adalah pembelajaran dengan cara guru
menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali
yang dilakukan secara acak sehingga terjadi proses berfikir yang mengaitkan
pengetahuan siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang
sedang dipelajari.

27

Langkah-langkah metode probing prompting adalah sebagai berikut.
a. Menyampaikan kompetensi tentang energi.
b. Menyampaikan materi energi.
c. Memberikan serangkaian pertanyaan menggali secara acak kepada
siswa yang berkaitan dengan materi energi.
d. Menampung jawaban siswa. Jika jawabannya tepat maka guru meminta
tanggapan kepada siswa lain tentang jawaban tersebut untuk
meyakinkan bahwa seluruh siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang
berlangsung. Namun jika siswa tersebut mengalami kemacetan jawab
dalam hal ini jawaban yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau
diam, maka guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang
jawabannya merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawaban.
e. Memberikan pertanyaan menuntun dengan pertanyaan bimbingan fokus
terarah tentang energi.
f. Membimbing siswa untuk menyempurnakan jawaban tentang energi.
Penilaian yang dilakukan dalam pembelajaran ini bersifat menyeluruh,
yaitu mengukur aspek afektif, kognitif dan psikomotorik melalui pengukuran
unjuk kerja dan pengukuran hasil belajar yang berupa tes.

28

Adapun skema itu adalah sebagai berikut:

Kondisi awal

Guru:

Siswa:

Masih menggunakan
metode ceramah seta
minim media
pembelajaran

Hasil belajar serta
keterampilan
bertanya siswa
rendah

Siklus I:
Tindakan

Menerapkan metode
probing prompting
dengan media realia

Menerapkan metode
probing prompting
dengan media realia

Siklus II:
Menerapkan metode
probing prompting
dengan media realia

Kondisi akhir

Melalui penerapan metode probing prompting dengan
media realia dapat meningkatkan hasil belajar IPA
siswa kelas IV SDN Purworejo Kec. Suruh Kab.
Semarang Semester II 2014/2015.

Skema Peningkatan Hasil Belajar IPA tentang Energi
melalui Metode probing prompting dengan media realia
2.4 Hipotesis Tindakan
Hipotesis dalam tindakan ini adalah metode probing prompting
dengan media realia dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV
SDN Purworejo Kec. Suruh Kab. Semarang Semester II 2014/2015.