KERANGKA STRATEGI PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

BAB KERANGKA STRATEGI PEMBIAYAAN

  V INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

5.1. Arahan Kebijakan Pembiayaan Bidang Cipta Karya

  Pembiayaan pembangunan bidang Cipta Karya perlu memperhatikan arahan dalam peraturan dan perundangan terkait, antara lain :

1. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah a. Pembagian Urusan Pemerintah

  Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. i.

  Urusan pemerintahan absolut : adalah Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan absolut yaitu :  politik luar negeri;  pertahanan;  keamanan;  yustisi;  moneter dan fiskal nasional; dan  agama.

  Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut Pemerintah Pusat:  melaksanakan sendiri; atau  melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada di Daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi. ii.

  Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota.

  Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan.  Urusan Pemerintahan Wajib terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar.

   Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar. iii.

  Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi Daerah. iv.

  Urusan pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.

b. Kewenangan Pusat dan Daerah

  Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat adalah:  Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;  Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;  Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;  Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Pemerintah Pusat; dan/atau  Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi kepentingan nasional. ii.

  Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah provinsi adalah:  Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota;  Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota;  Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota; dan/atau  Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya iii. kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota adalah:

   Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota;  Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/ kota;  Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau  Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota.

  Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren berwenang untuk:  menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan

  Urusan Pemerintahan;dan  melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

  Norma, standar, prosedur, dan kriteria berupa ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan Daerah.

  Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. Daerah dalam menetapkan kebijakan Daerah , wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah c.

   Perencanaan Pembangunan Daerah

  Daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana pembangunan Daerah sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Dokumen perencanaan pembangunan Daerah terdiri atas:

   RPJPD: merupakan penjabaran dari visi, misi, arah kebijakan, dan sasaran pokok pembangunan Daerah jangka panjang untuk 20 (dua puluh) tahun yang disusun dengan berpedoman pada RPJPN dan rencana tata ruang wilayah.

   RPJMD: merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan, pembangunan Daerah dan keuangan Daerah, serta program Perangkat Daerah dan lintas Perangkat Daerah yang disertai dengan kerangka pendanaan bersifat indikatif untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang disusun dengan berpedoman pada RPJPD dan RPJMN  RKPD : merupakan penjabaran dari RPJMD yang memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, serta rencana kerja dan pendanaan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah dan program strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

d. Keuangan Daerah

   Hubungan keuangan dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada meliputi: a. pemberian sumber penerimaan Daerah berupa pajak daerah dan retribusi daerah; b. pemberian dana bersumber dari perimbangan keuangan antara Pemerintah

  Pusat dan Daerah; c. pemberian dana penyelenggaraan otonomi khusus untuk Pemerintahan

  Daerah tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang; dan d. pemberian pinjaman dan/atau hibah, dana darurat, dan insentif (fiskal).  Hubungan keuangan antar daerah, meliputi : 1. bagi hasil pajak dan nonpajak antar-Daerah; 2. pendanaan Urusan Pemerintahan yang menjadikewenangan Daerah yang menjadi tanggung jawabbersama sebagai konsekuensi dari kerja sama antar-

  Daerah; 3. pinjaman dan/atau hibah antar-Daerah;

  4. bantuan keuangan antar-Daerah; dan 5. pelaksanaan dana otonomi khusus yang ditetapkan dalam Undang-Undang.

   Sumber Pendapatan Daerah terdiri atas : 1. pajak daerah; 2. retribusi daerah; 3. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan 4. lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah;

  b. pendapatan transfer; dan c. lain-lain pendapatan Daerah yang sah. Pendapatan transfer meliputi:

  a. transfer Pemerintah Pusat terdiri atas: 1. dana perimbangan; 2. dana otonomi khusus; 3. dana keistimewaan; dan 4. dana Desa.

  b. transfer antar-Daerah terdiri atas: 1. pendapatan bagi hasil; dan 2. bantuan keuangan.

  Dana perimbangan terdiri atas : Dana Bagi Hasil; Dana Alokasi Umum; dan Dana Alokasi Khusus. Dana Bagi Hasil bersumber dari:

  a. pajak;

  b. cukai; dan c. sumber daya alam. Dana Alokasi Umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Alokasi Khusus bersumber dari APBN dialokasikan pada Daerah untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah 1. Undang-Undang No. 14 Tahun 2015 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun

  2016. Penerimaan ini akan digunakan untuk mendanai pengeluaran yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).  Dana Alokasi Khusus Reguler untuk mendanai bidang infastruktur perumahan, permukiman, air minum dan sanitasi sebesar Rp 835.297.480.000,00

   Dana Alokasi Khusus Afirmasi untuk mendanai bidang infastruktur perumahan, permukiman, air minum dan sanitasi sebesar Rp 512.099.000.000,00

  2. Peraturan Presiden No 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan berdasarkan Peraturan Presiden ini adalah infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial, yang meliputi : a. infrastruktur transportasi; b. infrastruktur jalan; c. infrastruktur sumber daya air dan irigasi; d. infrastruktur air minum; e. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah terpusat; f. infrastruktur sistem pengelolaan air limbah setempat; g. infrastruktur sistem pengelolaan persampahan; h. infrastruktur telekomunikasi dan informatika; i. infrastruktur ketenagalistrikan; j. infrastruktur minyak dan gas bumi dan energi k. terbarukan; l. infrastruktur konservasi energi; m. infrastruktur fasilitas perkotaan; n. infrastruktur fasilitas pendidikan; o. infrastruktur fasilitas sarana dan prasarana olahraga, p. serta kesenian; q. infrastruktur kawasan; r. infrastruktur pariwisata; s. infrastruktur kesehatan; t. infrastruktur lembaga pemasyarakatan; dan u. infrastruktur perumahan rakyat.

  3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 52 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.\

  4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No 47/PRT/M/2015 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur. Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur yang selanjutnya disebut DAK Bidang Infrastruktur, adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional khususnya untuk membiayai kebutuhan prasarana dan sarana Bidang Infrastruktur masyarakat yang belum mencapai Standar Pelayanan Minimal atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. amanat APBN, maka Pemerintah telah menerbitkan PP No. 1/2008 tentang Investasi Pemerintah, menggantikan PP No. 8/2007. PP No. 1/2008 memberikan perluasan cakupan investasi, tidak hanya dalam bentuk Public Private Partnership (PPP), melainkan investasi dalam bentuk surat berharga maupun investasi langsung. Investasi Pemerintah yang dimaksudkan PP No.1/2008 adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan Investasi Langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. Investasi Pemerintah sesuai PP No. 1/2008 ini dilaksanakan oleh Badan Investasi Pemerintah dalam bentuk:

  1. Investasi surat berharga, dan/atau, 2.

  Investasi langsung. Badan ini merupakan unit pelaksana investasi atau badan hukum yang kegiatannya melaksanakan investasi pemerintah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan.Investasi langsung dimaksudkan utuk mendapatkan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya. Investasi langsung dilakukan dengan cara :

  1. Public private partnership (PPP) yang dapat berupa Badan Usaha dan/atau BLU, 2.

  Non public private partnership yang dapat berupa Badan Usaha, BLU, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, BLUD, dan/atau badan hukum asing,

  3. Investasi langsung meliputi bidang infrstruktur dan bidang lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sedangkan investasi surat berharga dilakukan dengan cara pembelian saham dan/atau surat utang melalui pasar modal, yakni melalui :

  1. Investasi dengan cara pembelian saham dapat dilakukan atas saham yang diterbitkan perusahaan.

  2. Investasi dengan cara pembelian surat utang dapat dilakukan atas surat utang yang diterbitkan perusahaan, pemerintah, dan/atau negara lain (hanya dapat dilakukan apabila penerbit surat utang memberikan opsi pembelian surat utang kembali). Dalam pelaksanaannya, investasi dengan kedua cara tersebut dilakukan didasarkan pada penilaian kewajaran harga surat berharga yang dapat dilakukan oleh Penasihat Investasi. Investasi dalam bentuk surat berharga dimaksudkan untuk mendapatkan manfaat ekonomi. Hal ini diperlihatkan pada gambar berikut: Dari uraian diatas, maka dalam rencana pembiayaan investasi di bidang Cipta Karya, terdapat beberapa sumber dana untuk pembiayaan investasi tersebut, antara lain melalui:

1. APBN

  APBD Provinsi 3. APBD Kabupaten/Kota 4. Pinjaman Perbankan 5. Pinjaman melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) 6. Coorporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan 7. Dana Hibah

  Dan Lain-Lain

5.2. Potensi Pendanaan APBD

  Keuangan daerah dibagi menjadi 3 bagian yaitu pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan pemerintah daerah. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Pendapatan daerah terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatannya. PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan terdiri dari bagi hasil pajak/ bagi hasil bukan pajak, bagi hasil sumber daya alam, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus Lain-lain pendapatan yang sah adalah pendapatan lainnya dari pemerintah pusat dan atau institusi pusat, serta dari daerah lainnya. Lain-lain pendapatan yang sah terdiri dari pendapatan hibah, dana darurat, dan bagi hasil dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya, dana penyesuaian dan otonomi khusus, dan bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah terdiri dari belanja langsung dan belanja tak langsung Belanja langsungadalahbagian belanja yang dianggarkan terkait langsung dengan pelaksanaan program. Belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal belanja tak langsungadalahbagian belanja yang dianggarkan tidak terkait langsung dengan pelaksanaan program. belanja tak langsung terdiri dari belanja pegawai berupa gaji dan tunjangan yang ditetapkan undangundang, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintah desa, belanja bantuan keuangan kepada provinsi/ kabupaten/ kota dan pemerintah desa, serta belanja tidak terduga. Pembiayaan adalah bagian dari penerimaan pembiayaan daearh, pengeluaran pembiayaan daerah dan sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berjalan. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip

  Tabel 2.5: Rekapitulasi Realisasi APBD Kabupaten Buton Utara Tahun 2010

  • – Tahun 2013

  No Realisasi Anggaran Tahun Rata-rata pertumbuh 2013 2012 2011 2010 2009 an A Pendapatan (a.1 + a.2 + a.3) 265,856,459,075 179,444,918,755 352,965,619,939 368,412,583,995 440,276,284,298 22% a.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 4,024,276,527 643,169,540 5,539,520,375 6,130,063,443 6,090,695,880 172% a.1.1 Pajak daerah 463,789,053 118,547,026 771,969,013 320,000,000 812,500,000

  143% a.1.2 Retribusi daerah 1,410,062,422 510,278,900 1,131,794,691 2,671,300,000 2,199,500,000 44% a.1.3 Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan - - - - 1,008,695,880 a.1.4 Lain-lain pendapatan daerah yang sah 2,150,425,052 14,343,614 3,635,756,671 3,138,763,443 2,070,000,000

  6275% a.2 Dana Perimbangan (Transfer) 258,435,077,000 159,874,312,025 284,478,166,087 345,324,381,032 404,900,864,718 20% a.2.1 Dana bagi hasil 9,011,342,000 - 15,513,796,087 13,449,616,032 19,015,371,718 a.2.2 Dana alokasi umum 199,566,735,000 150,115,552,025 250,249,365,000 291,312,065,000 329,371,283,000

  18% a.2.3 Dana alokasi khusus 49,857,000,000 9,758,760,000 18,715,005,000 40,562,700,000 56,514,210,000 42% a.3 Lain-lain Pendapatan yang Sah 3,397,105,548 18,927,437,190 62,947,933,477 16,958,139,520 29,284,723,700 172% a.3.1 Hibah 1,000,000 - - - -

  0% a.3.2 Dana darurat

  • 0% a.3.3 Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kab./kota 1,206,705,548 3,872,767,239 1,953,567,537 2,500,000,000 2,747,166,500 52% a.3.4

  Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus - 58,976,286,520 13,421,359,520 12,900,777,200 a.3.5 Bantuan keuangan dari provinsi/pemerintah daerah lainnya

  2,189,400,000 - 2,018,079,420 1,036,780,000 13,636,780,000 a.3.6 Pendapatan lainnya 15,054,669,951 - - - 0%

  B Belanja (b1 + b.2) 264,944,884,298 174,372,374,882 365,762,323,416 384,070,457,284 458,305,900,348 25% b.1 Belanja Tidak Langsung 60,269,195,009 98,916,768,691 109,149,706,699 136,337,441,013 139,180,118,611 25% b.1.1 Belanja pegawai 52,658,441,094 85,512,877,691 93,446,319,699 110,409,435,013 125,816,381,682

  26% b.1.2 Bunga

  • 0% b.1.3 Subsidi - - - - - 0% b.1.4 Hibah 6,349,475,000 12,484,250,000 7,169,658,250 6,713,000,000 100,000,000
  • 13% b.1.5 Bantuan sosial 10,000,000 236,991,000 305,000,000 880,000,000 1,202,500,000 631% b.1.6 Belanja bagi h
  • 0%

  Rata-rata Tahun No Realisasi Anggaran pertumbuh 2009 2010 2011 2012 2013 an b.1.7 Bantuan keuangan

  525% 1,087,778,915 343,000,000 7,804,128,750 7,985,006,000 7,386,380,000 b.1.8 Belanja tidak terduga

  0% 163,500,000 339,650,000 424,600,000 10,350,000,000 4,674,856,929 b.2 Belanja Langsung

  51% 204,675,689,289 275,455,606,191 256,612,616,717 247,733,016,271 319,125,781,737 b.2.1 Belanja pegawai 10,133,489,000 10,986,557,718 10,467,398,855 10,535,639,200

  • -

    b.2.2 Belanja barang dan jasa 54,460,670,000 89,845,485,744 81,190,108,032 93,757,669,463
  • -

    b.2.3 Belanja modal 140,081,530,289 75,455,606,191 155,780,573,255 156,075,509,384 214,832,473,074 25%

  C Pembiayaan 51018% 23,665,685,000 5,067,381,000 7,662,813 15,657,873,289 18,029,616,050

  Penerimaan Pembiayaan c.2.1 96% Daerah 27,165,685,000 5,067,381,000 29,764,928,925 23,657,873,289 23,596,535,650

  Pengeluaran Pembiayaan c.2.2 0% Daerah

  • 3,500,000,000 4,947,905,352 8,000,000,000 5,566,919,600

  Silpa (Sisa Lebih D Pembiayaan Tahun 0% - 12,043,120,146 -

  • - - Berkenaan) Surplus/Defisit Anggaran (A-B)

  35% 911,574,777 5,072,543,873 (12,796,703,477) (15,657,873,289) (18,029,616,050)

  5.3. Potensi Pendanaan APBN

  5.4. Alternatif Sumber Pendanaan Dalam alternative sumber pendanaan, pemerintah Kabupaten Buton Utara dapat menggunakan

  CSR. CSR saat ini sudah ditegaskan dalam UU. Terdapat 2 UU yakni yang menegaskan tentang CSR yakni UUNo.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) pasal 74 & UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15,17 & 34.

  1. UU PT No.40 tahun 2007 pasal 74 berisi

  Ayat (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ayat (2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan & diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan & kewajaran. Ayat (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial & lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

  2. UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15,17 & 34 berisi a.

Pasal 15 Setiap penanam modal berkewajiban:

   menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;

   melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;  membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;  menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan  mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan.

  b.

Pasal 17 Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan

  wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  c.

   Pasal 34 (1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat

  dikenai sanksi administratif berupa:  peringatan tertulis;  pembatasan kegiatan usaha;  pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau  pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Besarnya anggaran CSR berkisar antara 2

  • – 5% dari laba perusahaan. Perusahaan berskala besar & dengan laba besar, tentu akan memiliki cadangan dana CSR besar pula. Namun demikian, tidak berarti perusahaan yang berskala kecil akan kehilanagan kesempatan ataupun kreativitas dalam mengelola CSR.

5.5. Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya

  Pendapatan daerah adalah unsur terpenting dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan daerah karena merupakan sumber pembiayaan bagi kegiatan pembangunan. Sumber pendapatan daerah Kabupaten Buton Utara meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan transfer dan lain-lain Pendapatan yang Sah.

1. Sumber pendapatan daerah yang berasal dari PAD, meliputi : a.

  Pendapatan pajak daerah; b. Pendapatan retribusi daerah; c. Pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; d.

  Lain-lain PAD yang sah, yang terdiri atas :  Dana hibah

   Dana darurat  Dana bagi hasil pajak dari propinsi dan pemerintahan daerah lainnya

   Dana penyesuaian dan otonomi khusus  Bantuan keuangan dari propinsi 2. Pendapatan Transfer meliputi Dana perimbangan yang terdiri dari :

   Dana bagi hasil pajak  Dana bagi hasil bukan pajak (Sumber Daya Alam)  Dana bagi hasil pajak dari propinsi dan pemerintahan daerah lainnya  Dana penyesuaian dan otonomi khusus  Bantuan keuangan dari propinsi atau pemerintahan daerah lainnya Dalam rangka meningkatkan sumber-sumber penerimaan, Pemerintah Kabupaten Buton Utara melalui Kebijakan Umum Pendapatan daerah sebagai berikut : a.

  Mengoptimalkan penggalian sumber-sumber pendapatan daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi b.

  Meningkatkan kualitas SDM petugas Dinas Pendapatan Daerah c. Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait serta rapat evaluasi penerimaan setiap tiga bulan d.

  Melengkapi sarana dan prasarana penunjang operasional e. Meningkatkan pengawasan internal khususnya para petugas di lapangan dan eksternal, yaitu para wajib pajak dan retribusi yang tidak mematuhi PERDA f.

  Memperbaharui PERDA yang tidak sesuai dengan perkembangan g.

  Meningkatkan kegiatan investasi Upaya-upaya yang dilakukan sebagai usaha dalam mencapai target Pendapatan Daerah tersebut, yaitu :

1. Kegiatan Intensifikasi

  Upaya peningkatan Pendapatan Daerah melalui kegiatan intensifikasi adalah dengan cara mengintensifkan kembali sumber-sumber penerimaan PAD yang ada sehingga mampu terealisir secara optimal. Untuk itu langkah yang ditempuh untuk mencapai kondisi tersebut, adalah: a.

  Menghitung kembali sumber-sumber penerimaan yang belum terealisir termasuk didalamnya tunggakan-tunggakan pajak dan retribusi yang belum terbayar kemudian diadakan penagihan secara intensif yaitu pajak/retribusi yang belum menyelesaikan kewajibannya. Bahkan kalau dimungkinkan diadakan tindakan penegakan hukum terhadap wajib pajak retribusi yang tidak mentaati ketentuan.

  b.

  Meningkatkan pelayanan melalui pemberian kemudahan dan percepatan pelayanan dengan melakukan pembinaan dan pengarahan terhadap petugas pungut pajak/retibusi dan menindak tegas setiap penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan pemungutan. c.

  Mengadakan sosialisasi tentang arti pentingnya PAD kepada wajib pajak/retribusi termasuk didalamnya pemasangan pamflet, penyebaran brousr dan sejenisnya sehingga diharapkan tercipta kesadaran untuk membayar kewajiban pajak/retribusinya. Melakukan evaluasi secara berkala dalam penyesuaian pola penetapan tarif yang ada dalam peraturan daerah dengan tingkat perkembangan dan kemampuan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

  e.

  Meningkatkan pengawasan baik melalui pengawasan melekat maupun dengan meningkatkan peran aparat pengawas fungsional terhadap instansi pengelola pajak dan retribusi daerah melalui pengawasan yang intensif, korektif dan transparan.

2. Kegiatan Ekstensifikasi

  a) Kebijaksanaan pengelolaan penerimaan PAD harus beorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang dapat menciptakan peningkatan pendapatan masyarakat sehingga basis

  PAD dapat dikembangkan dengan menjaring dan memperbanyak wajib pajak/retribusi.

  b) Menginventarisir data obyek PAD baru untuk ditelaah dan diobsevasi untuk kemudian diajukan sebagai jenis pungutan yang baru serta mengembangkan sumber-sumber penerimaan yang telah ada.

  c) Melakukan upaya komunikasi dengan Pemerintah Pusat dalam hal penyesuaian atau peningkatan alokasi Dana Perimbangan, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana

  Adapun kegiatan ekstensifikasi yang dapat dilakukan adalah :

  3. Meningkatkan Kegiatan Investasi di Daerah

  a) Menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan investasi yang akan dilaksanakan di daerah.

  b) Memberikan kemudahan dalam melakukan investasi bagi investor.

  c) Menyederhanakan birokrasi yang terlalu panjang sehingga dapat mengurangi ekonomi biaya tinggi.

  d) Menyediakan daya tarik bagi investor utamanya investor asing sehingga mereka berminat menanamkan modalnya di daerah.

  4. Peningkatan Kemampuan Pendapatan

  Pendapatan Daerah Kabupaten Buton Utara dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan, walaupun harus diakui bahwa ratio kemandirian keuangan daerah masih rendah atau rata-rata baru mencapai 24,2 % namun Pemerintah Kabupaten Buton Utara terus berusaha untuk menggali potensi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang selama ini belum teridentifikasi (sebagai mana yang telah dikemukakan pada Bab 6.6). Proporsi pendapatan daerah masih didominasi oleh sumber-sumber pendapatan yang diperoleh dari dana perimbangan baik pos bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, DAU

  Alokasi Khusus (DAK) untuk kebutuhan pelaksanaan pembangunan di daerah. maupun DAK. Perkembangan realisasi penerimaan pajak daerah, penerimaan retribusi daerah.