BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai - Seleksi Bakteri Penambat Nitrogen Dan Penghasil Hormon IAA (Indole Acetic Acid) dan Uji Potensinya Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine max L.)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedelai

  Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antar negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja

  

max . Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima

dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill (Adisarwanto, 2005).

  Nilai protein dari kedelai tidak setinggi nilai protein dari susu sapi atau telur ayam, terutama dalam hal kadar asam amino methionie dan cystine, namun terdapat kandungan asam amino lainnya yaitu isoleucine, leucine, lysine, methionine,

  

phenylalanine, threonin, tryptophane, valine, serta vitamin A dan B yang terdapat

  pada kedelai. Kesadaran masyarakat terhadap menu makanan yang bergizi dibarengi dengan peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita menyebabkan kebutuhan kedelai makin meningkat. Menurut perkiraan kebutuhan kacang-kacangan termasuk kedelai, meningkat sebesar 7,6% per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di atas terpaksa diimpor. Sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan manakala produksi dalam negeri dapat dikembangkan sejalan dengan meningkatnya tuntutan kebutuhan, mengingat potensi yang ada sangat besar. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya hasil kedelai di Indonesia ialah pandangan petani yang masih menganggap kedelai sebagai tanaman sampingan mengakibatkan rendahnya tingkat teknologi budaya untuk tanaman kedelai (Suprapto, 2001).

2.2 Mikroorganisme Tanah

  Peran mikroba tanah dalam siklus berbagai unsur hara di dalam tanah sangat penting, sehingga bila salah satu jenis mikroba tersebut tidak berfungsi maka akan terjadi ketimpangan dalam daur unsur hara di dalam tanah. Ketersediaan unsur hara sangat berkaitan dengan aktivitas mikroba yang terlibat di dalamnya.

  Tanah merupakan hasil gabungan proses fisik, kimia, dan biologi, jika dianalisis merupakan campuran yang terdiri dari bahan organik, anorganik, air, dan udara yang keseluruhannya tercampur menjadi satu secara sempurna, sehingga sukar untuk dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Senyawa organik merupakan kumpulan sisa-sisa makanan, yang sebagian telah diuraikan dan bahan ini merupakan bagian yang mudah dihancurkan oleh organisme tanah seperti bakteri, fungi, dan protozoa. Dengan demikian mikroba merupakan bagian dari tanah yang memegang peranan penting dalam menentukan sifat dan tekstur tanah. Keadaan nutrisi dalam tanah, merupakan faktor penting lain yang mempengaruhi aktivitas mikroba tanah. Aktivitas terbesar terdapat dalam lapisan permukaan yang kaya bahan organik, khususnya pada daerah yang dekat dengan akar tumbuhan (rizosfer). Jumlah dan aktivitas mikroba tanah bergantung pada besarnya tingkat keseimbangan jumlah nutrisi. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah (Ristiati et al., 2008).

  Secara umum, rizosfer ekosistem tanah yang sehat akan dihuni oleh organisme yang menguntungkan yang memanfaatkan substrat organik dari bahan organik sebagai sumber energi dan nutrisinya. Sejumlah mikroba memegang peran penting pada tanah yang normal dan sehat, dan merupakan indikator dalam menentukan kualitas tanah. Mikroba tanah berperan dalam proses penguraian bahan organik, melepaskan nutrisi ke dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman, dan mendegradasi residu toksik. Selain itu, mikroba juga berperan sebagai agen peningkat pertumbuhan tanaman yang menghasilkan berbagai hormon tumbuh, vitamin dan berbagai asam-asam organik yang berperan penting dalam merangsang pertumbuhan bulu-bulu akar (Hindersah & Simarmata, 2004).

  Rizosfer merupakan daerah yang ideal bagi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme tanah. Keadaan ini didukung oleh fungsinya, yaitu sebagai penyedia nutrisi dan juga sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme. Beberapa macam nutrisi disekresikan di dalam rizosfer, yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan di dalam tanah. Beberapa bakteri penyedia hara yang terdapat pada rizosfer akar disebut sebagai rhizobakteri pemacu tanaman atau dikenal sebagai PGPR (Basan & Holguin, 1998).

2.3 Mikroorganisme Penambat Nitrogen

  Cano (1986) dalam jurnal Ristiati (2008) menyatakan bahwa nitrogen memasuki tanah dalam bentuk amonia dan nitrat bersama air hujan, dalam bentuk hasil penambatan nitrogen bebas atau dalam bentuk penambahan pupuk sintesis. Tetapi kenaikan kandungan nitrogen tanah yang cukup tinggi, lebih banyak disebabkan oleh adanya kemampuan beberapa mikroba untuk memfiksasi. Bakteri mampu melakukan penambatan nitrogen udara. Secara umum, fiksasi nitrogen biologis sebagai bagian dari input nitrogen untuk mendukung pertumbuhan tanaman telah menurun akibat intensifikasi pemupukan anorganik (Hindersah & Simarmata, 2004).

  Beberapa kelompok bakteri yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi tanaman ialah Rhizobium (bakteri penambat N yang bersimbiosis dengan

  2

  kacang-kacangan), Azotobacter dan Azospirillum (bakteri penambat N

  2 yang tidak

  bersimbiosis dengan tanaman) (Dewi, 2007). Azospirillum mempunyai kemampuan menambat nitrogen baik sebagai mikroorganisme yang hidup bebas atau berasosiasi dengan perakaran tanaman pangan seperti padi dan jagung (Dobereiner & Day, 1976). Hamdi (1982) dalam jurnal Nurhayati (2006) menyatakan bahwa bakteri penambat Nitrogen non simbiotik, termasuk dalam famili Azotobacteriaceae yang terdiri atas empat genus yaitu genus Azotobacter terdiri atas empat spesies diantaranya A.

  

crhoococcum, A. beijerinkii , A. vinelandii dan A. paspali. Genus Azomonas terdiri dari

  

A. agilis , A. insigne, dan A.macrocytogenese. Genus Beijerinkia terdiri dari B. indica,

  

B. mobilis , B.fluminensis dan B.derxii dan genus Derxia yang terdiri dari satu spesies

yaitu D.gumnosa (Nasahi, 2010).

  2.4 Peran Nitrogen bagi Tanaman

  Nitrogen merupakan unsur hara yang utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar. Fungsi nitrogen yang selengkapnya bagi tanaman adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, dapat menyehatkan pertumbuhan daun, daun tanaman lebar dengan warna yang lebih hijau, meningkatkan kadar protein dalam tubuh tanaman, meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun (Sutedjo, 1987). Nitrogen merupakan nutrisi penting bagi tumbuhan dan diperlukan dalam jumlah besar. Kandungan nitrogen dalam jaringan tumbuhan tinggi per berat kering jaringan ialah sebanyak 1,5%. Nitrogen menjadi salah satu komponen dalam molekul protein, purin, pirimidin dan porfirin. Purin dan pirimidin merupakan basa nitrogen yang penting dalam pembentukan molekul asam nukleat (RNA dan DNA). Sedangkan porfirin penting dalam pembentukan klorofil Arief (1989) dalam skripsi Nurhayati (2006).

  Nitrogen dikatakan penting bagi tumbuhan oleh karena dinilai mampu memenuhi tiga kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap unsur. Ketiga kriteria tersebut meliputi dimana unsur N penting bagi pertumbuhan dan reproduksi, unsur tersebut tidak dapat diganti dengan unsur lain dan kebutuhan akan unsur tersebut bersifat langsung dan bukan hasil efek tidak langsung Sasmitamiharja (1990) dalam jurnal Nurhayati (2006).

  2.5 Mekanisme Penambatan Nitrogen

  Sumber utama N berasal dari gas N

  2 dari atmosfir, kadar gas nitrogen di atmosfir

  bumi sekitar 79% dari volumenya. Walaupun jumlahnya sangat besar tetapi belum dapat dimanfaatkan oleh tanaman tingkat tinggi, kecuali telah menjadi bentuk yang tersedia. Proses perubahan tersebut dapat dilakukan oleh mikroba yang hidup bersimbiosis dengan tanaman tanaman legum (kacang-kacangan) maupun tanaman non legum (Dewi, 2007).

  Komponen utama nitrogen di atas bumi adalah N

  2 , yang dapat digunakan

  sebagai sumber nitrogen oleh bakteri pengfiksasi nitrogen. Amonia yang dihasilkan oleh fiksasi nitrogen atau oleh ammonifikasi dari nitrogen campuran bahan organik dapat berasimilasi ke bahan organik atau dapat dioksidasi ke nitrat oleh bakteri nitrifikasi. Nitrogen yang hilang dari biosfer terjadi sebagai hasil denitrifikasi, di mana nitrat dikompersikan kembali ke N

2. Amoniak diproduksi selama dekomposisi dari

  bahan nitrogen organik (ammonifikasi) dan terjadi pada pH netral sebagai ion ammonium (NH ). Di dalam tanah, sebagian besar amoniak yang dilepaskan oleh

  4

  dekomposisi aerobik dengan cepat didaur ulang dan dikonversi ke asam amino didalam tumbuhan. Sebab amoniak mudah menguap, beberapa kehilangan dapat terjadi dari tanah (terutama tanah sangat bersifat alkali) (Nasahi, 2010).

2.6 Mikroorganisme Penghasil IAA

  Kelompok bakteri yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman secara langsung adalah kelompok penghasil zat pengatur tumbuh. Kelompok bakteri ini berperan penting pada pertanian di wilayah tropis (Lestari, 2007).

  Beberapa kelompok bakteri yang memiliki kemampuan untuk merangsang pertumbuhan tanaman diantaranya yaitu beberapa strain bakteri dari genus

  

Azospirillum memiliki kemampuan phytostimulatori (merangsang pertumbuhan

  tanaman), hal ini disebabkan karena bakteri tersebut mampu memproduksi fitohormon, yaitu IAA (Lestari, 2007). Bakteri Rhizobium yang terseleksi mampu menstimulasi pertumbuhan, baik pada tanaman Leguminoceae (tanaman kacang- kacangan) maupun yang bukan Legumonoceae pada skala lapangan. Bakteri tersebut terbukti mampu memproduksi fitohormon yaitu sitokinin dan auksin (Hoflich,1995). Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa Streptomyces griseoviridis juga mampu memprodukasi auksin yaitu IAA (indol 3 acetic acid) secara in vitro. Metabolit ini dapat berperan sebagai stimulator pertumbuhan tanaman, tetapi pada skala lapangan produksi IAA ini perlu dikaji lebih lanjut (Tuomi et al., 1940). Beberapa isolat

  

Pseudomonas sp. telah diketahui mampu menghasilkan hormon pertumbuhan tanaman

seperti hormon IAA (Vasanthakumar & Mc Manus, 2004).

  Banyak bakteri tanah telah digunakan sebagai PGPR, dan salah satunya adalah

  

Bacillus sp., bakteri yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan

  menghambat perkembangan patogen akar (Bahri et al., 2009). Beberapa mikroorganisme tanah yang menghasilkan IAA seperti Azospirillum sp., Enterobacter sp., Azotobacter sp., Klebsiella sp., Alcaligenes faecalis, Azoarcus sp., Serratia sp.,

  

Cyanobacteria dan bakteri sulfur dapat mendorong pertumbuhan tanaman (Rubio et

al , 2000). Azotobacter chroococcum, A. vinelandii dan A. paspali mampu

  menghasilkan auksin (Azcon & Barea, 1975).

2.7 Peran IAA Bagi Tanaman

  Sumber hormon IAA yang alami tidak hanya dihasilkan oleh tumbuhan saja tetapi juga dihasilkan oleh rhizobakteri. Pemakaian supernatan dari kultur rhizobakteri yang mengandung IAA mampu memberikan efek fisiologis pada suatu tanaman. Hormon tumbuh yang dihasilkan oleh mikroorganisme rhizosfer mampu meningkatkan perkecambahan biji, pembentukan rambut akar serta meningkatkan transpor ion sehingga pengangkutan air oleh akar meningkat (Pamungkas et al., 2009).

  Menurut Siregar (2009), auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesa protein (Darnell et al, 1986). Fungsi auksin menurut Wilkins (1989), adalah menyebabkan terjadinya pembelahan sel pada lapisan kambium. Pada konsentrasi auksin optimum, sel-sel penyusun kambium aktif membelah dan terbentuk lapisan xilem yang cukup tinggi.

  IAA adalah hormon auksin endogen yang disintesis dalam batang dan akar. Prinsip karakterisasi adalah mengontrol proses fisiologis dan menstimulasi kapasitas perpanjangan sel dalam batang dan bagian koleoptil, mempengaruhi inang pada respon perkembangan termasuk inisiasi akar, perkembangan bunga maupun buah (Ekowahyuni, 2002).