Politik Luar Negeri Indonesia terhadap A
Politik Luar Negeri Indonesia terhadap ASEAN
25 Agustus 2013 16:51:30 Dibaca : 2,194
1.1 Latar Belakang
Pada era kontemporer ini di dalam hubungan internasional muncul berbagai masalah
baru yang lebih baik dan lebih mudah diselesaikan dengan cara membentuk suatu
kerjasama antar negara. Kerjasama tersebut dapat berupa kerjasama diplomatik ,
kerjasama politik , kerjasama keamanan , kerjasama ekonomi , serta kerjasama dalam
bidang sosial budaya. Tentu kerjasama ini didasarkan pada kebutuhan masing –
masing negara. Kerjasama dalam berbagai bidang tersebut merupakan sebuah
implementasi dari politik luar negeri suatu negara. Mengingat bahwa Politik luar negeri
adalah Kebijakan suatu negara berdaulat untuk melakukan hubungan dengan negara
lain serta dalam menyelenggarakan hubungan luar negeri. Politik luar negeri suatu
negara cenderung bersifat tetap dan juga merupakan sebuah pola perilaku suatu
negara dalam berhubungan dengan negara lain ataupun hubungan internasional.
Didalam sebuah kebijakan luar negeri suatu negara terdapat strategi dan taktik yang
digunakan dalam berhubungan dengan negara lain guna memperjuangkan tujuan
nasionalnya. Tujuan nasional suatu negara merupakan gambaran dari kepentingan
domestik negara tersebut yang dikemas dalam bentuk politik luar negeri. Dengan kata
lain dalam mencapai tujuan nasionalnya suatu negara harus melakukan hubungan luar
negeri. Hubungan luar negeri adalah aktifitas internasional yang dilakukan oleh negara
berdaulat untuk mencapai tujuan nasionalnya. Didalam tujuan nasional terdapat
kepentingan domestik yang berusaha diangkat keluar untuk diperjuangkan sehingga
kepentingan tersebut dapat dicapai. Setiap negara yang berdaulat memiliki politik luar
negerinya masing – masing yang tujuannya tidak lain adalah untuk melakukan
hubungan antar negara guna mendapatkan kepentingan nasionalnya. Setiap negara
juga memiliki kepentingan nasional dengan spesifikasi dan bentuk yang berbeda ,
namun tidak menutup kemungkinan adanya kemiripan mengenai kepentingan nasional
dan biasanya negara – negara yang memiliki kemiripan kepentingan tersebut
bekerjasama dalam pencapaiannya , contoh konkritnya adalah kerjasama negara –
negara anggota ASEAN dalam menciptakan stabilitas keamanan dan kemudahan
bertransaksi perdagangan di kawasan Asia Tenggara.
Jack C Plano berpendapat bahwa Setiap negara, dalam entitasnya, menetapkan
kebijakan yang mengatur hubungannya dengan dunia internasional.[1] Kebijakan
tersebut sekaligus berfungsi menjelaskan keterlibatannya dalam isu - isu internasional.
Kebijakan negara baik domestik maupun internasional selalu didasarkan pada usaha
memelihara dan mewakili kepentingan nasional. Benar adanya mengenai pendapat
Jack C Plano yang mengatakan seperti diatas , setiap keberadaan suatu negara
pastinya merancang suatu kebijakan yang bersumber pada kepentingan nasionalnya
serta sebagai acuan dalam menetapkan diri di dalam masalah / isu – isu internasional
yang lebih baik dibicarakan bersama agar lebih mudah diselesaikan bersama – sama
negara lainnya sebagai bentuk keterlibatan suatu negara didalam suatu masalah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebijakan negara tersebut bukan hanya untuk
mendapatkan kepentingan nasionalnya saja akan tetapi sebagai ketegasan posisi suatu
negara dalam menghadapi permasalahan internasional.
Salah satu bentuk implementasi politik luar negeri Indonesia adalah pada saat pendirian
organisasi regional Asia Tenggara atau yang kita kenal sebagai “Association of
Southeast Asia Nations”(ASEAN). Pada era kepemimpinan Presiden Soeharto ,
Indonesia mengutus Mentri Luar Negeri Indonesia pada saat itu Adam Malik.
Pembentukan ASEAN merupakan salah satu langkah strategis Indonesia untuk
mencapai kepentingan nasionalnya. ASEAN terbentuk melalui “The ASEAN
Declaration” atau “Bangkok Declaration” yang disepakati di Bangkok pada 8 Agustus
1967 oleh para utusan Menteri Luar Negeri negara anggota ASEAN antara lain
Indonesia oleh Adam Malik , Filipina oleh Narciso Ramos , Malaysia oleh Tun Abdul
Razak , Singapura oleh S.Rajaratnam , dan Thailand oleh Thanat Khoman.[2] Indonesia
memiliki banyak kepentingan didalam ASEAN yang diperjuangkan serta ditujukan untuk
membangun kemajuan didalam Indonesia sendiri.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia akan terus berlandaskan prinsip bebas dan
aktif. Segala kebijakan luar negeri Indonesia pada dasarnya diabdikan untuk
kepentingan nasional Indonesia , begitupun dalam pelaksanaan politik luar negeri
terhadap ASEAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki peran penting dalam
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia di era-nya. Perkembangan peran Indonesia
dalam pelaksanaan politik luar negeri terhadap ASEAN dapat terlihat pada era
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono membangun citra Indonesia di kancah regional khususnya dalam forum
ASEAN , dan semua tindakan tersebut merupakan bentuk pelaksanaan politik luar
negeri Indonesia yang ditujukan untuk kepentingan nasional Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Makalah ini memiliki batasan dalam pembahasan yang dibatasi pada era
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Didalam makalah ini juga akan
membahas perbandingan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia antara
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Megawati Soekarno Putri.
Pembahasan akan lebih konsen pada pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
terhadap ASEAN.
Dari latar belakang diatas maka makalah ini merumuskan permasalahan sebagai
berikut :
· Bagaimana Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap ASEAN Pada Era
Kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
· Bagaimana Perbandingan Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Pada Era
Presiden Megawati Soekarno Putri?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap ASEAN Pada Era
Kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Presiden ke enam Indonesia
menimbulkan pertanyaan besar terkait pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
nantinya. Presiden SBY memiliki keinginan untuk membawa Indonesia menunjukan
eksistensinya di ranah regional. Indonesia yang terletak diantara dua benua (Asia dan
Australia) dan dua samudera (Hindia dan Pasifik) memiliki keuntungan dalam bidang
geopolitik dan geostrategis. Dibawah kepemimpinan Presiden SBY Indonesia lebih
membaur kedalam forum regional terlebih lagi pada ASEAN. Fenomena bipolar yaitu
dimana ada dua kekuatan besar dunia yang dimiliki Amerika Serikat dan Uni Soviet kini
telah berganti menjadi multipolar , dimana ada banyak potensi kekuatan yang dimiliki
banyak negara , bukan hanya Amerika Serikat ataupun Uni Soviet (Sekarang Rusia).
Sejak dicetuskannya politik luar negeri Indonesia yang “Bebas dan Aktif” oleh
Muhammad Hatta pada 2 September 1948, Indonesia berhasil menempatkan posisinya
sebagai negara yang menjadi subyek ataupun aktor utama yang mampu dalam
mengambil kebijakan - kebijakan strategis berkaitan dengan kepentingan nasional
ataupun konflik dalam kawasan. Melalui politik luar negeri bebas dan aktif pula
Indonesia dapat memainkan peran yang relatif independen dalam kancah hubungan
internasional. Indonesia berusaha menjadi aktor utama dalam dunia regional maupun
global.
Di dalam dunia regional Indonesia memiliki posisi strategis untuk mendapatkan
kepentingannya. Politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden SBY
menapaki ASEAN sebagai pilar utama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia.
ASEAN yang menghimpun negara anggota lainnya seperti Thailand , Singapura ,
Filipina , Malaysia , Brunei Darussalam , Myanmar , Laos , Vietnam , dan Kamboja akan
memudahkan Indonesia untuk berhubungan dengan negara – negara di kawasan Asia
Tenggara. Hubungan luar negeri Indonesia terhadap negara anggota ASEAN menjadi
lebih dekat sehingga tidak menutup kemungkinan akan lebih mudah untuk mencapai
kerjasama guna memenuhi tujuan nasional negara. Tujuan nasional bangsa Indonesia
tercantum dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan
kesejahtetaan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial”.[3]Jelas bahwa segala kebijakan luar negeri Indonesia berdasarkan pada tujuan
nasional negara , sehingga dengan masuknya Indonesia menjadi anggota ASEAN
maka diharapkan akan memudahkan Indonesia dalam mencapai kepentingan serta
tujuan nasionalnya.
Presiden SBY selalu mengedepankan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif
dan dengan cara itu Presiden SBY menyatukannya dengan prinsip konstruktifis.
Maksudnya adalah politik luar negeri Indonesia lebih bersifat “soft diplomacy”ataupun
tindakan – tindakan persuasif dan preventif dibandingkan dengan menggunakan cara
“hard diplomacy” yang bagi Indonesia sendiri kurang menguntungkan. Indonesia
mengubah cara pandang terhadap negara – negara dikawasan Asia Tenggara secara
konstruktif dimana lawan menjadi kawan , dan kawan menjadi mitra strategis Indonesia.
Tindakan konfrontasi terhadap Malaysia digantikan dengan kemitraan strategis dengan
Indonesia , sehingga Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden SBY bersikap
netral dan bersahabat terhadap negara – negara di kawasan Asia Tenggara. Presiden
SBY juga menerapkan prinsip “Thousand Friends , Zero Enemy” , Indonesia ingin lebih
menghimpun persahabatan dengan negara lain dan menghindari segala bentuk
permusuhan ataupun konfrontasi. Di dalam ASEAN , Indonesia secara khusus
menerapkan prinsip tersebut yang di dorong oleh kepentingan nasional Indonesia.
Pada era kepemimpinan SBY politik luar negeri Indonesia dijalankan dengan
berorientasi kepada pembangunan hubungan / komunitas regional yang lebih
komprehensif terutama pada ASEAN. ASEAN sebagai pilar utama kerjasama Indonesia
dengan negara – negara anggota dan negara non anggota. Dengan merangkul negara
– negara anggota ASEAN , Indonesia mengantisipasi tindakan permusuhan antar
negara di kawasan Asia Tenggara , dan lebih mengusahakan pelembagaan
perdamaian. terkait keamanan kawasan pelembagaan perdamaian tersebut bisa dalam
bentuk kerjasama keamanan ataupun “Security Community” (Komunitas Keamanan).
Menurut Karl Deutschs mengenai konsep komunitas keamanan[4], Komunitas
keamanan pada ASEAN muncul dengan maksud untuk lebih peduli pada bagaimana
cara mengendalikan konflik bukan pada bagaimana menghilangkan perbedaan di
antara negara – negara anggota yang secara alamiah selalu memiliki perbedaan visi
tentang persoalan yang mereka hadapi bersama. Berbeda dengan aliansi pertahanan
ataupun keamanan kolektif , komunitas keamanan ASEAN tumbuh dari kepentingan
dan identitas bersama diantara negara – negara anggotanya dan bukan karena adanya
musuh bersama dari ASEAN itu sendiri. Komunitas keamanan ASEAN tidak
mendukung penggunaan kekerasan dalam penyelesaian masalah dan menganggap
kekerasan sebagai tindakan yang tidak sah.[5] Dengan kata lain komunitas keamanan
begitupun ASEAN mengusahakan perdamaian bukan peperangan. Terkait hal tersebut
berkenaan dengan politik luar negeri Indonesia yang menyatakan “Thousand Friends ,
Zero Enemy” , Indonesia tidak ingin adanya permusuhan melainkan persahabatan antar
negara. ASEAN adalah gerbang utama menuju pelembagaan perdamaian di kawasan
Asia Tenggara. Dengan adanya perdamaian di kawasan tersebut maka stabilitas
keamanan baik regional maupun nasional akan teracapai. Untuk Indonesia sendiri tentu
perdamaian sangat menguntungkan sebab tidak ada ancaman yang mengganggu
jalannya politik domestik maupun luar negeri Indonesia.
Sejak Orde Baru, Indonesia menempatkan ASEAN sebagai pilar utama politik luar
negeri Indonesia. Setidaknya terdapat tiga alasan utama yang mendasari keputusan
tersebut. Pertama, Indonesia adalah salah satu pendiri dan pemrakarsa ASEAN
sehingga konsekuensi logisnya ASEAN seharusnya menjadi instrumen politik luar
negeri Indonesia. Kedua, ASEAN merupakan organisasi regional di kawasan Asia
Tenggara sehingga Indonesia sudah seharusnya terlibat aktif dalam ASEAN. Ketiga,
ASEAN memiliki potensi yang besar untuk terlibat dalam arsitektur dan dinamika di
kawasan Asia terutama dibidang politik, ekonomi dan sosial.[6]
Pada Era Reformasi, banyak pihak yang mempertanyakan tentang relevansi
penempatan ASEAN sebagai instrumen politik luar negeri Indonesia. Hal ini
dikarenakan selama lebih dari 40 tahun pendirian ASEAN sejak 1967, Indonesia seolah
- olah tersandera dalam “sangkar emas (golden-cage)”[7] Maksud dari pernyataan
tersebut berkaitan dengan posisi Indonesia yang pada dasarnya memiliki keuntungan
karena strategis akan tetapi belum mampu memanfaatkan keuntungan tersebut.
Indonesia tidak banyak bertindak untuk memanfaatkan posisi strategis tersebut di
kawasan Asia Tenggara terlebih lagi pada forum ASEAN. Kendati demikian,
pemerintahan SBY tetap memandang penting posisi ASEAN sebagai pilar utama politik
luar negeri Indonesia. Hal ini tersirat jelas dari pernyataan Menteri Luar Negeri, Marty
Natalegawa dalam pidatonya yang pertama tentang politik luar negeri
pada pembukaan Seventh General Conference of the Council for Security Cooperation
in the
Asia-Pacific (CSCAP) menyatakan bahwa ASEAN akan tetap menjadi pilar utama
dalam politik luar negeri Indonesia serta merupakan memantapkan langkah untuk
mencapai ASEAN Community.[8] Pernyataan tersebut menandakan bahwa betapa
pentingnya ASEAN bagi Indonesia sebagai pilar utama dalam mencapai kepentingan
nasional Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Pada era kepemimpinan Presiden SBY
memang ASEAN merupakan konsen utama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
pada tataran regional.
Dari segi ekonomi dengan menjadikan ASEAN sebagai pilar utama pelaksanaan politik
luar negeri Indonesia khususnya pada era kepemimpinan Presiden SBY , ada beberapa
kepentingan ekonomi yang tercapai, antara lain ASEAN kini menjadi salah satu
kawasan yang cukup dinamis dalam menggerakan perekonomian global yang tengah
menghadapi resesi. Pada 2010, ASEAN mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5
persen jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya tumbuh 4,8
persen.[9] Secara keseluruhan, kombinasi GDP negara - negara ASEAN mencapai US$
1,5 triliun yang menjadikan ASEAN sebagai salah satu area ekonomi terbesar dunia
disamping China dan Jepang. Jumlah total penduduk yang mencapai 558 juta jiwa
,jumlah yang jauh lebih besar dari Amerika Serikat dan Uni Eropa sehingga menjadikan
ASEAN sebagai kawasan dengan potensi pasar tungal yang besar dengan tenaga kerja
serta kekayaan alam yang akan menjadi basis produksi menjanjikan bagi sejumlah
negara.[10] Kenyataan tersebut menyatakan bahwa betapa menguntungkannya ASEAN
dalam kemajuan ekonomi negara – negara anggotanya termasuk Indonesia terkait
kepentingan nasionalnya. ASEAN mampu menjadi pesaing kawasan lainnya jika saja
terus mengalami perkembangan ekonomi seperti itu. Dan kemajuan ini pastinya akan
membawa Indonesia ke arah yang lebih baik lagi dalam bidang ekonomi serta
berdampak pada kesejahteraan rakyat Indonesia nantinya.
Pada era kepemimpinan Presiden , posisi Indonesia didalam ASEAN dapat dikatakan
sebagai “Natural Leader of ASEAN”. Hal demikian terbukti dengan banyaknya
implementasi politik luar negeri Indonesia melalui program kerja ASEAN. Indonesia
mencoba membangun kawasan Asia Tenggara menjadi kawasan yang damai dan
mandiri tanpa harus terpengaruh ataupun menjadi kawasan pengaruh negara – negara
besar (Major Power) seperti Amerika Serikat , China , Jepang , dan India. Indonesia
pada era kepemimpinan Presiden SBY mencoba membangun kawasan yang kuat
dalam berbagai bidang dan bukan menjadi ajang perbutan pengaruh dari negara besar.
Peran Indonesia sangat besar dalam menggerakan kebangkitan ASEAN dan dengan
politik luar negeri bebas aktifnya Indonesia tidak akan memihak pada satu kekuatan
major power melainkan akan merangkul semua negara untuk dijadikan rekan kemitraan
yang pada akhirnya akan mempermudah Indonesia dalam mencapai kepentingan
nasionalnya. Indonesia harus bisa mempertahankan eksistensinya dalam ASEAN
sebagai pemimpin yang menggerakan ASEAN agar terus berusaha menjadi organisasi
kawasan yang mandiri , memajukan ekonomi , menjaga stabilitas keamanan , serta
kesejahteraan.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terhadap ASEAN juga harus sinkron ataupun
tidak bertentangan dengan norma dan prinsip ASEAN. Norma dan prinsip ASEAN
bersumber pada perjanjian persahabatan dan kerjasama (treaty of amity and
cooperation) yang ditandatangani pada pertemuan puncak ASEAN pertama di Bali
tahun 1976 , isi dari norma dan prinsip tersebut antara lain : 1)Saling menghormati
kemerdekaan , kedaulatan dan integritas wilayah semua bangsa , 2)Setiap negara
berhak memelihara keberadaanya dari campur tangan , subversi , kekerasan dari
kekuatan luar , 3)Tidak mencampuri urusan dalam negeri lain , 4)Menyelesaikan
perbedaan pendapat dan pertikaian dengan jalan damai , 5)Menolak ancaman
penggunaan kekerasan. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terkait norma dan
prinsip ASEAN diatas adalah terlihat dalam beberapa contoh kasus seperti Konflik Laut
China Selatan (LCS) yang melibatkan negara – negara anggota ASEAN seperti
Filipina , Brunei , Vietnam serta Malaysia , dan terkait konflik etnis Rohingya di
Myanmar. Posisi Indonesia di dalam konflik tersebut tidak bisa terlalu memaksakan
kepentingannya sendiri akan tetapi akan berubah pada tataran kepentingan regional
khususnya keberadaan ASEAN.
Politik luar negeri Indonesia sepanjang tahun 2012 , telah bekerja untuk menciptakan
suatu tatanan di kawasan Asia Tenggara dan juga dalam penguatan serta
penghormatan dalam norma dan prinsip hubungan baik antar negara yang ditujukan
bagi pemeliharaan perdamaian dan keamanan di kawasan Asia Tenggara.[11] Contoh
peran Indonesia pada masalah ini adalah ketika timbul keraguan mengenai kesamaan
pandangan ASEAN terhadap Laut China Selatan , Indonesia bergerak melalui shuttle
diplomacy selama 36 jam untuk mengkonsolidasikan posisi ASEAN sesuai six-point
principles. Selanjutnya, diplomasi Indonesia mendorong momentum pelaksanaan
secara menyeluruh Declaration of Conduct (DoC) termasuk di dalamnya suatu regional
code of conduct melalui disepakatinya elemen - elemen dasar Code of Conduct (CoC)
termaksud serta pengajuan suatu draft awal CoC.[12] Enam prinsip utama ini
merupakan buah manis shuttle diplomacy yang dilakukan Menlu Indonesia Marty M.
Natalegawa atas arahan Presiden SBY ke Filipina, Vietnam, Kamboja, dan Singapura.
Peran sentral Indonesia tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan tercapainya posisi
bersama ASEAN ini. ASEAN’s Six-Point Principles on the South China Sea secara garis
besar menjelaskan bahwa perserikatan negara Asia Tenggara tersebut mengafirmasi
ulang deklarasi sikap atau declaration of conduct (DoC) terhadap isu Laut China
Selatan. Selain itu, sepuluh negara ASEAN juga mengafirmasi ulang pedoman
deklarasi sikap itu. Poin berikutnya yang dinyatakan adalah urgensi penyelesaian
pembahasan code of conduct (CoC) dan menghargai hukum internasional yang
berlaku, yakni United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Selanjutnya, Menlu ASEAN sepakat melarang penggunaan kekerasan dan
menyelesaikan permasalahan yang terjadi secara damai sesuai UNCLOS 1982. Berikut
adalah isi dari six – point principles on South China Sea :ASEAN Foreign Ministers
reiterate and reaffirm the commitment of ASEAN Member States to[13]: 1) The full
implementation of the Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea
(2002); 2) The Guidelines for the Implementation of the Declaration on the Conduct of
Parties in the South China Sea (2011); 3) The early conclusion of a Regional Code of
Conduct in the South China Sea; 4) The full respect of the universally recognized
principles of International Law, including the 1982 United Nations Convention on the
Law of the Sea (UNCLOS); 5) The continued exercise of self-restraint and non-use of
force by all parties; and 6) The peaceful resolution of disputes, in accordance with
universally recognized principles of International Law, including the 1982 United Nations
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Dari penyataan diatas terlihat bagaimana peran Indonesia terhadap ASEAN terkait
permasalahan konflik Laut China Selatan sangatlah besar. Presiden SBY melalui Mentri
Luar Negerinya berusaha menjadi penggerak dalam penyelesaian konflik ini. Indonesia
tidak ingin konflik ini merusak integrasi dari ASEAN serta mengancam stabilitas
keamanan di kawasan Asia Tenggara. Negara – negara anggota ASEAN yang terlibat
dalam konflik ini akan berhadapan dengan negara China. Indonesia dengan prinsip
politik luar negeri bebas dan aktif berusaha menjadi pihak yang tidak memihak , akan
tetapi berusaha mendorong dan memfasilitasi penyelesaian konflik didalam suatu
forum. Hal ini juga terkait kepentingan Indonesia terkait isu keamanan kawasan serta
eksistensinya sebagai pemimpin ASEAN. Indonesia terus memberi perhatian terhadap
masalah ini yang juga melibatkan mitra kerjanya sekaligus anggota ASEAN yang
menjadi pilar utama politik luar negeri Indonesia.
Selain konflik Laut China Selatan , juga terdapat isu kemanusiaan yang menimpa etnis
Rohingya di Rakhine , Myanmar. Konflik ini menimpa etnis Rohingya , dimana telah
terjadi pelanggaran kemanusiaan yaitu pengusiran etnis Rohingya yang beragama
muslim serta pembunuhan etnis tersebut. Sebagai negara Demokrasi yang menjunjung
tinggi Hak Asasi Manusia , Indonesia harusnya memberikan tindakan langsung
terhadap tindakan ini , begitupun ASEAN yang mewadahi kepentingan negara – negara
anggotanya. Akan tetapi perlu diperhatikan mengenai norma dan prinsip ASEAN dalam
ASEAN Charter pasal 2 ayat (2) poin e yang menyatakan bahwa sesama negara
anggota tidak boleh ada saling intervensi. Tentu ini menjadi penghalang bagi ASEAN
untuk menindak lanjuti kasus ini , begitupun Indonesia sebagai negara yang membawa
nilai Demokrasi. Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk muslim terbesar di
kawasan Asia Tenggara pada akhirnya mendukung Organisasi Kerjasama Islam (OKI)
untuk melakukan pendekatan terhadap Myanmar terkait penyelesaian masalah
Rohingya. Dukungan dari Indonesia sangat membantu OKI dalam melakukan
pendekatan kepada Myanmar , karena Indonesia merupakan pemimpin ASEAN
sekaligus memiliki diplomasi yang baik terhadap negara anggota ASEAN lainnya.
Terlihat bagimana pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terkait hal kemanusiaan
dan pembangunan nilai – nilai demokrasi kepada Myanmar. Tindakan Indonesia jika
dikaitkan dengan kepentingannya adalah untuk meningkatkan eksistensinya sebagai
negara demokrasi serta bagaimana Indonesia bisa menjadi pengaruh baru dengan
membawa nilai – nilai demokrasi di kawasan Asia Tenggara.
Politik luar negeri Indonesia terhadap ASEAN terkait bidang sosial budaya antara lain
pemberantasan narkoba , peningkatan pendidikan , serta sektor pariwisata. Akan tetapi
mengingat program ASEAN mengenai free trade area , maka ASEAN akan lebih
konsen kepada pemberantasan narkoba. Dibukanya pasar bebas Asia Tenggara (AFTA)
tahun 2003, telah dimanfaatkan oleh pengedar narkotika untuk mengembangkan
pengaruhnya, mengingat di wilayah tersebut terdapat daerah segitiga emas yaitu Laos,
Myanmar dan Thailand, yang merupakan daerah penghasil dan produsen narkoba yang
terbesar di Asia Tenggara.[14] Posisi ini mengakibatkan terbukanya jalur peredaran
sampai ke Asia Pasifik dan Asia Tenggara. Di samping itu, kondisi politik dan ekonomi
yang belum stabil di negara-negara Asia Tenggara sangat menguntungkan bagi para
sindikat narkoba untuk meningkatkan peredaran dan perdagangan narkotika di
kawasan ini karena di negara-negara tersebut masyarakatnya cenderung akan
melakukan apa saja untuk mendapatkan uang. Hal tersebutlah yang dimanfaatkan oleh
pengedar untuk menjalankan bisnisnya.
Dalam pertemuan ASEAN Summit 2012 yang diselenggarakan di negara Kamboja pada
tanggal 3-4 April para kepala negara anggota menyetujui untuk bersama-sama
memerangi peredaran narkoba di antara negara-negara anggota. Persetujuan tersebut
terlampir lewat sebuah deklarasi yang dirilis dengan judul “Declaration on Drug-Free
ASEAN 2015”. Sebelumnya, deklarasi bersama untuk ASEAN Bebas Narkoba sudah
pernah ditandatangani oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN di Manila pada 25 Juli
1998 dan AMM ke-33 di Bangkok pada Juli 2000 lalu, guna mempercepat realisasi
Bebas Narkoba ASEAN dari 2020 ke 2015 dan juga mengenai pemberantasan rencana
produksi obat terlarang, perdagangan manusia, dan penggunaannya sejak 20092015, dan Deklarasi Bali pada Komunitas ASEAN dalam Bali Concord III, dan ASEAN
Security Community Blueprint pada 2015.
Melalui deklarasi tersebut, para pemimpin negara - negara tersebut juga setuju dan siap
untuk berdiskusi mengenai peredaran narkoba. Selain itu, mereka juga sepakat untuk
melanjutkan deklarasi ini dengan hal - hal teknis pada tingkat kementerian untuk
menghasilkan sebuah rancangan yang berhubungan dengan pemberantasan
peredaran narkotika.
Untuk menindaklanjuti deklarasi tersebut, maka diadakan pertemuan Special ASEAN
Ministerial Meeting on Drug Matters untuk mendorong dan merealisasikan tercapainya
kawasan ASEAN yang bebas narkoba tahun 2015, dihadiri oleh wakil - wakil tingkat
menteri yang menangani isu narkotika dan ASEAN Secretariat, dan hasil pertemuannya
akan ditindaklanjuti pada pertemuan 33rd ASEAN Senior Official Meeting on Drugs
(ASOD) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 25-27 September 2012.[15]
Pokok-pokok yang disampaikan oleh Delegasi RI dalam pertemuan tersebut adalah[16]:
1. Indonesia menekankan agar Special ASEAN Ministerial Meeting on Drug Matters
dapat memberikan dorongan kuat bagi semua negara anggota, khususnya
sectoral bodies di bidang narkotika untuk lebih efektif dan berhasil dalam upaya
mencapai Drug Free ASEAN 2015.
2. Pentingnya perlindungan kaum muda ASEAN terhadap bahaya narkotika melalui
kerja sama nyata antara anggota ASEAN dan mitra wicara, melalui sharing of
information, joint cooperation, controlled deliveries, transfer the knowledge and
alternative development and implementing comprehensive drug demand
reduction.
Dari pemaparan diatas dapat dilihat bagaimana pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia pada era kepemimpinan Presiden SBY yang sangat memiliki peran terhadap
ASEAN. ASEAN yang menjadi pilar utama kerjasama Indonesia terhadap negara –
negara di kawasan Asia Tenggara. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
diimplementasikan dalam bentuk hubungan luar negeri dengan organisasi regional
ASEAN. Tentu segala pelaksanaan politik luar negeri Indonesia diabdikan kepada
kepentingan dan tujuan nasional Indonesia yang terdapat pada pembukaan UUD 1945
alinea 4. Indonesia berperan aktif dalam ASEAN dan pergerakan politik luar negeri
Indonesia sesuai dengan prinsip politik luar negeri bebas dan aktif. Presiden SBY yang
lebih menekankan prinsip “Thousand Friends , Zero Enemy” , berusaha menghindari
segala bentuk permusuhan antar negara dan mengajak negara – negara lainnya untuk
bekerjasama dalam berbagai bidang guna mencapai kepentingan nasional Indonesia itu
sendiri. Presiden SBY telah membawa Indonesia melalui politik luar negeri bebas dan
aktif untuk bisa mencapai kepentingan nasional di kancah regional khususnya dalam
ASEAN. Politik luar negeri Indonesia tidaklah statis akan tetapi dinamis , hal tersebut
terlihat dari perkembangan kerjasama dengan ASEAN. Politik luar negeri Indonesia
tidaklah bersifat konservatif , maksudnya adalah hanya mempertahankan kerjasama
yang sudah ada tanpa melakukan pengembangan lagi. Politik luar negeri pada era
kepemimpinan Presiden SBY, lebih terfokus pada pemulihan nama baik Indonesia serta
peningkatan peran diplomasi Indonesia di organisasi Internasional khususnya ASEAN
mengenai berbagai isu - isu internasional. Konsep yang dibawa oleh Presiden SBY
terkait pelaksanaan politik luar negerinya bukan lagi mengenai “mendayung diantara
dua karang” oleh sebab telah runtuhnya Uni Soviet sebagai kekuatan besar dunia , dan
Presiden SBY membawa konsep baru mengenai “Navigating a turbulent ocean” atau
“mengarungi samudera yang bergolak”. Hal ini berarti Indonesia telah berada pada
situasi dimana dunia mengalami banyak perubahan terkait masalah global , munculnya
kekuatan – kekuatan baru dari negara lain , serta mengenai interdependensi antar
negara.
2.2 Perbandingan Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Pada Era Presiden
Megawati Soekarno Putri
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia mengalami banyak sekali dinamika. Sebelum
Presiden SBY menduduki jabatannya sebagai Presiden Indonesia , terlebih dahulu
terdapat Presiden wanita Indonesia yang bernama Megawati Soekarno Putri.
Perbedaan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia antara Presiden SBY dan
Megawati terlihat dari ruang lingkup kerjasamanya. Presiden SBY yang cenderung
membangun hubungan komprehensif dengan negara – negara di kawasan Asia
Tenggara serta ASEAN , sedangkan Presiden Megawati lebih condong mengarahkan
hubungannya ke “kanan” yaitu Amerika Serikat. Hubungan Indonesia dan Amerika
Serikat pada saat itu dibangun dalam bidang keamanan. Peristiwa runtuhnya Gedung
World Trade Center (WTC) oleh aksi terorisme mendorong kerjasama antara Indonesia
dan Amerika Serikat untuk bersama menjadi mitra pemberantasan terorisme (war of
terrorism). Kerjasama bilateral yang dilakukan oleh Indonesia dan Amerika Serikat
dalam bentuk dialog keamanan , pelatihan serta pendidikan militer , dan juga dengan
kerjasama di bidang keamanan ini khususnya terorisme , Indonesia merancang perpu
anti terorisme dan yang kemudian disahkan menjadi UU anti terorisme. Pada tingkat
regional masih terkait masalah terorisme , Indonesia memprakarsai kerjasama ASEAN
melalui ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC) deklarasi KTT VII
ASEAN tentang tindakan bersama melawan terorisme , dan kerjasama intelijen ASEAN.
[17] Pelaksanaan politik luar negeri pada era Presiden Megawati ditujukan pada
kepentingan keamanan Indonesia dengan membentuk kerjasama bilateral dalam
bidang pemberantasan terorisme dengan Amerika Serikat. Berbeda dengan era
kepemimpinan Presiden SBY yang lebih menggunakan ASEAN sebagai pilar utama
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia untuk mencapai kepentingan nasional
Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada era Presiden SBY
mengalami banyak perkembangan sejak peninggalan kepemimpinan Presiden
Megawati. Politik luar negeri Indonesia pada era kepemimpinan Presiden SBY
diimplementasi dalam berbagai bidang kerjasama dengan ASEAN , dan pada era
kepemimpinan Presiden Megawati lebih condong bekerjasama dengan negara anggota
ASEAN dan Amerika Serikat dalam pemberantasan terorisme.Sehingga dengan adanya
perkembangan ini dapat dikatakan bahwa politik luar negeri Indonesia tidaklah statis
melainkan dinamis sesuai dengan perkembangan hubungan internasional yang ada.
Pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif Indonesia selalu diabdikan pada
kepentingan nasional Indonesia , apapun bentuk kerjasamanya dan dengan negara
manapun. Kepentingan nasional Indonesia yang menggerakan segala hubungan
kerjasama ataupun hubungan luar negeri Indonesia sebagai negara berdaulat. Pada
era kepemimpinan Presiden Megawati , pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
diabdikan pada kepentingan keamanan nasional Indonesia , sedangkan pada era
kepemimpinan Presiden SBY politik luar negeri Indonesia diabdikan pada berbagai
kepentingan seperti keamanan , ekonomi , sosial budaya. Dengan kata lain
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif ini tidaklah statis , dan selalu
dinamis mengikuti perkembangan jaman serta kebutuhan nasional dari negara itu
sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia akan selalu diabdikan kepada kepentingan
nasional negara di dalam semua era kepemimpinan Presiden. Pada era kepemimpinan
Presiden SBY , pelaksanaan politik luar negeri Indonesia berdasarkan pada motto
“Thousand Friends , Zero Enemy” , yang dielaborasikan pada konsep konstruktivis
dimana lawan menjadi kawan , dan kawan menjadi mitra kerja yang komprehensif.
Pelaksanaan politik luar negeri di era kepemimpinan Presiden SBY lebih kepada
pembangunan mitra kerja di kawasan Asia Tenggara , khususnya pada ASEAN. ASEAN
merupakan pilar utama Indonesia dalam pelaksanaan politik luar negeri. Indonesia yang
berperan sebagai pemimpin ASEAN menggerakan banyak program kerjasama di
berbagai bidang seperti bidang keamanan , ekonomi , dan sosial budaya. Pada era
kepemimpinan Presiden SBY , pelaksanaan politik luar negeri Indonesia mengalami
perkembangan pesat dari era kepemimpinan sebelumnya yaitu pada era Presiden
Megawati Soekarno Putri. Pada era kepemimpinan Presiden Megawati , pelaksanaan
politik luar negeri Indonesia lebih condong kepada kerjasama bilateral dengan Amerika
Serikat dalam pemberantasan terorisme. Pada kancah regional Presiden Megawati
menggagas kerjasama dengan negara – negara anggota ASEAN dalam
pemberantasan terorisme. Baik pada era kepemimpinan Presiden SBY maupun
Megawati , pelaksanaan politik luar negeri Indonesia dilakukan untuk mencapai tujuan
nasional Indonesia. Pelaksanaan Politik luar negeri Indonesia terhadap ASEAN
sangatlah kompleks terlihat dari berbagai macam kerjasama dan peran Indonesia
sangatlah besar dalam merangkul negara – negara anggota ASEAN serta dalam
menjaga eksistensi ASEAN.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia di era kepemimpinan Presiden SBY tetap
pada prinsip bebas dan aktif. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada dasarnya
selalu berkembang dan dinamis sesuai dengan perkembangan hubungan Internasional.
Indonesia lebih mengutamakan penerapan soft diplomacy dibandingkan dengan
penggunaan hard diplomacy. Indonesia berhasil merangkul negara – negara anggota
ASEAN untuk menyelesaikan masalah dengan cara diplomacy tanpa harus melakukan
intervensi antar negara. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia juga menghormati
norma dan prinsip utama ASEAN sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi
resistensi dari negara lain serta Indonesia juga dapat memperjuangkan kepentingan
nasionalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Budiardjo , Miriam. 2008 , Dasar – dasar Ilmu Politik , Jakarta , Penerbit PT.
Gramedia.
Deutsch, Karl W,”Security Community,” dalam James Rosenau (ed.),International
Politics and Foreign Policy, New York : Free Press,1961
Djafar, Zainuddin. ‘Politik Luar Negeri Indonesia: Pantulan dari ‘Weak State’ dan Masa
Transisi yang Berkepanjangan’, Minor Major Issues: Tantangan bagi Pemerintah Baru,
Global Jurnal Politik Internasional. Vol.7 No.1 (November 2004).
H.I, A. Rahman. 2007 , Sistem Politik Indonesia , Jakarta , Penerbit Graha Ilmu.
Pribadi , Totok , dkk. 2010 , Sistem Politik Indonesia , Jakarta , Penerbit Universitas
Terbuka
Wirajuda, Hassan. 2005, ‘Desain Baru Politik Luar Negeri Indonesia’, Analisis CSIS,
Vol.
34, No. 3.
Wuryandari, Ganewati (ed). 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran
Politik Domestik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008).
Website :
www.asean.org
www.kompas.com
Journal/Newspaper:
The Jakarta Post
25 Agustus 2013 16:51:30 Dibaca : 2,194
1.1 Latar Belakang
Pada era kontemporer ini di dalam hubungan internasional muncul berbagai masalah
baru yang lebih baik dan lebih mudah diselesaikan dengan cara membentuk suatu
kerjasama antar negara. Kerjasama tersebut dapat berupa kerjasama diplomatik ,
kerjasama politik , kerjasama keamanan , kerjasama ekonomi , serta kerjasama dalam
bidang sosial budaya. Tentu kerjasama ini didasarkan pada kebutuhan masing –
masing negara. Kerjasama dalam berbagai bidang tersebut merupakan sebuah
implementasi dari politik luar negeri suatu negara. Mengingat bahwa Politik luar negeri
adalah Kebijakan suatu negara berdaulat untuk melakukan hubungan dengan negara
lain serta dalam menyelenggarakan hubungan luar negeri. Politik luar negeri suatu
negara cenderung bersifat tetap dan juga merupakan sebuah pola perilaku suatu
negara dalam berhubungan dengan negara lain ataupun hubungan internasional.
Didalam sebuah kebijakan luar negeri suatu negara terdapat strategi dan taktik yang
digunakan dalam berhubungan dengan negara lain guna memperjuangkan tujuan
nasionalnya. Tujuan nasional suatu negara merupakan gambaran dari kepentingan
domestik negara tersebut yang dikemas dalam bentuk politik luar negeri. Dengan kata
lain dalam mencapai tujuan nasionalnya suatu negara harus melakukan hubungan luar
negeri. Hubungan luar negeri adalah aktifitas internasional yang dilakukan oleh negara
berdaulat untuk mencapai tujuan nasionalnya. Didalam tujuan nasional terdapat
kepentingan domestik yang berusaha diangkat keluar untuk diperjuangkan sehingga
kepentingan tersebut dapat dicapai. Setiap negara yang berdaulat memiliki politik luar
negerinya masing – masing yang tujuannya tidak lain adalah untuk melakukan
hubungan antar negara guna mendapatkan kepentingan nasionalnya. Setiap negara
juga memiliki kepentingan nasional dengan spesifikasi dan bentuk yang berbeda ,
namun tidak menutup kemungkinan adanya kemiripan mengenai kepentingan nasional
dan biasanya negara – negara yang memiliki kemiripan kepentingan tersebut
bekerjasama dalam pencapaiannya , contoh konkritnya adalah kerjasama negara –
negara anggota ASEAN dalam menciptakan stabilitas keamanan dan kemudahan
bertransaksi perdagangan di kawasan Asia Tenggara.
Jack C Plano berpendapat bahwa Setiap negara, dalam entitasnya, menetapkan
kebijakan yang mengatur hubungannya dengan dunia internasional.[1] Kebijakan
tersebut sekaligus berfungsi menjelaskan keterlibatannya dalam isu - isu internasional.
Kebijakan negara baik domestik maupun internasional selalu didasarkan pada usaha
memelihara dan mewakili kepentingan nasional. Benar adanya mengenai pendapat
Jack C Plano yang mengatakan seperti diatas , setiap keberadaan suatu negara
pastinya merancang suatu kebijakan yang bersumber pada kepentingan nasionalnya
serta sebagai acuan dalam menetapkan diri di dalam masalah / isu – isu internasional
yang lebih baik dibicarakan bersama agar lebih mudah diselesaikan bersama – sama
negara lainnya sebagai bentuk keterlibatan suatu negara didalam suatu masalah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebijakan negara tersebut bukan hanya untuk
mendapatkan kepentingan nasionalnya saja akan tetapi sebagai ketegasan posisi suatu
negara dalam menghadapi permasalahan internasional.
Salah satu bentuk implementasi politik luar negeri Indonesia adalah pada saat pendirian
organisasi regional Asia Tenggara atau yang kita kenal sebagai “Association of
Southeast Asia Nations”(ASEAN). Pada era kepemimpinan Presiden Soeharto ,
Indonesia mengutus Mentri Luar Negeri Indonesia pada saat itu Adam Malik.
Pembentukan ASEAN merupakan salah satu langkah strategis Indonesia untuk
mencapai kepentingan nasionalnya. ASEAN terbentuk melalui “The ASEAN
Declaration” atau “Bangkok Declaration” yang disepakati di Bangkok pada 8 Agustus
1967 oleh para utusan Menteri Luar Negeri negara anggota ASEAN antara lain
Indonesia oleh Adam Malik , Filipina oleh Narciso Ramos , Malaysia oleh Tun Abdul
Razak , Singapura oleh S.Rajaratnam , dan Thailand oleh Thanat Khoman.[2] Indonesia
memiliki banyak kepentingan didalam ASEAN yang diperjuangkan serta ditujukan untuk
membangun kemajuan didalam Indonesia sendiri.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia akan terus berlandaskan prinsip bebas dan
aktif. Segala kebijakan luar negeri Indonesia pada dasarnya diabdikan untuk
kepentingan nasional Indonesia , begitupun dalam pelaksanaan politik luar negeri
terhadap ASEAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki peran penting dalam
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia di era-nya. Perkembangan peran Indonesia
dalam pelaksanaan politik luar negeri terhadap ASEAN dapat terlihat pada era
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono membangun citra Indonesia di kancah regional khususnya dalam forum
ASEAN , dan semua tindakan tersebut merupakan bentuk pelaksanaan politik luar
negeri Indonesia yang ditujukan untuk kepentingan nasional Indonesia.
1.2 Perumusan Masalah
Makalah ini memiliki batasan dalam pembahasan yang dibatasi pada era
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Didalam makalah ini juga akan
membahas perbandingan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia antara
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Megawati Soekarno Putri.
Pembahasan akan lebih konsen pada pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
terhadap ASEAN.
Dari latar belakang diatas maka makalah ini merumuskan permasalahan sebagai
berikut :
· Bagaimana Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap ASEAN Pada Era
Kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?
· Bagaimana Perbandingan Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Pada Era
Presiden Megawati Soekarno Putri?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap ASEAN Pada Era
Kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi Presiden ke enam Indonesia
menimbulkan pertanyaan besar terkait pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
nantinya. Presiden SBY memiliki keinginan untuk membawa Indonesia menunjukan
eksistensinya di ranah regional. Indonesia yang terletak diantara dua benua (Asia dan
Australia) dan dua samudera (Hindia dan Pasifik) memiliki keuntungan dalam bidang
geopolitik dan geostrategis. Dibawah kepemimpinan Presiden SBY Indonesia lebih
membaur kedalam forum regional terlebih lagi pada ASEAN. Fenomena bipolar yaitu
dimana ada dua kekuatan besar dunia yang dimiliki Amerika Serikat dan Uni Soviet kini
telah berganti menjadi multipolar , dimana ada banyak potensi kekuatan yang dimiliki
banyak negara , bukan hanya Amerika Serikat ataupun Uni Soviet (Sekarang Rusia).
Sejak dicetuskannya politik luar negeri Indonesia yang “Bebas dan Aktif” oleh
Muhammad Hatta pada 2 September 1948, Indonesia berhasil menempatkan posisinya
sebagai negara yang menjadi subyek ataupun aktor utama yang mampu dalam
mengambil kebijakan - kebijakan strategis berkaitan dengan kepentingan nasional
ataupun konflik dalam kawasan. Melalui politik luar negeri bebas dan aktif pula
Indonesia dapat memainkan peran yang relatif independen dalam kancah hubungan
internasional. Indonesia berusaha menjadi aktor utama dalam dunia regional maupun
global.
Di dalam dunia regional Indonesia memiliki posisi strategis untuk mendapatkan
kepentingannya. Politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden SBY
menapaki ASEAN sebagai pilar utama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia.
ASEAN yang menghimpun negara anggota lainnya seperti Thailand , Singapura ,
Filipina , Malaysia , Brunei Darussalam , Myanmar , Laos , Vietnam , dan Kamboja akan
memudahkan Indonesia untuk berhubungan dengan negara – negara di kawasan Asia
Tenggara. Hubungan luar negeri Indonesia terhadap negara anggota ASEAN menjadi
lebih dekat sehingga tidak menutup kemungkinan akan lebih mudah untuk mencapai
kerjasama guna memenuhi tujuan nasional negara. Tujuan nasional bangsa Indonesia
tercantum dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi : “Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan
kesejahtetaan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial”.[3]Jelas bahwa segala kebijakan luar negeri Indonesia berdasarkan pada tujuan
nasional negara , sehingga dengan masuknya Indonesia menjadi anggota ASEAN
maka diharapkan akan memudahkan Indonesia dalam mencapai kepentingan serta
tujuan nasionalnya.
Presiden SBY selalu mengedepankan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif
dan dengan cara itu Presiden SBY menyatukannya dengan prinsip konstruktifis.
Maksudnya adalah politik luar negeri Indonesia lebih bersifat “soft diplomacy”ataupun
tindakan – tindakan persuasif dan preventif dibandingkan dengan menggunakan cara
“hard diplomacy” yang bagi Indonesia sendiri kurang menguntungkan. Indonesia
mengubah cara pandang terhadap negara – negara dikawasan Asia Tenggara secara
konstruktif dimana lawan menjadi kawan , dan kawan menjadi mitra strategis Indonesia.
Tindakan konfrontasi terhadap Malaysia digantikan dengan kemitraan strategis dengan
Indonesia , sehingga Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden SBY bersikap
netral dan bersahabat terhadap negara – negara di kawasan Asia Tenggara. Presiden
SBY juga menerapkan prinsip “Thousand Friends , Zero Enemy” , Indonesia ingin lebih
menghimpun persahabatan dengan negara lain dan menghindari segala bentuk
permusuhan ataupun konfrontasi. Di dalam ASEAN , Indonesia secara khusus
menerapkan prinsip tersebut yang di dorong oleh kepentingan nasional Indonesia.
Pada era kepemimpinan SBY politik luar negeri Indonesia dijalankan dengan
berorientasi kepada pembangunan hubungan / komunitas regional yang lebih
komprehensif terutama pada ASEAN. ASEAN sebagai pilar utama kerjasama Indonesia
dengan negara – negara anggota dan negara non anggota. Dengan merangkul negara
– negara anggota ASEAN , Indonesia mengantisipasi tindakan permusuhan antar
negara di kawasan Asia Tenggara , dan lebih mengusahakan pelembagaan
perdamaian. terkait keamanan kawasan pelembagaan perdamaian tersebut bisa dalam
bentuk kerjasama keamanan ataupun “Security Community” (Komunitas Keamanan).
Menurut Karl Deutschs mengenai konsep komunitas keamanan[4], Komunitas
keamanan pada ASEAN muncul dengan maksud untuk lebih peduli pada bagaimana
cara mengendalikan konflik bukan pada bagaimana menghilangkan perbedaan di
antara negara – negara anggota yang secara alamiah selalu memiliki perbedaan visi
tentang persoalan yang mereka hadapi bersama. Berbeda dengan aliansi pertahanan
ataupun keamanan kolektif , komunitas keamanan ASEAN tumbuh dari kepentingan
dan identitas bersama diantara negara – negara anggotanya dan bukan karena adanya
musuh bersama dari ASEAN itu sendiri. Komunitas keamanan ASEAN tidak
mendukung penggunaan kekerasan dalam penyelesaian masalah dan menganggap
kekerasan sebagai tindakan yang tidak sah.[5] Dengan kata lain komunitas keamanan
begitupun ASEAN mengusahakan perdamaian bukan peperangan. Terkait hal tersebut
berkenaan dengan politik luar negeri Indonesia yang menyatakan “Thousand Friends ,
Zero Enemy” , Indonesia tidak ingin adanya permusuhan melainkan persahabatan antar
negara. ASEAN adalah gerbang utama menuju pelembagaan perdamaian di kawasan
Asia Tenggara. Dengan adanya perdamaian di kawasan tersebut maka stabilitas
keamanan baik regional maupun nasional akan teracapai. Untuk Indonesia sendiri tentu
perdamaian sangat menguntungkan sebab tidak ada ancaman yang mengganggu
jalannya politik domestik maupun luar negeri Indonesia.
Sejak Orde Baru, Indonesia menempatkan ASEAN sebagai pilar utama politik luar
negeri Indonesia. Setidaknya terdapat tiga alasan utama yang mendasari keputusan
tersebut. Pertama, Indonesia adalah salah satu pendiri dan pemrakarsa ASEAN
sehingga konsekuensi logisnya ASEAN seharusnya menjadi instrumen politik luar
negeri Indonesia. Kedua, ASEAN merupakan organisasi regional di kawasan Asia
Tenggara sehingga Indonesia sudah seharusnya terlibat aktif dalam ASEAN. Ketiga,
ASEAN memiliki potensi yang besar untuk terlibat dalam arsitektur dan dinamika di
kawasan Asia terutama dibidang politik, ekonomi dan sosial.[6]
Pada Era Reformasi, banyak pihak yang mempertanyakan tentang relevansi
penempatan ASEAN sebagai instrumen politik luar negeri Indonesia. Hal ini
dikarenakan selama lebih dari 40 tahun pendirian ASEAN sejak 1967, Indonesia seolah
- olah tersandera dalam “sangkar emas (golden-cage)”[7] Maksud dari pernyataan
tersebut berkaitan dengan posisi Indonesia yang pada dasarnya memiliki keuntungan
karena strategis akan tetapi belum mampu memanfaatkan keuntungan tersebut.
Indonesia tidak banyak bertindak untuk memanfaatkan posisi strategis tersebut di
kawasan Asia Tenggara terlebih lagi pada forum ASEAN. Kendati demikian,
pemerintahan SBY tetap memandang penting posisi ASEAN sebagai pilar utama politik
luar negeri Indonesia. Hal ini tersirat jelas dari pernyataan Menteri Luar Negeri, Marty
Natalegawa dalam pidatonya yang pertama tentang politik luar negeri
pada pembukaan Seventh General Conference of the Council for Security Cooperation
in the
Asia-Pacific (CSCAP) menyatakan bahwa ASEAN akan tetap menjadi pilar utama
dalam politik luar negeri Indonesia serta merupakan memantapkan langkah untuk
mencapai ASEAN Community.[8] Pernyataan tersebut menandakan bahwa betapa
pentingnya ASEAN bagi Indonesia sebagai pilar utama dalam mencapai kepentingan
nasional Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Pada era kepemimpinan Presiden SBY
memang ASEAN merupakan konsen utama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
pada tataran regional.
Dari segi ekonomi dengan menjadikan ASEAN sebagai pilar utama pelaksanaan politik
luar negeri Indonesia khususnya pada era kepemimpinan Presiden SBY , ada beberapa
kepentingan ekonomi yang tercapai, antara lain ASEAN kini menjadi salah satu
kawasan yang cukup dinamis dalam menggerakan perekonomian global yang tengah
menghadapi resesi. Pada 2010, ASEAN mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7,5
persen jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya tumbuh 4,8
persen.[9] Secara keseluruhan, kombinasi GDP negara - negara ASEAN mencapai US$
1,5 triliun yang menjadikan ASEAN sebagai salah satu area ekonomi terbesar dunia
disamping China dan Jepang. Jumlah total penduduk yang mencapai 558 juta jiwa
,jumlah yang jauh lebih besar dari Amerika Serikat dan Uni Eropa sehingga menjadikan
ASEAN sebagai kawasan dengan potensi pasar tungal yang besar dengan tenaga kerja
serta kekayaan alam yang akan menjadi basis produksi menjanjikan bagi sejumlah
negara.[10] Kenyataan tersebut menyatakan bahwa betapa menguntungkannya ASEAN
dalam kemajuan ekonomi negara – negara anggotanya termasuk Indonesia terkait
kepentingan nasionalnya. ASEAN mampu menjadi pesaing kawasan lainnya jika saja
terus mengalami perkembangan ekonomi seperti itu. Dan kemajuan ini pastinya akan
membawa Indonesia ke arah yang lebih baik lagi dalam bidang ekonomi serta
berdampak pada kesejahteraan rakyat Indonesia nantinya.
Pada era kepemimpinan Presiden , posisi Indonesia didalam ASEAN dapat dikatakan
sebagai “Natural Leader of ASEAN”. Hal demikian terbukti dengan banyaknya
implementasi politik luar negeri Indonesia melalui program kerja ASEAN. Indonesia
mencoba membangun kawasan Asia Tenggara menjadi kawasan yang damai dan
mandiri tanpa harus terpengaruh ataupun menjadi kawasan pengaruh negara – negara
besar (Major Power) seperti Amerika Serikat , China , Jepang , dan India. Indonesia
pada era kepemimpinan Presiden SBY mencoba membangun kawasan yang kuat
dalam berbagai bidang dan bukan menjadi ajang perbutan pengaruh dari negara besar.
Peran Indonesia sangat besar dalam menggerakan kebangkitan ASEAN dan dengan
politik luar negeri bebas aktifnya Indonesia tidak akan memihak pada satu kekuatan
major power melainkan akan merangkul semua negara untuk dijadikan rekan kemitraan
yang pada akhirnya akan mempermudah Indonesia dalam mencapai kepentingan
nasionalnya. Indonesia harus bisa mempertahankan eksistensinya dalam ASEAN
sebagai pemimpin yang menggerakan ASEAN agar terus berusaha menjadi organisasi
kawasan yang mandiri , memajukan ekonomi , menjaga stabilitas keamanan , serta
kesejahteraan.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terhadap ASEAN juga harus sinkron ataupun
tidak bertentangan dengan norma dan prinsip ASEAN. Norma dan prinsip ASEAN
bersumber pada perjanjian persahabatan dan kerjasama (treaty of amity and
cooperation) yang ditandatangani pada pertemuan puncak ASEAN pertama di Bali
tahun 1976 , isi dari norma dan prinsip tersebut antara lain : 1)Saling menghormati
kemerdekaan , kedaulatan dan integritas wilayah semua bangsa , 2)Setiap negara
berhak memelihara keberadaanya dari campur tangan , subversi , kekerasan dari
kekuatan luar , 3)Tidak mencampuri urusan dalam negeri lain , 4)Menyelesaikan
perbedaan pendapat dan pertikaian dengan jalan damai , 5)Menolak ancaman
penggunaan kekerasan. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terkait norma dan
prinsip ASEAN diatas adalah terlihat dalam beberapa contoh kasus seperti Konflik Laut
China Selatan (LCS) yang melibatkan negara – negara anggota ASEAN seperti
Filipina , Brunei , Vietnam serta Malaysia , dan terkait konflik etnis Rohingya di
Myanmar. Posisi Indonesia di dalam konflik tersebut tidak bisa terlalu memaksakan
kepentingannya sendiri akan tetapi akan berubah pada tataran kepentingan regional
khususnya keberadaan ASEAN.
Politik luar negeri Indonesia sepanjang tahun 2012 , telah bekerja untuk menciptakan
suatu tatanan di kawasan Asia Tenggara dan juga dalam penguatan serta
penghormatan dalam norma dan prinsip hubungan baik antar negara yang ditujukan
bagi pemeliharaan perdamaian dan keamanan di kawasan Asia Tenggara.[11] Contoh
peran Indonesia pada masalah ini adalah ketika timbul keraguan mengenai kesamaan
pandangan ASEAN terhadap Laut China Selatan , Indonesia bergerak melalui shuttle
diplomacy selama 36 jam untuk mengkonsolidasikan posisi ASEAN sesuai six-point
principles. Selanjutnya, diplomasi Indonesia mendorong momentum pelaksanaan
secara menyeluruh Declaration of Conduct (DoC) termasuk di dalamnya suatu regional
code of conduct melalui disepakatinya elemen - elemen dasar Code of Conduct (CoC)
termaksud serta pengajuan suatu draft awal CoC.[12] Enam prinsip utama ini
merupakan buah manis shuttle diplomacy yang dilakukan Menlu Indonesia Marty M.
Natalegawa atas arahan Presiden SBY ke Filipina, Vietnam, Kamboja, dan Singapura.
Peran sentral Indonesia tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan tercapainya posisi
bersama ASEAN ini. ASEAN’s Six-Point Principles on the South China Sea secara garis
besar menjelaskan bahwa perserikatan negara Asia Tenggara tersebut mengafirmasi
ulang deklarasi sikap atau declaration of conduct (DoC) terhadap isu Laut China
Selatan. Selain itu, sepuluh negara ASEAN juga mengafirmasi ulang pedoman
deklarasi sikap itu. Poin berikutnya yang dinyatakan adalah urgensi penyelesaian
pembahasan code of conduct (CoC) dan menghargai hukum internasional yang
berlaku, yakni United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.
Selanjutnya, Menlu ASEAN sepakat melarang penggunaan kekerasan dan
menyelesaikan permasalahan yang terjadi secara damai sesuai UNCLOS 1982. Berikut
adalah isi dari six – point principles on South China Sea :ASEAN Foreign Ministers
reiterate and reaffirm the commitment of ASEAN Member States to[13]: 1) The full
implementation of the Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea
(2002); 2) The Guidelines for the Implementation of the Declaration on the Conduct of
Parties in the South China Sea (2011); 3) The early conclusion of a Regional Code of
Conduct in the South China Sea; 4) The full respect of the universally recognized
principles of International Law, including the 1982 United Nations Convention on the
Law of the Sea (UNCLOS); 5) The continued exercise of self-restraint and non-use of
force by all parties; and 6) The peaceful resolution of disputes, in accordance with
universally recognized principles of International Law, including the 1982 United Nations
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Dari penyataan diatas terlihat bagaimana peran Indonesia terhadap ASEAN terkait
permasalahan konflik Laut China Selatan sangatlah besar. Presiden SBY melalui Mentri
Luar Negerinya berusaha menjadi penggerak dalam penyelesaian konflik ini. Indonesia
tidak ingin konflik ini merusak integrasi dari ASEAN serta mengancam stabilitas
keamanan di kawasan Asia Tenggara. Negara – negara anggota ASEAN yang terlibat
dalam konflik ini akan berhadapan dengan negara China. Indonesia dengan prinsip
politik luar negeri bebas dan aktif berusaha menjadi pihak yang tidak memihak , akan
tetapi berusaha mendorong dan memfasilitasi penyelesaian konflik didalam suatu
forum. Hal ini juga terkait kepentingan Indonesia terkait isu keamanan kawasan serta
eksistensinya sebagai pemimpin ASEAN. Indonesia terus memberi perhatian terhadap
masalah ini yang juga melibatkan mitra kerjanya sekaligus anggota ASEAN yang
menjadi pilar utama politik luar negeri Indonesia.
Selain konflik Laut China Selatan , juga terdapat isu kemanusiaan yang menimpa etnis
Rohingya di Rakhine , Myanmar. Konflik ini menimpa etnis Rohingya , dimana telah
terjadi pelanggaran kemanusiaan yaitu pengusiran etnis Rohingya yang beragama
muslim serta pembunuhan etnis tersebut. Sebagai negara Demokrasi yang menjunjung
tinggi Hak Asasi Manusia , Indonesia harusnya memberikan tindakan langsung
terhadap tindakan ini , begitupun ASEAN yang mewadahi kepentingan negara – negara
anggotanya. Akan tetapi perlu diperhatikan mengenai norma dan prinsip ASEAN dalam
ASEAN Charter pasal 2 ayat (2) poin e yang menyatakan bahwa sesama negara
anggota tidak boleh ada saling intervensi. Tentu ini menjadi penghalang bagi ASEAN
untuk menindak lanjuti kasus ini , begitupun Indonesia sebagai negara yang membawa
nilai Demokrasi. Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk muslim terbesar di
kawasan Asia Tenggara pada akhirnya mendukung Organisasi Kerjasama Islam (OKI)
untuk melakukan pendekatan terhadap Myanmar terkait penyelesaian masalah
Rohingya. Dukungan dari Indonesia sangat membantu OKI dalam melakukan
pendekatan kepada Myanmar , karena Indonesia merupakan pemimpin ASEAN
sekaligus memiliki diplomasi yang baik terhadap negara anggota ASEAN lainnya.
Terlihat bagimana pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terkait hal kemanusiaan
dan pembangunan nilai – nilai demokrasi kepada Myanmar. Tindakan Indonesia jika
dikaitkan dengan kepentingannya adalah untuk meningkatkan eksistensinya sebagai
negara demokrasi serta bagaimana Indonesia bisa menjadi pengaruh baru dengan
membawa nilai – nilai demokrasi di kawasan Asia Tenggara.
Politik luar negeri Indonesia terhadap ASEAN terkait bidang sosial budaya antara lain
pemberantasan narkoba , peningkatan pendidikan , serta sektor pariwisata. Akan tetapi
mengingat program ASEAN mengenai free trade area , maka ASEAN akan lebih
konsen kepada pemberantasan narkoba. Dibukanya pasar bebas Asia Tenggara (AFTA)
tahun 2003, telah dimanfaatkan oleh pengedar narkotika untuk mengembangkan
pengaruhnya, mengingat di wilayah tersebut terdapat daerah segitiga emas yaitu Laos,
Myanmar dan Thailand, yang merupakan daerah penghasil dan produsen narkoba yang
terbesar di Asia Tenggara.[14] Posisi ini mengakibatkan terbukanya jalur peredaran
sampai ke Asia Pasifik dan Asia Tenggara. Di samping itu, kondisi politik dan ekonomi
yang belum stabil di negara-negara Asia Tenggara sangat menguntungkan bagi para
sindikat narkoba untuk meningkatkan peredaran dan perdagangan narkotika di
kawasan ini karena di negara-negara tersebut masyarakatnya cenderung akan
melakukan apa saja untuk mendapatkan uang. Hal tersebutlah yang dimanfaatkan oleh
pengedar untuk menjalankan bisnisnya.
Dalam pertemuan ASEAN Summit 2012 yang diselenggarakan di negara Kamboja pada
tanggal 3-4 April para kepala negara anggota menyetujui untuk bersama-sama
memerangi peredaran narkoba di antara negara-negara anggota. Persetujuan tersebut
terlampir lewat sebuah deklarasi yang dirilis dengan judul “Declaration on Drug-Free
ASEAN 2015”. Sebelumnya, deklarasi bersama untuk ASEAN Bebas Narkoba sudah
pernah ditandatangani oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN di Manila pada 25 Juli
1998 dan AMM ke-33 di Bangkok pada Juli 2000 lalu, guna mempercepat realisasi
Bebas Narkoba ASEAN dari 2020 ke 2015 dan juga mengenai pemberantasan rencana
produksi obat terlarang, perdagangan manusia, dan penggunaannya sejak 20092015, dan Deklarasi Bali pada Komunitas ASEAN dalam Bali Concord III, dan ASEAN
Security Community Blueprint pada 2015.
Melalui deklarasi tersebut, para pemimpin negara - negara tersebut juga setuju dan siap
untuk berdiskusi mengenai peredaran narkoba. Selain itu, mereka juga sepakat untuk
melanjutkan deklarasi ini dengan hal - hal teknis pada tingkat kementerian untuk
menghasilkan sebuah rancangan yang berhubungan dengan pemberantasan
peredaran narkotika.
Untuk menindaklanjuti deklarasi tersebut, maka diadakan pertemuan Special ASEAN
Ministerial Meeting on Drug Matters untuk mendorong dan merealisasikan tercapainya
kawasan ASEAN yang bebas narkoba tahun 2015, dihadiri oleh wakil - wakil tingkat
menteri yang menangani isu narkotika dan ASEAN Secretariat, dan hasil pertemuannya
akan ditindaklanjuti pada pertemuan 33rd ASEAN Senior Official Meeting on Drugs
(ASOD) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 25-27 September 2012.[15]
Pokok-pokok yang disampaikan oleh Delegasi RI dalam pertemuan tersebut adalah[16]:
1. Indonesia menekankan agar Special ASEAN Ministerial Meeting on Drug Matters
dapat memberikan dorongan kuat bagi semua negara anggota, khususnya
sectoral bodies di bidang narkotika untuk lebih efektif dan berhasil dalam upaya
mencapai Drug Free ASEAN 2015.
2. Pentingnya perlindungan kaum muda ASEAN terhadap bahaya narkotika melalui
kerja sama nyata antara anggota ASEAN dan mitra wicara, melalui sharing of
information, joint cooperation, controlled deliveries, transfer the knowledge and
alternative development and implementing comprehensive drug demand
reduction.
Dari pemaparan diatas dapat dilihat bagaimana pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia pada era kepemimpinan Presiden SBY yang sangat memiliki peran terhadap
ASEAN. ASEAN yang menjadi pilar utama kerjasama Indonesia terhadap negara –
negara di kawasan Asia Tenggara. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
diimplementasikan dalam bentuk hubungan luar negeri dengan organisasi regional
ASEAN. Tentu segala pelaksanaan politik luar negeri Indonesia diabdikan kepada
kepentingan dan tujuan nasional Indonesia yang terdapat pada pembukaan UUD 1945
alinea 4. Indonesia berperan aktif dalam ASEAN dan pergerakan politik luar negeri
Indonesia sesuai dengan prinsip politik luar negeri bebas dan aktif. Presiden SBY yang
lebih menekankan prinsip “Thousand Friends , Zero Enemy” , berusaha menghindari
segala bentuk permusuhan antar negara dan mengajak negara – negara lainnya untuk
bekerjasama dalam berbagai bidang guna mencapai kepentingan nasional Indonesia itu
sendiri. Presiden SBY telah membawa Indonesia melalui politik luar negeri bebas dan
aktif untuk bisa mencapai kepentingan nasional di kancah regional khususnya dalam
ASEAN. Politik luar negeri Indonesia tidaklah statis akan tetapi dinamis , hal tersebut
terlihat dari perkembangan kerjasama dengan ASEAN. Politik luar negeri Indonesia
tidaklah bersifat konservatif , maksudnya adalah hanya mempertahankan kerjasama
yang sudah ada tanpa melakukan pengembangan lagi. Politik luar negeri pada era
kepemimpinan Presiden SBY, lebih terfokus pada pemulihan nama baik Indonesia serta
peningkatan peran diplomasi Indonesia di organisasi Internasional khususnya ASEAN
mengenai berbagai isu - isu internasional. Konsep yang dibawa oleh Presiden SBY
terkait pelaksanaan politik luar negerinya bukan lagi mengenai “mendayung diantara
dua karang” oleh sebab telah runtuhnya Uni Soviet sebagai kekuatan besar dunia , dan
Presiden SBY membawa konsep baru mengenai “Navigating a turbulent ocean” atau
“mengarungi samudera yang bergolak”. Hal ini berarti Indonesia telah berada pada
situasi dimana dunia mengalami banyak perubahan terkait masalah global , munculnya
kekuatan – kekuatan baru dari negara lain , serta mengenai interdependensi antar
negara.
2.2 Perbandingan Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Pada Era Presiden
Megawati Soekarno Putri
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia mengalami banyak sekali dinamika. Sebelum
Presiden SBY menduduki jabatannya sebagai Presiden Indonesia , terlebih dahulu
terdapat Presiden wanita Indonesia yang bernama Megawati Soekarno Putri.
Perbedaan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia antara Presiden SBY dan
Megawati terlihat dari ruang lingkup kerjasamanya. Presiden SBY yang cenderung
membangun hubungan komprehensif dengan negara – negara di kawasan Asia
Tenggara serta ASEAN , sedangkan Presiden Megawati lebih condong mengarahkan
hubungannya ke “kanan” yaitu Amerika Serikat. Hubungan Indonesia dan Amerika
Serikat pada saat itu dibangun dalam bidang keamanan. Peristiwa runtuhnya Gedung
World Trade Center (WTC) oleh aksi terorisme mendorong kerjasama antara Indonesia
dan Amerika Serikat untuk bersama menjadi mitra pemberantasan terorisme (war of
terrorism). Kerjasama bilateral yang dilakukan oleh Indonesia dan Amerika Serikat
dalam bentuk dialog keamanan , pelatihan serta pendidikan militer , dan juga dengan
kerjasama di bidang keamanan ini khususnya terorisme , Indonesia merancang perpu
anti terorisme dan yang kemudian disahkan menjadi UU anti terorisme. Pada tingkat
regional masih terkait masalah terorisme , Indonesia memprakarsai kerjasama ASEAN
melalui ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC) deklarasi KTT VII
ASEAN tentang tindakan bersama melawan terorisme , dan kerjasama intelijen ASEAN.
[17] Pelaksanaan politik luar negeri pada era Presiden Megawati ditujukan pada
kepentingan keamanan Indonesia dengan membentuk kerjasama bilateral dalam
bidang pemberantasan terorisme dengan Amerika Serikat. Berbeda dengan era
kepemimpinan Presiden SBY yang lebih menggunakan ASEAN sebagai pilar utama
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia untuk mencapai kepentingan nasional
Indonesia. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada era Presiden SBY
mengalami banyak perkembangan sejak peninggalan kepemimpinan Presiden
Megawati. Politik luar negeri Indonesia pada era kepemimpinan Presiden SBY
diimplementasi dalam berbagai bidang kerjasama dengan ASEAN , dan pada era
kepemimpinan Presiden Megawati lebih condong bekerjasama dengan negara anggota
ASEAN dan Amerika Serikat dalam pemberantasan terorisme.Sehingga dengan adanya
perkembangan ini dapat dikatakan bahwa politik luar negeri Indonesia tidaklah statis
melainkan dinamis sesuai dengan perkembangan hubungan internasional yang ada.
Pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif Indonesia selalu diabdikan pada
kepentingan nasional Indonesia , apapun bentuk kerjasamanya dan dengan negara
manapun. Kepentingan nasional Indonesia yang menggerakan segala hubungan
kerjasama ataupun hubungan luar negeri Indonesia sebagai negara berdaulat. Pada
era kepemimpinan Presiden Megawati , pelaksanaan politik luar negeri Indonesia
diabdikan pada kepentingan keamanan nasional Indonesia , sedangkan pada era
kepemimpinan Presiden SBY politik luar negeri Indonesia diabdikan pada berbagai
kepentingan seperti keamanan , ekonomi , sosial budaya. Dengan kata lain
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif ini tidaklah statis , dan selalu
dinamis mengikuti perkembangan jaman serta kebutuhan nasional dari negara itu
sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia akan selalu diabdikan kepada kepentingan
nasional negara di dalam semua era kepemimpinan Presiden. Pada era kepemimpinan
Presiden SBY , pelaksanaan politik luar negeri Indonesia berdasarkan pada motto
“Thousand Friends , Zero Enemy” , yang dielaborasikan pada konsep konstruktivis
dimana lawan menjadi kawan , dan kawan menjadi mitra kerja yang komprehensif.
Pelaksanaan politik luar negeri di era kepemimpinan Presiden SBY lebih kepada
pembangunan mitra kerja di kawasan Asia Tenggara , khususnya pada ASEAN. ASEAN
merupakan pilar utama Indonesia dalam pelaksanaan politik luar negeri. Indonesia yang
berperan sebagai pemimpin ASEAN menggerakan banyak program kerjasama di
berbagai bidang seperti bidang keamanan , ekonomi , dan sosial budaya. Pada era
kepemimpinan Presiden SBY , pelaksanaan politik luar negeri Indonesia mengalami
perkembangan pesat dari era kepemimpinan sebelumnya yaitu pada era Presiden
Megawati Soekarno Putri. Pada era kepemimpinan Presiden Megawati , pelaksanaan
politik luar negeri Indonesia lebih condong kepada kerjasama bilateral dengan Amerika
Serikat dalam pemberantasan terorisme. Pada kancah regional Presiden Megawati
menggagas kerjasama dengan negara – negara anggota ASEAN dalam
pemberantasan terorisme. Baik pada era kepemimpinan Presiden SBY maupun
Megawati , pelaksanaan politik luar negeri Indonesia dilakukan untuk mencapai tujuan
nasional Indonesia. Pelaksanaan Politik luar negeri Indonesia terhadap ASEAN
sangatlah kompleks terlihat dari berbagai macam kerjasama dan peran Indonesia
sangatlah besar dalam merangkul negara – negara anggota ASEAN serta dalam
menjaga eksistensi ASEAN.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia di era kepemimpinan Presiden SBY tetap
pada prinsip bebas dan aktif. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada dasarnya
selalu berkembang dan dinamis sesuai dengan perkembangan hubungan Internasional.
Indonesia lebih mengutamakan penerapan soft diplomacy dibandingkan dengan
penggunaan hard diplomacy. Indonesia berhasil merangkul negara – negara anggota
ASEAN untuk menyelesaikan masalah dengan cara diplomacy tanpa harus melakukan
intervensi antar negara. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia juga menghormati
norma dan prinsip utama ASEAN sehingga dalam pelaksanaannya tidak terjadi
resistensi dari negara lain serta Indonesia juga dapat memperjuangkan kepentingan
nasionalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Budiardjo , Miriam. 2008 , Dasar – dasar Ilmu Politik , Jakarta , Penerbit PT.
Gramedia.
Deutsch, Karl W,”Security Community,” dalam James Rosenau (ed.),International
Politics and Foreign Policy, New York : Free Press,1961
Djafar, Zainuddin. ‘Politik Luar Negeri Indonesia: Pantulan dari ‘Weak State’ dan Masa
Transisi yang Berkepanjangan’, Minor Major Issues: Tantangan bagi Pemerintah Baru,
Global Jurnal Politik Internasional. Vol.7 No.1 (November 2004).
H.I, A. Rahman. 2007 , Sistem Politik Indonesia , Jakarta , Penerbit Graha Ilmu.
Pribadi , Totok , dkk. 2010 , Sistem Politik Indonesia , Jakarta , Penerbit Universitas
Terbuka
Wirajuda, Hassan. 2005, ‘Desain Baru Politik Luar Negeri Indonesia’, Analisis CSIS,
Vol.
34, No. 3.
Wuryandari, Ganewati (ed). 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran
Politik Domestik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008).
Website :
www.asean.org
www.kompas.com
Journal/Newspaper:
The Jakarta Post