Konsep Belajar dalam pandangan Islam dan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap
usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada
pendidikan. Sehingga suatu proses, belajar selalu mendapat tempat yang luas
dalam disiplin ilmu yang berkaitan dengan upaya pendidikan.
Pemikiran-pemikiran baik dari Islam dan Barat selalu menjadi kajian
menarik dalam dunia pendidikan. Salah satunya adalah al Ghazali dan Jean
Piaget. Al Ghazali adalah sosok yang dekat dengan pendidikan hal ini terbutki
dengan karena dirinya sempat menjadi tenaga pendidik di Universitas Nizom
Andalusia. Sedangkan Jean Piaget adalah sosok tokoh yang lahir di abad 20 an
dan memiliki pemikiran yang menarik untuk dikaji. Salah satu yang menjadi
nilai dari Piaget adalah kemampuannya mengembangkan pemikiran Gestalt
tentang teori kognitif. Maka, hal demikianlah yang membuat penulis tertarik
untuk mengkaji dua pemikiran dari dua kubu yang berbeda.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah bertujuan guna membatasi pembahasan dalam
makalah ini, agar pembahasan yang dilakukan tidak melebar:
1. Bagaimana hakikat belajar secara umum?
Pembahasan ini meliputi pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi

dalam belajar.
2. Bagamaina konsep belajar dari al Ghazali dan Jean Piaget?
Pembahasan ini meliputi Biografi dan pemikiran-pemikiran dari kedua
pihak dalam pendidikan
3. Bagaimana Komparasi konsep belajar Islam dan Barat?
Pembahasan ini meliputi perbandiangan konsep belajar Islam dan Barat
secara umum dan perbandingan konsep belajar dari al Ghazali dan Jean
Piaget.

1

BAB II
HAKIKAT BELAJAR
A. Pengertian Belajar
Sebagian

orang

beranggapan


bahwa

belajar adalah

semata-mata

mengumpulkan atau menghafal fakta-fakta yang tersajikan dalam bentuk
informasi/materi pelajaran. Orang yang beranggpan demikian biasanya akan
segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali
secara lisan (verbal) sebagaian besar informasi yang terdapat dalam buku teks
atau yang diajarkan oleh guru.1
Disamping itu pula, ada pula sebagian orang yang memandang belajar
sebagai latihan belaka seprti yang tampak pada latihan membaca ndan menulis.
Berdasarkan persepsi semacam ini, biasanya mereka akan merasa cukup puas
bila anak-anak mereka telah mampu memperlihatkan keterampilan jasmaniah
tertentu walaupun tanpa pengetahuan menganai arti, hakikat dan tujuan
keterampilan tersebut.
Untuk menghindari ketidaklengkapan presepsi tersebut, penulis mencoba
melengkapi sebagian dar defisni mengenai belajar dengan komentar dan
interpretasi seperlunya.

Menurut seorang ahli pendidikan, Dimyati Mahmud bahwa belajar adalah
suatu perubahan dalam diri seseorang yang terjadi karena pengalaman. Dalam
hal ini juga ditekankan pada pentingnya perubahan tingkah laku, baik yang
dapat diamati secara langsung maupun tidak.2 Sejalan dengan pendapat
tersebut Lyle E. Bourne, JR dan Bruce R. Ekstrand mendefinisikan belajar
dengan “learning as a relatively permanent change in behavior traceable to

1

Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan: Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995), hlm. 89.
2

Dimyati Mahmud dalam Nini Subini, Psikologi Pembelajaran, (Yogyakarta: Mentari
Pustaka, 2012), hlm. 83.

2

experience and practice” Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif
tetap yang diakibatkan oleh pengalaman dan latihan.3

Sementara menurut Mustofa Fahmi sebagaimana dikutip juga oleh
Muhibin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan, mengatakan:4
‫ان اﻟﺘﻌﻠﻢ ﻋﺒﺎرة ﻋﻦ ﻋﻤﻠﯿﺔ ﺗﻐﯿﯿﺮ اوﺗﺤﻮﯾﻞ ﻓﻰ اﻟﺴﻠﻮك اواﻟﺨﺒﺮة‬
“Sesunggugnya belajar adalah (ungkapan yang menunjukkan) aktivitas (yang
menghasilkan) perubahan-perubahan tingkah laku atau pengalaman”
Reber dalam kamus susunannya yang tergolong modern, Dictionary of
Psychology membatasi belajar dengan dua macam difinisi.5 Pertama, belajar
adalah the process of acquiring knowledge, yakni proses memperoleh
pengetahuan. Pengertian ini biasanya lebih sering dipakai dalam pembahasan
psikologi kognitif yang oleh sebagian ahli dipandang kurang representative
karena tidak mengikutsertakan perolehan keterampilan nonkognitif.
Kedua, belajar adalah A relatively permanent change in repons potentiality
which occurs as a result of reinforced practice, yaitu suatu perubahan
kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang
diperkuat. Dalam definisi ini terdapat empat macam istilah yang esensial dan
perlu disoroti untuk memhami proses belajar.
1.
2.
3.
4.


Relatively permanent, yang secara umum menetap.
Reponse potentiality, kemampuan bereaksi
Reinforced, yang diperkuat
Practice, praktik atau latihan.
Dengan demikian dapat disimpulan bahwa belajar adalah proses

perubahan

sikap

atau

tingkah

laku

dikarenakan

pengalaman


yang

didapatkannya dari informasi/materi. Perubahan tersebut meliputi keterampilan
jasmani, isi ingatan, cara berfikir serta laun-lain yang berkenaan dengan aspek
psikis dan fisik.

3

Lyle E. Bourne, JR, Bruce RE dalam H. Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 33.
4

Mustofa Fahmi, Ibid,,, hlm. 34.

5

Reber dalam Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan: Dengan Pendekatan Baru,,, hlm. 91.

3


B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Menurut uraian H.C Witherington dan Lee J. Cronbach Bapemsi
sebagaimana dinyatakan oleh Mustaqim dalam bukunya Psikologi Pendidikan
mengatakan faktor-faktro serta kondisi-kondisi yang mendorong perbuatan
belajar bisa diringkas sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Situasi belajar (kesehatan jasmani, keadaan psikis, pengalaman dasar).
Penguasaan alat-alat intelektual
Latihan-latihan yang terpencar,
Penggunaan unit-unit yang berarti,

Latihan yang aktif,
Kebaikan bentuk dan sistem,
Efek penghargaan (reward) dan hukuman,
Tindakan-tindakan pedagogis,
Kapasitas dasar.6
Sementara Nini Subini membagi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

proses belajar seseorang dalam tiga kategori, yakni faktor internal (dalam),
faktro eksternal (luar) maupun faktor kecenderungan belajar, masing-masing
faktro-faktor tersebut meliputi:
1. Faktor Internal
a. Kesehatan dan cacat tubuh,
b. Intelegensi (kecerdasan),
c. Bakat dan minat,
d. Kematanga (kesiapan)
e. Motivasi,
f. Kelelahan,
g. Perhatian dan sikap (perilaku).
2. Faktor Eksternal
a. Faktor Keluarga,

 Cara mendidik anak
 Relasi antar anggota keluarga
 Suasana rumah
 Keadan ekonomi keluarga
 Pengertian orang tua
 Latar belakang kebudayaan
b. Faktor Sekolah
 Guru
 Metode mengajar
6

HC. Whiterington, Lee. J. Cronbach Bapesmi dalam H. Mustaqim, Psikologi
Pendidikan,,, hlm. 70

4

 Instrument/fasilitas
 Kurikulum sekolah
 Relasi guru dengan anak
 Relasi antar anak

 Disiplin sekolah
 Pelajaran dan waktu
 Standar pelajaran
 Kebijakan penilaian
 Keadaan gendung
 Tugas rumah
c. Faktor Masyarakat
 Kegiatan anak dalam masyarakat
 Teman bergaul
 Bentuk kehidupan dalam masyarakat
Bertolak dari pendapat diatas, penulis dapat menarik sebuah kesimpulan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yang dalam hal ini penulis
bagi menjadi dua kategori yakni faktor internal dan faktor eskternal yang
melipui sebagai berikut.
1. Faktor Internanl
Yang dimaksud faktor internal adalah faktor individu yang sedang
melakukan belajar. Faktor internal meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
Berikut akan diuraikan masing-masing dari faktro internal.
a. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis adalah faktor yang disebabkan oleh keadaan fisik

dari orang yang sedang belajar yang dalam hal ini adalah aspek jasmani
meliputi kesehatan, kelelahan dan lain sebagainya. Kesehatan merupakan
salah satu hal penting yang menetukan aktivitas sehari-hari, begitu juga
halnya dengan belajar. Kondisi fisik yang baik akan berpengaruh positif
dalam kegiatan belajar, begitu pula sebaliknya, kondisi fisik yang lemah
atau sakit akan mengahambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.
Bagaimana seseorang dapat belajar dengan baik apabila kesehatan
tubunya tidak mendukung?.
Kekurangan gizi biasanya mempunyai pengaruh terhadap keadaan
jasmani, mudah mengantuk, lekas lelah, lesu dan sejenisnya terutama

5

bagi anak-anak yang usianya masih mudah, pengaruh in sangat menonjol.
Faktor kelelahan juga dapat menyebabkan seseorang tidak bisa belajar
secara optimal, meskipun memiliki semangat yang tinggi untuk belajar.
Kelelahan pada seseorang dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu kelelahan jasmani dan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani
terlihat dengan lemahnya tubuh dan timbul kecenderungan untuk
membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan
subtansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah menjadi tidak
atau kurang lancer pada bagian-bagian tertentu.
Adapun kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan
kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu
hilang. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala dengan pusingpusing sehingga sulit berkosentrasi.7
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis dalam hal ini meliputi motivasi, perhatian,
kecerdasan dan lain-lain.
1. Motivasi
Motivasi merupakan perilaku konatif sebagai sumber dinamika
yang menentukan kualitas kekuatan perilaku.8 Motivasi adalah upayaupaya yang dilakukan untuk menimbulkan atau meningkatkan motif.9
Motivasi terbagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsic dan motivasi
ekstrinsi. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari
dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan
sesuatu, seperti gemar membac yang tidak perlu diperintah dan lain
sebagainya. motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang lebih efektif ,
7

Nini Subini dkk, Psikologi Pembelajaran,,, hlm. 90.

8

Mohammad Surya, Psikologi Guru: Konsep dan Aplikasi, (Bandung: Alfabeta, 2013),

hlm. 50.
9

Motif merupakan sumber kekuatan perilaku yang mendorong terjadi perilaku, dalam hal
ini motif adalah motor penggerak dinamika perilaku individu dalam mencapai tujuan. lihat
Mohammad Surya, Psikologi Guru: Konsep dan Aplikasi,,, hlm. 50-52.

6

karena motibasi intrinsic memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena
sifatnya lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi luar ekstrinsik.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah daktor yang datang dari luar diri
individu tetapi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti
pujian, perarturan, tata tertib, teladan guru, orang tua dan lain
sebagainya.10
2. Perhatian
Perhatian adalah pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas
individu yang ditunjukkan kepada suatu objek atau kepada
sekumpulan

objek-objek,

perhatian

juag

adalah

merupakan

penyeleksian terhadap stuimuli yang diterima oleh dindividu yang
bersangkutan. Perhatin dapat didefinisikan sebagai proses pemusatan
phase-phase atau unsure-unsur pengalaman dan mengabaikan yang
lainnya.11
Perhatian dan sikap dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan
senang atau tidak senang baik pada perfrma guru, pelajaran atau
lingkungan sekitarnta. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap
negative dalam belajar, menjadi tuga guru untuk menjadi professional
dan

bertanggungjawab

terhadap

profesi

pilihannya.

Dengan

profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik
bagi anak didiknya, berusaha mengembangkan kepribadian sebagai
seorang guru uang empatik, sabar dan tulus. Guru akan berusaha

10

Nini Subini dkk, Psikologi Pembelajaran,,, hlm. 88-89. Lihat juga Anita E. Woolfok,
Educational Psychology, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 227. Dalam pengertian yang
lain motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk mendpatkan sesuatu yang lain (cara untuk
mencapai tujuan), sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu
demi (tujuan itu sendiri), lihat Jhon W. Santrock, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media,
2007), hlm. 514.
11

Makmun Khairani, Psikologi Belajar, (Yogyakarta: Aswaja Presindo, 2013), hlm. 154.
Bila dilihat dari sedikitnya kesadaran yang menyertai aktivtas, perhatian dibedakan menjadi dua
yaitu, perhatian intensif dan perhatian tidak intensif, sedangkan bila ditinjau dari timbulnya
perhatian dibedakan menjadi perhatian spontan dan perhatian reflektif, bila dipandang dari luasnya
objek, perhatian bisa dibagi menjadi perhatian konserfatif dan perhatian distributif, lihat H.
Mustaqim, Psikologi Pendidikan,,, hlm. 72-73.

7

menyajikan pelajarannyang diampunya secara baik dan menarik
sehingga membuat anak dapat mengikuti pekajaran dengan senang
dan tidak menjemukan, menyakinan siswa bahwa bidang studi yang
dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
3. Intelegensi (Kecerdasan)
Intelegensi merupakan interaksi aktif antara kemampuan yang
dibawa sejak lahir dengan pengalaman uang diperileh dari lingkungan
yang

menghasilkan

kemampuan

individu

untuk

memperoleh,

mengingat dan menggunakan pengetahuan, mengerti makna dari
konsep konkret dan ide dan kemampuan dalam menerapkan semua hal
tersebut untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari.12
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Heller, Mons dan
Passow yang dikutip oleh Nini Subini, dkk dalam bukunya Psikologi
Pembelajaran menyatakan bahwa orang yang memiliki intelegensi
tinggi belum tentu tidak mengalami gangguan dalam belajar. Bahkan
hasil penelitian yang dilakukkan oleh Golemen menyatakan bahwa
setinggi-tinggi IQ seseorang hanya menyumbangkan kurang lebih
20% terhadap kesuksesan hidup seseorang dan 80%-nya ditentukan
oleh faktor lain.
Faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan, sehingga terdapat
perbedaan kecerdasan seseorang dengan yang lain ialah:
a. Pembawaan: pembawaan ditentukan oelh sifat dan cirri-ciri yang
dibawa sejak lahir. “Batas kesanggupan kita” yakni dapat tidaknya
memecahkan suatu soal.
b. Kematangan: tiap organ dalam tubuh mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan
telah matang jika ia tleha mencapai kesanggupan menjalankan
fungsinya masing-masing.
12

Martini Jamaris, Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2013), hlm. 91.

8

c. Pembentukan: pembentukan ialah segala keadaan diluar diri
seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
d. Minat dan pembawaan yang khas: minat mengarahkan perbuatan
kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu.
e. Kebebasan: kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih
metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalahmasalah.
2. Faktor Ekternal
Faktor eskternal adalah yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di
sekitar pelajar, yang meliputi
a. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial baik sekolah maupun masyarakat dalam hal ini
sangat menentukan kondisi dari seorang pelajar. Lingkungan sekolah
yang yang didalam terdapat para guru, staf

dan temen-teman dapat

mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Peran guru yang selalu
menunjukkan sikap dan perilaku yang empatik dan memperlihatkan suri
tauladan yang baik dan rajin dapat menjadi daya dorong yang positif bagi
belajar siswa.
Selanjutnya lingkungan masyarakat dan tetangga juga teman-teman
sepermainan dapat menjadi pengaruh bagi keadaan belajar siswa. Kondisi
lingkungan yang kumuh tentu akan menyulitkan seorang belajar untuk
fokus terhadap apa yang dipelajari.
Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan
belajar adalah keluarga. Kondisi dan keadaan keluarga yang baik tentu
akan berdampak positif terhadap seorang anak, begitupun sebaliknya
kondisi keluarga yang kacau (broken home) tentu akam lebih banyak
berdampak negatif bagi kondisi anak.
b. Lingkungan nonsosial
Faktor-faktor nonsosial dalam hal ini adalah fasilifas belajar, baik
fasilitas di lingkugan sekolah maupun lingkungan keluarga. Fasilitas
sekolah

yang

memadai

mulai

dari

buku-buku

diperpustakaan,
9

perlengkapan laboratorium dan lingkungan sekolah yang nyaman anak
membawa pengaruh motivasi yang positif bagi siswa. Sebaliknya fasilitas
yang kurang memadai tentu akan berdampak kepada kemampuan hasil
belajar siswa.

10

BAB III
ANALISIS
(Pemikiran Konsep Belajar al-Ghazali dan Jean Piaget)
Mengingat banyaknya teori belajar baik dari Islam maupun Barat, dalam hal ini
penulis mencoba membatasi tersebut, agar pembahasan mengenai teori belajar
dapat difokuskan lebih dalam lagi. Dalam hal ini, penulis mencoba menyajikan
pemikiran al-Ghazali dan Jean Piaget dalam teori belajarnya, karena mengingat
kedua tokoh tersebut memiliki pemikiran selalu menarik untuk di kaji.
A. Biografi Singkat al Ghazali
Sebutan al-Ghazali bagi hujjatul Islam, al Imam ul Jalil, bukan nama
aslinya. Adapun nama sejak dari kecilnya ialah Muhmmad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ahmad. Kemudian sesudah berumah tangga dan mendapat
seorang putera laki-laki yang bernama Hamid, maka dia dipanggilkan “Abu
Hamid”, tetapi sayang anaknya itu meninggal pada waktu kecil.13
Adapun mengenai sebutan al-Ghazali ada dua pendapat yang menyatakan
dalam kisah: pertama, di nisbat dari asala nama desa tempatnya lahir, yaitu
Gazalah. Sebab itu, sebutannya ialah al-Gazali (dengan satu “z”). kedua,
berasal dari pekerjaan sehari-hari yang dihadapi dan dikerjakan oleh ayahnya,
yaitu seorang penenun dan penjual kain tenun yang dinamakan “Gazzal”,
karena itu panggilannya al-Gazzali (dengan dua “z”), sebagai sebutan
penduduk Khurasan kepadanya.14 Ia di lahirkan pada tahun 450 H/1058 M, 15
Mengutip pendapat Badawi Thabana dalam Zainuddin, menulis hasil-hasil
karya al-Ghazali terdapat 47 kitab,16 yang penulis susun menurut kelompok
ilmu pengetahuan sebagai berikut:

13

hlm. 27.

Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam al-Ghazali, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),

14

Ibid,,, hlm. 28.

15

Zainuddin dkk, Seluk-beluk Pendidikan dari al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),

hlm. 7.
16

Ibid,,, hlm. 19. Dalam keterangan lain Dr. Badawi Thabana menyatakan ada sekitar 300
buah karangan al-Ghazali, namun hanya beberapa yang dapat diselamatkan, dikarenakan

11

1. Kelompok Filsfata dan Ilmu Kalam, yang meliputi:
a. Maqashid al Falasifah
b. Tahafut al Falasifah
c. Al Iqtishod fi al-I’tiqad
d. Al Munqid min al-Dhalal
e. Al Maqashidul Asna fi Ma’ani Asmillah al-Husna
f. Faishalut Tafriqah bainal Islam waz Zindiqah
g. Al Qishasul Mustaqim
h. Al-Musthadhiri
i. Hujjatul Haq
j. Mufsilul Khilaf fi Ushuluddin
k. Al Muntahal fi ‘Ilmi Jidal
l. Al Madhnun bin ‘Ala Ghairi Ahlihi
m. Asraar ‘Ilmiddin
n. Al Arba’in fi Ushuluddin
o. Iljamul Awwam ‘an ‘Ilmil Kalam
p. Al Qulul Jamil Fir Raddi ala man Ghayaral Injil
q. Mi’yarul ‘Ilmi
r. Al Intishar
s. Isbantun Nadlar
2. Kelompok Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqh, yang meliputi:
a. Al Basith
b. Al Wasith
c. Al Wajiz
d. Khulasatul Mukhtashar
e. Al Musytasfa
f. Al Mankhul
g. Syifakhul ‘Alil fi Qiyas wa Ta’lil
h. Adz-Dzari’ah ila Makarimis Syari’ah
3. Kelompok Ilmu Akhlak dan Tasawuf, yang meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Ihya ‘Ulumuddin
Mizanul Amal
Kimiyaus Sa’adah
Misykatul Anwar
Minhajul ‘Abidin
Ad-Darul Fakhirah fi Kasyfi Ulumil Akhirah
Al-‘Ainis fi Wahdah
Al-Qurbah Ilalahi Azza wa Jalla
Akhlak al Abrar Wan Najat Minal Asrar
Bidayatul Hidayah
Al Mabadu wa Ghayyah

mengamuknya bangsa Mongol pada abad ke-13 di Andalusia. Lihat Zainal Abidin Ahmad,
Riwayat Hidup Imam al-Ghazali,,, hlm. 58.

12

l. Talbis al-Iblis
m. Nashihat al Mulkk
n. Al’Ulum al Ladunniyah
o. Al Risalah al Qudsiyah
p. Al-Ma’khadz
q. Al Amali
4. Kelompok Ilmu Tafsir yang meliputi:
a. Yaaquutut Ta’wil fi Tafsirit Tanzil
b. Jawahir al-Qur’an
B. Pengertin Belajar al Ghazali
Berkaitan dengan belajar, al-Ghazali memang tidak secara literlec
mendefinisikan tentang belajar. Namun secara umum jika dilihat dari
pemikirannya Hamdani Ikhsan17 mengatakan al Ghazali memiliki pemikiran
dan pandangan yang luas mengenai aspek-aspek belajar. Hal in terbukti dalam
salah satu karnya yakni Ihya Ulummuddin al Ghazali memberikan bab khusus
mengenai ilmu dan menempati bab paling awal. Lebih lanjut menganai Al
Ghazali memandang anak sebagai suatu anugerah Allah dan sekaligus Amanah
bagi orang tuanya.18 Orang tua menurut al Ghazali memegang peran penting
dalam upaya mencapai keberhasilan anak. Oleh karena itu, jika orang tua dapat
melaksanakan amanah, ia akan mendapat pahala di sisi Allah dan sebaliknya.
Al Ghazali dalam Ihya Ulummuddin menyatakan bahwa belajar adalah
wajib hukumnya.19 Al Ghazali mengutip hadist Rasulullah SAW yang
menyatakan tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina sekalipun.20
Sedangkan, berkaitan dengan tujuan belajar al Ghzali menenkankan belajar
sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah. Al Ghazali tidak membenarkan
17

Hamdani Ikhsan dan Fuad Ikhsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2001), hlm. 235.
18

Lihat QS. Al-Anfal [8]: 28. QS. Al-Kahfi [18]: 46. QS. Al-Furqan [25]: 74. QS. At
Taghaabun [64]: 14.
Hal tersebut berdasarkan hadist. ‫ طﻠﺐ اﻟﻌﻢ ﻓﺮﯾﻀﺔ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﻣﺴﻠﻢ‬lihat Imam Abi Hamid al
Ghazali Ihya Ulummuddin wa bi dhaylih kitab al mughni ‘an hamal al asfar fi al asfar,, (Beirut:
Dar al Fikr), hlm. 23.
19

20

Ibid,,, hlm 23.

13

belajar dengan tujuan duniawi. Dalam hal ini al Ghzali menyatakan: “Hasil dari
ilmu ilmu pengetahuan seseungguhnya adalah mendekakan diri kepada Allah,
Tuhan sekalian alam dan menghubungkan diri dengan malaikat yang tinggi dan
berkumpul dengan alam arwah. Semua itu adalah keagungan penghormatan
secara naluriah.”21
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar belajar al Ghazali adalah
dasar yang bersumber dari ajaran Islam, yakni al Qur’an, as Sunnah dilengkapi
dengan atsar para sahabat nabi. Adapun tujuan belajar adalah kesempurnaan
insane untuk taqarub kepada Allah yang bermuara kepada kebahagiaan dunia
dan akhirat.22 Pada dasarnya al Ghazali tidak melupakan kehidupan dunia,
karena duni merupakan jalan menuju akhirat yang kekal, ini tentu bagi yang
memandag dunia sebagai alat dan tinggal sementara, bukan bagi yang
memandang sebagai tempat untuk selamanya.23
Berdasarkan pernyata diatas di atas, ada beberapa hal yang menjadi
perhatian menarik dari al Ghazali:
1. Belajar dan pembelajaran adalah proses memanusiakan manusia. Prinsip in
sesuai dengan aliran psikologi humanism, yang menawarkan prinsip belajar
humanistik, yaitu: manusia mempunya kemampuan untuk belajar secara
alami, belajar berarti jika mata pelajaran sesuai dengan maksudnya sendiri,
belajar akan bermakna jika siswa melakukannya bertanggung jawab,
berinisiatif, percaya diri, kreatif, mawas diri, intropeksi dan terbuka.
2. Waktu belajar adalah seumur hidup, dimulai sejak lahir hingga meninggal
dunia.24
21

Ibid,,, hlm. 13

22

Makmun, Konsep Pengajaran Antara al Ghazali dan Jhon Dewey, (Malang: UIN
Malang, 2008), hlm. 102.
23

Imam Abi Hamid al Ghazali, Ihya Ulummuddin, juz III,,, hlm. 12.

24

Al Ghazali memberikan perhatian khusus untuk mencapai keberhasilan anak, menurutnya
orang tua sebagai pembelajar anak yang pertama memulai prosesnya pembelajaranya sebelum
anak itu lahir, lebih lanjut al Ghazali mengungkapkan dalam Adab al Mu’asyarah (adab pergaulan
suami istri) memberikan perhartian mengenai hubungan suami istri yang benar menurutu sunnah
Rasul, lihat Imam Abi Hamid al Ghazali, Ihya Ulummuddin, juz II,,,hlm. 43.

14

3. Belajar adalah sebuah pengalihan ilmu pengetahuan.25
C. Prinsip-prinsip Belajar al Ghazali
Adapun prinsip-prinsip belajar menurut al Ghazali adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Belajar merupakan proses jiwa.
Belajar menuntut kosentrasi.
Belajar harus didasari sikap tawadlu’.
Belajar bertukar pendapat hendaknya harus mantap dasarnya.
Belajar harus mengetahui nilai dan tujuan ilmu yang sedang dipelajari.
Belajar secara bertahap.
Tujuan belajar adalah membentuk akhlak yang mulia.26

D. Metode Belajar al Ghazali
Al Ghazali mengemukakan bahwa dalam mendidikan anak hendaknya
menggunakan beberapa metode. Metode yang bervarias akan membangkitkan
motivasi belajar dan bisa menghilangkan kebosanan selain itu pendidikan
hendaknya memberikan hukuman dan dorongan. Dorongan bisa dengan pujian,
hadiah dan penghargaan kepada peserta didik, sedangkan hukuman hendaknya
bersifat mendidik dengan maksud memperbaiki perbuatan yang salah agar
tidak menjadi kebiasaan.27
Rusd Abidin28 membagi metode pendidikan al Ghazali menjadi dua
ketegori yakni:
1. Metode khusus pendidikan agama
Metode pendidikan agama menurut al Ghazali, pada prinsipnya dimulai
dengan
hafalan dan pemahaman, kemudian dengan keyakinan dan
pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil dan keterangan yang
25
Definisi tersebut adalah pendapat Arthur Reber, yang menjembatani dua kutub aliran
belajar yaitu kaum kognitis dan behavioris. Lebih lanjut lihat Arthur Reber, The Penguin
Dictionary of Psychology (Penguin Book: London, 2001).
26
Al Ghazali menyebutkan akhlak mulia dengan al Munjiyat, yaitu segala sifat terpuji yang
membawa keselamatan bagi yang memimilikinya baik di dunia maupun di akhirat. Sedangkan
kebalikannya, ia sebut al Mukhlikat, yaitu akhlak tercela yang membawa orang yang
memimilikinya kepada kehancuran dan kebinanasan. Lihat Imam Abi Hamid al Ghazali, Ihya
Ulummuddin, juz I,,, hlm. 53.
27

Ali al-Jumbulati dalam Makmun, Konsep Pengajaran Antara al Ghazali dan Jhon
Dewey,,,hlm. 110.
28

Ibnu Rusd Abidin, Pemikiran al Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998), hlm. 89

15

menunjang penguatan akidah, yang demikian ini merupakan pantulan dari
merupakan pantulandari sikap hidupnya yang sufi dan tekun beribadah. Dari
pengalaman pribadinya, al Ghazali menemukan cara untuk mencegah
manusia dari keraguan terhadap persoalan agama ialah adanya keimanan
terhadap Allah, menerima dengan jiwa yang jernih dan akidah yang pasti
pada usia sedini mungkin. Kemudian mengkokohkan dengan argumentasi
yang didasarkan atas pengkajian dan penafsiran al-Qur’an dan hadist-hadist
secara mendalam disertai dengan beribadah, bukan melalui ilmu kalam atau
lainnya yang bersumber pada akal.
2. Metode khusus pendidikan akhlak
Uraian al Ghazali tentang metodik praktis dan etodik khusus membentuk
akhak mulia menunjukkan bahwa untuk mengadakan perubahan akhlak
tercela anak adalah menyuruhnya melakukan perbuatan yang sebaliknya.
Hal ini dapat dimengerti karena penyakit badan atau raga, maka obatnya
adalah membuang penyakit itu.
E. Proses Belajar al Ghazali
Berkaitan

dengan

belajar,

seorang

harus

memperhatikan

proses

perkembangan psikologis anak, yang menurut al Ghazali terdiri dari tahapantahapan sebagai berikut:
1. Al Janin, yaitu tingkat perkembangan anak ketika berada dalam kandungan
dan setelah ditiupkan roh pada umur empat bulan. Pada masa ini orang tua
dapat mempersiapkan pembelajaran prenatal.
2. Al Thifl, yaitu tingkatan anak yang bida dicapai dengan memperbanyak
latihan dan kebiasan sehingga mengetahhi aktifitas dan perilaku yang baik
dan buruk.
3. At Tamyis, yaitu tingkatan anak yang dapat membedakan sesuatu yang baik
dan buruk, bahkan lebih jauh dari itu, akalnya telah dapat menangkap dan
memagami ilmu dharuri.
4. Al ‘aqli, yaitu tingkatan yang dicapai seseorang yang sempurna akalnya
bahkan telah berkembang akalnya sehingga dapat menguasai ilmu dharuri.
5. Al Awliya dan al Anbiya, yaitu tingkat tertinggi dari perkembangan
manusia. Pada tingkatan ini seseorang dapat memperoleh ilmu melalui
wahyu sebagaimana seorang nabi dan juga melalui ilham dan ilmu
ladunni.29

29

Asa’ril Muhajir, Studi Komparasi Pemikiran Al Ghazali dan Jhon Lock Tentang
Pendidikan Anak, dalam Jurnal Dinamika, Vol. No. 2m Oktober, 2003, hlm. 204.

16

Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
belajar, al Ghazali cenderung memliki paham/aliran konvergensi30. Berakitan
paham ini al Ghazali menyatakan bahwa setiap manusia lahir membawa fitrah
sebagai potensi dasar yang selanjutnya ditentukan oleh lingkungan. Oleh
karenanya orang tua diharapkan dapat mengemban amanah, sebab jiwa yang
suci ini akan berkembang sesuai dengan bimbingan orang tuanya. Manusia
sejak lahi telah dibekali dengan fitrah berupa kemampuan dasar untuk berbuat,
maka sesungguhnya manusia memiliki potensi untuk menjadi manusia
berperangai baik atau perangai buruk.31
Tema sentral dari pandangan al Ghazali berkaitandengan proses belajar
adalh bahwa belajar harus diarahkan kepad upaya tazkiyah al-nafs,

yang

merupakan konsep pembinaan mental spiritual, pembentukan jiwa dan mental
sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian konsep tazkiyah al nafs dalam
belajar ditunjukkan agar anak mempunyai perkembanan kejiwaan yang Islami
serta membentuk interaks dan hubungan yang harmonis antara anak didik
dengan sesama manusianya dan dengan Tuhanya.32
Tahapan selanjutnya penulis mencoba memaparkan dari teori belajar barat
yang dalam ini penulis mencoba mensajika pemikiran dari Jean Piaget. Berikut
adalah ulasannya
A. Biografi Jean Piaget
Nama Jean Piaget lebih sering dihubungkan dengan struktualisme dan
epistemologi genetik, barangkali lebih terkenal sebagai nama seorang tokoh

30

Aliran konvergensi adalah aliran yang menyakini bahwa perkembangan pada anak
dipengaruhi oleh faktor hereditas/pembawaan dan lingkungan. Dalam hal ini pembawaan
menumbuhkan fungsi-fungsi dan kapasitas itu. Baik stimuli lingkungan berinteraksi saling
mempengaruhi untuk menimbulkan proses pertumbuhan dan perkembanga. Lihat Wasti Sumanto,
Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 61.
31

Imam Abi Hamid al Ghazali, Ihya Ulummuddin, juz III,,, hlm. 78.

32

Yahya Jaya, Spiritualisme Islam Dalam menumbuhkankembangkan Kepribadian dan
Kesehatan Mental (Jakarta: Ruhana, 1994), hlm. 54.

17

besar di bidang psikologi perkembangan.33 Jean Piaget dilahirkan di Neuchatel
di wilayah Swiss pada 9 Agustus 1896 yang berbahasa Prancis dan meninggal
pada 16 September 1980. Ayahnya, Arthur Piaget, adalah seorang professor
sastra Abad pertengahan di Universitas Neuchatel. Piaget adalah seorang anak
yang yang teralalu cepat menjadi matang, yang mengembangkan minatnya
dalam bidang Biologi dan dunia pengetahuan alam, khusunya tentang moluska
(kerang-kerangan), dan bahkan menerbitkan sejumlah makalah sebelum ia
lulus SMA. Malah kariernya yang panjang dalam penelitian ilmiah dimulai
ketika ia baru berusia 11 tahun, dengan diterbitkannya makalah pendek pada
tahun 1907 tentang burung gereja Albino. Sepanjang kariernya, Pieaget
menulis lebih dari 60 buku dan ratusan artikel.34
Jean Piaget memperoleh gelar Ph.D dalam ilmu alamiah dari Universitas
Neuchatel, dan juga belajar sebentar di Universitas Zurich. Selama masa ini ia
menerbitkan dua makalah yang memperlihatkan arah pemikirannya kala itu,
tetapi yang belakang ditolaknya karena dianggap karya tulis seorang anak
remaja.35
Jean Piaget menjabat sebagai professor psikologi di Universitas Geneva
dari 1929 sampai 1975 dan ia paling terkenal karena menyusun kembali teori
perkembangan kognitif ke dalam serangkaian tahap, memperluas karya
sebelumnya dari James Mark Baldwin, menjadi empat tahap yang kurang lebih
sama dengan (a) masa infacy, (b) pra-sekolah, (c) anak-anak dan (d) remaja.
Masing-masing tahap mewakili pemahaman sang anak tentang realitas pada
masa itu, dan masing-masing kecuali yang terkahir adalah suatu perkiraan
(approximation) tentang realitas yang tidak memadai. Jadi perkembangan dari
satu tahap ke tahap yang lainnya disebabkan oleh akumulasi kesalahan di
dalam pemahaman sang anak tentang lingkungannya,

akumulasi ini pada

33

Jacques Veuger, Psikologi Perkembangan, Epistemologi Genetik dan Strukturalisme
menurut Jean Piaget, (Yogyakarta: Yayasan Studi Ilmu dan Teknologi, 1983), hlm. 9.
34

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Jean_Piaget, diakses pada 3/29/2018

35

Ibid.

18

akhirnya menyebabkan suatu ketidakseimbangan kognitif yang perlu ditata
ulang oleh sturuktur pemikiran.36
Karya-karya Jean Piaget antara lain adalah:37
1. Introductioan a I’Epistemologie Genetique
2. La Psychologie de I’intelegence.
3. Logique et connaissance scientifique
4. The Growth of Logical Thinking from Childhood to Adolescence.
5. The Early Growth of Logic in The Child: Classification and Seriation.
6. The Child’s Conception of the World.
7. The Moral Judgement of the Child.
8. The Origin of Intelligence in Childern.
9. The Child’s Construction of Reality.
10. Biology and Knowledge.
11. Sociological Studies.
12. Studies in Reflecting.
Karya-karya lain:38
1. Mathematical Epistemology and Psychology.
2. Les Trois Structures Fondamentales de la vie Psychique: Rythme,
Regulation et groupment.
3. Ou va I’education?
4. Psychology of Intelligence.
5. Logic and Psychology.
6. Play, Dream and Imitation in Childhood.
7. Necessite et Signification des Recherches Comparatives en Psychologie
Genetique. Journal International de Psychologie.
8. Structuralism.
9. Psychology and Epistemology: Towards a Theori of Knowledge.
10. Insights and Illusions of Philosophy.
11. Experiments in Contradiction.
12. The Place of the Sciences of Man in the System of Sciences.
13. The Origin of the Idea of Chance in Children.
14. The Grasp of Consciousness.
15. Success and Understanding.
16. Behaviour and Evolution.
17. Adaption and Intellegence.
18. Les Formes Elementaires de la Dialectique.
19. Intellegence and Affectivity. Their Relationship During Child
Development.
36

Ibid.

37

Ibid.

38

Ibid.

19

20.
21.
22.
23.
24.
25.

Possibility and Necessity.
Commentaru on Vygostky. New Ideas in Psychology,
Psychogenesis and the History of Science.
Towards a Logic of Meanings.
The Psychology of the Child.
The Child’s Conception of Space.

B. Konsep Belajar Jean Piaget
Jean Piaget adalah seorang pakar psikologi kognitif terkemuka.39 Dari sini
penulis dapat menarik sebuah kesimpulan sederhana bahwa corak berfikir dari
Jean Piaget tidak jauh dari teori kognitif. Psikologi Kognitif mulai berkembang
dengan lahirnya teori belajar “Gestalt”, sedangkan peletak dasar Psikologi
Gestalt adalah Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang
pengamatan

dan

problem

solving.40

Sedangkan

Piaget

memberikan

pengembangan lebih lanjut mengenai teori belajar kognitif yakni dengan
dengan nama “Cognitve-development”, dia meneliti mengenai tahap-tahap
perkembangan pribadi serta umur yang mempengaruhi kemampuan belajar
individual.41
Menurut teori kognitif belajar pada asasnya adalah persitiwa mental,
bukan peristiwa behavioral42 (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang
bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar
siswa. Secara lahiriah, seorang anak yang sedang belajar membaca dan
menulis, misalnya tentu menggunakan perangkat jasmaniah (dalam hal ini
mulut dan tangan) untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan
39

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 93.

40

Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan: Landasar Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1998), hlm. 121.
41

Ibid,,, hlm. 123. Lebih lanjut Piaget menyatakan bahwa cara berfikir anak bukan hanya
kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan, tetapi juga berbeda
secara kualitatif. Lihat Fatimah Ibda, Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget, dalam Jurnal
Intelektual, Vol. 3, No. 1. Januari-Juni 2015, hlm. 29.
42

Behavioral adalah sikap/tingkah laku kita sehari-hari. Kadang-kadang, sikap ini dibentuk
oleh latar belakang keluarga, pendidikan, media yang kita konsumsi. Behavior juga merupakan
ekspresi dari karakter seseorang. Lihat https://www.babla.co.id/bahasa-inggris-indonesia/behavior
diakses pada 3/29/2018.

20

tetapi, perilaku mengucapkan kata-kata dna menggorekan pena yang dilakukan
anak tersebut bukan semata-mata respons atas stimulus yang ada, melainkan
yang lebih penting karen dorongan mental yang diatur otaknya. Sehubungan
dengan hal ini, Piaget menyimpulkan “children have a built-in desire to
learn”.43
Menurut Piaget pendidikan adalah sebagai penghubung dua sisi, di satu
sisi individu yang sedang tumbuh dan disisi lain merupakan nilai sosial,
intelektual, dan moral yang menjadi tanggungjawab pendidik untuk mendorong
individu tersebut. Individu berkembang sejak lahir terus berkembang.
Perkembangan tersebut bersifat klausal, namun juga terdapat komponen
normatif, dan juga pendidikan yang menuntut nilai. Nilai ini juga norma yang
berfungsi sebagai penunjuk dalam mengidentifikasi apa yang diwajibkan,
diperbolehkan, dan dilarang. Jadi pendidikan adalah hubungan normatif antara
individu dan nilai.44
C. Proses Belajar Menurut Jean Piaget
Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif,
bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke
dalam diri siswa, melainkan pemberian nama makna oleh siswa melalui proses
asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struktur
kognitifnya.45 Dalam hal ini Jean Piaget memandang bahwa proses berfikir
sebagai aktifitas gradual dan fungsi intelektual, dari konkret menuju abstrak.46
Berkenaan dengan proses belajar piaget melihat perkembangan intelektual
sebagai proses membangun model realist dalam diri. Dalam rangka
memperoleh informasi mengenai cara membangun gambaran batin tentang
43

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995), hlm. 108-109.
44

Saiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2005), hlm.1

45

Asri Budianingsih dalam Nadyana Rizqi, Konsep Belajar dalam Pandangan Islam dan
Barat Serta Aplikasinya dalam Pembelajaran Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang, 2008),
hlm. 105.
46

130.

Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan: Landasar Kerja Pemimpin Pendidikan,,, hlm.

21

dunia luar, sebagian besar masa kecil kita dihabiskan untuk aktif mempelajari
diri kita sendiri dan dunia luar. Piaget menyebutkan, dunia mental anak terdiri
dari dua model struktur, yaitu pola (schemas) dan operasi (operation).47
Piaget menggunakan istilah “Scheme” secara “Interchangeably” dengan
istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang. Scheme
berhubungan dengan:48
1. Reflek bawaan; misalnya bernafas, makan, minum.
2. Scheme mental; misalnya pola tingkah laku yang sukar diamatai seperti
sikap (Scheme of classification) dan pola tingkah laku yang dapat diamati
(scheme of operation).
Sedangkan berhubungan dengan Intelegensi Piaget mengatakan terdiri dari
tiga aspek, yaitu:49
1. Struktur disebut juga “scheme” seperti yang dikemukakan diatas.
2. Isi disebut juga “content” yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu
menghadapai sesuatu masalah.
3. Fungsi disebut juga “function” yang berhubungan dengan cara seseorang
mencapai kemajuan intelektual. Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam
fungsi “invariant” yaitu organisasi dan adaptasi.50
Kesimpulannya menurut Piaget bahwa belajar bukan hanya sebatas
mengingat. Bagi siswa, untuk benar-benar mengerti dan dapat menerapkan
ilmu

pengetahuan

mereka

harus

benar-benar

memecahkan

masalah,

menemukan sesuatu bagi dirinya dan selalu bergulat dengan dengan ide-ide.
Maka, dalam hal ini tugas pendidik bukannya hanya sebatas menuangkan atau
menjejalkan informasi ke dalam benak siswa, melainkan bagaimana konsepkonsep penting dan sangat berguna tersebut tertanam kuat dalam benaknya.
47

Matt Jarvis, Teori-teori Psikolog: Pendekatan Modern Untuk Memahami Perilaku,
Perasaan dan Pikiran Manusia, (Bandung: Nusamedia, 2009), hlm. 142.
48

Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan: Landasar Kerja Pemimpin Pendidikan,,, hlm.

49

Ibid,,, hlm. 124.

123.

50

Fungsi organisasi yaotu berupaka kecakapan seseorang/organism dalam menyusun
proses-proses pisis dan psikis dalam bentuk sistem yang koheren. Sedangkan fungsi adaptasi yaitu
adapatasi individu terhadap lingkungannya, yang terbagi menjadi dua yaitu asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi
maslah dalam lingkungannya, sedangkan akomodasi proses perubahan respon individu terhadap
stimuli lingkungan. Lihat Fatimah Ibda, Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget,,, hlm 31-32.

22

D. Tahap Perkembangan Menurut Jean Piaget
Berdasarkan jenis kesalahan logika yang dibuat anak pada usia yang
berbeda-beda, Piaget mengemukan tahap perkembangan. Menurut

Piaget

perkembangan terdiri dari empat tahap:51
1.
2.
3.
4.

Tahap sensorimotor: 0-2 tahun,
Tahap praoperasional: 2-7 tahun
Tahap operasional konkret: 7-11 tahun
Tahap operasional formal: 11 tahun ke atas.
Lebih lanjut Piaget mengatakan bahwa kita semua melalui keempat tahap

tersebut, meskipun mungkin setiap tahap dilalui dalam usia yang berbeda.
Setiap tahap yang dimasuki ketika otak kita sudah cukup matang untuk
memungkinkan logika jenis baru atau operasi. Berikut adalah uraian singkat
tentang jenis pemikiran yang terjadi pada setiap tahap tersebut.
Tahap Sensorik
Bayi lahir dengan reflex bawaan, skema modifikasi dan digabungkan untuk
membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada masa ini, anak belum
mempunyai konsepsi tentang objek tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal
yang ditangkap dengan inderanya.52 Piaget percaya, selama dua tahun pertama
kehidupan kita, fokus utama kita tertuju pada sensasi fisik dan belajar
mengkoordinasikan tubuh kita.53
Tahap Praoperasional
Pada tahap ini pemikiran anak didasarkan pada pemikiran lambing yang
menggunakam bahasa sensasi fisik, tetapi anak belum banyak mengerti
tentatng aturan logika.54
Tahap Operasional Konkret
Pada tahap ini anak sudah cukup matang untuk pemikiran logika atau operasi,
tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap ini, anak kehilangan
kecendrungannya terhadap animism dan artifisialisme. Egosentrinya berkurang
dan kemampuannya da;am tugas-tugas konservasi menjadi lebih baik. Namun
51

Matt Jarvis, Teori-teori Psikolog: Pendekatan Modern Untuk Memahami Perilaku,
Perasaan dan Pikiran Manusia,,, hlm. 148.
52

132.

Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan: Landasar Kerja Pemimpin Pendidikan,,, hlm.

53
Matt Jarvis, Teori-teori Psikolog: Pendekatan Modern Untuk Memahami Perilaku,
Perasaan dan Pikiran Manusia,,, hlm. 148.
54

Ibid,,, hlm. 149.

23

tanpa objek fisik, anak pada tahap ini masih mengalami kesulitas besar dalam
menyelesaikan tugas-tugas logika.55
Tahap Operasional Formal
Pada tahap ini anak telah mempunyai pemikiran yang abstrak pada bentukbentuk lebih kompleks. Falvel sebagaiman dalam Wasty memberikan ciri
sebagai berikut:56
a. Pada pemikiran anak remaja adalah hypothetico-deductive.
Ia telah dapat membuat hipotesis-hipotesis dari suatu probelma dan
membuat keputusan terhadap problema itu secara tepat, tetapi anak kecil
belum dapat menyimpulkan apakah hipotesisnya ditolak atau diterima.
b. Periode propositional thinking
Remaja telah dapat memberikan statmen atau proposisi berdasarkan pada
data yang konkret. Tetapi kadang-kadang ia berhadapan dengan proporsi
yang bertentangan dengan fakta.
c. Periode combinatorial thinking
Bila rema itu mempertimbangkan tentang pemecahan problem ia telah
dapat memisahkan faktor-faktor yang menyangkut dirinya dan
mengombinasi faktor-faktor itu.

133.

55

Ibid,,, hlm. 149-150.

56

Wasty Sumanto, Psikologi Pendidikan: Landasar Kerja Pemimpin Pendidikan,,, hlm.

24

BAB IV
KOMPARASI TEORI BELAJAR ISLAM DAN BARAT
Pada bab ini penulis akan mencoba menyajikan mengenai komparasi teori
belajar Islam dan Barat secara umum dan juga komparasi teori belajar khusus
yakni mengacu kepada konsep belajar al Ghazali dan Jean Piaget. Berikut adalah
ulasannya:
A. Komparasi Antara Konsep Belajar Islam dan Barat
Pengetahuan yang dalam padangan Islam diistilah dengan al-‘ilmu, yang
mempunyai pengertian: pertama, pengetahuan yang berasal dari wahyu Allah
untuk mengenalnya, kedua pengetahuan yang diperoleh manusia itu sendiri,
baik melalui pengalaman (empiris), rasional dan intuisi. Sedangkan
pengetahuan dalam pandangan Barat adalah suatu fakta empiris atau gagasan
rasional yang dibangun oleh individu itu sendiri melalui pengalamannya.57
Dari dua pandangan diatas, maka dapat diketahui bahwa pengetahuan
dalam Islam

tidak hanya mengakui bahwa ilmu harus dibuktikan secara

empiris dan rasio, melainkan juga terdapat pengetahuan yang bersifat
transenden yang tidak dapat dijangkau indera maupun akal manusia. Hal ini
tentu saja berbeda dengan pandangan Barat, yang mana pengatahuan Barat
bersifat rasional empiris, artinya pengetahuan harus dapat dibuktikan secara
empiris dan dapat diterima oleh rasio manusia.
Ilmu pengetahuan di dunia Islam bersifat aksiologi58. Islam tidak
mengehendaki keterpisahan ilmu dan sistem nilai, seperti yang terjadi di Barat,
ilmu adalah fungsional ajaran wahyu. Islam meletakkan wahyu sebagai
paradigma agamawi yang mengakui eksistensi Tuhan, tidak hanya sebatas
keyakinan semata, tetapi diterapkan dalam kontruksi ilmu pengetahuan. Islam
menolak science for science dan menghendaki terlibatnya moralitas dalam
pencarian kebenaran ilmu. Sedangkan ilmu pengetahuan di Barat lebih
57

Mujamil Qomar dalam Nadyana Rizqi, Konsep Belajar dalam Pandangan Islam dan
Barat Serta Aplikasinya dalam Pendidikan Agama Islam,,, hlm. 132.
58

Aksiologi adalah teori tentang nilai yang membahas tentang manfaat, kegunaan maupun
objek yang dipikiran tersebut.

25

menekankan dimensi epistemologi59. Filsafat ilmu menekankan pada proses
atau metode ilmiah yang dilewati sebagai sarana untuk mencapai kebenaran.
Asumsinya, kebenaran sangat tergantung kepada metode yang digunakan untuk
sampai kepada pengetahuan yang absah, sehingga metode yang digunakan pun
harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.60
Berdasarkan penjelasan diatas, maka konsep belajar Islam dan Barat
adalah sebagai berikut:
No Aspek
1. Konsep Belajar

2.

3.
4.

5.

Konsep Belajar Islam
Prose pencarian pengetahuan
dengan
mengoptimalkan
potensi
(fitrah)
yang
termanifestasi
dalam
perbuatan demi terbentuknya
insan kamil.

Konsep Belajar Barat
Perubahan tingkah laku
atau
watak
yang
menetap sebagai hasil
pengalaman dan latihan
bukan karena proses
pertumbuhan
dan
kematangan
memecahkan
Tujuan Belajar
Tercapainya tujuan hidup Untuk
manusia,
yaitu: masalah
mendekatkan diri kepada
Allah
dan
mampu
mengaktualisasikan potensi
diri demi kemaslahatan
bersama (sebagai khalifah)
Sasaran belajar
Aspek kognitif, afektif, Hanya terpusat pada
psikomotorik dan spiritual
aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik
prinsip
Makna
teori Sekumpulan prinsip dan Sekumpulan
gejala
yang
belajar
gejala
yang
berkaitan dan
dengan
dengan peristiwa belajar berkaitan
yang tidak hanya bersifat peristiwa belajar yang
empirisempiris kuantitaif tetapi juga bersifat
materialistiknormatif kualitatif
kuantitatif.
Pandangan tentang
a. Konsep
belajar Perbuatan mental hanya
belajar
akhlak
adalah bersifat duniawi
pembentukan
perilaku yang mulia
melalui taqlid dan

59
Epistemologi adalah teori pengetahuan, yang membahas tentang bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan dari objek yang dipikirkan.
60

Ibid,,, hlm. 133.

26

6.

7.

8.

ta’wid.
b. Konsep belajar fikr
adalah
pencarian
pengethaun
dan
kebenaran
yang
mampu menerobos
dunia ukhrawi.
c. Konsep
belajar
insaniyah
adalah
pembelajaran dengan
kebebasan
yang
bertanggung jawab.
Pandangan tentang Peserta didik bersifat baik,
peserta didik
aktif, dan dinamis serta
punya kebebasan untuk
mengaktualisasikan
fitrahnya
dengan
tetap
memperhatikan etika dalam
belajar
sebagai
wujud
penghormatan
pada
pendidik.
Pandangan tentang Pendidikan berperan sebagai
pendidik
role
model
(murrabi),
transfer of values (muadib),
transfer
of
knowledge
(mu’alim) sebagai fasilitator
dan motivator
Sumber pengetahuan selain
Sumber
pengetahuan dalam kognisi adalah wahyu (alQur’an) dan al-Hadist
belajar
Perkembangan
Kemampuan
bahasa
bahas pelajar
merupakan
kemampuan
manusia yang membedakan
dengan makhluk lain

Peserta didik bersifat
aktif
yang
dapat
memproses informasi

Pendidik
fasilitator

sebagai

Sumber
pengetahuan
hanya bersifat kognisi

Manusia
memiliki
kemampuan
dan
kesiapan
untuk
mempelajari
bahasa
dengan sendirinya
dan
10. Perkembangan
Sumber
kebenaran dan Kebenaran
ditentukan
moral pelajar
kesalahan ditentukan oleh kesalahan
oleh
kesepakatan
al-Qur’an dan al-Hadist
manusia.
Sumber: Nadyana Rizqi dalam Konsep Belajar dalam Pandangan Islam dan
Barat Serta Aplikasinya dalam Pendidikan Agama Islam.
9.

27

B. Komparasi antara konsep belajar al Ghazali dan Jean Piaget
Adapun komparasi antara konsep belajar al Ghazali dan Jean Piaget
adalah sebagai berikut:
1. Pengerian belajar
a. Al Ghazali
Belajar merupakan proses upaya mendekatkan diri kepada Allah, dan
tidak hanya melulu untuk tujuan duniawi.
b. Jean Piaget
Belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan (peristiwa
mental bukan peristiwa behavioral).
2. Metode belajar
a. Al Ghazali
Al Ghazali membagi menjadi dua strategi, yaitu: pertama, metode khusus
pendidikan agama yakni pada prinsipnya dimulai dengan hafalan dan
pemahaman, kemudian dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu
penegakan dalil-dalil dan keterangan yang menunjang penguatan akidah.
Kedua, metode pendidikan khusus membentuk akhak mulia
menunjukkan bahwa untuk mengadakan perubahan akhlak tercela anak
adalah menyuruhnya melakukan perbuatan yang sebaliknya. Hal ini
dapat dimengerti karena penyakit badan atau raga, maka obatnya adalah
membuang penyakit itu.
b. Jean Piaget
Coorperative learning. Strategi ini membuat siswa lebih mudah
menemukan secara komprehensif konsep-konsep yang sulit jika mereka
mendiskusikannya dengan siswa lain tentang masalah yang dihadapi,
siswa belajar dalam pasangan-pasangan atau kelompok untuk salinf
membantu memcahkan masalah yang dihadapi.
3. Sumber belajar
a. Al Ghazali
Al Qur’an dan Sunnah serta atsar para sahabat.
b. Jean Piaget
1) Pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif dalam diri
seseorang, yaitu melalui pengalaman yang diterima panca indera.
2) Pengetahuan diperoleh melalui pengalaman.
4. Proses berfikir dalam belajar
a. Al Ghazali
Berkaitan dengan belajar, seorang harus memperhatikan proses
perkembangan psikologis anak, yang menurut al Ghazali terdiri dari
tahapan-tahapan sebagai berikut:
28

1) Al Janin
2) Al Thifl
3) At Tamyis
4) Al ‘aqli
5) Al Awliya dan al Anbiya
b. Jean Piaet
Berdasarkan jenis kesalahan logika yang dibuat anak pada usia yang