LAPORAN PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANA

PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN
(Laporan Praktikum Pengendalin Hama Tanaman)

Oleh
Andino Nurponco G.
1414121026
Kelompok 7

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Organisme penggangu tumbuhan (OPT) merupakan salah satu masalah penting
dalam proses produksi pertanian seiring disebabkan oleh adanya serangan hama
dan penyakit. Hama dan penyakit tanaman telah ada sejak manusia mulai
mengolah lahan pertanian (Sembel, 1989).
Adanya hama dan penyakit tersebut belum dapat dikendalikan secara optimal

sehingga mengakibatkan kerugian yang cukup besar baik berupa kehilangan hasil,
penurunan mutu serta menurunkan pendapatan petani (Tulung, 2004).
Pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan.
Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman
untuk berbunga dan menghasilkan benih. Kebanyakan speises tidak akan
memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan
belum mencapai tahapan yang matang untuk berbunga (Mugnisjah dan Setiawan,
1995).
Agar mengetahui hama apa yang menyerang pada tanaman maka sebaiknya petani
mengetahui gejala apa yang terjadi, supaya dalam pengendalian hama bisa
dilakukan secara efektif. Karena jika pengendalian tidak efektif, hanya akan
menimbulkan keruskan bagi lingkungan terutama menggunakan pestisida kimia.
Oleh karena itu dengan praktikum ini diharapkan praktikan dapat mengenali
gejala apa yang terjadi dan disebabkan oleh hama apa.

1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan percobaan dari pratikum ini adalah sebgai berikut :
1.

Mengetahui gejala kerusakan dan jenis hama yang menyerang dan tipe alat

mulutnya.

2.

Mengetahui perilaku menyerang hama dan pengendaliannya.

II. METODOLOGI PRATIKUM

2.1 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kertas, pena.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan untuk praktikum ini adalah gejala dari
tanaman yang terserang oleh Penggerek batang jagung, PBKo dan Oteng-oteng.
2.2 Prosedur Percobaan
Adapun langkah kerja dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Disediakan tanaman yang terkena gejala oleh hama.
2. Diberikan penjelasan oleh asdos tentang gejala dari hama tersebut.
3. Ditulis pengertian yang diberikan oleh asdos.

III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan

Adapun hasil dari praktikum yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :

No

Gambar

Deskripsi Gejala

1

Jagung

-

2

Kopi

-


3

Mentimun

-

Nama
Hama

Tipe
Alat
Mul
ut
Mandib
ulata

Lubang kecil
pada daun
Gerekan pada
batang

Rusaknya
tongkol daun
Batang
dan
tassel mudah
patah

Penggerek
Batang
Jagung
(Ostrinia
furnaca
lis)

Lubang
di
ujung
buah
kopi
Buah

kopi
muda
berguguran
Buah kopi tua
turun mutunya
Bisa
mengakibatkan
kebusukan
Lubang-lubang
pada daun
Terhambatnya
pertumbuhan
tanaman
Tanaman sulit
berkembang

Penggerek
Buah
Kopi
(Hypothene

mus
hampei)

Mandib
ulata

Otengoteng
(Aulacopho
ra
similis)

Mandib
ulata

3.2 Pembahasan
1. Penggerek Batang Jagung (Ostrinia furnacalis)
Kingdom

: Animalia


Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Lepidoptera

Famili

: Crambidae

Genus

: Ostrinia


Spesies

: O. furnacalis

Perilaku menyerang :
Ciri khas serangannya adalah lubang kecil pada daun, gerekan pada batang,
kerusakan pada tassel, dan kerusakan sebagian janggel. Larva O. furnacalis
menyerang semua bagian tanaman jagung. Kehilangan hasil terbesar dapat terjadi
saat serangan tinggi pada fase reproduktif (Kalshoven 1981).
Serangga ini mempunyai ciri khas serangan pada setiap bagian tanaman jagung,
yaitu berupa lubang kecil pada daun, lubang gorokan pada batang, bunga jantan,
atau pangkal tongkol, batang dan tassel yang mudah patah, tumpukan tassel yang
rusak, dan rusaknya tongkol jagung. Larvanya membuat saluran-saluran di dalam
batang selagi menggerogoti jaringan untuk makanannya, sehingga ia disebut juga
penggerek batang jagung atau Asian corn borer.
Bioekologi :


Telur


Telur penggerek batang berukuran 0,90 mm (Valdez dan Adalla 1983). Telur
diletakkan secara berkelompok di bagian bawah daun, bentuknya menyerupai
sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-beda. Menurut Nafus dan Schreiner
(1987), hampir semua telur diletakkan pada daun, terutama daun yang terkulai dan
pucuk. Puncak peletakan telur penggerek batang terjadi pada saat terbentuknya
bunga jantan dan berakhir pada saat pematangan biji. Sekitar 29,27% kelompok
telur diletakkan di atas permukaan daun dan 70,73% di bawah permukaan daun,
masing-masing pada daun ke-4, 5, 6, 7, dan 8 dari bawah (Nonci et al. 2000;
2001). Jumlah telur setiap kelompok berbeda-beda, yakni antara 5−90 butir, tetapi
ada yang lebih dari 100 butir. Di laboratorium, jumlah telur setiap kelompok
beragam dari 2 hingga 200 butir (Van der Laan 1981).
Stadium telur berlangsung 34 hari. Granados (2000) mengemukakan bahwa telur
penggerek batang menetas 3−5 hari setelah diletakkan. Pada waktu diletakkan
telur berwarna bening, ke-mudian berubah menjadi putih kekuning-an setelah hari
kedua dan pada hari ketiga, yakni ketika akan menetas, berubah menjadi hitam.
Warna hitam tersebut menandakan caput (kepala) calon larva. Jumlah telur yang
diletakkan oleh seekor ngengat betina berkisar antara 80−140 butir/hari,
bergantung pada umur tanaman dan bagian tanaman yang dimakan larva (Nonci
dan Baco 1991). Van der Laan (1981) melaporkan bahwa jumlah telur yang
diletakkan seekor ngengat betina adalah 300−500 butir. Telur biasanya diletakkan

pada malam hari hingga dini hari.


Larva

Larva Lama perkembangan larva bervariasi, bergantung pada bagian tanaman
jagung yang dimakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jagung yang berumur
6 minggu paling disenangi oleh larva O. furnacalis. Larva terdiri atas lima instar
dengan ukuran yang berbeda-beda. Larva instar I memiliki panjang 1−3 mm
dengan rata-rata 1,40; larva instar II 3,50−5 mm dengan rata-rata 4,30 mm; larva
instar III 7−12 mm dengan rata-rata 9,10 mm; larva instar IV 13−20 mm dengan
rata-rata 17,20 mm; dan larva instar V 16−24 mm dengan rata-rata 21,50 mm.
Larva yang baru menetas berwarna putih bening dengan caput berwarna hitam.
Larva instar pertama langsung berpencar ke bagian tanaman yang disukai.


Pupa

Pupa terbentuk di dalam batang dengan lama stadium bervariasi 7−9 hari atau
rata-rata 8,50 hari. Pupa yang baru terbentuk berwarna krem, kemudian berubah
menjadi kuning kecokelatan dan menjelang ngengat keluar berwarna cokelat tua.
Menurut Valdez dan Adalla (1983), ukuran pupa betina lebih besar dari pupa
jantan. Pupa jantan dapat dibedakan dari pupa betina, yaitu pada ruas terakhir
abdomen pupa betina terdapat celah yang berasal dari satu titik, sedangkan pada
pupa jantan terdapat celah yang bentuknya agak bulat


Ngengat

Ngengat biasanya muncul dan aktif pada malam hari dan segera berkopulasi.
Seekorngengat betina menghasilkan telur rata-rata 81,10; 133,30; 122,60
butir/hari masing-masing dari ngengat yang larvanya diberi makan bagian
tanaman jagung umur 4, 6, dan 8 minggu (Nonci dan Baco 1991).
Lama hidup ngengat antara 2−7 hari. Ngengat jantan dapat dibedakan dengan
ngengat betina dari ukurannya. Ngengat betina lebih besar daripada ngengat
jantan dan warna sayap jantan lebih terang daripada betina. Ruas terakhir
abdomen ngengat betina juga berbeda dengan ruas terakhir abdomen ngengat
jantan
Pengendalian :


Kultur Teknis

Lakukan penanaman di awal musim dan serentak di daerah yang terinfestasi
penggerek batang; sistem tumpang sari dengan kedelai atau kacang tanah dan
pemotongan sebagian bunga jantan (4 dari 6 baris tanaman).


Pengendalian mekanis/fisik

Memusnahkan gerombolan telur dan larva dengan menggerusnya.


Pengendalian hayati

Pelepasan musuh alami seperti parasit telur Trichogramma spp sebanyak ±
200.00/ha serta predator larva dan pupa Euborellia annulata pada saat 35-45 hari
sesudah penanaman atau segera setelah ditemukan kelompok telur penggerek di
permukaan daun.


Pengendalian kimiawi

Penggunaan insektisida (berbahan aktif karbofuran) ke dalam kuncup bunga pada
30-35 hari setelah tanam; penyemprotan insektisida (berbahan aktif pyrethroid,
monokrotofos, triazofos).

2. Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei)
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insekta

Ordo

: Coleoptera

Famili

: Scolytidae

Genus

: Hypothenemus

Spesies

: Hypothenemus hampei

Perilaku menyerang :
Hama penggerek buah kopi menyerang tanaman dengan membuat lubang pada
sekitar diskus. Buah kopi yang masih muda dan terkena serangan ini akan
berguguran. Sedangkan buah kopi tua yang terserang menyebabkan timbulnya
cacat sehingga kualitasnya menurun.
Berlainan dengan nematoda parasit Serangan ini juga bisa mengakibatkan buah
kopi yang terserang tidak dapat berkembang sehingga busuk dan gugur yang
mencapai 7-14 persen. Sementara kerusakan pada buah kopi tua mencapai hingga
30-80 persen. Serangan ini umumnya dilakukan oleh kumbang betina yang
meletakkan telur-telur di dalam buah kopi (Abidin, 2015).
Bioekologi :
Hama PBKo H. hampei perkembangannya dengan metamorfosa sempurna dengan
tahapan telur, larva, pupa dan imago atau serangga dewasa. Kumbang betina
lebih besar dari kumbang jantan. Panjang kumbang betina lebih kurang 1,7 mm
dan lebar 0,7 mm, sedangkan panjang kumbang jantan 1,2 mm dan lebar 0,6-0,7

mm. Kumbang betina yang akan bertelur membuat lubang gerekan dengan
diameter lebih kurang 1 mm pada buah kopi dan biasanya pada bagian ujung.
Kemudian kumbang tersebut bertelur pada lubang yang dibuatnya. Telur menetas
5-9 hari. Stadium larva 10-26 hari dan stadium pupa 4-9 hari. Pada ketinggian 500
m dpl, serangga membutuhkan waktu 25 hari untuk perkembangannya. Pada
ketinggian 1200 m dpl, untuk perkembangan serangga diperlukan waktu 33 hari .
Lama hidup serangga betina rata-rata 156 hari, sedangkan serangga jantan
maksimal 103 hari.
Kumbang betina menggerek ke dalam biji kopi dan bertelur sekitar 30 -50 butir.
Telur menetas menjadi larva yang menggerek biji kopi. Larva menjadi
kepompong di dalam biji. Dewasa (kumbang) keluar dari kepompong. Jantan dan
betina kawin di dalam buah kopi, kemudian sebagian betina terbang ke buah lain
untuk masuk, lalu bertelur lagi. Serangga dewasa atau imago, perbandingan antara
serangga betina dengan serangga jantan rata-rata 10:1. Namun, pada saat akhir
panen kopi populasi serangga mulai turun karena terbatasnya makanan, populasi
serangga hampir semuanya betina, karena serangga betina memiliki umur yang
lebih panjang dibanding serangga jantan. Pada kondisi demikian perbandingan
serangga betina dan jantan dapat mencapai 500:1. Serangga jantan H.hampei tidak
bisa terbang, oleh karena itu mereka tetap tinggal pada liang gerekan di dalam biji.
Umur serangga jantan hanya 103 hari, sedang serangga betina dapat mencapai 282
hari dengan rata-rata 156 hari. Serangga betina mengadakan penerbangan pada
sore hari, yaitu sekitar pukul 16.00 sampai dengan 18.00 (Wiryadiputra, 2007).

Pengendalian :


Pengendalian dengan Kultur Teknis

Pengendalian hama penggerek melalui kultur teknis dapat dilakukan dengan
metode petik bubuk, lelesan, dan racutan. Petik bubuk adalah pemetikan awal
buah kopi yang terserang maupun normal yang dilakukan pada 15-30 hari
sebelum panen raya. Pemetikan ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan hama
sehingga perlu wadah tertutup agar serangga yang terbawa tidak terbang keluar
lagi. Dikenal pula lelesan yaitu pengambilan buah kopi yang jatuh ke tanah agar

tidak menjadi sarang hama. Lelesan dikerjakan setelah putaran petik panen
rampung. Sedangkan racutan atau rempesan yakni pemetikan massal yang
dilakukan pada buah kopi yang berukuran 5 mm atau lebih, dan masih tertinggal
di pohon sehabis panen.


Pengendalian dengan Mengatur Naungan

Serangga penggerek buah kopi senang hidup di tempat yang memiliki kelembaban
tinggi. Maka dari itu diperlukan upaya untuk mengatur naungan supaya kondisi di
sekitar tanaman kopi tidak terlalu lembab dan gelap. Pengaturan ini dilakukan
dengan memangkas sejumlah bagian atas kopi secukupnya. Pengaturan naungan
dilakukan setelah masa panen dan sebelum pemupukan lanjutan.


Pengendalian melalui Upaya Fisik

Pengendalian hama melalui fisik dilakukan untuk memusnahkan serangga agar
tidak dapat berkembang biak. Prosedurnya yaitu merendam buah kopi yang
terkumpul ke dalam air panas. Selanjutnya buah kopi dikupas untuk diambil
bijinya. Biji kopi tersebut lantas dijemur selama waktu tertentu untuk
mengeringkannya. Sebelum dijual, pastikan kadar air di dalam kopi sekitar 12,5
persen sehingga hama benar-benar tidak mampu hidup.


Pemakaian Varietas Unggulan

Kopi dari varietas unggulan memungkinkan buahnya bisa masak secara
bersamaan. Dengan kata lain, tidak ada kesempatan bagi hama untuk tumbuh dan
berkembang di lahan kopi. Contoh-contoh varietas unggulan kopi arabika yaitu
USDA 230731 dan USDA 230762. Sedangkan contoh varietas kopi robusta
unggulan antara lain BP42, BP288 dan BP234 untuk dataran rendah, serta BP42,
BP358, dan BP409 untuk dataran tinggi. Disarankan pula untuk
mengkombinasikan metode ini dengan sanitasi kebun kopi.


Pengendalian secara Hayati

Pengendalian hama penggerek buah kopi secara hayati dapat dilakukan dengan
memanfaatkan parasitoid Cephalonomi stephanoderis dan jamur patogen
(Beauveria bassiana). Dianjurkan juga mengaplikasikan Beauveria bassiana 2,5 kg
dalam 3 kali aplikasi di setiap satu periode panen. Sedangkan tidak

direkomendasikan mengendalikan hama PBKo secara kimiawi, karena serangga
ini bersembunyi di dalam buah, sehingga metode kimia tidak efisien (Abidin,
2015).

3. Oteng-oteng / Kutu kuya / Kumbang daun (Aulacophora similis)
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Coleoptera

Famili

: Chrysomelidae

Genus

: Aulocophora

Spesies

: Aulacophora similis

Perilaku menyerang :
Aulacophora similis terbang disekitar tanaman mentimun secara berkelompok
baik pada daun muda maupun tua. Pada pertanaman sekala kecil serangga dewasa
dengan mudah diperoleh pada pagi hari. Serangga ini lebih sedikit aktif pada
siang hari daripada pagi hari. Imago jantan berukuran lebih kecil dengan warna
elitra jingga cerah. Imago betina berukuran lebih besar dan memiliki warna elitra
kuning kecoklatan. Kumbang A. similis merusak tanaman mentimun dengan dua
cara, (1) imago memakan daun dan bunga dengan membuat lubang semisirkuler,
(2) larva menyerang akar tanaman (Chanthy, 2010). Serangan larva dalam jumlah
besar dapat mematikan tanaman, dan biasanya terjadi pada area yang ditanami
satu varietas yang sama secara terus menerus tanpa adanya rotasi dengan tanaman
yang bukan inang. Gejala yang ditimbulkan tanaman terserang menjadi layu
karena jaringan akarnya dimakan larva dan daunnya berlubang dimakan kumbang.

Bioekologi :
Periode perkembangan A. similis mulai dari telur sampai dengan imago berkisar
antara 44-52 hari. Stadium telur berkisar antara 10-13 hari. Telur dari serangga ini

berbentuk bulat lonjong dan kecil, berwarna kuning cerah dan diletakkan satu
persatu atau berkelompok di dalam tanah di sekitar pangkal tanaman inang . Telur
yang diletakkan serangga betina bisa mencapai hingga 500 butir (Tsatsia. et.,al.
2011).
Jika tingkat serangan dan populasi serangga pada saat tanaman masih muda cukup
tinggi, maka telur yang dihasilkan juga banyak. Hal ini mengakibatkan produksi
larva cukup tinggi sehingga dapat mematikan tanaman sebelum buah dipanen.
Pada saat akan menetas menjadi larva, telur berubah warna menjadi coklat
kekuningan. Stadium larva berkisar antara 18-21 hari. Larva umumnya berwarna
abu-abu kehitaman, berbentuk subsilindris, agak gemuk, memiliki tiga pasang
tungkai, satu anal proleg dan memiliki duri-duri dipermukaan tubuhnya (Tarno,
2003).
Larva bersembunyi didalam tanah dan merusak akar tanaman dengan cara
memakannya. Serangan larva dapat menyebabkan tanaman yang masih muda
sangat merana dan mengalami kematian sejak phase kecambah. Stadium pupa
berkisar 16-18 hari, lokasi pupa berada didalam gumpalan tanah yang dibuat pada
akhir larva instar III. Pupa memiliki bentuk tipe exarate dan berwarna putih
kekuningan (Tarno 2003).
Imago yang baru terbentuk dari pupa berwarna kuning keputihan, berupa tubuh
yang masih lunak dan akan berubah menjadi imago aktif terbang setelah berumur
satu hari. Pada saat tersebut imago mulai aktif mencari makanan dari daun-daun
muda. Usia imago bisa mencapai hingga beberapa bulan. Setelah bertelur,
serangga betina dapat hidup hingga 10 bulan kemudian (Tsatsia. et.,al. 2011).
Stadium larva dan imago merupakan stadium infektif atau stadium yang merusak
pada pertanaman mentimun. Stadium ini memiliki rentang waktu yang lebih lama
daripada stadium noninfektif (telur dan pupa).
Pengendalian :


Melakukan sanitasi kebun atau lahan.



Menyemprot tanaman dengan insektida berupa Natural BVR atau Pestona



sesuai dengan petunjuk.
Menaburkan nematisida pada pangkal batang segera setelah tanaman terlihat




tumbuh.
Memungut oteng-oteng secara manual dan memusnahkannya.
Penyemprotan dengan insektisida, seperti regent, curacron, dursban atau



matador
Penyemprotan dilakukan saat hama oteng-oteng aktif, yaitu pada pagi dan sore
hari.

IV.KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalash sebgai berikut :
1. Semua hama dalam praktikum ini memiliki tipe alat mulut mandibulata.
2. Kerusakan yang ditimbulkan berbeda-beda meskipun tipe alat mulutnya sama.
3. Ostrinia furnacalis menyerang batang, Hypothenemus hampei menyerang
buah dan Aulacophora similis menyerang daun.
4. PBKo dan Otong-otong berasal daru ordo yang sama yaitu Coleoptera,
sedangkan Penggerek batang jagung berasal dari ordo Lepidoptera.
5.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2015. Cara Jitu Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi.
http://kopinian.com /2015/10 /cara-jitu-pengendalian-hamapenggerek.html. Diakses tanggal 4 April 2016.
Chanthy, P., Stephanie B., and Robert M., 2010. Insects of Upland Crops in
Cambodia. Australian Centre for International Agriculture Research.
Australian Government.
Granados, G. 2000. Maize insects. Tropical Maize. Improvement and production.
Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome. p.
81−349
Irulandi, S., Rajendran, C. R., Chinniah dan Samuel, S.D. 2007. Influence of
weather factors on the incidence of coffee berry borer, Hypothenemus
hampei (Ferrari) (Scolytidae: Coleoptera) in Pulney hills, Tamil Nadu.
Madras Agric.J. 94 (7-12) : 218-231.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru-Van
Hoeve. Jakarta.701 p.v
Mugnisjah,W.Q. dan Setiawan, A. 1995. Produksi Benih. Penerbit Bumi Aksara
Jakarta. Bekerjasama dengan Pusat antar Universitas-Ilmu Hayat. Institut
Pertanian Bogor.
Nafus, O.M. and I.H. Schreiner. 1987. Location of Ostrinia furnacalis
(Lepidoptera: Pyralidae) egg and larvae on sweet corn in relation to plant
growth stage. J. Econ. Entomol. 80(2): 411−416.
Nonci, N. dan D. Baco. 1991. Pertumbuhan penggerek jagung (Ostrinia
furnacalis) Guenee pada berbagai tingkat umur tanaman jagung (Zea mays
L.). Agrikam, Buletin Penelitian Pertanian Maros 6(3): 95−101.
Nonci, N., J. Tandiabang, Masmawati, dan A. Muis. 2000. Inventarisasi musuh
alami penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) di sentra produksi
Sulawesi Selatan. Penelitian Pertanian 19(3): 38−49.
Nonci, N., Masmawati, A. Jabbar, dan D. Baco. 2001. Waktu pelepasan
Trichogramma evanescens Westwood dalam pengendalian penggerek

batang jagung (Ostrinia furnacalis Guenee). Balai Penelitian Tanaman
Jagung dan Serealia Lain. 13 hlm.
Sembel, D. T. 1989. Dasar-Dasar Biologi dan Ekologi Dalam Pengendalian
Serangga. Fakultas Pertanian UNSRAT Manado
Tarno. H., Gatot M. dan Lilik S. 2003. Binomi Kumbang Mentimun Aulacophora
similis Oliver. (Coleoptera; Chrysomelidae) Pada Pertanaman Ketimun
(Cucumis sativus L.). Habitat Vol XIV No.3. Hal : 146-161
Tsatsia, H., Mal, and Grahame J. 2011. Extension Fact Sheet 40: Red pumpkin
beetle. Ministry of Agriculture & Livestock, Solomon Islands. TerraCircle
Inc.
Tulung, M. 2004. Sistem Peramalan Hama. Fakultas Pertanian UNSRAT.
Manado.
Valdez, L.L. and C.B. Adalla. 1983. The biology and behavior of the Asian corn
borer, Ostrinia furnacalis Guenee (Pyralidae: Lepidoptera) on cotton.
Philipp. Entomol. 6(5&6): 621−631.
Van der Laan, P.A. 1981. Pest of Crops in Indonesia. English Translation and
Revision Published of De Plagen van de Culturgewassen in Indonesia. PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.

LAMPIRAN