PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

Eka rahmawati

ABSTRAK
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR
RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN
KERUSAKAN LINGKUNGAN
(Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya
Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh
EKA RAHMAWATI

Kemampuan berpikir rasional dalam belajar harus dimiliki oleh siswa untuk
memperoleh keberhasilan belajar siswa yang optimal. Namun, berdasarkan hasil
observasi dan wawancara dengan guru biologi yang mengajar di kelas VII SMP
Negeri Waway Karya Lampung Timur diketahui bahwa kemampuan berpikir
rasional oleh siswa masih kurang dikembangkan dan didominasi oleh guru. Satu
alternatif yang dapat digunakan untuk membuat siswa aktif dalam berpikir
rasional yaitu dengan model Example Non Example .
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan menggunakan desain

penelitian pretes-postes tak ekuivalen. Sampel penelitian adalah siswa kelas VIIa
sebagai kelas eksperimen dan VIIb sebagai kelas kontrol yang dipilih dari populasi
secara cluster random sampling. Data penelitian ini berupa data kuantitatif dan
kualitatif. Data kuantitatif berupa data KBR yang diperoleh dari rata-rata nilai

ii

Eka rahmawati

pretes dan postes yang dianalisis secara statistik menggunakan uji-t dan uji Mannwhitney U pada taraf kepercayaan 95% dan data kualitatif berupa data aktivitas
belajar siswa yang diambil dengan menggunakan lembar observasi aktivitas
belajar siswa dan angket tanggapan siswa terhadap model Example Non Example.
Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya peningkatan rata-rata nilai pretes dan
postes kemampuan berpikir rasional oleh siswa yang diukur dengan N-gain pada
kelas eksperimen dengan rata-rata 73,15 lebih tinggi daripada rata-rata pada kelas
kontrol yaitu 54,67. Indikator kemampuan berpikir rasional dengan kriteria tinggi
sekali yang dicapai siswa melalui model Example Non Example, yakni indikator
menggali informasi,mengolah informasi, dan mengambil keputusan. Aktivitas
belajar siswa yang menggunakan model Example Non Example, juga mengalami
peningkatan dari pertemuan I dengan rata-rata 74,99 meningkat pada pertemuan II

dengan rata-rata 83,08. Aspek mengemukakan ide/ gagasan berkriteria sangat
baik,aspek bertukar informasi, mengajukan pertanyaan, dan mempresentasikan
hasil diskusi kelompok merupakan aktivitas dengan kriteria baik yang dicapai
siswa pada kelas eksperimen yang menggunakan model Example Non Example,
Kata kunci: Model Example Non Example, kemampuan berpikir rasional,
aktivitas belajar, pencemaran dan keruakan lingkungan .

iii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
1. PENDAHULUAN
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.

1.6.
1.7.

Latar Belakang Masalah .....................................................................
1
Rumusan Masalah ...............................................................................
7
Tujuan Penelitian ................................................................................
7
Manfaat Penelitian ..............................................................................
8
Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................
9
Kerangka Fikir ...................................................................................... 10
Hipotesis ................................................................................................ 12

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) .................. 14
2.2 Model Example Non Example .............................................................. 16
2.3 Keterampilan Berfikir Rasional ........................................................... ... 20

3. METODE PENELITIAN
3.1.
3.2.
3.3.
3.4.

Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 28
Populasi dan Sampel ............................................................................ 28
Desain Penelitian .................................................................................. 28
Prosedur penelitian ................................................................................ 29
3.4.1 Prapenelitian ................................................................................ 29
3.4.2 Pelaksaaan Penelitian ................................................................... 31
3.5. Jenis Dan Teknik Pengambilan Data ................................................... 35
3.5.1 Jenis Data ..................................................................................... 35
3.5.2 Teknik Pengambilan Data ............................................................. 36
3.6. Teknik Analisis Data ............................................................................ 38
3.6.1 Pengolahan Data Aktivitas Siswa ............................................ 38
3.6.2 Pengolahan Data Angket Tanggapan Siswa Terhadap Penggunaan
Model Example Non Example ............................................................ 41
3.7. Mendeskripsikan Kemampuan Berfikir Rasional oleh Siswa............... 45


xiv

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian .................................................................................... 47
4.2. Pembahasan .......................................................................................... 57
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 68
5.2 Saran....................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 69
LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.


Silabus ...................................................................................................
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran .....................................................
Lembar Kerja Siswa .............................................................................
Soal Pretes dan Postes ..........................................................................
Data Hasil Penelitian ............................................................................
Analisis Uji Statistik Data Hasil Penelitian .........................................
Angket Tanggapan Siswa ....................................................................
Foto-Foto Penelitian ............................................................................

xv

74
89
110
156
199
179
178
190


1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut perubahan
paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran, khususnya pada jenis dan
jenjang pendidikan formal (persekolahan), yakni guru diberi kebebasan
untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah dan
siswa. Salah satunya dalam menentukan metode yang dapat menciptakan
situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar proses belajar mengajar dapat
berlangsung sesuai dengan tujuan yang diharapkan (Trianto, 2007:3).

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara peserta didik dan
pengajar yang menggunakan segala sumber daya sesuai dengan perencanaan
yang telah di persiapkan sebelumnya untuk mencapai tujuan. Dalam
pelaksanaannya pendidikan harus mengingat pada prinsip pembelajaran
yang setiap aktivitas dan kegiatannya selalu terpusat pada siswa. Sehingga
dalam pelaksanaan pembelajaran perlu dipertimbangkan model
pembelajaran, metode pembelajaran yang digunakan, tahap-tahap

pembelajaran dan tempat pelaksanaan pembelajaran (Daryanto, 2009 : 14).

2

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diterapkan oleh
sekolah saat ini menghendaki pembelajaran yang berpusat pada siswa atau
student center, sehingga diharapkan siswa aktif dalam proses pembelajaran
(Sagala, 2010:9). Pencapaian tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran
perlu mengintegrasikan kecakapan hidup (life skills), termasuk pembelajaran
IPA sehingga siswa menjadi lebih produktif. Program pendidikan life skills
adalah pendidikan yang dapat memberikan bekal keterampilan yang praktis,
terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja, peluang usaha, dan potensi
ekonomi atau industri yang ada di masyarakat (Anwar 2006:20). Salah satu
kecakapan hidup ( life skills) yang perlu dikembangkan melalui proses
pendidikan adalah keterampilan berpikir (Depdiknas, 2003).

Berpikir adalah salah satu kecakapan hidup yang harus dimiliki oleh setiap
manusia, sehingga siswa yang memiliki kecakapan hidup (life skill) berani
menghadapi problema kehidupan dan mampu memecahkannya (Tim BBE,
2002: 2). IPA adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan objek kajian

yang cukup luas yaitu mahluk hidup. Pendidikan IPA menekankan pada
pemberian pengalaman secara langsung dan sangat erat kaitannya dengan
kecakapan hidup siswa,yang salah satunya mencakup kemampuan berpikir
rasional. Dengan mempunyai kemampuan berfikir rasional, siswa lebih
mudah mempelajari IPA.

Menurut Hutabarat (dalam Saprudin, 2010 : 415) menyatakan bahwa
berpikir rasional merupakan jenis berpikir yang mampu memahami dan

3

membentuk pendapat, mengambil keputusan sesuai dengan fakta dan
premis, serta memecahkan masalah secara logis. Dengan belajar rasional
siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dengan
menggunakan pertimbangan strategi akal sehat, logis, dan sistematis.

Kemampuan berpikir rasional menurut Anwar (2006 : 29) meliputi
kemampuan menggali informasi, kemampuan mengolah informasi,
kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan memecahkan masalah
secara kreatif. Berpikir rasional diperlukan untuk memecahkan

permasalahan yang kita hadapi sehari-hari. Dengan berpikir rasional siswa
akan terlatih untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan nalar atau logika.
Siswa mengidentifikasi permasalahan yang ada berdasarkan data-data dan
fakta-fakta, sehingga siswa akan membuktikan atau menemukan konsep
baru. Selain itu dengan memiliki kemampuan berfikir rasional, siswa lebih
mudah mempelajari IPA.

Berdasarkan hasil observasi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan
Desember 2012, proses pembelajaran biologi kelas VII SMP N 2 Waway
Karya Lampung Timur guru belum pernah melakukan pengamatan terhadap
kemampuan berpikir rasional siswa, siswa jarang sekali dilibatkan dalam
penemuan konsep lewat pengamatan. Selain itu guru masih menggunakan
metode ceramah dan diskusi bahkan dalam penyampaian materi guru di
SMP tersebut jarang menggunakan media pembelajaran dikarenakan
fasilitas sekolah yang kurang memadai. Dengan tanpa menggunakan media,

4

siswa tidak bisa melihat contoh-contoh dari berbagai materi yg dijelaskan
oleh guru, melainkan hanya mendengarkan saja.


Melalui metode ceramah yang hanya berbentuk mengajar dengan
menyampaikan informasi materi dan pengetahuan secara lisan kepada
sejumlah siswa yang umumnya mengikuti secara pasif. Metode tersebut
membuat siswa kurang terlatih dalam berpikir rasional . Tidak efektifnya
penggunaan metode tersebut di duga berdampak negatif terhadap
keterampilan berpikir rasional, seperti siswa menjadi kurang mampu
menggali informasi, mengolah informasi, mengmbil keputusan, dan
memecahkan masalah.

Selain menggunakan metode ceramah, guru juga menggunakan metode
diskusi. Metode diskusi disini hanya berupa tanya jawab antara guru dan
murid yang berlangsung saat guru mempersilahkan siswa yang ingin
bertanya. Metode diskusi biasa seperti ini mempunyai kelebihan seperti
menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai
jalan, menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling
mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh
keputusan yang lebih baik, membiasakan anak didik untuk mendengarkan
pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan
membiasakan bersikap toleransi (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).

5

Selain itu ada juga beberapa kelemahan metode diskusi antara lain metode
ini menyebabkan sangat sedikit siswa yang mau aktif dalam tanya jawab
seperti ini karena beberapa alasan seperti keraguan untuk bertanya, malu
ketika hendak bertanya dan lain-lain.lain. Metode diskusi tidak dapat
dipakai dalam kelompok yang besar, peserta diskusi mendapat informasi
yang terbatas, hanya dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara,
biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Djamarah,
2000). Jadi dengan metode diskusi kurang kurang memunculkan
kemampuan berfikir rasional siswa.

Pembelajaran yang dilakukan tersebut nampaknya membosankan bagi siswa
sehingga siswa cenderung menganggap IPA sulit, membosankan dan kurang
menarik. Selama ini kemampuan siswa hanya diukur berdasarkan hasil
belajar saja yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain
itu juga terlihat dari instrumen penilaian (evaluasi) khususnya soal yang
diberikan guru hanya sebatas penguasaan materi saja tanpa ada indikator
kemampuan berpikir rasional yang dapat melatih siswa untuk terbiasa
menganalisis permasalahan dan menyelesaikannya dengan berpikir rasional.

Keadaan tersebut di atas diduga berpengaruh terhadap hasil belajar pada
aspek kognitif siswa. Hal ini ditunjukkan dari masih rendahnya pencapaian
penguasaan materi IPA. Berdasarkan hasil ujian siswa kelas VII SMP N 2
Waway Karya Lampung Timur semester genap tahun 2011/2012, diketahui
bahwa rata-rata ketuntasan hasil belajar siswa pada materi pencemaran dan

6

kerusakan lingkungan hanya 59,02. Hanya 40% siswa yang mendapatkan
nilai ≥ 70. Nilai tersebut belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 100% siswa yang harus mencapai
nilai ≥ 70.

Pada proses pembelajaran perlu adanya kegiatan pembelajaran yang menarik
dan dapat meningkatkan aktivitas siswa serta meningkatkan kemampuan
berfikir rasional khususnya pada materi pokok Kerusakan dan Pencemaran
Lingkungan. Salah satu alternatif pada proses pembelajaran yang
diharapkan dapat efektif digunakan yaitu dengan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Examples Non Examples. Pada pembelajaran
dengan model ini, siswa belajar dari satu definisi yang selanjutnya
digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih
mendalam dan lebih kompleks; siswa akan terlibat dalam satu proses
memahami sehingga mendorong untuk membangun suatu konsep; siswa
diberi konsep examples non examples sehingga akan timbul konflik kognitif
(pola pikir) yang kemudian akan memacu siswa untuk mengeksplorasi
karakteristik konsep untuk mempertimbangkan contoh dan bukan contoh
(Depdikbud, 1999:219). Sehingga dengan kegiatan tersebut, siswa dapat
lebih memahami materi pencemaran dan kerusakan lingkungan.

Penelitian yang menunjukkan keberhasilan penggunaan model
pembelajaran kooperatif terbukti dapat meningkatkan kemempuan berfikir
rasional siswa antara lain Arianti ( 2012:1), Christy (2012:1), Halimat

7

(2012:1) menyatakan bahwa melalui penerapan model pembelajaran
kooperatif yang tepat seperti tipe Examples Non Examples ini dapat
membantu siswa dalam meningkatkan kecakapan berpikir rasional, yaitu
siswa mengalami peningkatan seperti menggali informasi lebih banyak,
mengolah informasi secara cerdas, mengambil keputusan dengan tepat, dan
memecahkan masalah dengan arif dan kreatif.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan penelitian dengan judul
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Examples Non
Examples Terhadap Kemampuan Berfikir Rasional Siswa Pada Materi
Pokok Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kelas VII di SMP Negeri 2
Waway Karya” pada materi pokok Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1. Adakah pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
Example Non Example terhadap peningkatan kemampuan berfikir
rasional siswa pada materi pokok pencemaran dan kerusakan
lingkungan di SMP Negeri 2 Waway karya Lampung Timur tahun
ajaran 2012 / 2013 ?
1.2.2. Adakah pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
Example Non Example terhadap aktifitas belajar siswa pada materi

8

pokok pencemaran dan kerusakan lingkungan di SMP Negeri 2
Waway karya Lampung Timur tahun ajaran 2012 / 2013 ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah
1.3.1

untuk mengetahui Pengaruh penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Example Non Example terhadap kemampuan berfikir
rasional siswa pada materi pokok pencemaran dan kerusakan
lingkungan di SMP Negeri 2 Waway karya Lampung Timur tahun
ajaran 2012 / 2013.

1.3.2

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Example Non Example terhadap aktifitas belajar siswa
pada materi pokok pencemaran dan kerusakan lingkungan di SMP
Negeri 2 Waway karya Lampung Timur tahun ajaran 2012 / 2013 ?

1.4. Manfaat Penelitian
Setelah diadakannya penelitian ini, maka hasilnya dapat digunakan untuk:
1. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman mengajar sebagai calon guru dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example
dalam melatih kemampuan berpikir rasional siswa dalam proses
pembelajaran.
2. Bagi guru
a. Untuk memberikan alternatif model pembelajaran yang dapat
digunakan untuk mengoptimalkan keterampilan berpikir rasional siswa.

9

b. Menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example
sebagai salah satu alternatif model pembelajaran yang digunakan untuk
memecahkan masalah-masalah pembelajaran di kelas.
3. Bagi siswa
a. Memberikan pengalaman belajar yang berbeda dalam mempelajari
materi pokok pencemaran dan kerusakan lingkungan.
b. Membiasakan siswa untuk bekerjasama dalam kelompok.
c. Mendorong siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran dan
dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam belajar di kelas.
d. Melatih kemampuan berpikir rasional siswa sehingga lebih tanggap
terhadap masalah yang terjadi di lingkungan sekitar, berusaha mencari
alternatif pemecahan masalahnya sehingga siswa termotivasi untuk
belajar IPA dan meningkatkan kecakapan hidup siswa
4. Bagi Sekolah
Model pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example yang
digunakan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai
upaya untuk meningkatkan kualitas kegiatan pembelajaran IPA di
sekolah

1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk memberi kejelasan dalam penelitian, berikut dikemukakan beberapa
batasan yaitu :
1. Model pembelajaran Example Non Example merupakan salah satu model
pembelajaran dengan langkah-langkah pembelajaran: guru mempersiapkan
gambar-gambar tentang permasalahan yang sesuai dengan pembelajaran,

10

guru menayangkan gambar tentang peran manusia dalam pengelolaan
lingkungan, guru memberi petunjuk dan memberikan kesempatan pada
siswa untuk memperhatikan/menganalisis permasalahan yang ada pada
gambar, siswa mendiskusikan permasalahan yang ada pada gambar dengan
teman kelompoknya dan mencatat hasil diskusi, setiap kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya, mulai dari komentar /hasil diskusi dari
siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
2. Indikator berpikir rasional yang diukur dalam penelitian ini adalah
kemampuan menggali informasi, mengolah informasi, mengambil
keputusan dan memecahkan masalah.
3. Materi dalam penelitian ini adalah materi pokok Pencemaran dan
Kerusakan Lingkungan dengan kompetensi dasar mengaplikasikan peran
manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan
kerusakan lingkungan (KD 7.4)
4. Sampel penelitian adalah siswa kelas VIIa sebagai kelas eksperimen dan
kelas VIIb sebagai kelas kontrol di SMP Negeri 2 Waway Karya

1.6. Kerangka Pikir
Pendidikan kecakapan hidup merupakan investasi yang sangat berharga
dalam menghasilkan manusia yang terampil dan berkeahlian dalam bidangbidang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Salah
satu jenis kecakapan yang dapat menunjang kecakapan hidup seseorang
adalah dengan meningkatkan kecakapan berpikir rasional siswa. Berpikir
secara rasional adalah kecakapan seseorang secara logika atau rasio secara

11

maksimal. Dengan menggunakan pikiran secara rasional itu maka seseorang
akan terbiasa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tenang
dan akan lebih mendahulukan pikiran yang logis dibanding hanya dengan
menggunakan emosi atau perasaan saja.

Begitu pentingnya kemampuan berpikir rasional seharusnya hal ini menjadi
salah satu tujuan dari pendidikan, sehingga peserta didik tidak hanya
diciptakan untuk pandai dalam mengerjakan soal-soal melainkan pandai
dalam menyelesaikan masalah hidup yang dihadapi. Terutama dalam mata
pelajaran IPA, sebagai salah satu mata pelajaran sains yang muatan
materinya lebih banyak sehingga tidak dimungkinkan siswa untuk
menghafalnya. Siswa dituntut untuk lebih memahami konsep IPA dan
mengembangkan daya nalar dalam mempelajari IPA dan memecahkan
masalah yang dihadapi sehari-hari.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan mempermudah siswa dalam
memahami pelajaran IPA. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mampu
memilih dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi
yang akan disampaikan. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut
adalah dengan model pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example
akan memunculkan aspek kemampuan berpikir seperti kemampuan
menggali informasi, kemampuan mengolah informasi, kemampuan

12

mengambil keputusan dan kemampuan memecahkan masalah. Sebab dengan
gambar pengertian-pengertian yang tadinya bersifat abstrak dapat menjadi
kongkrit. Oleh karena itu, siswa lebih mudah dalam menggali dan mengolah
informasi yang dibutuhkan. Melalui pembelajaran kooperatif tipe Example
Non Example siswa dilatih untuk bekerja dengan sesama siswa dalam
suasana gotong royong. Siswa belajar berani bertanya atau mengemukakan
pendapat selama proses pembelajaran berlangsung.

Hal ini disebabkan dalam pembelajaran koopertaif tipe Example Non
Example adalah salah satu model pembelajaran dengan langkah-langkah
pembelajaran: guru mempersiapkan gambar-gambar tentang permasalahan
yang sesuai dengan pembelajaran, guru menempelkan gambar di Lembar
Kerja Kelompok (LKK), guru memberi petunjuk dan memberikan
kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisis permasalahan
yang ada pada gambar, siswa mendiskusikan permasalahan yang ada pada
gambar dengan teman kelompoknya dan mencatat hasil diskusi, setiap
kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, mulai dari komentar /hasil
diskusi dari siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin
dicapai.

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example sedangkan variabel
terikatnya ialah kecakapan berpikir rasional. Hubungan antara hasil variabel
tersebut digambarkan dalam diagram berikut

13

X

Y

Gambar 1. Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Keterangan : X :Model pembelajaran kooperatif Tipe Example Non Example
Y ; Kecakapan Berpikir Rasional

1.7. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
1.7.1.

H0 = Tidak ada pengaruh yang signifikan dari penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example terhadap
peningkatan keterampilan berpikir rasional siswa.
H1 = Ada pengaruh yang signifikan dari penggunaan model
pembelajarn tipe Example Non Example terhadap peningkatan
keterampilan berpikir rasional siswa.

1.7.2.

Penggunaan model pembelajaran tipe Example Non Example
berpengaruh terhadap aktivitas belajar siswa pada pembelajaran dengan
materi pokok pencemaran dan kerusakan lingkungan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Belajar kooperatif (Cooperatif Learning) adalah metode pembelajaran yang
didesain untuk mengembangkan kerjasama dan tanggung jawab siswa.
Metode ini dirancang untuk mengurangi persaingan yang banyak ditemui di
kelas dan cenderung mengarah pada pola “kalah dan menang” (Slavin dalam
Anonim, 2009:1). Definisi di atas menjelaskan bahwa belajar kooperatif
merupakan model pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antara
siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar
kooperatif kontruktivisme. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky
yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni
fase mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau
kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap
dalam individu tersebut. Implikasi dari teori vigotsky dikehendakinya
susunan kelas berbentuk kooperatif. Model Pembelajaran kooperatif sangat
berbeda dengan model pengajaran langsung. Di samping model pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model

15

pembelajaran kooperatif juga efektif untuk rnengembangkan keterampilan
sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalarn
membantu siswa memahami konsep konsep yang sulit.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,
pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa
kelompok bawah maupun kelompok atas kerja bersama menyelesaikan tugas
tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa
kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang
memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa
kelompok atas akan meningkat kemapuan akademiknya karena memberi
pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan pemikiran lebih dalam tentang
hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.

Lebih lanjut (Dzaki, 2010:1) menjelaskan tujuan penting lain dari
pembelajaran kooperatif adalah untuk rnengajarkan kepada siswa
keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk
dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian
besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dan di
mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara itu, banyak
anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.
Situasi ini dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu
dapat mengakibatkan tindak kekerasan atau betapa sering orang menyatakan
ketidakpuasan pada saat diminta untuk bekerja dalarn situasi kooperatif

16

2.2. Model Example Non Example
Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat bermacam-macam model
pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang banyak digunakan adalah
Model Examples Non Examples, dengan langkah sebagai berikut:
1.

Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran

2.

Guru menempelkan gambar di papan tulis atau menayangkan melalui
LCD

3.

Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk
memperhatikan/menganalisa gambar

4.

Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa
gambar tersebut dicatat pada kertas

5.

Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya

6.

Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi
sesuai tujuan yang ingin dicapai

7.

Kesimpulan

Menurut Herdian, singkatnya model pembelajaran Examples Non Examples
adalah:
1.

Persiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan
kompetensi,

2.

Sajikan gambar ditempel atau pakai LCD,

3.

Dengan petunjuk guru siswa mencermati sajian,

4.

Diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi,

5.

Presentasi hasil kelompok,

17

6.

Bimbingan penyimpulan,

7.

Evaluasi dan

8.

Refleksi.

Menurut Kiranawati Examples Non Examples adalah metode belajar yang
menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus/gambar yang
relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1.

Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran

2.

Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat LCD.

3.

Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
memperhatikan/menganalisa gambar.

4.

Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa
gambar tersebut dicatat pada kertas.

5.

Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.

6.

Mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi
sesuai tujuan yang ingin dicapai.

7.

Kesimpulan.

Kebaikan model ini adalah Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar. Siswa diberi
kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Sedangkan kekurangannya
adalah, tidak semua materi dapat disajikan dlam bentuk gambar. Memakan
waktu yang lama.

18

Examples Non Examples adalah taktik yang dapat digunakan untuk
mengajarkan definisi konsep. Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan
siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari examples dan
non-examples dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk
mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Examples
memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi
yang sedang dibahas, sedangkan Non-Examples memberikan gambaran akan
sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas
(Hamzah, 2009:113).

Examples Non Examples dianggap perlu dilakukan karena suatu definisi
konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi
definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa
terhadap Examples dan Non-Examples diharapkan akan dapat mendorong
siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.

Setiap Model pembelajaran memiliki beberapa keuntungan. Menurut Buehl
(Depdikbud, 1999:219) mengemukakan keuntungan metode Examples Non
Examples antara lain:
1.

Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk
pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih kompleks.

2.

Siswa terlibat dalam satu proses penemuan, yang mendorong mereka
untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari
examples dan non examples

19

3.

Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik
dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non examples yang
dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu
karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian examples.

Model pembelajaran examples non examples dapat menarik minat belajar
siswa karena guru menyajikan contoh-contoh berupa gambar yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Namun, dalam menyajikan contoh-contoh
tersebut ada hal-hal yang harus diperhatikan. Ini diperkuat oleh pendapat
Tennyson dan Pork (Slavin, 2002:59) yang menyarankan bahwa jika guru
akan menyajikan contoh dari suatu konsep maka ada tiga hal yang seharusnya
diperhatikan, yaitu:
1.

Urutkan contoh dari yang mudah ke yang sulit.

2.

Pilih contoh-contoh yang berbeda satu sama lain.

3.

Bandingkan dan bedakan contoh-contoh dan bukan contoh.

Berdasarkan uraian di atas, maka menyiapkan pengalaman dengan contoh dan
non-contoh akan membantu siswa untuk membangun makna yang kaya dan
lebih mendalam dari sebuah konsep penting. Joyce dan Weil
(Suratno,2009:9) telah memberikan kerangka konsep terkait strategi tindakan,
yang menggunakan model Examples Non examples, sebagai berikut:
1.

Menggeneralisasikan pasangan antara contoh dan non-contoh yang
menjelaskan beberapa dari sebagian besar karakter atau atribut dari
konsep baru. Menyajikan itu dalam satu waktu dan meminta siswa untuk

20

memikirkan perbedaan apa yang terdapat pada dua daftar tersebut.
Selama siswa memikirkan tentang tiap examples dan non-examples
tersebut, tanyakanlah pada mereka apa yang membuat kedua daftar itu
berbeda.
2.

Menyiapkan examples dan non examples tambahan, mengenai konsep
yang lebih spesifik untuk mendorong siswa mengecek hipotesis yang
telah dibuatnya sehingga mampu memahami konsep yang baru.

3.

Meminta siswa untuk bekerja berpasangan untuk menggeneralisasikan
konsep examples dan non-examples mereka. Setelah itu meminta tiap
pasangan untuk menginformasikan di kelas untuk mendiskusikannya
secara klasikal sehingga tiap siswa dapat memberikan umpan balik.

4.

Sebagai bagian penutup, adalah meminta siswa untuk mendeskripsikan
konsep yang telah diperoleh dengan menggunakan karakter yang telah
didapat dari examples dan non-examples.

Berdasarkan hal di atas, maka penggunaan model examples non examples
pada prinsipnya adalah suatu upaya untuk memberikan kesempatan seluasluasnya kepada siswa untuk menemukan konsep pelajarannya sendiri melalui
kegiatan mendeskripsikan pemberian contoh dan bukan contoh terhadap
materi yang sedang dipelajari.

2.3. Keterampilan Berpikir Rasional
Berpikir pada umumnya didefinisikan sebagai proses mental yang dapat
menghasilkan pengetahuan. Poespoprodjo dan Gilarso berpendapat berpikir

21

adalah suatu kegiatan akal untuk mengolah pengetahuan yang telah diperoleh
melalui indra dan ditujukan untuk mencapai kebenaran (1985 dalam Rahayu
2007:8). Vincent Ruggiero (1999 dalam Rahayu, 2007:7) mengartikan
berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau
memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk
memahami; berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian
makna.

Menurut Reason (dalam Sanjaya, 2008:228) berpikir (thinking) adalah proses
mental seseorang yang lebih dari sekedar mengingat (remembering) dan
memahami (comprehending). Mengingat dan memahami lebih bersifat pasif
dari pada kegiatan berpikir. Berpikir yang merupakan suatu proses mental
memerlukan kemampuan mengingat dan memahami.Berpikir merupakan
kapabilitas unik yang dimiliki manusia secara alami dan menjadi ciri
pembeda manusia dari makhluk hidup lainnya.

Definisi-definisi berpikir di atas membuat keberadaannya menjadi penting
dalam dunia pendidikan terutama dalam proses pembelajaran. Sebagai
fasilitator dalam proses pembelajaran, guru memiliki kemampuan untuk ikut
andil dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Untuk melatih
kemampuan berpikir siswa, seorang pendidik dapat melatih siswanya dengan
cara menunjukkan cara berpikir melalui semua mata pelajaran. Memberikan
contoh-contoh kasus cara berpikir yang baik, memberikan masalah yang

22

menuntut siswa berpikir, dan menerapkan keterampilan untuk mengambil
keputusan.

Costa ( dalam Arifin, 2000) menyatakan bahwa kegiatan berpikir yang
dilakukan dalam proses, digunakan keterampilan berpikir dasar dan
keterampilan berpikir kompleks (tinggi). Menurutnya, yang termasuk dalam
keterampilan berpikir dasar meliputi kualifikasi, klasifikasi, hubungan
variabel, transformasi, dan hubungan sebab akibat. Sedangkan keterampilan
berpikir kompoleks meliputi problem solving, pengambilan keputusan,
berpikir kritis, berfikir rasional, dan berpikir kreatif. Menurut Whitehead
(Arifin, 2000), hasil nyata dalam pendidikan adalah proses berpikir yang
diperoleh melalui pengajaran dari berbagai disiplin ilmu. Selain keterampilan
proses, siswa juga perlu memiliki self guided inquiry, suatu kemampuan
berpikir untuk menghadapi perubahan teknologi yang cepat ini.

Costa (dalam Belina, 2008:17) berpendapat bahwa berpikir umumnya
diartikan sebagai suatu proses kognitif, suatu kegiatan mental untuk
memperoleh pengetahuan. Sedangkan Turner (dalam Belina, 2008:17)
berpendapat bahwa proses kognitif ini dilandasi oleh unsur-unsur apersepsi,
memori, intuisi, dan penalaran serta melibatkan intelegensi dan bahasa.
Selain itu Smit dan Jones (dalam Belina 2008:18) berpendapat bahwa
berpikir merupakan proses mental yang terjadi dalam diri individu sebagai
respon dari datangnya stimulus dari luar. Dan proses berpikir bertujuan untuk
memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan

23

masalah, dan menghasilkan solusi yang baru. Menurut Poespoprodjo (1999
dalam Rahayu, 2007:7) berpikir adalah daya yang paling utama dan
merupakan ciri khas yang membedakan antara manusia dengan hewan.

Berpikir pada umumnya merupakan proses kognitif dan aksi mentalar yang
dapat menghasilkan pengetahuan. Pada dasarnya proses berpikir manusia
tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi dapat dilihat dari hasil yang
dimunculkan. Hasil berpikir itu dapat diwujudkan dalam bahasa menurut
Poespoprojo (1997 dalam Rahayu, 2007:7). Hal ini diperkuat pula oleh
pendapat Dahar (1992:6) menyatakan bahwa berpikir itu sama dengan
berbahasa. Orang yang pandai menemukakan sesuatu lewat bahasa jelas,
teratur dan terarah maka dapat ditebak orang itu berpikir bagus.

Salah satu jenis dari keterampilan berpikir adalah keterampilan berpikir
rasional. Menurut Syafaruddin dan Anzizhan (dalam Fitriyanti, 2009:41)
berpikir rasional adalah seperangkat kemampuan yang digunakan untuk
melihat apa yang kita peroleh untuk menemukan permasalahan dan tindakan
yang akan mengarahkan kita pada pencapaian tujuan.

Berpikir rasional adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang berkaitan
dengan pemecahan masalah. Umumnya siswa yang berpikir rasional akan
menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab
pertanyaan “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” (Syah dalam Rahayu,
2007:8). Rebber berpendapat bahwa berpikir rasional menuntut siswa untuk

24

menggunakan logika dalam menentukan sebab-akibat, menganalisa, menarik
kesimpulan, menciptakan hukum (kaidah teoritis), dan bahkan menciptakan
ramalan-ramalan Hamalik (1994:144), mengatakan bahwa belajar rasional
adalah belajar secara logis dan rasional (sesuai dengan akal sehat). Dengan
belajar rasional siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk memecahkan
masalah dengan menggunakan pertimbangan strategi akal sehat, logis dan
sistematis. Menurut Anwar (2006:29) kemampuan berpikir rasional
mencakup antara lain: kemampuan menggali dan menemukan informasi,
kemampuan mengolah informasi dan mengambil keputusan serta kemampuan
memecahkan masalah secara kreatif

Terdapat indikator-indikator yang dapat dikenali untuk menentukan apakah
seseorang telah memiliki kemampuan berfikir rasional atau belum. Menurut
Hutabarat (dalam Belina, 2008:18) berpikir rasional merupakan jenis berpikir
yang mampu memahami dan membentuk pendapat, mengambil keputusan
sesuai dengan fakta dan premis serta memecahkan masalah secara logis.

Indikator kemampuan berpikir rasional (thinking skills) menurut Tim BBE
(2002:7) yaitu:
1. Kemampuan Menggali Informasi
Menurut Budiyanti (2002 dalam Belina, 2008:18), kemampuan menggali
informasi ini membutuhkan beberapa kemampuan dasar yakni
kemampuan membaca, menghitung dan kemampuan observasi. Oleh
karena itu, anak belajar membaca bukan sekedar “membunyikan huruf
dan kalimat”, tetapi mengerti maknanya, sehingga yang bersangkutan

25

dapat mengerti informasi apa yang terkandung dalam bacaan tersebut.
Siswa yang belajar berhitung, hendaknya bukan sekedar belajar
secara mekanistik menerapkan kalkulasi angka dan bangun, tetapi
mengartikan apa informasi yang diperoleh dari kalkulasi itu.
Selain itu observasi dapat dilakukan dengan bermacam cara, diantaranya
dengan pengamatan fenomena alam/ lingkungan, melalui kejadian yang
terjadi sehari-hari, dan lewat peristiwa yang teramati secara langsung
maupun dari berbagai media cetak maupun elektronik termasuk internet.
Tujuan dari kemampuan ini adalah untuk memperoleh data-data yang
penting dan berperan dalam menentukan keputusan.

2. Kemampuan Mengolah Informasi
Agar informasi yang telah tergali lebih bermakna maka informasi harus
diolah. Hasil olahan itulah yang sebenarnya dibutuhkan oleh manusia.
Oleh karena itu, kecakapan berpikir tahap berikutnya adalah kemampuan
mengolah informasi. Mengolah informasi artinya memproses informasi
tersebut menjadi simpulan. Untuk dapat mengolah suatu informasi
diperlukan kemampuan membandingkan, membuat perhitungan tertentu,
membuat analogi, sampai membuat analisis sesuai dengan informasi
yang diolah maupun tingkatan simpulan yang diharapkan ( Tim BBE:
2002 dalam Belina 2008:20). Tujuan dari pengolahan informasi adalah
untuk membuat kesimpulan mengenai alternatif pemecahan masalah.
Oleh karena itu kemampuan-kemampuan tersebut penting untuk
dikembangkan melalui mata pelajaran yang sesuai.

26

3. Kemampuan Mengambil Keputusan
Keputusan (decision) berarti pilihan, yakni pilihan dari dua atau lebih
kemungkinan. Siagian (dalam Belina, 2008:20), berpendapat bahwa
„keputusan pada dasarnya merupakan pilihan yang secara sadar
dijatuhkan atas satu alternatif dari berbagai alternatif yang tersedia,
Sedangkan Suryadi dan Ramdhani (dalam Belina, 2008:20), berpendapat
bahwa „pengambilan keputusan pada dasarnya adalah bentuk pemilihan
dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih yang prosesnya
melalui mekanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan sebuah
keputusan yang terbaik’.

Dalam penelitian ini, keputusan diartikan sebagai pilihan terhadap segala
alternatif yang tersedia setelah dilakukan pertimbangan, sedangkan
pengambilan keputusan adalah suatu kegiatan atau pemilihan salah satu
alternatif yang ada, tujuannya untuk memperoleh alternatif dalam solusi
pemecahan yang lebih baik.

4. Kemampuan Memecahkan Masalah Secara Kreatif
Tim BBE ( dalam Belina, 2008:21), menyatakan bahwa pemecahan
masalah yang baik tentu berdasarkan informasi yang cukup dan telah
diolah dan dipadukan dengan hal-hal lain yang terkait. Pemecahan
masalah memerlukan kreativitas dan kearifan. Kreativitas untuk
menemukan pemecahan yang efektif dan efisien, sedangkan kearifan
diperlukan karena pemecahan harus selalu memperhatikan kepentingan

27

berbagai pihak dan lingkungan sekitarnya. Jadi, yang dimaksud dengan
pemecahan masalah secara kreatif dalam penelitian ini adalah
kemampuan siswa dalam mencari berbagai alternatif pemecahan masalah
yang mungkin dilakukan dan kecakapan siswa dalam menghasilkan
solusi yang efektif dan efisien.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada siswa kelas VII semester genap tahun
pelajaran 2012/2013, di SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur pada
bulan Mei 2013.

3.2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2
Waway Karya Lampung Timur Tahun Ajaran 2012/2013 yang berjumlah 3
kelas. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster
random sampling, Menurut Sugiyono ( 2009:83-84) bahwa teknik cluster
random sampling dilakukan dengan cara memilih secara acak kelompok
individu yang terpilih mewakili populasi dan melibatkan seluruh individu
dalam kelompok tersebut sebagai subyek. Kelas yang menjadi sampel
penelitian ini adalah kelas VIIa yang berjumlah 33 orang sebagai kelas
eksperimen dan kelas VIIb yang berjumlah 30 orang sebangai kelas kontrol.

29

3.3. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pretes-postes
kelompok non ekuivalen. Kelas eksperimen diberi perlakuan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Examples Non Examples sedangkan
kelas kontrol diterapkan metode ceramah dan diskusi. Hasil pretes dan
postes pada kedua kelas subyek dibandingkan.
Struktur desainnya adalah sebagai berikut :
Kelompok

Pretes

Perlakuan

Postes

I

O1

X

O1

II

O1

C

O2

Gambar. 2 Desain pretes -postes tak ekuivalen
Keterangan : I = kelompok eksperimen; II = kelompok kontrol; O1 =
pretes; O2 = postes; X = perlakuan model example non
example ; C = diskusi (dimodifikasi dari Riyanto, 2001:43)

3.4. Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu prapenelitian dan pelaksanaan
penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut, sebagai berikut:

3.4.1.Prapenelitian
Kegiatan yang dilakukan pada prapenelitian adalah:
(a) Membuat surat izin penelitian pendahuluan (observasi) di FKIP
Universitas Lampung untuk SMP Negeri 2 Waway Karya, tempat
diadakannya penelitiaan.

30

(b) Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian,
untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang akan diteliti.
(c) Mengambil dua kelas sebagai sampel secara acak, yakni kelas VIIa
sebagai kelas eksperimen dan VIIb sebagai kelas kontrol.
(d) Mengambil data yang akan digunakan sebagai acuan dalam pembuatan
kelompok.
(e) Membentuk kelompok pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang
bersifat heterogen berdasarkan nilai akademik siswa, 2 siswa dengan
nilai tinggi, 1 siswa dengan nilai sedang, dan 2 siswa dengan nilai yang
rendah. Setiap kelompok terdiri dari 5-6 orang siswa (Lie, 2004 : 42).
Nilai diperoleh dari dokumentasi guru kelas
(f) Menyiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama
proses pembelajaran di kelas yang terdiri atas Silabus, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), berbagai macam gambar pendukung
materi pembelajaran, Lembar Kerja Kelompok (LKK), soal pretes dan
postes sesuai dengan materi pembelajaran yang akan diteliti yaitu
materi pokok pencemaran dan kerusakan lingkungan.
(g) Membuat angket tanggapan siswa terhadap model pembelajaran
kooperatif tipe examples non examples.
(h) Membuat lembar observasi aktivitas siswa.
(i) Menyiapkan lembar catatan lapangan.
(j) Melakukan uji validitas pada tiap butir soal yang akan digunakan dalam
pretes dan postes. Uji validitas digunakan untuk mengukur tingkat
kevalidan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini. Instrumen

31

yang valid adalah instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur apa
yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2008:173)

3.4.2.Pelaksanaan Penelitian
Mengadakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif
tipe examples non examples untuk kelas eksperimen dan metode diskusi
untuk kelas kontrol. Penelitian ini direncanakan sebanyak dua kali
pertemuan. Pertemuan pertama membahas sub materi pengertian serta
berbagai macam pencemaran lingkungan serta peran manusia dalam masalah
kerusakan lingkungan. Pertemuan kedua membahas sub materi tentang
aplikasi peran manusia untuk mengatasi serta mencegah terjadinya
pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah:

Kelompok siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe
examples non examples ( kelas eksperimen)
1. Kegiatan Awal
a) siswa mengerjakan soal pretes berupa soal uraian pada pertemuan
pertama.
b) Guru menyampaikan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa,
berupa Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD),
indikator, dan tujuan pembelajaran.
c) Guru memberikan apersepsi.
(Pertemuan I) : Siswa ditunjukkan gambar seseorang yang sedang
membuang sampah di sungai (i) dan membersihkan sampah yang

32

ada di sungai (ii). Kemudian siswa diberi pertanyaan : “perhatikan
air sungai pada gambar (i) ini. Kemudian memberikan pertanyaan
Apakah perbedaan kedua gambar tersebut? Jika air sungai ini
dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari oleh manusia tanpa
melalui pengolahan terlebih dahulu, maka dampak apa yang akan
dialami oleh manusia ?. Apakah manfaat dari kegiatan dalam
gambar (ii) ”
(Pertemuan II) : Siswa ditunjukkan gambar orang yang sedang
menebang hutan secara liar (iii) dan orang yang sedang
melakukan reboisasi (iv). Kemudian memberikan pertanyaan
apakah perbedaan kedua gambar tersebut?. Apakah yang terjadi
jika pepohonan di hutan itu banyak ditebang? Apa manfaat dari
kegiatan yang ada pada gambar (iv)?

(d) Siswa diberi motivasi :
(Pertemuan I) : perbedaan kedua gambar tersebut adalah kegiatan
pada gambar pertama adalah membuang sampah di suangai dan
kegiatan pada gambar kedua adalah membersihkan sampah. Salah
satu contoh penyebab pencemaran lingkungan adalah membuang
sampah sembarangan di lingkungan contohnya sungai. Jika air
yang sudah tercemar dimanfaatkan oleh manusia tanpa melalui
pengolahan, maka mereka akan terjangkit berbagai macam
penyakit seperti gatal-gatal, diare, dll. Kegiatan membersihkan

33

sampah di sungai merupakan salah satu aktifitas yang dapat kita
lakukan untuk mengatasi pencemaran lingkungan.
(Pertemuan II) : Perbedaan kedua gambar tersebut adalah kegiatan
pertama melakukan menebang hutan secara liar, sedangkan
kegiatan kedua reboisasi. Jika banyak hutan yang gundul dapat
mengakibatkan terjadinya longsor, banjir dll. Kegiatan reboisasi
bertujuan untuk memperbaiki kembali keadaan hutan yang sudah
rusak, ini merupakan salah satu contoh kegiatan yang perlu kita
lakukan untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.

2. Kegiatan Inti
a. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
b. Guru menampilkan gambar menggunakan LCD.
c. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa
untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
1) Siswa duduk dalam kelompoknya masing-masing yang terdiri
dari 4-5 orang perkelompok (pembagian kelompok dilakukan
pada hari sebelumnya).
2) Siswa mendapat Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang
dibagikan oleh guru. Untuk pertemuan pertama adalah peran
manusia dalam masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan
untuk kelompok 1, 3, dan 5. Untuk pertemuan kedua adalah

34

peran manusia dalam upaya mengatasi pencemaran dan
kerusakan lingkungan untuk kelompok 2, 4, dan 6.
3) Siswa melakukan diskusi kelompok untuk menemukan jawaban
dari permasalahan yang ada di dalam LKK.
4) Setiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil
diskusinya dari permasalahan yang ada di LKK.
5) Siswa diberikan kesempatan untuk memberikan komentar atas
hasil diskusi yang dibacakan oleh kelompok lain, kemudian
guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin
dicapai.
3. Kegiatan Penutup
1) Siswa dibimbing guru untuk menarik kesimpulan.
2) Siswa mengerjakan postes ( pada pertemuan 2)
3) Guru memberi informasi tentang materi yang akan dibahas
pertemuaan selanjutnya

Kelas Kontrol (Pembelajaran dengan metode diskusi)
a. Kegiatan awal
1) Siswa mengerjakan soal pretes pada pertemuan 1
2) Siswa diberi apersepsi
(Pertemuan I)

: Guru menggali pengetahuan awal siswa

dengan menunjukan gambar seseorang yang sedang membuang
sampah. Kemudian memberikan pertanyaan apakah dampak yang
ditimbulkan dari kegiatan tersebut?

35

(Pertemuan II)

: Guru menggali pengetahuan awal siswa

dengan menunjukan gambar orang yang sedang melakukan
ilegalloging. Kemudian memberikan pertanyaan apakah dampak
dari kegiatan pada gambar?

2) Guru memberik

Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK EKOSISTEM (Studi Eksperimen Semu Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 15 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012)

1 18 51

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PENINGKATAN KECAKAPAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK EKOSISTEM (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Gajah Mada Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/20

0 7 54

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA SUB MATERI POKOK KERUSAKAN/ PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Arjuna Bandar Lampung Tahun Pe

10 38 59

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON EXAMPLES TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR DAN PENGUASAAN KONSEP OLEH SISWA PADA MATERI POKOK KLASIFIKASI MAKHLUK HIDUP (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Punduh Pedada Semester Genap Tahun Pel

1 16 51

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK CIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP ( Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Krui Kabupaten Lampung Barat Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 8 43

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 7 Bandarlampung Tahun Ajaran

1 20 140

PENGARUH PENGGUNAAN METODE DISKOVERI (DISCOVERY LEARNING) TERHADAP AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK CIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah Pekalongan Lampung Timur Tahun Ajaran 2012/2

0 4 38

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI POKOK PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Waway Karya Lampung Timur Tahun Pela

7 98 60

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PADA MATERI POKOK PENGARUH KEPADATAN POPULASI MANUSIA TERHADAP LINGKUNGAN (Studi Eksperimen Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Jati Agung Semester Genap TP. 2014/2015)

3 20 65

EFEKTIVITAS MODEL EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI EKOSISTEM

1 1 10