ETIKA PROFESI and KEWAJIBAN HUKUM AUDITO (1)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Profesi Akuntan Publik merupakan suatu hal yang sangat penting, khususnya bagi
aktivitas berbisnis secara sehat di Indonesia.
Selama beberapa tahun terakhir ini, kasus pelanggaran auditing terjadi di
Indonesia. Contohnya saja kasus Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs Dadi Muchidin
melalui KMK Nomor: 1103/KM. 1/2009 tanggal 4 September 2009, dengan sanksi
pembekuan selama tiga bulan karena KAP tersebut telah dikenakan sanksi peringatan
sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 48 (empat puluh delapan) bulan terakhir.
Bahkan sampai saat ini, KAP Drs Dadi Muchidin masih melakukan pelanggaran
berikutnya, yaitu tidak menyampaikan laporan tahunan KAP tahun takwin 2008.
Untuk mencegah pelanggaran tersebut terulang kembali, maka seorang calon
akuntan publik dan seorang akuntan publik harus mengetahui etika profesi dan
kewajiban hukum auditor, serta standar profesional akuntan publik.
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah yang diajukan adalah :
1. Bagaimana etika profesi dari auditor?
2. Kewajiban hukum apa saja yang berkaitan dengan kewajiban hukum bagi auditor?
1.3 Tujuan

1. Untuk memperolah pemahaman mengenai etika profesi auditor
2. Untuk memperoleh pemahaman atas kewajiban hukum yang berkaitan dengan
kewajiban hukum (legal liability) auditor.

1

BAB II
ISI
2.1 ETIKA PROFESI AUDITOR
1. Definisi Etika Profesi
Etika profesi berasal dari dua kata yaitu etika (adat istiadat atau kebiasaan baik)
dan profesi (bidang kerja). Jadi Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral
dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi.
Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip
moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi)
kehidupan manusia.
2. Peranan Etika dalam Profesi Auditor
Etika profesi sangat diperlukan dalam profesi seorang auditor, hal ini
dikarenakan peranan etika profesi yang sangat penting bagi seorang auditor. Adapun
peranan etika dalam profesi auditor adalah sebaai berikut:

a. Audit membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral
yang tinggi.
b. Masyarakat menuntut untuk memperoleh jasa para auditor publik dengan standar
kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri. Itulah
sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika yang harus
dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit
c. Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai
orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.
d. Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para auditor
profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil
keputusan-keputusan sulit.

2

3.

Prinsip Etika Akuntan
Etika sudah menjadi kebutuhan setiap orang dalam menjalankan aktivitas mereka.
Etika merupakan serangkaian prinsip atau nilai moral yang dimiliki oleh setiap orang.
Kegiatan material dan immaterial pasti mempunyai etika tersendiri, termasuk etika

dalam menjalankan profesi. Salah satu profesi yang mempunyai etika adalah akuntan
publik.
Prinsip etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir
pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut
merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan. Delapan butir
tersebut adalah, sebagai berikut:

a.

Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua
kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk
bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi,
memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam
mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara
dan meningkatkan tradisi profesi.

b.


Kepentingan Publik
Anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak sedemikian rupa
demi melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukan komitmen atas profesionalisme.

c.

Integritas
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Untuk
memelihara dan memperluas keyakinan publik, anggota harus melaksanakan semua
tanggung jawab profesinal dengan integritas tertinggi
3

d.

Objektivitas
Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka , serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain. Seorang anggota harus memelihara objektivitas dan

bebas dari konflik kepentingan dalam menunaikan tanggung jawab profesional.
Seorang anggota dalam praktik publik seharusnya menjaga independensi dalam fakta
dan penampilan saat memberikan jasa auditing dan atestasi lainnya

e.

Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Seorang anggota profesi harus selalu mengikuti standar-standar etika dan teknis
profesi terdorong untuk secara terus menerus mengembangkan kompetensi dan
kualitas jasa, dan menunaikan tanggung jawab profesional sampai tingkat tertinggi
kemampuan anggota yang bersangkutan.

f.

Kerahasiaan
Seorang akuntan profesional harus menghormati kerhasiaanin formasi yang
diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh
mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan
spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk
mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan

antara anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.

g.

Perilaku Profesional
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan
yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

h.

Standar Teknis
Sebagai profesional setiap anggota dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai
dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
4

keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan
dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
4.


Aturan Etika Kompartemen Akuntan Sektor Publik
Aturan etika merupakan penjabaran lebih lanjut dari prinsip-prinsip etika dan
ditetapkan untuk masing-masing kompartemen. Untuk akuntan sektor publik, aturan
etika ditetapkan oleh IAI Kompartemen Akuntan Sektor Publik (IAI-KASP). Sampai
saat ini, aturan etika ini masih dalam bentuk exposure draft, yang penyusunannya
mengacu pada Standard of Professional Practice on Ethics yang diterbitkan oleh the
International Federation of Accountants (IFAC).
Berdasarkan aturan etika ini, seorang profesional akuntan sektor publik harus
memiliki karakteristik yang mencakup:

a. Penguasaan keahlian intelektual yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan.
b. Kesediaan melakukan tugas untuk masyarakat secara luas di tempat instansi kerja
maupun untuk auditan.
c. Berpandangan obyektif.
d. Penyediaan layanan dengan standar pelaksanaan tugas dan kinerja yang tinggi.
Penerapan aturan etika ini dilakukan untuk mendukung

tercapainya tujuan

profesi akuntan yaitu:

a. Bekerja dengan standar profesi yang tinggi,
b. Mencapai tingkat kinerja yang diharapkan
c. Mencapai tingkat kinerja yang memenuhi persyaratan kepentingan masyarakat.
Oleh karena itu, menurut aturan etika IAI-KASP, ada tiga kebutuhan mendasar
yang harus dipenuhi, yaitu:
a. Kredibilitas akan informasi dan sistem informasi.
b. Kualitas layanan yang didasarkan pada standar kinerja yang tinggi.

5

c. Keyakinan pengguna layanan bahwa adanya kerangka etika profesional dan standar
teknis

yang

mengatur

persyaratan-persyaratan

layanan


yang

tidak

dapat

dikompromikan.
2.2 KEWAJIBAN HUKUM AUDITOR
1.

Tanggung Jawab Auditor
Dalam hal terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik
dalam memberikan jasanya, baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran apapun yang
bersifat pelanggaran ringan hingga yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan
PMK No. 17/PMK.01/2008 hanya dikenakan sanksi administratif, berupa: sanksi
peringatan, sanksi pembekuan ijin dan sanksi pencabutan ijin.
Penghukuman dalam pemberian sanksi hingga pencabutan izin baru dilakukan
dalam hal seorang Akuntan Publik tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam SPAP dan termasuk juga pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh

IAPI, serta juga melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang berhubungan dengan bidang jasa yang diberikan, atau juga akibat dari
pelanggaran yang terus dilakukan walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan
izin sebelumya, ataupun tindakan-tindakan yang menentang langkah pemeriksaan
sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran profesionalisme akuntan publik.
Akan tetapi, hukuman yang bersifat administratif tersebut walaupun diakui
merupakan suatu hukuman yang cukup berat bagi eksistensi dan masa depan dari
seorang Akuntan Publik , ternyata masih belum menjawab penyelesaian
permasalahan ataupun resiko kerugian yang telah diderita oleh anggota masyarakat,
sebagai akibat dari penggunaan hasil audit dari Akuntan Publik tersebut.
Selama melakukan audit, auditor juga bertanggungjawab (Boynton,2003,h.68):

a.

Mendeteksi kecurangan

1) Tanggung jawab untuk mendeteksi kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan yang
tidak disengaja, diwujudkan dalam perencanaan dan pelaksanaan audit untuk
6


mendapatkan keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari
salah saji material yang disebabkan oleh kesalahan ataupun kecurangan.
2) Tanggung jawab untuk melaporkan kecurangan jika terdapat bukti adanya
kecurangan. Laporan ini dilaporkan oleh auditor kepada pihak manajemen, komite
audit, dewan direksi
b.

Tindakan pelanggaran hukum oleh klien

1) Tanggung jawab untuk mendeteksi pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien.
Auditor bertanggung jawab atas salah saji yang berasal dari tindakan melanggar
hukum yang memiliki pengaruh langsung dan material pada penentuan jumlah
laporan keuangan. Untuk itu auditor harus merencanakan suatu audit untuk
mendeteksi adanya tindakan melanggar hukum serta mengimplementasikan rencana
tersebut dengan kemahiran yang cermat dan seksama.
2) Tanggungjawab untuk melaporkan tindakan melanggar hukum. Apabila suatu
tindakan melanggar hukum berpengaruh material terhadap laporan keuangan, auditor
harus mendesak manajemen untuk melakukan revisi atas laporan keuangan tersebut.
Apabila revisi atas laporan keuangan tersebut kurang tepat, auditor bertanggung
jawab untuk menginformasikannya kepada para pengguna laporan keuangan melalui
suatu pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan
keuangan disajikan tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Lebih jauh Soedarjono dalam Sarsiti (2003) mengungkapkan bahwa auditor
memiliki beberapa tanggung jawab yaitu:
a.

Tanggung jawab terhadap opini yang diberikan.
Tanggung jawab ini hanya sebatas opini yang diberikan, sedangkan laporan
keuangan merupakan tanggung jawab manajemen. Hal ini disebabkan pengetahuan
auditor terbatas pada apa yang diperolehnya melalui audit. Oleh karena itu penyajian

7

yang wajar posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas sesuai dengan standar akuntansi
yang berlaku umum, menyiratkan bagian terpadu tanggung jawab manajemen.
b. Tanggung jawab terhadap profesi.
Tanggung jawab ini mengenai mematuhi standar/ketentuan yang telah disepakati IAI,
termasuk mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku, standar auditing dan kode etik
akuntan Indonesia.
c. Tanggung jawab terhadap klien.
Auditor berkewajiban melaksanakan pekerjaan dengan seksama dan menggunakan
kemahiran profesionalnya, jika tidak dia akan dianggap lalai dan bisa dikenakan
sanksi.
d. Tanggung jawab untuk mengungkapkan kecurangan.
Bila ada kecurangan yang begitu besar tidak ditemukan, sehingga menyesatkan,
akuntan publik harus bertanggung jawab.
e. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga
Tanggung jawab ini seperti investor, pemberi kredit dan sebagainya. Contoh dari
tanggung jawab ini adalah tanggung jawab atas kelalaiannya yang bisa menimbulkan
kerugian yang cukup besar, seperti pendapat yang tidak didasari dengan dasar yang
cukup.
f. Tanggung jawab terhadap pihak ketiga atas kecurangan yang tidak ditemukan
Dengan melihat lebih jauh penyebabnya, jika kecurangan karena prosedur auditnya
tidak cukup, maka auditor harus bertanggung jawab.
2.

Pemahaman Hukum dan Kewajiban auditor
Banyak profesional akuntansi dan hukum percaya bahwa penyebab utama
tuntutan hukum terhadap kantor akuntan publik adalah kurangnya pemahaman
pemakai laporan keuangan tentang perbedaan antara kegagalan bisnis dan kegagalan
audit, dan antara kegagalan audit serta risiko audit.
Berikut ini defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit
menurut Loebbecke dan Arens (1999,h.787) :
8

a.

Kegagalan bisnis
Adalah kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidak mampu membayar kembali
utangnya atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya, karena kondisi
ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau
persaingan yang tak terduga dalam industri itu.

b.

Kegagalan audit
Adalah kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat audit yang
salah karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar auditing yang
berlaku umum.

c.

Risiko Audit
Adalah risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan
dengan wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya laporan tersebut
disajikan salah secara material.
Bila di dalam melaksanakan audit, akuntan publik telah gagal mematuhi standar
profesinya, maka besar kemungkinannya bahwa business failure juga dibarengi oleh
audit failure. Dalam hal yang terakhir ini, akuntan publik harus bertanggung jawab.
Sementara, dalam menjalankan tugasnya, akuntan publik tidak luput dari kesalahan.
Kegagalan audit yang dilakukan dapat dikelompokkam menjadi ordinary negligence,
gross negligence, dan fraud (Toruan,2001,h.28).
Ordinary negligence merupakan kesalah yang dilakukan akuntan publik, ketika
menjalankan tugas audit, dia tidak mengikuti pikiran sehat (reasonable care). Dengan
kata lain setelah mematuhi standar yang berlaku ada kalanya auditor menghadapi
situasi yang belum diatur standar. Dalam hal ini auditor harus menggunakan
“common sense” dan mengambil keputusan yang sama seperti seorang (typical)
akuntan publik bertindak.
Sedangkan gross negligence merupakan kegagalan akuntan publik mematuhi
standar profesional dan standar etika. Standar ini minimal yang harus dipenuhi. Bila
akuntan publik gagal mematuhi standar minimal (gross negligence) dan pikiran sehat
9

dalam situasi tertentu (ordinary negligence), yang dilakukan dengan sengaja demi
motif tertentu maka akuntan publik dianggap telah melakukan fraud yang
mengakibatkan akuntan publik dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.
Akuntan publik bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya, termasuk audit,
pajak, konsultasi manajemen, dan pelayanan akuntansi, sehingga jika benar-benar
terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh pihak akuntan publik dapat diminta
pertanggungjawabannya secara hukum. Beberapa faktor utama yang menimbulkan
kewajiban hukum bagi profesi audit diantaranya adalah (Loebbecke dan
Arens,1999,h.786):
a. Meningkatnya kesadaran pemakai laporan keuangan akan tanggung jawab akuntan
public
b. Meningkatnya perhatian pihak-pihak yang terkait dengan pasar modal sehubungan
dengan tanggung jawab untuk melindungi kepentingan investor
c. Bertambahnya kompleksitas audit yang disebabkan adanya perubahan lingkungan
yang begitu pesat diberbagai sektor bisnis, sistem informasi, dsb
d. Kesediaan kantor akuntan publik untuk menyelesaikan masalah hukum diluar
pengadilan, untuk menghindari biaya yang tinggi.
3.

Kewajiban Hukum Bagi Auditor
Auditor secara umum sama dengan profesi lainnya merupakan subjek hukum dan
peraturan lainnya. Auditor akan terkena sanksi atas kelalaiannya, seperti kegagalan
untuk mematuhi standar profesional di dalam kinerjanya. Profesi ini sangat rentan
terhadap penuntutan perkara (lawsuits) atas kelalaiannya yang digambarkan sebagai
sebuah krisis (Huakanala dan Shinneke,2003,h.69).
Menurut Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan (Media akuntansi, 2003)
tanggung jawab profesi akuntan publik di Indonesia terhadap kepercayaan yang
diberikan publik seharusnya akuntan publik dapat memberikan kualitas jasa yang
dapat dipertanggungjawabkan dengan mengedepankan kepentingan publik yaitu
selalu bersifat obyektif dan independen dalam setiap melakukan analisa serta
berkompeten dalam teknis pekerjaannya.
10

Terlebih-lebih tanggung jawab yang dimaksud mengandung kewajiban hukum
terhadap kliennya. Kewajiban hukum auditor dalam pelaksanaan audit apabila adanya
tuntutan ke pengadilan yang menyangkut laporan keuangan menurut Loebbecke dan
Arens serta Boynton dan Kell yang telah diolah oleh Azizul Kholis, I Nengah Rata,
Sri Sulistiyowati dan Endah Prepti Lestari (2001) adalah sebagai berikut:
a. Kewajiban kepada klien (Liabilities to Client) Kewajiban akuntan publik terhadap
klien karena kegagalan untuk melaksanakan tugas audit sesuai waktu yang disepakati,
pelaksanaan audit yang tidak memadai, gagal menemui kesalahan, dan pelanggaran
kerahasiaan oleh akuntan public
b. Kewajiban kepada pihak ketiga menurut Common Law (Liabilities to Third party)
Kewajiban akuntan publik kepada pihak ketiga jika terjadi kerugian pada pihak
penggugat karena mengandalkan laporan keuangan yang menyesatkan
c. Kewajiban Perdata menurut hukum sekuritas federal (Liabilities under securities
laws) Kewajiban hukum yang diatur menurut sekuritas federal dengan standar yang
ketat.
d. Kewajiban kriminal (Crime Liabilities) Kewajiban hukum yang timbul sebagai akibat
kemungkinan akuntan publik disalahkan karena tindakan kriminal menurut undangundang.
Sedangkan kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia secara
eksplisit memang belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut sudah ada seperti
tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Akuntansi
Keuangan (SAK), Peraturan-Peraturan mengenai Pasar Modal atau Bapepam, UU
Perpajakan dan lain sebagainya yang berkenaan dengan kewajiban hukum akuntan
(Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan,2003).
.

11

4.

Tanggapan Profesi Terhadap Kewajiban Hukum
AICPA dan profesi mengurangi resiko terkena sanksi hukum dengan langkah-langkah
berikut :

a.

Riset dalam auditing

b.

Penetapan standar dan aturan.

c.

Menetapkan persyaratan untuk melindungi auditor

d.

Menetapka persyaratan penelaahan sejawat .

e.

Melawan tuntutan hukum

f.

Pendidikan bagi pemakai laporan

g.

Memberi sanksi kepada anggota karena hasil kerja yang tak pantas

h.

Perundingan untuk perubahan hukum

5.

Tanggapan Akuntan Publik Terhadap Kewajiban Hukum

Dalam meringankan kewajibannya auditor dapat melakukan langkah-langkah berikut :
a. Hanya berurusan dengan klien yang memiliki integritas
b. Mempekerjakan staf yang kompeten dan melatih serta mengawasi dengan pantas
c. Mengikuti standar profesi
d. Mempertahankan independensi
e. Memahami usaha klien
f.

Melaksanakan audit yang bermutu

g. Mendokumentasika pekerjaan secara memadai
h. Mendapatkan surat penugasan dan surat pernyataan
i.

Mempertahankan hubungan yang bersifat rahasia

j.

Perlunya asuransi yang memadai

k. Mencari bantuan hukum

12

BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa
“Mengingat profesi akuntan publik sangat penting perannya dalam dunia bisnis
di Indonesia, maka Akuntan Publik harus selalu menjaga integritas (integrity) dan
profesionalisme melalui pelaksanaan standar dan kode etik profesi secara konsekuen
dan konsisten. Dalam setiap penugasan yang diberikan, Akuntan Publik harus selalu
bersikap independen dan menggunakan kemahiran jabatannya secara profesional. ”

3.2 SARAN
Berdasarkan dengan pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya ada
beberapa saran yang kami rangkum :
Diharapkan Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik (RUU-AP) yang telah
disusun cukup lama tersebut, segera dapat ditetapkan oleh Pemerintah beserta Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi UU-AP, sehingga akuntan publik memiliki
landasan operasional (aspek legal) yang kuat dan masyarakat (publik) mendapatkan
perlindungan hukum dari tindakan malpraktik yang melanggar kode etik profesi.
.

13

DAFTAR PUSTAKA
Boynton, C William, Johnson N Raymond dan Kell G. Walter, 2003. Modern
Auditing, buku satu, edisi ketujuh diterjemahkan oleh Paul A. Rajoe, dkk,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Harahap, Sofyan S, 2002. Corporate accountability, Media Akuntansi,
No.29/November-Desember/2002, Penerbit Intama Artha Indonusa, Jakarta
Toruan, L Henry, 2001. Tanggung jawab akuntan publik, Media Akuntansi,
No.18/Juni/2001, Penerbit Intama Artha Indonusa, Jakarta

14