BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERASURANSIAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DI INDONESIA - Perbedaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Melalui Asuransi JAMSOSTEK Dengan Program BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 20

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERASURANSIAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DI INDONESIA Dalam kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai

  hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri, sifat hakiki yang dimaksud di sini adalah suatu sifat “tidak kekal” yang selalu menyertai kehidupan dan kegiatan manusia pada umumnya. Keadaan yang tidak kekal biasanya mengalami adanya suatu keadaan yang tidak dapat diramalkan terlebih dahulu secara tepat sehingga dengan demikian maksudnya tidak akan memberikan rasa pasti terhadap resiko yang mungkin saja bisa terjadi dimana saja. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi resiko yang mungkin saja bisa terjadi dimana saja dan oleh siapa saja antara lain dilakukan dengan cara menghindari, atau melimpahkannya kepada pihak-pihak lain di luar dirinya sendiri, dalam hal ini yang dimaksud dengan melimpahkannya kepada pihak lain di luar dirinya sendiri

  16 adalah lembaga asuransi.

  Suatu lembaga atau institusi pada hakikatnya berada dan ada di tengah-tengah masyarakat. Berbagai jenis lembaga ada dan dikenal dalam masyarakat yang masing-masing mempunyai tugas sendiri, sesuai dengan maksud dan tujuan dari tiap lembaga yang bersangkutan. Lembaga yang merupakan organ masyarakat yang merupakan “sesuatu” yang keberadaannya adalah untuk memenuhi tugas

  

17

sosial dan kebutuhan khusus masyarakat.

  Sebab hal itu juga yang menjadi salah satu tujuan dibentunya Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni mensejahterakan rakyat, hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 apa yang dicantumkan dalam UUD 1945 yang mengemukakan : “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusian. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum yang layak.” Dengan demikian (semestinya), program jaminan sosial menempati tempat yang tinggi dalam mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu mewujudkan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial. Oleh sebab itu dibuatlah program untuk menjamin perlindungan seluruh rakyat Indonesia dalam program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dimana yang dimaksud dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh

  18 beberapa badan penyelenggara jaminan sosial (Pasal 1 ayat (2)).

  UU SJSN menjelaskan bahwa pilar jaminan sosial terdiri dari bantuan sosial, tabungan wajib dan asuransi sosial. Bantuan sosial adalah suatu sistem untuk reduksi kemiskinan yang didanai dari pajak (yang dimasukan dalam APBN dan dikeluarkan sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI)), sedangkan tabungan wajib (provident fund) merupakan skema tabungan untuk dirinya sendiri seperti wajib yang didanai dengan iuran peserta atau pihak lain dan atau oleh pemerintah bagi

                                                               17 penduduk miskin. Model asuransi sosial ini dinilai paling baik dan efektif untuk

  19 membiayai jaminan sosial.

  Pengertian asuransi sosial (Social Insurance) adalah program jaminan sosial yang bersifat wajib menurut undang-undang bagi setiap pemberi kerja dan pekerja menjadi mandiri profesional untuk tujuan penanggulangan hilangnya sebagian pendapatan sebagai konsekuensi adanya hubungan kerja yang kemungkinan

  20 menimbulkan industrial hazards (bahaya industri).

  Sedangkan pengertian mengenai jaminan sosial itu sendiri dapat diartikan secara luas dan dapat pula diartikan secara sempit. Dalam pengertian secara luas jaminan sosial ini meliputi berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan/atau pemerintah. Usaha-usaha tersebut kemudian oleh Sentanoe Kertonegoro diaplikasikan dalam berbagai sistem jaminan sosial untuk mengatasi risiko ekonomis. Sistem jaminan sosial tersebut adalah berupa : a) Pencegahan dan penanggulangan;

  b) Pelayanan dan tunjangan;

  c) Bantuan sosial dan asuransi sosial;

  d) Asuransi komersial dan asuransi sosial; e) Peranggaran dan pendanaan.

  Selanjutnya dalam pengertian jaminan sosial dalam arti sempit dapat dijumpai dalam bukunya Imam Soepomo yang merumuskan bahwa: “ Jaminan sosial adalah pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal buruh di luar kesalahannya tidak melakukan pekerjaannya, jadi menjamin kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan di luar kehendaknya.” Dalam definisi Imam Soepomo ini mengandung makna bahwa pengertian yang dikemukakannya sangatlah “sempit” jauh dari apa yang sesungguhnya berkembang dalam praktik pemberian jaminan sosial di Indonesia saat ini. Dalam perkembangannya sekarang, jaminan sosial bagi pekerja/buruh bukan hanya berupa “Pembayaran” saja, tetapi juga pelayanan, bantuan, dan lain

  21 sebagainya.

  Sudut pandang ekonomi sendiri jaminan sosial pada prinsipnya merupakan salah satu faktor bagi redistribusi pendapatan terhadap mereka yang berpendapatan relatif rendah dan merupakan bagian dari pengeluaran rutin pemerintah yang harus disisihkan dari pemberi manfaat sosial terhadap masyarakat secara keseluruhan terutama mereka yang terkena PHK dan orang-orang miskin. Perawatan kesehatan, tunjangan keluarga dan hari tua serta bantuan finansial lainnya bagi yang membutuhkannya menjadi tanggung jawab pemerintah.

  Jaminan sosial adalah kebutuhan dasar bagi mereka yang pendapatannya rendah dan pemberian jaminan sosial bagi masyarakat tersebut merupakan tujuan negara dan tanggung jawab pemerintah karena terkait dengan masalah hak-hak asasi manusia (HAM). Secara yuridis, jaminan sosial dapat dilakukan dalam konteks asuransi sosial, bantuan sosial dan tabungan wajib serta program-program tabungan hari tua paksa (provident fund).

  Implemantasi jaminan sosial menjadi tanggung jawab pemerintah karena program dan manfaat yang diberikan terkait dengan masalah HAM. Pemberian manfaat jaminan sosial berlaku universal bagi siapa saja termasuk warga negara asing yang berdomisili di Indonesia, maka pemerintah bertanggung jawab terhadap program-

  22 program jaminan sosial.

  Pada tahun 1992 Indonesia telah mempunyai undang-undang yang mengatur Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang sering disebut dengan Undang-Undang Tentang Jamsostek Nomor 3 tahun 1992. Memang undang-undang ini difokuskan pada perlindungan sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja. Tujuannya untuk memberikan ketenangan kerja kepada tenaga kerja dengan memberikan jaminan sosial

  23

  sehingga disiplin dan produktivitasnya meningkat. Selain itu manfaat yang didapatkan dari jaminan sosial mencakup santunan tunai untuk dukungan pendapatan pancari nafkah utama (cash benefit for the income support of the

  

breadwinner) , kompensasi finansial untuk kasus kecelakaan kerja dan kematian

  24 dini sarta pelayanan kesehatan dan pemberian alat bantu (benefits in kind).

  Sistem asuransi sosial di Indonesia dirancang sedemikian rupa menurut undang- undang guna memberikan perlindungan dasar bagi para pekerja beserta keluarganya terhadap resiko-resiko kerja, sakit, hari tua dan kematian. Oleh karena itu pembiayaannya menjadi beban pemberi kerja sedangkan PT. Jamsostek sebagai penyelenggara program sebagaimana diatur dalam PP Nomor 36 Tahun

                                                               22 Bambang Purwoko., Jaminan Sosial Dan Sistem Penyelenggaraannya Gagasan Dan

  1995. Namun demikian, pemerintahpun seyogianya harus menggiur terutama terhadap program-program yang terkait dengan resiko seperti kecelakaan kerja, kematian dan kesehatan. Dalam jangka panjang penyelenggaraan tersebut boleh jadi mengalami defisit. Dalam hal terjadinya defisit di dalam penyelenggaraanya, maka pemerintah memberikan subsidi atau talangan karena secara normatif menjadi tanggung jawab pemerintah.

  Besar santunan program jamsostek didasarkan pada perhitungan aktuaris dan harus diberlakukan atas dasar peraturan pemerintah. Seperti disebutkan bahwa lingkup proteksinya terbatas pada hubungan industrial sehingga program- programnya juga terbatas pada kecelakaan kerja, kematian dan sakit serta hari tua.

  Program-program jamsostek seyogianya diselenggarakan oleh jamsostek sehingga dikaitkan dengan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang sebenarnya tidak menjadi tanggung jawab finansial oleh PT. JAMSOSTEK sebagai badan

  25 penyelenggara.

A. Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja

  Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 Pasal 1, jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam meupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk

  26 memenuhi kebutuhan masyarakat.

  Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggarannya menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik, JAMSOSTEK memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang- Undang No. 3 tahun 1992, berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedang kewajibannya adalah membayar iuran.

  Program ini memberikan perlindungan bersifat dasar, untuk menjaga harkat dan martabat manusia jika mengalami resiko-resiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja. Resiko sosial ekonomi yang ditanggulangi oleh program tersebut terbatas saat terjadi peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua dan meninggal dunia, yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja atau

  27 membutuhkan perawatan medis.

  Pengusaha adalah, (a) orang, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; (b) orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; (c) orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar

                                                               26 C.S.T. Kansil.,cristine S.T. Kansil., Pokok-Pokok Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja

  wilayah Indonesia. Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja dengan tujuan mencari untung atau tidak, baik milik

  28 swasta ataupun milik negara.

  JAMSOSTEK dilandasi filosofi kemandirian dan harga diri untuk mengatasi resiko sosial ekonomi. Kemandirian berarti tidak tergantung orang lain dalam membiayai perawatan pada waktu sakit, kehidupan dihari tua maupun keluarganya bila meninggal dunia. Harga diri berarti jaminan tersebut diperoleh sebagai hak dan bukan belas kasihan orang lain. Agar pembiayaan dan manfaatnya optimal, pelaksanaan program JAMSOSTEK dilakukan secara gotong royong, dimana yang muda membantu yang tua, yang sehat membantu yang sakit

  29 dan yang berpenghasilan tinggi membantu yang rendah.

  Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) dalam Undang- undang Nomor 3 Tahun 1992 ini meliputi : a) Jaminan Kecelakaan Kerja;

  b) Jaminan Kematian;

  c) Jaminan Hari Tua;

  30

d) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

  Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No 3 Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Program Jamsostek merupakan sistem asuransi sosial, karena penyelenggaraan didasarkan pada sistem

                                                               28 pendanaan penuh (fully funded system), yang dalam hal ini menjadi beban pemberi kerja dan pekerja. Sistem tersebut secara teori merupakan mekanisme asuransi. Penyelengaraan sistem asuransi sosial biasanya didasarkan pada fully

  

funded system , tetapi bukan harga mati. Dalam hal ini pemerintah tetap

  diwajibkan untuk berkontribusi terhadap penyelengaraan sistem asuransi sosial, atau paling tidak pemerintah terikat untuk menutup kerugian bagi badan penyelengara apabila mengalami defisit. Di sisi lain, apabila penyelenggara program Jamsostek dikondisikan harus dan memperoleh keuntungan, pemerintah akan memperoleh deviden karena bentuk badan hukum Persero. Dasar hukum jamsostek adalah, (a) UU No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek; (b) PP No. 84 Tahun 2013 perubahan kesembilan atas PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek; (c) Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja; (d) Permenaker No. 20/MEN/2012 perubahan atas Permenaker No. 5/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis

  31 Pendaftaraan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan, dan Pelayanan.

  Dalam Pasal 25 UU No. 3 Tahun 1992 penyelenggaraan program jaminan sosial dilaksanakan oleh suatu badan penyelenggaraan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara dibentuk dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kemudian dalam penjelasannya dinyatakan, bahwa Badan Usaha Milik Negara yang akan menyelenggarakan program dimaksud adalah perusahaan perseroan. 31                                                             

Ahmad Ardi mony, JAMSOSTEK (Pengertian,Dasar Hukum,Jenis-Jenisnya Serta Ruang

  Berdasarkan ketentuan ini, pada awalnya badan penyelenggara program jaminan sosial tenaga kerja ini dilaksanakan oleh Perum ASTEK yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977. Namun, mengingat beberapa keunggulan dari badan usaha Perseroan Terbatas, maka untuk selanjutnya perum ASTEK diubah menjadi PT (Persero) ASTEK berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1990 dan kemudian menjadi PT (Persero) JAMSOSTEK berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995.

  Maksud dan tujuan PT (Persero) JAMSOSTEK pada prinsipnya untuk menyelenggarakan program sebagaimana dikemukakan dalam ruang lingkup di atas, yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehetan. Dengan tujuan tersebut dana yang terkumpul dari penyelenggaraan programnya harus dikelola semata-mata untuk kepentingan peserta dengan mempertimbangkan perimbangan yang memadai antara kekayaan

  32 dan kewajiban.

B. Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja

  Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jaminan sosial yang telah dikeluarkan oleh pemerintah di zaman kemerdekaan secara berturut-turut adalah :

  1. Undang-Undang Nomor 33 tahun 1974 tentang Kecelakaan;

  2. Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 3 Tahun 1967 tentang Pertanggungan Sakit, Hamil, dan Bersalin;

  3. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja;

  4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

33 Kerja.

  Jaminan sosial bagi tenaga kerja ini mempunyai beberapa aspek, yaitu : (1) Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi tenaga kerja beserta keluarganya; (2) Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka

  34 bekerja.

  Tujuan jaminan sosial tenaga kerja adalah untuk memberikan perlindungan kepada pekerja dan keluarganya dari berbagai resiko pasar tenaga kerja, seperti resiko kehilangan pekerjaan, penurunan upah, kecelakaan kerja, sakit, cacat, lanjut usia, meninggal dunia, dan lain-lain. Jaminan sosial tenaga kerja diharapkan akan dapat memberikan ketenangan bekerja kepada pekerja, dan sebagai timbal- baliknya diharapkan pekerja akan meningkatkan disiplin dan produktivitas kerja

  35 mereka.

  Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan dilaksanakannya jaminan sosial bagi pekerja/buruh, yaitu sebagai berikut: a) Jaminan sosial menciptakan ketenangan kerja bagi pekerja/buruh dan ketenangan berusaha bagi pengusaha sehingga mendorong terciptanya produktivitas kerja.

                                                               33 34 Ibid., hal. 56 Lanny Ramli., Jaminan Sosial Tenaga Kerja Di Indonesia, Airlangga University Press, 35 Surabaya, 1997, hal. 2

Zainuddion., Proses Hukum Terhadap Kasus Jamsostek Dilihat Dari Aspek Sosiologi Hukum., Diakses dari http://zainuddion.blogspot.com/2009/09/proses-hukum-terhadap-kasus- b) Dengan adanya program jaminan sosial yang permanen, berarti pengusaha dapat melakukan perencanaan yang pasti untuk kesejahteraan pekerja/buruhnya, dimana biasanya pengeluaran- pengeluaran untuk jaminan sosial ini bersifat mendadak sehingga tidak bisa diperhitungkan terlebih dahulu.

  c) Dengan adanya jaminan sosial, praktis akan menimbulkan ikatan bagi pekerja/buruh untuk bekerja di perusahaan tersebut serta tidak berpisah ke tempat lain.

  d) Jaminan sosial juga akan ikut menciptakan ketenangan kerja serta menciptakan hubungan yang positif antara pekerja/buruh dan pengusaha. Hubungan yang positif ini sangat diperlukan untuk kegairahan dan semangat kerja ke arah kenaikan produksi perusahaan yang pada gilirannya akan menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab dengan rasa ikut memiliki sebagaimana yang dikehendaki oleh konsepsi Hubungan Industrial Pancasila.

  e) Dengan adanya program jaminan sosial ini, kepastian akan perlindungan terhadap resiko-resiko dari pekerjaan akan terjamin, terutama untuk melindungi kelangsungan penghasilan pekerja/buruh yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta

  36 keluarganya.

  Jika apa yang dikembangkan dalam konsepsi Hubungan Industrial Pancasila itu benar-benar berjalan dengan baik, pekerja/buruh bersama-sama dengan pengusaha bisa menyatu sebagai satu kesatuan dan bertekad bersama-sama bergotong- royong, bekerja keras dalam suasana kekeluargaan mensukseskan misi perusahaan

  37 yang pada gilirannya akan meningkatkan pula kesejakteraan pekerja/buruh.

  Program jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia sesungguhnya sudah mulai dirintis sejak tahun-tahun awal kemerdekaan, yaitu ketika Undang-Undang (UU) No. 33 Tahun 1947 tentang “Kecelakaan Kerja” dan UU No. 34 Tahun 1947 tentang “Kecelakaan Perang” diberlakukan. Setahun berikutnya diluncurkan UU Kerja No. 12 Tahun 1948 yang mengatur tentang “Usia Tenaga Kerja, Jam Kerja, Tempat Kerja, Perumahan, dan Kesehatan Buruh”.

  Perlindungan bagi tenaga kerja diatur lagi pada tahun 1951 dengan diluncurkannya UU No. 2 Tahun 1951 tentang “Kecelakaan Kerja”. Pada tahun 1952 diberlakukan Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 48 Tahun 1952 jo PMP No. 8 Tahun 1956 tentang “Pengaturan Bantuan Untuk Usaha Penyelenggaraan Kesehatan Buruh”. Ketentuan mengenai penyelenggaraan kesehatan buruh itu kemudian dilengkapi lagi dengan PMP No. 15 Tahun 1957 tentang “Pembentukan Yayasan Sosial Buruh”. Peraturan tersebut menguraikan tentang bantuan kepada badan yang menyelenggarakan usaha jaminan sosial. UU tentang tenaga kerja yang agak lengkap lahir pada tahun 1969. Pada UU No. 14 Tahun 1969 tentang “Pokok-pokok Mengenai Tenaga Kerja” diatur tentang penyelenggaraan asuransi sosial bagi tenaga kerja beserta keluarganya.

  Pada tahun 1992 Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerbitkan UU No. 3 Tahun 1992 tentang “Jaminan Sosial Tenaga Kerja” yang mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki karyawan minimal 10 orang atau mengeluarkan biaya untuk gaji karyawannya minimal Rp 1 juta/bulan untuk menyelenggarakan empat program Jamsostek, yaitu: Jaminan Hari Tua (JHT); Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK); Jaminan Kematian (JK); dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). UU ini juga menugaskan PT Jamsostek sebagai pelaksana program Jamsostek di Indonesia, hal ini dipertegas lagi dengan PP No.

  36 Tahun 1995 tentang “ Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan

38 Sosial Tenaga Kerja”.

  Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja ini sesungguhnya merupakan hasil dari tugas tim yang dibentuk oleh pemerintah (cq.

  Menteri Tenaga Kerja dan Koperasi) pada tahun 1972 tersebut. Undang-undang ini berlaku efektif sejak dikeluarkan peraturan pelaksananya, yaitu PP Nomor 14 Tahun 1993 (diundangkan tanggal 17 Februari 1993). Jadi jelas, bahwa pemerintah memang menghendaki adanya perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja secara keseluruhan yang meliputi jaminan sakit, hamil, bersalin, hari tua, meninggal dunia, cacat dan menganggur bagi seluruh tenaga kerja termasuk

  39 tenaga kerja yang bekerja di luar hubungan kerja.

C. Fungsi Jaminan Sosial Tenaga Kerja

  Pembangunan yang ditandai dengan perkembangan mekanisasi dan otomatisasi industri, peningkatan pengguanaan sarana moneter, serta perubahan keseimbangan penduduk dari pedesaan ke perkotaan, telah membawa perombakan struktural dalam cara dan sumber kehidupan manusia. Dalam situasi perubahan kehidupan ekonomi tersebut, program-program jaminan sosial diperlukan untuk melindungi tenaga kerja terhadap resiko-resiko kecelakaan, sakit, cacat, dari tua, dan meninggal dunia yang dapat mengakibatkan turunnya atau hilangnya penghasilan, dan menimbulkan biaya perawatan kesehatan. Pembangunan sosial yang menimbulkan modernisasi sosial membutuhkan kemandirian dalam segala hal, sehingga tenaga kerja tidak menggantungkan diri pada pihak lain. Selain itu, jaminan sosial yang mengurangi ketidakpastian masa depan akan memberikan rasa aman dan terjamin, sehingga akan memberikan ketenangan kerja bagi karyawan, dan ketenangan berusaha bagi pengusaha. Perlindungan terhadap masa depan, kemandirian, dan ketenangan kerja merupakan faktor-faktor yang menunjang produktivitas. Menyongsong era industrialisasi pada Pembangunan Jangka Panjang Tahan Kedua, tenaga kerja harus menjadi “ manusia mandiri” yang dapat merencanakan masa depannya sendiri dengan disiplin dan mandiri; sebaliknya setiap pengusaha juga mengharapkan memiliki angkatan kerja yang stabil, sehat, dan produktif. Sifat- sifat mandiri, produktif, kreatif, dan inovatif akan mendorong manusia untuk menciptakan kesempatan kerja, dan tidak hanya mencari lapangan pekerjaan

  40 saja.

  Program jaminan sosial yang dapat mendukung pembangunan sosial ekonomi demikian itu harus memberikan kemanfaatan yang cukup berarti dengan pembiayaan yang tetap dapat terjangkau oleh yang bersangkutan. Kemanfaatan hanya cukup berarti, apabila jenisnya lengkap dan besarnya secara minimal dapat dinikmati oleh pesertanya. Sedangkan pembiayaan yang terjangkau berarti masih dalam batas kemampuan keuangan bagi setiap pengusaha dari yang besar, menengah, sampai yang kecil tenaga kerjanya untuk menanggungnya. Salah satu cara JAMSOSTEK dalam melakukan fungsinya adalah berfungsi menyelenggarakan Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Program Jaminan Kematian (JK), Program Jaminan Hari Tua (JHT), dan Program Jaminan

41 Pemeliharaan Kesehatan (JPK).

D. Jenis-Jenis Jaminan Sosial Tenaga Kerja

  Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) sebagaimana didasarkan pada UU No. 3 Tahun 1992, pada prinsipnya merupakan sistem asuransi sosial bagi pekerja (yang mempunyai hubungan industrial) beserta keluarganya. Skema Jamsostek meliputi program-program yang terkait dengan risiko, seperti:

  1. Jaminan Kecelakaan Kerja;

  2. Jaminan Kematian;

  3. Jaminan Hari Tua; dan 4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

1. Jaminan Kecelakaan Kerja

a. Pengertian Kecelakan Kerja

  kecelakaan kerja maksudnya adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada suatu perusahaan. Berhubungan dengan hubungan kerja adalah kecelakaan tersebut bersumber atau berasal dari perusahaan yang umumnya disebabkan oleh empat faktor, yaitu sebagai berikut: a) Faktor Manusianya

  Misalnya karena kurangnya keterampilan atau kurangmya pengetahuan, atau karena salah penempatan.

  b) Faktor Materialnya/bahannya/peralatannya

  Misalnya bahan yang seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi supaya lebih murah dibuat dari bahan lainnya sehingga dengan mudah menimbulkan kecelakaan.

  c) Faktor Bahaya/sumber bahaya, ada dua:

  Perbuatan berbahaya

  • Misalnya karena metode kerja yang salah, keletihan/kelesuhan, sikap kerja yang tidak sempurna, dan sebagainya.

  Kondisi/keadaan berbahaya

  • Yaitu keadaan yang tidak aman dari mesin/peralatan- peralatan. Lingkungan, proses, sifat pekerjaan.

  d) Faktor yang dihadapi

  Misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan mesin- mesin/peralatan sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna.

  Dengan faktor-faktor di atas, merupakan kewajiban pengusaha untuk menjelaskan kepada pekerja/buruhnya terutama yang baru tentang hal-hal

  42 yang di atas tadi.

b. Kategori Kecelakaan Kerja

  Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja dan UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja memperluas pengertian kecelakaan kerja dengan meliputi penyakit yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, namun dengan catatan bahwa kalau penyakit tersebut menyebabkan yang bersangkutan cacat atau meninggal dunia, maka untuk dapat dianggap sebagai penyakit kecelakaan kerja haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut adalah:

  a) Pekerjaan pekerja/buruh harus menanggung resiko penyebab penyakit itu; b)

  Pekerja/buruh yang bersangkutan berhubungan langsung dengan resiko tersebut; c)

  Penyakit tersebut telah berlangsung selama suatu masa tertentu;

  d) Tidak ada kelalaian atau kesengajaan oleh pekerja/buruh sehingga ia terkena penyakit itu; e)

  Khusus untuk penyakit tertentu (slicosis, absestosis, dan bsynosis) tidak dianggap sebagai penyakit akibat kerja (kecelakaan kerja) jika pekerja/buruh menderita penyakit tersebut lebih dari tiga tahun sejak dia berhenti bekerja di tempat penyebab penyakit

  43 itu. Dalam kaitannya dengan kecelakaan kerja ada suatu jenis kecelakaan yang tidak dapat dikategorikan sebagai kecelakan kerja. jenis-jenis kecelakaan kerja tersebut adalah :

  a) Kecelakaan yang terjadi pada waktu cuti, yaitu yang bersangkutan sedang bebas dati urusan pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Jika yang bersangkutan mendapat panggilan atau tugas dari perusahaan, dalam perjalanan untuk memenuhi panggilan tersebut, yang bersangkutan sudah dijamin oleh Jaminan Kecelakaan Kerja.

  b) Kecelakaan yang terjadi di mes/ perkemahan yang tidak berada di lokasi tempat kerja.

  c) Kecelakaan yang terjadi dalam rangka melakukan, kegiatan yang bukan merupakan tugas dari atasan, untuk kepentingan perusahaan.

  d) Kecelakaan yang terjadi pada waktu yang bersangkutan meninggalkan tempat kerja untuk kepentingan pribadi. Contoh: pergi makan tidak dianggap sebagai kecelakaan kerja jika perusahaan menyediakan fasilitas makan.

  Jenis kecelakan di atas tentunya tidak akan mendapatkan jaminan dari Badan

44 Penyelenggara.

c. Iuran Kecelakaan Kerja

  Iuran bagi program jaminan sosial, khususnya program jaminan kecelakaan kerja ini biasanya dibayar oleh penguasa. Kewajiban pengusaha untuk membayar iuran kecelakaan kerja didasari oleh prinsip “ siapa yang berani mempekerjakan seseorang harus berani pula menanggung risiko akibat dipekerjakannya itu.” Inilah yang disebut asas “Employer’s Liabilit” atau “tanggung jawab pengusaha.” Pekerja/buruh yang harus diberikan ganti rugi apabila menderita kecelakaan menurut UU No. 33 Tahun 1947 ini adalah : “Setiap orang yang bekerja pada majikan di perusahaan yang diwajibkan memberikan tunjangan dengan

  45 mendapatkan upah” (vide Pasal 6 ayat 1 UU No. 33 Tahun 1974).

  Mekanisme asuransi sosial untuk jaminan kecelakaan kerja pertama kali dipergunakan dalam program Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977. Dengan demikian, mekanisme pembayaran iuran atau premi untuk kecelakaan kerja (oleh

  46 pengusaha) dimulai dengan berlakunya peraturan pemerintahan tersebut.

d. Kewajiban Pengusaha Dalam Hal Terjadinya Kecelakaan Kerja

  Dalam hal terjadinya kecelakaan kerja yang menimpa pekerja/buruh yang dipertanggungkan dalam program jaminan sosial tenaga kerja, maka kewajiban pengusaha adalah sebagai berikut:

  a) Wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja yang menimpa pekerja/buruhnya kepada Kantor Dinas Tenaga Kerja dan badan penyelenggara setempat sebagai laporan kecelakaan kerja tahap I dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak terjadinya kecelakaan.

  b) Wajib mengirim laporan kecelakaan kerja tahap II kepada Kantor

  Dinas Tenaga Kerja dan badan penyelenggara setempat dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam setelah pekerja/buruh yang tertimpa kecelakaan kerja mendapatkan surat keterangan dokter yang menerangkan: (a)

  Keadaan sementara tidak mampu bekerja telah berakhir; atau (b)

  Keadaan cacat sebagian untuk selama-lamanya; atau (c)

  Keadaan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental; atau (d) Meninggal dunia. Laporan kecelakaan kerja tahap II yang disampaikan kepada badan penyelenggara berfungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran jaminan kecelakaan kerja. oleh karena itu, laporan kecelakaan kerja ini harus dilampiri:

  • Fotokopi kartu peserta;
  • Surat keterangan dokter sebagaimana dikemukakan di atas;
  • Kuitansi biaya pengobatan dan pengangkutan. Dengan demikian, ini berarti biaya pengobatan dan pengangkutan dibayar terlebih dahulu oleh pengusaha;

  • Dokumen pendukung lain yang diperlukan oleh badan penyelenggara.

  c) Wajib melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak menerima hasil

  47 diagnosis dari dokter pemeriksa.

2. Jaminan Kematian

  Khusus untuk jaminan kematian Pasal 16 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-12/MEN/VI/2007, menentukan bahwa: “ peserta jaminan kematian masih berhak mendapat perlindungan jaminan kematian selama 6 (enam) bulan sejak tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja. Ini berarti bahwa ahli waris tenaga kerja (pekerja/buruh) tetap akan mendapatkan jaminan kematian, meskipun tenaga kerja (pekerja/buruh) meninggal dunia dalam kurung waktu 6 (enam) bulan sejak tenaga kerja berhenti bekerja (pensiun).” Iuran untuk jaminan kematian ini ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.

  Dengan demikian, ini berarti sama dengan jaminan kecelakaan kerja yang juga ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha sebagai perwujudan dari tanggung jawab pengusaha (employer’s liability). Besarnya iuran adalah 0,30% dari upah sebulan masing-masing pekerja/buruh yang secara rutin harus dibayar langsung oleh

  48

  pengusaha kepada badan penyelenggara. Yang berhak menerima santunan kematian dan biaya pemakaman adalah para ahli waris (atau keluarga) pekerja/buruh, yaitu: a. Suami atau istri yang sah menjadi tanggungan tenaga kerja (pekerja/buruh) yang terdaftar pada badan penyelenggara;

  b. Anak kandung, anak angkat, dan anak tiri yang belum berusia 21 tahun, belum menikah, tidak mempunyai pekerjaan, yang menjadi tanggungan tenaga kerja (pekerja/buruh), dan terdaftar pada badan penyelenggara maksimum tiga orang anak.

  Jika belum atau tidak ada ahli waris yang terdaftar pada badan penyelenggara, maka urutan pertama yang diutamakan dalam pembayaran santunan kematian dan biaya pemakaman adalah:

  a. Janda atau duda;

  b. Anak;

  c. Orang tua

  d. Cucu;

  e. Kakek dan nenek; f.

  Saudara kandung; g. Mertua.

  Para ahli waris atau pihak yang berhak menerima santunan dan biaya pemakaman mengajukan permohonan kepada badan penyelenggara dengan melampirkan bukti-bukti:

  • Kartu peserta; - Surat keterangan kematian.

  49 Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa:

  a. Dalam hal pekerja/buruh tidak mempunyai keturunan sebagaimana tersebut di atas, maka pembayaran santunan kematian dan biaya pemakaman diberikan secara sekaligus kepada mereka yang ditunjuk pekerja/buruh dalam wasiatnya.

  b. Dalam hal tidak ada wasiat, pembayaran santunan kematian dan biaya pemakaman diberikan kepada pengusaha atau pihak lain guna pengurusan pemakaman.

  c. Dalam hal magang atau murid, dan mereka yang memborong pekerjaan, serta narapidana meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja yang berhubungan dengan hubungan kerja, keluarga yang

  50 ditinggalkan tidak berhak atas jaminan kematian.

3. Jaminan Hari Tua

  Telah dikemukakan bahwa jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan untuk menanggulangi masalah ketidakpastian pendapatan atau penghasilan. Diantara berbagai penyebab ketidakpastian pendapatan atau penghasilan adalah karena hari tua (pensiun) dan kematian muda. Oleh karena itu, maka dalam setiap program jaminan sosial, jaminan hari tua, dan jaminan kematian ini selalu dipersatukan. Pensiun merupakan istilah umum untuk menyatakan pemberian tunai dalam jaminan jangka panjang guna menghadapi risiko hari tua, cacat, dan kematian prematur, atau kematian dini (kematian muda) dikemudian hari. Dengan demikian, pensiun tersebut tidak hanya menjamin hari tua yaitu kehidupan setelah mencapai umur tertentu, tetapi juga jika mengalami cacat tetap total dan meninggal dunia sebelum mencapai batas umur yang ditentukan (55 tahun).

a. Pengertian Jaminan Hari Tua

  Jaminan hari tua merupakan program tabungan wajib yang berjangka panjang dimana iurannya ditanggung oleh pekerja/buruh dan pengusaha, namun pembayarannya kembali hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Dengan demikian, maka itu berarti: a)

  Program jaminan hari tua ini bersifat wajib, sebab hanya kewajiban yang dipaksakan dengan sanksi, sering kali sulit bagi pekrja/buruh untuk menabung demi masa depannya sendiri, dan bagi pengusaha untuk memikirkan kesejahteraan para pekerja/buruhnya.

  b) Program ini berjangka panjang, karena memang dimaksudkan untuk hari tua, maka tidak bisa diambil sewaktu-waktu.

  c) Iurannya ditanggung oleh pekerja/buruh sendiri ditambah dengan iuran dari pengusaha untuk diakreditir pada rekening masing- masing peserta (pekerja/buruh) oleh badan penyelenggara.

  d) Adanya persyaratan jangka waktu pengambilan jaminan. Ini maksudnya agar jumlahnya cukup berarti untuk bekal hari tua, kecuali peserta yang bersangkutan meninggal dunia atau cacat tetap total sebelum hari tua.

  Pada dasarnya program jaminan hari tua dalam Undang-Undang Nomor 3 sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun

  51

  1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja. Dalam jaminan hari tua menurut UU No. 3 Tahun 1992, penyelenggaraannya dilakukan secara wajib berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Besar iuran 5,7% dari upah pekerja/buruh, dengan rincian 3,7% ditanggung oleh pengusaha dan 2% ditanggung oleh pekerja/buruh. Pengambilan dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu dan dibayar secara lumpsum (sekaligus), dan juga dibayar secara berkala apabila memenuhi syarat yang ditentukan. Besar jaminan yang diterima oelh pekerja/buruh hampir 175% lebih dari yang disetor pekerja/buruh karena adanya tambahan iuran oelh pengusaha, ditambah hasil pengembangan oleh

  52 badan penyelenggara yang besarnya diumumkan setiap tahun.

b. Besarnya Jaminan Hari Tua

  Jaminan hari tua akan dibayarkan langsung oleh badan penyelenggara kepada pekerja/buruh yang bersangkutan atau ahli warisnya, dalam hal: a)

  Pekerja/buruh yang bersangkutan telah mencapai usia 55 tahun, yaitu usia sebagai batas masa kerja atau pensiun; b)

  Pekerja/buruh yang bersangkutan mengalami cacat tetap total menurut keterangan dokter yang ditunjuk oelh perusahaan atau badan penyelenggara; c) Pekerja/buruh yang bersangkutan meninggal dunia, baik karena kecelakaan kerja maupun karena kematian dini (prematur); d)

  Pekerja/buruh yang diputuskan hubungan kerjanya oleh pengusaha, dan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak mendapatkan pekerjaan lagi setelah melewati masa tunggu enam bulan terhitung sejak pekerja/buruh yang bersangkutan berhenti

  53 bekerja.

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

  Pemeliharaan kesehatan adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar pekerja/buruh memperoleh kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Secara rinci tujuan dari pemeliharaan kesehatan ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

  • Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja/buruh yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal.
  • Mencegah dan melindungi pekerja/buruh dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.
  • Menyeseuaikan pekerja/buruh dengan pekerjaannya.

  

54

- Meningkatkan produktivitas kerja.

  Dalam pengertian jaminan sosial, sakit merupakan keadaan sementara yang berakhir dengan kesembuhan, cacat tetap atau kematian. Pembiayaan yang timbul guna melindungi risiko sakit tersebut akan berupa biaya pengobatan dan perawatan, mengganti hilangnya penghasilan, dan dalam hal pekerja/buruh wanita termasuk juga biaya pemeliharaan kehamilan. Berkaitan dengan apa yang diuraikan di atas, maka upaya pemeliharaan kesehatan harus tetap dilakukan. Secara medis pemeliharaan kesehatan meliputi jenis pelayanan sebagai berikut:

  • Pelayanan dokter umum, termasuk kunjungan ke rumah sakit;
  • Pemeliharaan diognostik;
  • Pelayanan dokter spesialis;
  • Penyediaan obat-obatan;
  • Pemeliharaan kehamilan oleh dokter atau bidan;
  • Pemeliharaan bayi dan perawatannya dirumah sakit;
  • Pemeliharaan gigi;
  • Perawatan khusus;
  • Pelayanan rehabilitasi dan anggota badan tiruan;

  55 - Pelayanan ambulans.

  Jaminan pemeliharaan kesehatan menurut UU No. 3 Tahun 1992, yaitu meliputi :

  • Rawat jalan tingkat pertama;
  • Rawat jalan tingkat lanjutan;
  • Rawat inap;
  • Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
  • Penunjang diagnostik;

  • Pelayanan khusus;

  56 - Pelayanan gawat darurat.

a. Iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

  Iuran untuk program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) jaminan sosial tenaga kerja dibayar sepenuhnya oleh pengusaha, yaitu sebesar 6% dari masing-masing upah pekerja/buruh yang sudah berkeluarga, atau 3% masing-masing upah pekerja/buruh yang belum berkeluarga.

  Dengan jumlah pembayaran yang demikian yang perlu mendapatkan perjatian adalah:

  • Bagaimana jika pengusaha tidak melaporkan pekerja/buruhnya yang tadinya belum berkeluarga, lalu menikah? Laporan akan menimbulkan keharusan bagi pengusaha untuk menambah beban pembayaran iuran;
  • Bagaimana jika suami isteri pekerja/buruh bekerja dalam satu perusahaan, atau berbeda perusahaan, apakah keduanya akan dibayarkan iuran 6% oleh pengusahanya?

  Bagi pengusaha permasalahan di atas tentunya akan merupakan beban produksi, oleh karena itu pembentukan Undang-Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja perlu memikirkan lebih lanjut. Membeda-bedakan iuran anatara pekerja/burh lajang dan yang sudah berkeluarga tentunya akan menimbulkan masalah.

b. Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

  Jaminan pemeliharaan kesehatan yang merupakan salah satu program dari jaminan sosial tenaga kerja diselenggarakan secara terstruktur, terpadu dan berkesinambungan, yang bersifat menyeluruh dan meliputi pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) misalnya pemberian konsultasi, pencegahan penyakit (preventif) misalnya imunisasi dan penyembuhan penyakit (kuratif) misalnya tindakan medik, serta pemulihan kesehatan (rehabilitatif) misalnya pelayanan rehabilitasi dalam pelayanan yang diberikan secara terpadu oleh pelaksana pelayanan kesehatan.

  Pengertian dari pemeliharaan secara terstruktur adalah pelayanan yang mengikuti pola dan prinsip tertentu baik mengenai jenis maupun proses pembiayaannya. Sementara itu, “terpadu dan berkesinambungan” maksudnya adalah pelayanan kesehatan bagi pekerja/buruh, suami atau istri

  57 dan anak dijamin kelanjutannya sampai menuju keadaan sehat.

Dokumen yang terkait

Perbedaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Melalui Asuransi JAMSOSTEK Dengan Program BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Studi Pada PT. JAMSOSTEK Cabang Medan)

2 53 141

Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pelabelan Produk Pangan Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

5 129 137

Analisis Terhadap Status Hukum Dan Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Outsourcing Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

11 248 141

Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa (Penumpang) Angkutan Umum Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009

10 93 88

Perlindungan Hak Kreditor Dengan Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

0 10 149

Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Dalam Hal Teradi Pemutusan Hubungan Kerja Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

0 4 26

BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJABURUH A. Sejarah Pengaturan Sistem Jaminan Sosial Bagi PekerjaBuruh - Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Bagi Pekerja/Buruh Setelah Berlakunya Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara J

0 0 29

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KLAUSULA BAKU E. Pengertian Klausula Baku - Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Putusan Nomor 56/Pdt.G/2011/Pn Tegal)

0 0 19

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK A. Definisi Perjanjian - Analisis Hukum Perdata Tentang Syarat Sah Kontrak Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

0 0 33

BAB II INSTRUMEN HUKUM BAGI PERLINDUNGAN BAGI TENAGA KERJA INDONESIA A. Konvensi-Konvensi Internasional Terkait Dengan Buruh Migran - Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia Ditinjau dari Memorandum of Understanding antara Pemerintah Indones

0 0 18