BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Kualitatif - Gambaran Penyesuaian Pernikahan Pada Wanita yang Menjalani Commuter Marriage

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Kualitatif Paradigma penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

  paradigma penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus yang tujuan mendapatkan gambaran penyesuaian pernikahan pada wanita yang menjalani

  

commuter marriage yang mendalam dan spesifik. Paradigma penelitian kualitatif

  diharapkan peneliti dapat memperoleh pemahaman menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti sehingga dapat melihat permasalahan dengan lebih mendalam karena turut mempertimbangkan dinamika, perspektif, alasan, dan faktor-faktor eksternal yang turut mempengaruhi responden penelitian.

  Berdasarkan hal-hal diatas peneliti memutuskan untuk menggunakan paradigma penelitian kualitatif sebagai paradigma penelitian dalam meneliti penyesuaian pernikahan pada wanita yang menjalani commuter marriage sehingga hasil yang didapat dari penelitian ini dapat memberikan gambaran penyesuaian pernikahan pada wanita yang menjalani commuter marriage.

B. Metode Pengumpulan Data

  Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode wawancara dan observasi.

  1. Wawancara

  Penelitian ini menggunakan variasi wawancara kualitatif yaitu wawancara dengan pedoman umum, wawancara mendalam (in depth

  

interview ) dan berbentuk open-ended question. Selama proses wawancara,

  peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus digali tanpa menentukan urutan pertanyaan. Wawancara dalam penelitian ini juga berbentuk wawancara mendalam, dimana peneliti mengajukan pertanyaan mengenai penyesuaian yang dialami oleh responden. Jika peneliti menganggap data wawancara belum begitu jelas untuk dapat ditarik kesimpulannya maka peneliti akan mencoba melakukan probing pada responden. Wawancara dalam penelitian ini juga berbentuk open-ended question dimana peneliti mencoba mendorong responden untuk berbicara lebih lanjut tentang topik yang dibahas tanpa membuat responden merasa diarahkan.

  2. Observasi

  Observasi dilakukan saat wawancara untuk melihat perilaku subjek saat wawancara berlangsung.

C. Subjek dan Lokasi Penelitian

  1. Karakteristik Subjek Penelitian Pemilihan subjek penelitian didasarkan pada karakteristik tertentu.

  Adapun karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah wanita yang menjalani commuter marriage.

  2. Jumlah Subjek Penelitian

  Penelitian ini mengambil subjek sebanyak 2 orang. Alasan pengambilan sampel ini karena peneliti ingin berfokus untuk mendalami responden dan kesulitan dalam menemui subjek yang tidak berdomisili di kota Medan.

  3. Teknik Pengambilan Subjek Penelitian

  Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah pengambilan sampel berdasarkan konstruk teori yaitu pengambilan subjek dilakukan berdasarkan karakteristik-karakteristik tertentu yang sesuai dengan teori yang digunakan.

  4. Lokasi Penelitian

  Penelitian ini diadakan di kota Medan dan sekitarnya, sesuai dengan tempat tinggal subjek penelitian. Pengambilan data dilakukan di rumah ataupun tempat lain tergantung pada kenyamanan dan keinginan dari subjek penelitian.

D. Alat Bantu Pengumpulan Data

  Pencatatan data selama penelitian penting sekali karena data dasar yang akan dianalisis berdasarkan atas “kutipan” hasil wawancara. Oleh karena itu, pencatatan data harus dilakukan sebaik dan setepat mungkin. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif sangatlah penting dan cukup rumit, untuk itu diperlukan suatu instrumen atau alat penelitian agar dapat membantu peneliti dalam pengumpulan data (Moleong, 2005). Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Alat perekam (tape recorder)

  Alat perekam digunakan untuk memudahkan peneliti untuk mengulang kembali hasil wawancara yang telah dilakukan. Dengan adanya hasil rekaman wawancara tersebut akan memudahkan peneliti apabila ada kemungkinan data yang kurang jelas sehingga peneliti dapat bertanya kembali kepada responden. Penggunaan alat perekam ini dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari responden. Selain itu penggunaan alat perekam memungkinkan peneliti untuk lebih berkonsentrasi pada apa yang akan dikatakan responden.

  2. Pedoman wawancara

  Pedoman wawancara memuat isu-isu yang berkaitan dengan tema penelitian. Pertanyaan akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat wawancara berlangsung tanpa melupakan aspek-aspek yang harus ditanyakan. Pedoman ini digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek tersebut telah dibahas atau dinyatakan (Poerwandari, 2007). Pedoman wawancara digunakan tidak secara kaku sehingga memungkinkan peneliti untuk menanyakan hal-hal di luar pedoman wawancara demi mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat.

  3. Pedoman Observasi

  Pedoman umum observasi digunakan untuk mengambil data yang akan menghasilkan data pelengkap yang didapat dari hasil dengan subjek penelitian. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat membuat catatan observasi menurut Banister dkk (dalam Poerwandari, 2007) (1) deskripsi konteks (2) deskripsi karaketristik subjek yang diamati (3) deskripsi mengenai perilaku yang ditampilkan subjek. Dengan adanya pedoman observasi, membantu peneliti untuk mencatat data konkrit berkenaan dengan fenomena (Poerwandari,2007).

4. Alat Tulis dan Buku Catatan Kecil

  Pencatatan dilakukan untuk menunjang data yang terekam melalui perekam dan kertas untuk mencatat berfungsi sebagai data kontrol dan jalannya wawancara.

E. Kredibilitas Penelitian

  Kredibilitas penelitian ini nantinya terletak pada keberhasilan penelitian dalam mengungkapkan permasalahan-permasalahan mengenai gambaran penyesuaian pernikahan pada wanita yang menjalani commuter marriage. Adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas dan objektifitas penelitian ini, antara lain dengan: a.

  Menggunakan pertanyaan terbuka dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat. Pernyataan responden yang ambigu atau kurang jelas akan ditanyakan kembali (probing) di saat wawancara atau pada pertemuan selanjutnya, hal ini dilakukan untuk memperoleh data yang akurat.

  b.

  Mencatat bebas hal-hal penting serinci mungkin, mencakup catatan pengamatan objektif terhadap setting, responden ataupun hal lain yang terkait.

  c.

  Mendokumentasikan secara lengkap dan rapi data yang terkumpul, proses pengumpulan data maupun strategi analisanya.

  d.

  Memanfaatkan langkah-langkah dan proses yang diambil peneliti-peneliti sebelumnya dengan mempelajari dan membandingkan langkah-langkah penelitian baik penelitian di Fakultas Psikologi USU maupun penelitian- penelitian lain di luar Psikologi USU serta melihat efektifitas dari langkah- langkah tersebut tanpa mengesampingkan saran-saran yang dianjurkan secara teoritis. Langkah ini diharapkan dapat menjamin pengumpulan data yang berkualitas.

  e.

  Menyertakan dosen pembimbing yang dapat berperan sebagai pengkritik yang memberikan saran-saran dan pembelaan (devil’s advocate) yang akan memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap analisis yang dilakukan peneliti. Selain itu dosen pembimbing sebagai professional judgment terhadap alat pengumpulan data dan strategi analisa serta interpretasi data. Melakukan pengecekan dan pengecekan kembali (checking and rechecking) data, dengan usaha menguji kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda.

  f.

  Melakukan analisis data penelitian berdasarkan ”validitas argumentatif” yang dapat dibuktikan dengan melihat kembali ke data mentah.

F. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

  Pada tahap persiapan penelitian, peneliti menggunakan sejumlah hal yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian, yaitu sebagai berikut : a.

  Mengumpulkan data Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan teori-teori yang berhubungan dengan penyesuaian pernikahan dan commuter marriage.

  b.

  Menyusun pedoman wawancara

  Penyusunan pedoman wawancara dimulai terlebih dahulu dengan menyusun landasan teori yang digunakan. Berdasarkan landasan teori tersebut disusunlah sejumlah pertanyaan yang menjadi pedoman wawancara. Setelah pedoman wawancara disusun, peneliti melakukan

  professional judgement dengan dosen pembimbing serta mencoba

  pertanyaan ke beberapa orang mahasiswa psikologi untuk menilai efektifitas pedoman wawancara sekaligus mengecek kembali apakah tujuan yang ingin dicapai telah terpenuhi. Selanjutnya, hasil akhir dari pedoman wawancara yang tersusun dan disetujui oleh dosen pembimbing dapat dibaca pada lampiran. Pedoman wawancara ini dibuat agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian.

  c.

  Membuat informed consent (pernyataan pemberian izin oleh responden) Pernyataan ini dibuat sebagai bukti bahwa responden telah menyepakati bahwa dirinya akan berpartisipasi sebagai responden dalam penelitian ini tanpa adanya paksaan dari siapapun. Peneliti menjelaskan tentang penelitian ini beserta dengan tujuan dan manfaat penelitiannya.

  d.

  Mempersiapkan alat-alat penelitian Alat-alat yang dipersiapkan agar mendukung proses pengumpulan data seperti tape recorder, alat pencatat (kertas dan alat tulis) serta pedoman wawancara yang telah tersusun.

  e.

  Persiapan untuk mengumpulkan data

  Peneliti menghubungi calon responden untuk menjelaskan tentang penelitian yang dilakukan dan menanyakan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian.

  f.

  Membangun rapport dan menentukan jadwal wawancara Setelah memperoleh kesediaan dari responden penelitian, melalui ditandatanganinya surat pernyataan kesediaan oleh responden (informed

  

consent ), peneliti kemudian bertemu dengan responden untuk membangun

rapport . Setelah itu, peneliti dan responden penelitian menentukan dan

  menyepakati waktu dan lokasi bertemu selanjutnya untuk melakukan wawancara penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

  Setelah tahap persiapan penelitian dilakukan, maka peneliti memasuki beberapa tahap pelaksanaan penelitian, antara lain: a.

  Mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat wawancara Sebelum wawancara dilakukan, peneliti mengkonfirmasi ulang waktu dan tempat yang sebelumnya telah disepakati bersama dengan responden.

  Konfirmasi ulang ini dilakukan sehari sebelum wawancara dilakukan dengan tujuan agar memastikan responden dalam keadaan sehat dan tidak berhalangan dalam melakukan wawancara.

  b.

  Melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawancara Sebelum melakukan wawancara, peneliti meminta responden untuk menandatangani “Lembar Persetujuan Wawancara” yang menyatakan bahwa responden mengerti tujuan wawancara, bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan, mempunyai hak untuk mengundurkan diri dari penelitian sewaktu-waktu serta memahami bahwa hasil wawancara adalah rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Setelah itu, peneliti mulai melakukan proses wawancara berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya. Peneliti melakukan beberapa kali wawacara untuk mendapatkan hasil dan data yang maksimal.

  c.

  Memindahkan rekaman hasil wawancara ke dalam bentuk transkrip verbatim.

  Setelah proses wawancara selesai dilakukan dan hasil wawancara telah diperoleh, peneliti kemudian memindahkan hasil wawancara ke dalam verbatim tertulis. Pada tahap ini, peneliti melakukan koding dengan membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.

  d.

  Melakukan analisa data Bentuk transkrip verbatim yang telah selesai dibuat kemudian dibuatkan salinannya. Peneliti kemudian menyusun dan menganalisa data dari hasil transkrip wawancara yang telah di koding menjadi sebuah narasi yang baik dan menyusunnya berdasarkan alur pedoman wawancara yang digunakan saat wawancara. e.

  Menarik kesimpulan, membuat diskusi dan saran Setelah analisa data selesai, peneliti menarik kesimpulan untuk menjawab rumusan permasalahan. Kemudian peneliti menuliskan diskusi berdasarkan kesimpulan dan data hasil penelitian. Setelah itu, peneliti memberikan saran-saran sesuai dengan kesimpulan, diskusi dan data hasil penelitian.

3. Tahap Pencatatan Data

  Untuk memudahkan pencatatan data, peneliti menggunakan alat perekam sebagai alat bantu agar data yang diperoleh dapat lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebelum wawancara dimulai, peneliti meminta izin kepada responden untuk merekam wawancara yang akan dilakukan dengan tape recorder. Dari hasil rekaman ini kemudian akan ditranskripsikan secara verbatim untuk dianalisa. Transkrip adalah salinan hasil wawancara dalam pita suara yang dipindahkan ke dalam bentuk ketikan di atas kertas.

G. Teknik dan Prosedur Analisa Data

  Data yang diperoleh dari pendekatan kualitatif adalah berupa kata-kata. Untuk itu perlu melakukan analisis data. Beberapa tahapan dalam menganalisis data kualitatif menurut Poerwandari (2007), yaitu : a.

  Organisasi data Data kualitatif sangat beragam dan banyak, oleh karena itu peneliti berkewajiban untuk mengorganisasikan datanya dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisa, serta menyimpan data dan analisa yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Hal-hal yang penting untuk diorganisasikan di antaranya adalah data mentah yang merupakan hasil rekaman dan catatan lapangan penelitian yang berkaitan dengan penyesuaian diri pada wanita yang menjalani commuter marriage, dimana data tersebut akan diproses dalam bentuk verbatim dari hasil wawancara yang telah dilakukan dan kemudian akan ditandai/dibubuhi kode-kode khusus untuk mempermudah peneliti dalam melakukan analisis data.

  b.

  Koding dan analisa Setelah melakukan organisasi data, langkah penting pertama sebelum analisis dilakukan adalah memberi kode-kode pada materi yang diperoleh yang disebut dengan koding. Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan dan mensistematisasikan data secara lengkap dan detail. Dengan demikian peneliti akan dapat menemukan makna dari data yang dikumpulkannya. Peneliti berhak memilih cara melakukan koding yang dianggap paling efektif bagi data yang dikumpulkan, pemilihan koding bisa dilakukan dengan tanda, huruf, maupun angka. Pemberian koding dan analisis pada data dapat dilakukan setelah membuat transkip wawancara dalam bentuk tabel, transkip tersebut perlu diperhatikan dan dibaca secara berulang-ulang dan jika pada transkip wawancara ditemukan materi yang diharapkan maka dapat dilakukan analisa awal dan kemudian dapat dikoding berdasarkan tipe dan sumber konflik pernikahan sesuai dengan teori yang digunakan untuk memperoleh ide umum tentang tema sekaligus untuk menghindari kesulitan dalam mengambil kesimpulan.

  c.

  Pengujian terhadap dugaan Dugaan adalah kesimpulan sementara. Begitu tema-tema dan pola-pola muncul dari data, kita mengembangkan dugaan-duagaan yang juga merupakan kesimpulan-kesimpulan sementara. Dugaan yang berkembang tersebut harus dipertajam serta diuji ketepatannya sesuai dengan teori. Saat tema-tema dan pola-pola muncul dari data, untuk meyakini temuannya, selain mencoba untuk terus menajamkan tema dan pola yang ditemukan, peneliti juga perlu mencari data yang memberikan gambaran atau fenomena berbeda dari pola-pola yang muncul tersebut.

  d.

  Strategi analisa Analisis terhadap data pengamatan sangat dipengaruhi oleh kejelasan mengenai apa yang dilakukan. Patton (dalam Poerwandari, 2007) menjelaskan bahwa proses analisis dapat melibatkan konsep-konsep yang muncul dari jawaban atau kata-kata partisipan sendiri maupun konsep yang dipilih oleh peneliti untuk menjelaskan fenomena yang dianalisis.

  e.

  Interpretasi

  Menurut Kvale (dalam Poerwandari, 2007) interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam. Peneliti memiliki perspektif mengenai apa yang sedang diteliti dan menginterpretasi data melalui perspektif tersebut. Interpretasi dilakukan sesuai dengan teori yang digunakan oleh peneliti mengenai tipe-tipe dan sumber-sumber konflik pernikahan. Peneliti beranjak melampaui apa yang secara langsung dikatakan partisipan untuk mengembangkan struktur-struktur dan hubungan-hubungan bermakna yang tidak segera tertampilkan dalam teks (data mentah atau transkrip wawancara).

BAB IV ANALISA DATA DAN INTERPRETASI Pada bab ini akan diuraikan analisa data dan interpretasi hasil penelitan mengenai penyesuaian pernikahan pada wanita yang menjalani commuter marriage. Bab ini akan di uraikan dalam dua bagian. Pada bagian pertama akan diuraikan mengenai rangkuman hasil wawancara serta analisa data masing-masing responden. Pada bagian kedua akan diuraikan interpretasi dari hasil yang diperoleh. Pada bab ini juga akan ditemui kode-kode tertentu, seperti (S1.W1.b9-12)

  yang dimaksudkan bahwa pernyataan tersebut dapat dilihat dalam verbatim subjek satu, wawancara pertama, baris 9-12 di bagian lampiran.

A. ANALIS DATA

1. Responden 1

a. Identitas Diri Responden

  

Tabel 1. Identitas Diri Responden 1

  Nama R1 Usia 49 tahun Usia pernikahan 22 tahun Lamanya Commuter Marriage 8 tahun Jumlah anak 3 orang Pekerjaan Wiraswasta Suku Jawa

  Pendidikan S-1 Agama Islam

  b. Jadwal Wawancara

Tabel 2. Jadwal Wawancara Responden 1

No. Hari, Tanggal Waktu Tempat

  1 Sabtu, 7 Maret 2014 09.05 – 10.15 Kantin Sekolah

  2 Jumat, 5 April 2014 09.30 – 10.50 Kantin Sekolah

  3 Sabtu, 3 Mei 2014 10.00 – 11.30 Kantin Sekolah

  c. Rangkuman Hasil Wawancara

  Responden adalah seorang ibu rumah tangga dengan tiga orang anak. Dua anaknya kuliah di Bogor sedangkan anak bungsu masih SMP. Suaminya bekerja di perkebunan daerah Langsa, Aceh. Awalnya responden tinggal bersama dengan suami dan anak-anaknya di Medan. Setelah 14 tahun bersama, suami responden dipindahtugaskan ke Langsa, sehingga mereka menjalani commuter marriage. Biasanya suami respoden pulang sekali seminggu selama dua sampai tiga hari.

  Selama ditinggal suaminya biasanya kegiatan yang dilakukan oleh responden adalah olahraga di pagi hari, mengantar-jemput anak sekolah, arisan, pengajian, dan berkumpul bersama teman-temannya. Responden juga memiliki kos-kosan yang sudah ada sebelum mereka menjalani commuter untuk tambahan penghasilan dan persiapan apabila kelak suaminya sudah pensiun. Selain itu ia memang suka dengan tingkah laku anak kos-kosan. Responden sering ikut berbagi cerita bersama penghuni kosnya, memberikan nasehat-nasehat, dan menurutnya itu menjadi hiburan tersendiri baginya sehingga bisa meninggalkan pikiran mengenai suaminya dan tidak merasa sepi lagi.

  Di awal perpisahan, responden mengaku timbul rasa curiga dan was-was terhadap suaminya. Ia takut suaminya mengkhianatinya dan berbuat yang tidak baik disana. Namun seiring berjalannya waktu perasaan itu mulai pudar walaupun masih ada sampai sekarang. Itu terjadi karena komunikasi baik yang terjalin antara ia dan suaminya. Ia sering berkomunikasi dengan suaminya walaupun hanya sebentar dan sekedar menanyakan kabar, namun setiap hari. Kebiasan komunikasi seperti itu yang membuat rasa curiga dan was-was nya berkurang. Ia juga memberikan kepercayaan sepenuhnya pada suaminya karena menurutnya suami istri itu pasti punya kontak batin, sehingga ia tidak perlu terlalu mengkhawatirkan suaminya.

  Selain itu, di awal perpisahan responden juga merasa sedih karena harus berpisah dengan suami. Namun dari awal ia sudah merasa ikhlas karena ia percaya bahwa itu semua adalah takdir dari Tuhan dan adanya dukungan dari suaminya bahwa perpisahan ini harus dijalani oleh keluarga mereka untuk tetap mendapatkan penghasilan. Suaminya bilang agar ia bersabar menjalaninya. Ia pun mengerti bahwa inilah tuntutan pekerjaan dan resiko dari pekerjaan suaminya sehingga mau tak mau ia harus menerimanya. Anak-anaknya juga mengerti dengan keadaan yang dialami oleh kedua orangtuanya. Anak pertama dan kedua memang sudah remaja pada saat kedua orangtuanya menjalani commuter marriage sehingga responden tidak merasa kesulitan ketika menjelaskan dan memberikan pengertian pada anak-anaknya. Namun anaknya yang paling kecil yang susah diberi pengertian. Pada awal commuter anak yang paling kecil memang masih balita. Sehingga belum mengerti mengenai perpisahan yang dijalani orangtuanya. Namun sampai sekarang anak yang paling kecil sudah kelas I SMP dan masih sering mengeluh mengenai responden yang pergi ke kebun untuk melihat suaminya. Responden akan meyakinkan pada anaknya yang paling kecil bahwa suaminya membutuhkannya disana. Lagipula di rumah ada bibi untuk mengurusi segala kebutuhannya, ada juga dua kakanya yang akan menjaganya di rumah. biasanya anaknya akan mengerti kalau sudah diingatkan seperti itu.

  Responden merasakan ketakutan karena tidak ada yang melindunginya sedangkan anak laki-lakinya yang ada di rumah masih SMP. Apabila malam hari, karena suami tidak ada, respoden takut ada maling. Dari awal perpisahan sampai sekarang perasaan itu masih ada. ia akan merasa aman kalau suaminya sudah pulang ke rumah.

  Selain itu responden menikmati waktu-waktu yang ia miliki sendiri dengan berinteraksi lebih sering dengan teman-temannya dan mengikuti kegiatan yang berguna seperti arisan dan pengajian. Itu semua dapat mengalihkan perhatiannya dari pikiran-pikiran yang mengganggu ataupun stress. Dia juga berpendapat bahwa sifat supelnya yang membuat ia tidak terlalu stress. Stress yang ia alami lebih karena anak- anaknya. Pengasuhan anaknya yang bungsu juga terkadang membuat ia stress, misalnya urusan membangunkan anak dan kalau sudah terlambat ke sekolah. Namun karena ada pembantu di rumah, stress nya jadi berkurang. Selain itu ia juga akan stress apabila anaknya sakit, terlebih yang kuliah di Bogor. Itu akan mengganggu pikirannya. Pada saat itu biasanya komunikasi akan lebih intens. Ia juga akan menawarkan diri untuk menjenguk anaknya namun anaknya suka menolak dengan alasan sudah tidak tidak apa-apa. responden kebetulan memiliki keluarga di Jakarta, sehingga ia akan meminta keluarganya tersebut memantau keadaan anaknya yang sedang sakit.

d. Observasi Pada Saat Wawancara

  Wawancara 1 Wawancara dilakukan pada hari Sabtu, 8 Maret 2014. Peneliti datang bersama dengan seorang teman yang memperkenalkan peneliti dengan responden. Saat peneliti tiba di tempat, responden sudah menunggu di halaman sekolah. Setelah bersalaman dengan responden, ia mengajak responden dan teman menuju ke kantin sekolah tersebut. Keadaan kantin pada saat itu sepi karena belum saatnya jam istirahat anak sekolah. Hanya ada beberapa orangtua murid yang sedang bercakap-cakap sambil makan di kantin tersebut.

  Kantin tempat diadakannya wawancara berukuran sekitar 8x8 meter. Tidak ada pintu kantin tersebut karena satu sisinya dibiarkan terbuka sehingga kantin tersebut sangat terang dengan adanya sinar matahari langsung. Di dalamnya ada berbagai macam penjual makanan mulai dari nasi, sate, roti cane, martabak, mie, dan berbagai jenis minuman seperti the manis, sirup, dan es blender. Meja dan kursi disusun satu meja untuk dua kursi panjang yang saling berhadapan.

  Setelah duduk, peneliti mempersiapkan alat perekam dan pedoman wawancara. Responden menanyakan apakah peneliti ingin makan atau minum.

  Peneliti dan teman memutuskan untuk memesan minum saja. Wawancara pun dimulai setelah responden menyetujui untuk dimulai.

  Dari awal wawancara berlangsung, responden terlihat luwes dan menjawab pertanyaan sesuai pertanyaan. Seringkali juga responden tertawa saat menjawab pertanyaan. Namun ada juga saat-saat responden menjawab dengan serius. Ada juga saat responden malah menawarkan pertanyaan pada peneliti untuk ditanyakan padanya.

  Setelah mengakhiri wawancara, peneliti mematikan alat perekam dan meminta kesediaan responden untuk melakukan wawancara selanjutnya di hari lain. kemudian responden dan peneliti berbicara santai. Sekitar 15 menit kemudian peneliti dan temannya akhirnya memutuskan untuk pulang. Wawancara 2 Wawancara kedua dilakukan pada hari Jumat, 4 April 2014. Kali ini peneliti datang sendirian. Peneliti menjumpai responden di tempat diadakannya wawancara sebelumnya yaitu di sebuah kantin sekolah. Sesampainya di kantin terlihat responden sedang duduk dengan beberapa orangtua murid. Peneliti langsung menjabat tangan resonden dan bertanya apakah sudah lama menunggu. Ternyata ia sudah lama ada di tempat karena sekalian mengantar anaknya sekolah. Peneliti meminta maaf dan responden bilang tidak apa-apa.

  Seperti saat wawancara sebelumnya, keadaan kantin itu sepi karena memang belum saatnya untuk istirahat anak sekolah. Responden menanyakan apakah peneliti mau makan atau minum, peneliti menolak karena memang sudah sarapan sebelumnya. Peneliti mengeluarkan informed consent dan meminta responden menandatanganinya. Responden tidak langsung menandatanganinya namun ia mengambil kacamatanya dan membaca isi informed consent. Setelah itu ia meminta pulpen dan akhirnya menandatangani informed consent.

  Peneliti kemudian menyimpan informed consent dan menyalakan perekamnya. Peneliti menanyakan apakah wawancara sudah bisa dimulai. Setelah responden menyetujui, wawancara pun dimulai.

  Jika dibandingkan wawancara sebelumnya, suara responden kali ini sedikit lebih pelan. Namun ia tetap ceria dan sering tersenyum serta tertawa saat wawancara berlangsung. Di tengah wawancara, responden kembali menawarkan minuman dan penelitipun menyetujui. Peneliti memesan teh manis dan responden memesan sirup.

  Setelah itu wawancara kembali dilanjutkan. Setiap kali ada jeda untuk pertanyaan selanjutnya, responden terus menyuruh peneliti untuk minum. Peneliti hanya mengiyakan dan menyeruput minumannya.

  Sesekali responden malihat telepon genggamnya. Ternyata setelah wawancara ia berencana pergi ke Petisah untuk belanja. Akhirnya peneliti mengakhiri wawancara dan mematikan alat perekam. Peneliti dan responden ngobrol-ngobrol sedikit dan kemudian peneliti meminta izin untuk pulang.

  Wawancara 3 Wawancara ketiga dilaksanakan pada tanggal 3 Mei di sebuah kantin sekolah yang berbeda dari wawancara sebelumnya namun masih dalam sekolah yang sama.

  Keadaan kantin yang menjadi lokasi wawancara kali ini tidak jauh berbeda dengan kantin sebelumnya. Hanya saja ukuran kantin ini lebih besar yaitu sekitar 10x10 m.

  Ada banyak kursi dan meja yang disusun rapi dua baris. Di sebelah kiri kantin ada banyak pedagang makanan dan minuman. Namun karena kantin terletak dekat toilet, sehingga bau kurang sedap menyebar di kantin tersebut. Walaupun begitu ada beberapa orangtua murid yang sedang menunggui anaknya pulang sekolah di kantin itu. ada yang sedang makan, merajut, dan mengobrol dengan sesama orangtua.

  Tak lama setelah tiba di tempat, peneliti menghubungi responden untuk memberitahu bahwa sudah sampai. Ternyata responden sudah dari pukul 07.30 pagi sampai di sekolah untuk mengantarkan anaknya namun ia berada di kantin tempat wawancara sebelumnya dilaksanakan. Alasan peneliti meminta perpindahan lokasi adalah karena kantin sebelumnya sangat berisik pada jam istirahat dan peneliti merasa kesulitan pada saat membuat verbatim. Peneliti memilih tempat paling ujung yang jauh dari toilet agar bau toilet tidak tercium sehingga responden juga tetap bisa merasa nyaman selama berlangsungnya wawancara.

  Sesampainya responden di tempat, ia menanyakan kenapa peneliti terlambat datang karena memang sebelumnya sudah berjanji untuk berjumpa pada pukul 09.00 pagi. Setelah menjelaskan alasan keterlamabatan, peneliti kemudian menyiapkan perekam suara dan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Peneliti kemudian menanyakan pada responden apakah wawancara sudah bisa dimulai.

  Pada hari itu responden mamakai pakaian berwarna biru kehijauan dengan jilbab berwarna sama dan celana kain berwarna hitam. Ia memakai sandal dengan warna yang sama dengan pakaiannya juga. Ia juga membawa sebuah tas dan kantung plastik dengan corak garis hitam dan biru muda berisikan pesanan temannya.

  Setelah menyetujui untuk memulai wawancara, peneliti pun mengajukan pertanyaan pada responden. Seperti sebelum-sebelumnya responden menjawab pertanyaan dengan lancar. Namun pada saat peneliti menanyakan bagian tentang seksualitas, responden agak sedikit terbata-bata sambil tersenyum dan tidak melihat langsung ke peneliti. Matanya menjalar ke mana-mana. Seiring berjalannya wawancara, ia menjadi lancar menjawab pertanyaan yang berbau hubungan seksualnya dengan suaminya.

  Setelah mengakhiri wawancara, peneliti mematikan perekam dan mengobrol sedikit mengenai kesibukan reponden pada saat itu. Akhirnya responden dan peneliti sama-sama pulang karena responden sudah ada janji dengan temannya begitu juga dengan peneliti.

e. Latar Belakang Commuter Marriage

  Responden sudah 22 tahun menikah dengan suaminya. 14 tahun pertama pernikahan mereka masih tinggal serumah hingga pada suatu hari suaminya pulang ke rumah membawa SK dari kantornya yang menyatakan bahwa suaminya harus pindah tugas ke Langsa. Suami responden adalah seorang manajer di salah satu perusahaan milik negara.

  Responden mengaku dirinya ikhlas dengan surat keputusan tersebut. Menurutnya itu sudah menjadi konsekuensi pekerjaan yang harus diterima. Bahkan katanya suami tidak memberikan pengertian padanya sama sekali ketika mendapat surat keputusan itu. ia sendiri sudah merasa ikhlas menerima kenyataan bahwa mereka harus berpisah. Pekerjaan suaminya adalah sumber keuangan utama keluarga responden sehingga ia merasa ikhlas.

  Pada saat keputusan tersebut dibuat, anak-anaknya masih tinggal bersama mereka. responden memiliki tiga orang anak. Dua masih SMP dan yang paling kecil belum bersekolah. Menurut pengakuannya, dua anaknya yang paling besar tidak susah diberi pengertian mengenai ayah mereka yang tidak bisa tinggal bersama.

  Mereka mengerti bahwa pekerjaanlah yang membuat mereka harus berpisah dan mereka menerimanya. Lain halnya dengan anak responden yang paling kecil.

  Ananknya masih suka menanyakan kenapa ibunya sering pergi ke Langsa menemui ayahnya. Responden mengatakan pada anaknya bahwa dirinya harus menemani ayahnya disana. Disana ayahnya sendirian dan ia harus datang untuk menemaninya. Di rumah juga ada saudaranya yang akan menjaganya atau bibi yang mengurus segala keperluannya. Biasanya kalau sudah diberi tahu seperti itu anaknya akan mengiyakan dan akhirnya diam.

  Selain karena alasan pekerjaan suaminya, pendidikan anak menjadi alasan responden untuk tinggal menetap di Medan. Sebenarnya bisa saja ia dan anak- anaknya ikut suami ke Langsa namun ia tidak ingin anaknya mengenyam pendidikan di daerah perkebunan. Ia ingin anaknya mendapatkan pendidikan yang layak dan menurutnya tetap tinggal di Medan adalah keputusan yang tepat. Hal inilah yang membuat responden dan anak-anaknya berpisah dengan suami.

f. Penyesuaian Pernikahan Responden

  Sebelum menjalani commuter marriage, responden tinggal bersama dengan suaminya selama kurang lebih 14 tahun. Setelah itu barulah responden menjalani

  

commuter marriage yang sekarang sudah berjalan 8 tahun. ada perubahan-perubahan

  yang terjadi dalam pernikahannya ketika menjalani commuter marriage seperti perjumpaan dengan suami. jika dulu bisa terus bersama dengan suami maka sekarang ia hanya berjumpa dengan suaminya pada akhir pekan saja. Komunikasi juga mengalami perubahan. Dulu ia bisa langsung berkomunikasi dengan tatap muka langsung dengan suaminya namun sekarang tidak bisa lagi karena mereka jarang berjumpa. Pemenuhan kebutuhan seksual yang dulunya bisa dilakukan dengan mudah sekarang hanya bisa disalurkan hanya ketika ia berjumpa dengan suaminya.

  8 tahun menjalani commuter marriage membuat responden terbiasa dengan berbagai perubahan-perubahan yang terjadi. Adapun bentuk penyesuaian yang dilakukan oleh reponden terhadap perubahan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Dyadic Consensus

  Berpisah dengan suaminya membuat responden yang mengambil keputusan sendiri. Dulu ia dan suami bisa dengan mudah berdiskusi dalam mengambil keputusan dengan tatap muka langsung. Sekarang, segala keputusan yang bisa dia ambil sendiri akan diputuskannya. Jika ia tidak bisa putuskan sendiri maka ia akan menghubungi suaminya untuk memutuskannya. Ia mengambil keputusan sendiri karena suaminya memang sudah percaya padanya dan setuju saja dengan keputusan yang diambil oleh responden. Lagipula ia bertindak seperti itu agar tidak menambah beban pikiran suaminya yang sedang bekerja. Sehingga ia akan menangani apa yang ia bisa.

  He eh, tapi kalau tante ga mampu baru om, gitu. Kalau masih mampu kecil- kecil ya tante lah. Kalau om udah udah apa itu udah.. mensahkan pokoknya kalau bisa di handle di handle aja (S1.W1.b60-63) Itu membantu suami meringankan pikirannya.

  (S1.W2.224-225) Biasanya hal-hal yang diputuskan sendiri oleh responden adalah urusan rumah tangga misalnya anak, keuangan, dan pekerjaan pembantu. Begitu juga dengan perlengkapan sekolah anak. Suaminya akan terlibat biasanya dalam penentuan pendidikan anak mulai dari jenjang SMA. Ia mengaku berdiskusi dengan suaminya mengenai pemilihan sekolah anak mereka karena itu menyangkut masa depan sehingga mereka berdua harus berdiskusi dalam menentukannya.

  Kalo masalah yang tante bisa itu dalam arti rumah tangga gitu, bibi, anak- anak masih SD SMP ato apa les nya apa apa apa keuangannya. (S1.W2.b171-174) Tapi seandainya kalo om yang harus terlibat itu biasanya waktu anak-anak misalnya mencari sekolahan. Itu kayak.. SMA. Karena apa kita menentukan SMA sama om karena kan untuk ke depannya. (S1.W2.b160-168) Responden juga sudah seperti tangan kanan suaminya. Misalnya ada keperluan seperti meminjam uang, mengurus surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan mengurus tukang untuk membangun kost mereka, respondenlah yang mengurus semuanya di Medan dan suaminya tinggal menandatangani saja. Kalau dulu suaminya yang bertanggung jawab langsung atas keperluan-keperlan tersebut, sekarang ia yang harus melakukannya sendirian karena kontak yang jauh antara pihak yang berkeperluan dengan suaminya. Respondenlah yang akhirnya yang mengejar suaminya untuk mendapatkan tanda tangan persetujuan. Diakuinya memang menunggu suaminya pulang ke Medan untuk mendapatkan tanda tangan ini adalah hal yang sulit.

  Ooo kalo kita mau jumpa seseorang umpamanya kita pinjem uang. Aa itu kan sama om sedangkan itukan harus segera tandatangan kan otomatis saya yang ngejar-ngejar om ini. Saya yang ngurusin semuanya. Tapi kan siapapun ceritanya tanda tangan ini, ngurusin pinjem, ngurusin IMB, kayak kita mau bangun ini, tukang apa apa apa tanda tangannya ini. Ini yang agak susah, harus nunggu, ini susah nunggu om.

  (S1.W2.b183-192) Biasanya setelah responden memutuskan sesuatu ia akan ceritakan pada suaminya ketika pulang bekerja. Mereka akan mendiskusikannya. Suaminya tidak menetapkan bahwa keputusan harus seperti apa yang dia inginkan. Suaminya malah akan memberikan masukan padanya untuk pengambilan keputusan selanjutnya.

  Responden akan menerima masukan suaminya dengan senang hati.

  Kan saya yang ambil keputusan, trus saya kasitau sama om ni ceritanya. Trus misalnya si om, kenapa nggak gini. Gitu kan? Nah kalo masukan kan dia menjelaskan ni, kalo memang tante ada cocoknya kan bisa dirembukin, kan nggak harga mati.

  (S1.W2.b211-217)

  Bicara soal keuangan keluarga, responden yang memegang kendali sepenuhnya. Semua gaji suaminya dsimpan di rekeningnya sendiri. Kebiasaan ini bukan karena mereka berpisah. Dari awal pernikahan mereka memang sudah responden yang memegang semua gaji suaminya karena itu adalah hak dirinya dan anak-anak. Biasanya keuangan dikeluarkan untuk rumah tangga dan untuk anak- anaknya yang berada di Bogor selebihnya ditabung.

  Ya kalau uang ini tante aja lah, masalah keuangan tante yang handle (S1.W1.b82-83) Om nggak ngirim. Semua ke rekening tante (S1.W2.b534-535) Masalah uang waktu baru nikah udah sama tante. Om gajian semua sama tante, sak amplop-amplopnya pun sama tante. Karena menurut om itu hak istri dan anak-anak gitu jadi ga ada permasalahan karena pisah kita yang pegang (S1.W3.b8-13) Ditabung, rumah tangga, itu aja (S1.W2.b245) Responden mengaku suaminya memang biasanya menanyakan kemana saja pengeluaran keuangan mereka. ia pun akan menjelaskan kepada suaminya mengenai pengeluarannya tersebut. Namun untuk pengeluaran tetap sehari-hari tidak akan diceritakan pada suaminya. Suaminya juga sudah percaya padanya dan merasa tidak masalah dengan semua pengeluaran responden.

  Aaa iya, umpama ne iya ini untuk apa untuk apa? Untuk ini ini ini. kadang- kadang pun ngambil kan kita nggak apa-apa om nggak masalah. (S1.W2.b538-543)

  Kalo yang utuk apa.. yang untuk apa bilangnya.. pengeluaran tetap ya nggak perlu. (S1.W3.b142-143) Tidak ada perbedaan keuangan yang mencolok antara sebelum dan setelah responden berpisah dengan suaminya. Biaya hidup suaminya ditanggung oleh pihak perusahaan. Bukan berarti juga bahwa pengeluaran lebih rendah karena tanggungan perusahaan tersebut.

  Nggak ada perbedaan untuk pengeluaran itu yakan karena om di sana di MES ditanggung. (S1.W3.b20-21) Kalo om kan makan kami seberapa ya dia kami masak dia makan itu juga. Istilahnya kan gitu. Nggak ada perbedaan. (S1.W3.b24-27) Dulu sebelum dua anaknya kuliah di Bogor, mereka masih tinggal bersama.

  Ketika anak-anaknya masih kecil ia yang mengurus anak. Tapi jika suaminya pulang, suaminya juga ikut mengasuh anak mereka. Sekarang tinggal anaknya yang paling kecil yang masih dalam pengawasannya. Dua anaknya yang di Bogor tentunya sudah tidak bisa pantau lagi secara langsung. Ia hanya bisa mengetahuinya lewat komunikasi melalui telepon. Namun suaminya tetap ikut berperan dalam pengasuhan.

  Anak-anak masih kecil tante yang urus. Kalo kumpul kan om selalu melihat. Kalo udah besar-besar ini ya karena udah besar dan pisah jadi nggak bisa dilihat. Yang kecil ini la palingan. Kalo pengawasannya ya tetap berdua la (S1.W2.b250-255)

  Walapun berdua, biasanya memang responden yang paling sering berinteraksi dengan anak mereka dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya jika ia menegur anaknya tentang sesuatu tapi anaknya tidak mau mendengarkan, pada saat itulah ia meminta bantuan suaminya untuk bicara pada anak-anak. Tak jarang pula suaminya menolak untuk berbicara pada anak mereka jika anak mereka tidak mau mendengarkan responden. Alasannya adalah suaminya ingin anak-anak mereka juga bisa patuh pada responden dan tidak hanya takut pada suaminya saja. Tidak terus meminta suaminya untuk berbicara pada anak mereka jika mereka mulai bandel dan tidak mau patuh.

  Ya tapi kalau seandainya saya perlu ngomong ya diomongin. Kalo misalnya susah anak yang mau diomongin baru om yang ngomong. Minta tolong sama om. Omongin la, agak bandel itu. tapi kadang-kadang om, alah kamu itu ga bole seperti itu nanti anakmu malah nggak anu nggak takut sama kamu. Nggak bole. Jadi sama kamupun harus manut. Tapi jangan mengkambing hitamkan ke saya. Om bilang gitu. Kalo misalnya saya ke om, itu pa anak gini gini gini, anuin la, nggak mau dibilangin. Nggak boleh gitu. Jadi nanti takutnya ya sama om. Jadi harus bisa mengatasi caramu macam mana.

  (S1.W3.b118-132) Untuk urusan pendidikan tinggi, responden serahkan pada suaminya. ia mengaku kurang mengerti dengan masalah pendidikan tinggi. Suaminya yang banyak mengobrol dengan dua anaknya tertua soal kuliah dan memberi saran misalnya dalam pemilihan judul skripsi, kegiatan-kegiatan kampus yang sebaiknya diikuti.

  Mahasiswa kan apanya agak tinggi. Tante nggak pala konek, nggak pala konek la mamak-mamak. Jadi om yang arahkan. Gini gini. Kalo buat judul gini gini, kamu harus gini gini gitu. Jadi kalo mahasiswa om yang tau. Kalo saya kurang.

  (S1.W3.b377-382)

2) Dyadic Cohesion

  Jika dulu responden tinggal selama 14 tahun bersama suaminya dan bisa terus dekat dengan suami, sekarang responden berkumpul dengan suaminya setiap akhir minggu. Tidak menutup kemungkinan suaminya pulang di luar jadwal biasa atau responden sendiri yang pergi ke Langsa mengunjungi suaminya.

  Sabtu, Minguuu, Senen pagi kan pulang atau kalau ada rapat ya om.. terserah pokoknya kalau dua hari Selasa om pulang ya yang pasti yang standardnya aja, seminggu sekali (S1.W1.b9-12) Biasanya memang jika responden dan suaminya sedang bersama mereka akan berbincang-bincang dan berdiskusi tentang masalah rumah tangga. Mereka juga akan pergi jalan-jalan dan pergi menghadiri undangan pernikahan jika memang ada. Ketika sedang berkumpul dengan suaminya adalah waktu mereka berdua melakukan kegiatan bersama dan saling menunjukkan ekspresi afeksi karena sudah lama berpisah. Misalnya memeluk dan mencium atau menggoda. Intinya jika suaminya sedang di rumah maka seluruh kegiatannya di luar akan ditunda dan menghabiskan waktu bersama suaminya

  Kegiatan di rumah ngobrol, jalan-jalan, diskusi. Ke kondangan kalo ada undangan. Ya apa lah, waktu yang ada untuk manja-manja (S1.W2.b654-657) Ya pokoknya kalau om ada tante itu udahla di rumaaahh aja kegiatan yang apa apa itu dipending, khusus untuk om.

  (S1.W1.b101-103) …peluk-peluk tante aja, cium-cium, hahaha. Nyium-nyium gitu la. Kalo jalan dicubitin. Kita kan ngerti suami kayak gitu.

  (S1.W3.276-279) Tidak menutup kemungkinan responden tetap pergi ke luar rumah walaupun suaminya sedang ada di rumah. Ia akan meminta izin pada suaminya dan memberitahukan hendak ke mana ia pergi. Namun biasanya dia tidak akan pergi selama yang biasanya. Setelah selesai melakukan kegiatannya di luar ia akan langsung pulang.

  Tapi itupun tidak menutup kemungkinan tante pergi kan. Gitu. Kalo umpama ne ada arisan, ada pengajian, ya tante kan, ada renang, ya itu kan diwanti, jangan lama-lama ya hehe. Renang, abis renang pulang. Kalo nggak ada om bisa berjam-jam.

  (S1.W3.b416-422)

3) Affectional Expression

  Sebelum responden berpisah dengan suaminya, ekspresi afeksi bisa dilakukan pada saat itu juga karena mereka memang berada dalam satu atap. Waktu yang dimiliki bersama lebih banyak sehingga ekspresi afeksi lebih sering dailakukan. Namun setelah menjalani commuter marriage, saat suaminya di rumah barulah mereka saling menunjukkan afeksi masing-masing baik itu pelukan, ciuman, ataupun hubungan seksual.

  …peluk-peluk tante aja, cium-cium, hahaha. Nyium-nyium gitu la. Kalo jalan dicubitin. Kita kan ngerti suami kayak gitu.

  (S1.W3.276-279) Jika responden ingin memenuhi kebutuhan seksualnya namun suaminya sedang tidak ada di rumah maka ia akan mangalihkan keinginanya itu dengan kegiatan lain. Misalnya menonton TV atau menghubungi suaminya dan bercanda lewat telepon. Jika suaminya sudah pulang barulah ia memenuhinya.

  Yaa keinginannya itu dihapus. Nonton TV aja, hahaha. Itu kan setiap manusia pasti ada. tapi ya mau gimana lagi, yakan. ya paling di telpon, ketawa-ketawa, wes gitu aja… Jadi nanti kalo pulang la baru. ya gitu la. (S1.W3.b265-273) Pada awal perpisahan mereka memang tidak ada pembicaraan mengenai pemenuhan hubungan seksual jika mereka sedang tidak bersama. Kebutuhan biologis sudah menjadi hal yang naluriah bagi manusia, sehingga responden dan pasangannya hanya saling mengingatkan untuk bisa menjaga diri masing-masing.

  Itu naluriah ya. Pesennya sih harus menjaga ya gitu. (S1.W3.b305-306) Kalo masalah biologis nggak ada diomongin sih.

  (S1.W3.b314-315) Terkadang responden akan marah karena terkesan diacuhkan suaminya yang sifatnya pendiam. Memang tidak jarang hal-hal yang ingin ia sampaikan sebenarnya tidak penting. Ia merasa itu adalah caranya untuk mendapatkan perhatian dari suaminya. Menurutnya itu wajar-wajar saja ia lakukan karena ia perempuan yang suka mengulang-ulang cerita.

  Iya, trus kadang-kadang ngamuk juga kan. Wawawawa.. Ngomong iku mene? hahaha. Kalo perempuan itu kek gitu, apa orang nya, bolan-balun. Apa sih bolan balun bilangnya. Sebenernya nggak ini sih, nggak apa kali nggak urgent kali tapi kadang-kadang itu la, cari-cari apa, cari-cari masalah, hahaha.

  (S1.W2.b745-752)

4) Dyadic Satisfaction

  Responden mengaku jarang berkelahi dengan suaminya. Menurutnya pasangan berkelahi karena omongan-omongan kasar yang terlontar. Namun jika individu itu pendiam akan cenderung halus dalam bertutur kata sehingga tidak membuat amarah memuncak dan akhirnya berkelahi. Responden dan pasangannya akan membicarakan suatu perbedaan pendapat dengan baik-baik sehingga tidak ada perkelahian yang terjadi

  Alhamdulillah nggak. Kami kalau ada sesuatu ya ngomong aja. Om ini kan orangnya pendiam, jadi dia ee.. orang berkelahi kan karena kasar ngomongnya, kalau pendiam halus. (S1.W1.b310-313) Sekarang responden dapat menyimpulkan bahwa seluruh kebutuhannya telah terpenuhi. Dia memiliki suami dan anak yang baik, memiliki rumah, sudah bisa naik haji, keuangannya juga mencukupi. Ia hanya tinggal berharap semua anaknya bisa segera menyelesaikan pendidikan, mendapat pekerjaan, dan kemudian menikah. Ia ingin kelak anaknya mendapatkan istri yang sholeha, baik, ramah, dan menyayangi dirinya beserta suaminya. setiap manusia pasti tidak ada puasnya namun ia tidak serakah dan mensukuri semua pemberian Tuhan padanya. Responden bisa bersukur karena ia tidak membanding-bandingkan dirinya dengan orang yang berlebih darinya, ia membandingkan dengan orang-orang yang kekurangan sehingga ia bisa melihat betapa dia sangat beruntung dengan segala sesuatu yang dimiliki. Segala sesuatunya harus disesuaikan dengan kemampuan.

  Kalo suami menurut saya suami baik. Kalo kita pengen punya harta sekian beli ini ini ya mungkin kurang puas aja. Tapi kalo saya, anak-anak kita kuliah, mudah-mudahan kuliahnya cepat selesai, cepat dapat kerjaan, nanti dapat istri yang sholeha yang sayang sama kita, baik ramah nggak neko-neko nggak buat sakit hati, yakan. apa lagi. Ya tinggal si kecil ini la. Kalo secara itu kan manusia kan sebenernya nggak ada puasnya. Tetapi ya kalo ikhlas nya udah, financial ya wes apalagi, suami, anak kuliah, ya kita kan doanya ke depannya baek-baek, apa lagi coba. Rumah, rumah ya jangan minta yang besar-besar. Kalo kita minta nya, menggapainya yang apa ya susah. Kita sesuaikan dengan kemampuan. Kalo menurut saya sih gitu ya. kalo dibandingkan di bawah- bawah. Nengoknya jagan ke atas. Sama Allah udah dikasih rejeki, udah dikasih rumah, udah pengen naik haji, dikasi naik haji.

  (S1.W2.b684-705)

2. Responden 2

a. Identitas Diri Responden

  

Tabel 3. Identitas Diri Responden 2

  Nama R2 Usia 21 tahun Usia pernikahan 1 tahun 3 bulan Lamanya Commuter Marriage 1 tahun 3 bulan Jumlah anak 1 orang

  Pekerjaan Mahasiswa Suku Melayu Pendidikan S-1 Agama Islam