BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kepatuhan - Hubungan Perilaku Ibu Hamil Dan Motivasi Petugas Kesehatan Dengan Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Di Puskesmas Padang Bulan Selayang Ii Medan Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Kepatuhan

  Defenisi kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet zat besi adalah ketaatan ibu hamil dalam melaksanakan anjuran petugas kesehatan untuk mengkonsumsi tablet zat besi.

  Kepatuhan menurut Sackeet pada pasien sebagai “Sejauh mana perilaku individu sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan” (Afnita, 2004).

  Kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi diukur dari ketepatan jumlah tablet yang dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet zat besi, frekuensi konsumsi perhari.

  Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi besi merupakan cara yang efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat. Kepatuhan sulit diukur karena tergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah pasien yang sering kali tidak mengakui bahwa mereka tidak melakukan anjuran dokter. Untuk itu diperlukan pendekatan yang baik dengan pasien agar dapat mengetahui kepatuhan mereka dalam melaksanakan pengobatan (Afnita, 2004).

  Bart (1994) mengatakan ketidakpatuhan sebagai suatu masalah medis yang berat. Derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai dengan apakah pengobatan tersebut kuratif atau preventif, jangka panjang atau jangka pendek. Bart menemukan bahwa kepatuhan terhadap sepuluh hari jadwal pengobatan sejumlah 70-80% dengan tujuan pengobatan adalah mengobati, dan 60-70% dengan tujuan pengobatannya adalah pencegahan.

  Kegagalan untuk mengikuti program pengobatan jangka panjang, yang bukan dalam kondisi akut, dimana derajat ketidakpatuhannya rata-rata 50% dan derajat tersebut bertambah buruk sesuai waktu (Niven, 2002).

  Cara meningkatkan kepatuhan diantaranya melalui perilaku sehat dan pengontrolan perilaku dengan faktor kognitif, dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga yang lain, teman, waktu dan uang merupakan faktor yang penting dalam kepatuhan program-program medis, dan dukungan dari profesional kesehatan (Niven, 2002).

  Tablet zat besi sebagai suplementasi yang diberikan pada ibu hamil menurut aturan harus dikonsumsi setiap hari. Namun karena berbagai alasan misalnya, pengetahuan, sikap, dan praktek ibu hamil yang kurang baik, efek samping dari tablet zat besi, motivasi petugas kesehatan yang kurang sering kali terjadi ketidakpatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet zat besi tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan tujuan dari pemberian tablet zat besi tidak tercapai secara efektif.

2.2 Defenisi Perilaku

  Perilaku merupakan hasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon/ reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Perilaku adalah tindakan/ perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari (Notoatmodjo, 2005).

  Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Notoatmodjo (2003) membagi perilaku manusia dalam 3 domain yaitu pengetahuan (domain kognitif), sikap (domain afektif), dan tindakan (domain psikomotor).

2.2.1 Pengetahuan (Domain Kognitif)

  Pengetahuan merupakan hasil “tahu” penginderaan manusia terhadap suatu objek tertentu. Proses penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan melalui kulit. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over

  

behavior) (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa

yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu.

  1. Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2005) ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan, yaitu: a. Cara Coba-Salah (Trial and Error)

  Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut trial (coba) dan error (gagal/salah) atau metode coba-salah/ coba- coba.

  b. Cara Kekuasaan atau Otoritas Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli-ahli ilmu pengetahuan.

  Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris, ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa yang dikemukakannya adalah benar.

  c. Berdasarkan Pengalaman Pribadi Pengalaman adalah guru yang baik, dimana pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan.

  d. Melalui Jalan Pikiran Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi.

  e. Cara Modern dalam Memperoleh Pengetahuan Cara baru dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metodologi penelitian ilmiah.

  2. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan a. Pengalaman Merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, baik dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Hal tersebut dilakukan dengan cara pengulangan kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Bila berhasil maka orang akan menggunakan cara tersebut dan bila gagal tidak akan mengulangi cara itu.

  b. Pendidikan Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya, pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai- nilai baru yang diperkenalkan.

  c. Kepercayaan Adalah sikap untuk menerima suatu pernyataan atau pendirian tanpa menunjukkan sikap pro atau anti kepercayaan. Sering diperoleh dari orangtua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan atau tanpa pembuktian terlebih dahulu. Kepercayaan berkembang dalam masyarakat yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang sama. Kepercayaan dapat tumbuh bila berulang kali mendapatkan informasi yang sama (Notoatmodjo, 2005).

  3. Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif Dalam domain kognitif berkaitan dengan pengetahuan yang bersifat intelektual

  (cara berpikir, berinteraksi, analisa, memecahkan masalah dan lain-lain) (Notoatmodjo, 2005) yang berjenjang sebagai berikut : a.Tahu (Knowledge)

  Menunjukkan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa adanya. Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan mengenali atau mengingat kembali hal-hal atau keterangan yang pernah berhasil dihimpun atau dikenali (recall of facts).

  b. Memahami (Comprehension) Pemahaman diartikan dicapainya pengertian (understanding) tentang hal yang sudah kita kenali. Karena sudah memahami hal yang bersangkutan, maka juga sudah mampu mengenali hal tadi meskipun diberi bentuk lain. Termasuk dalam jenjang kognitif ini misalnya kemampuan menterjemahkan, menginterpretasikan, menafsirkan, meramalkan dan mengeksplorasikan.

  c. Menerapkan (Aplication) Penerapan diartikan sebagai kemampuan menerapkan hal yang sudah dipahami ke dalam situasi dan kondisi yang sesuai.

  d. Analisa (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan hal tadi menjadi rincian yang terdiri dari unsur-unsur atau komponen-komponen yang berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya dalam suatu bentuk susunan berarti.

  e. Sintesis (Syntesais) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun kembali bagian-bagian atau unsur-unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang mengandung arti tertentu.

  f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk membandingkan hal yang bersangkutan dengan hal-hal serupa atau setara lainnya, sehingga diperoleh kesan yang lengkap dan menyeluruh tentang hal yang sedang dinilai.

  2.2.2 Sikap (Domain Afektif)

  1. Pengertian Sikap adalah reaksi respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap adalah tanggapan atau persepsi seseorang terhadap apa yang diketahuinya. Jadi, sikap tidak bias langsung dilihat secara nyata, tetapi hanya dapat ditafsirkan sebagai perilaku yang tertutup bukan merupakan reaksi yang terbuka atau tingkah laku yang terbuka (Notoatmodjo, 2003).

  2. Tingkatan Sikap

  a. Menerima (Receiving) Diartikan orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

  b. Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi atau sikap.

  c. Menghargai (Valuting) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

  d. Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.

  2.2.3 Tindakan (Domain Psikomotor)

  Tindakan adalah realisasi dari pengetahuan dan sikap menjadi suatu perbuatan nyata. Tindakan juga merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk nyata atau terbuka (Notoatmodjo, 2003).

  Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh karena itu disebut juga over behavior.

  Empat tingkatan tindakan adalah :

  1. Persepsi (Perseption) Mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang diambil.

  2. Respon Terpimpin (Guided Response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

  3. Mekanisme (Mechanism)

  Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

  4. Adaptasi (Adaptation)

  Adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.3 Motivasi

2.3.1 Defenisi Motivasi

  Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move, secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan manusia untuk berperilaku tertentu.

  Oleh karena itu, motivasi berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan. Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan (perilaku) (Notoatmodjo, 2007). Motivasi dari petugas kesehatan merupakan factor lain yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Motivasi mereka terutama berguna saat pasien menghadapi bahwa perilaku sehat yang baru tersebut merupakan hal yang penting. Begitu juga dapat mempengaruhi perilaku pasien dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari pasien, dan secara terus menerus memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang mampu berorientasi dengan program pencegahan maupun pengobatannya (Niven, 2002).

  2.3.2 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Motivasi

  Agar dapat mengubah perilaku perlu memahami faktor yang berpengaruh terhadap berlangsungnya atau berubahnya perilaku, yakni : a.

  Pembelajaran b.

  Sosial / emosional c. Dorongan (Siagian, 2004).

  2.3.3 Teori Motivasi

  Istilah motivasi untuk menunjukkan suatu pengertian melibatkan 3 komponen yaitu : a.

  Pemberi daya pada tingkah laku manusia (energizing) b.

  Pemberi arah tingkah laku (directing) c. Bagaimana tingkah laku dipertahankan (sustaining).

  Daya dan kekuatan yang ada dalam diri manusia yang mendorong atau menggerakkan seseorang untuk bertingkah laku tertentu yang diarahkan pada suatu tujuan. Daya tersebut memiliki intensitas tertentu yang sesuai dengan yang ingin dicapai. Apabila sudah terarah pada tujuan, maka tingkah laku tersebut dapat dipertahankan secara gigih agar tujuan tercapai (Hidayat, 2009). Jika petugas kesehatan memberikan motivasi untuk konsumsi tablet zat besi pada ibu hamil maka konsumsi tablet zat besi akan lebih mudah tercapai. Namun jika petugas kesehatan kurang atau tidak ada sama sekali bisa mengakibatkan ibu hamil tidak mengkonsumsi tablet zat besi. Hal ini disebabkan karena dukungan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap praktek/ tindakan seseorang, terutama ibu hamil yang berada dalam fisiologis khusus (Niven, 2002).

2.3.4 Jenis Motivasi

  Ada 2 jenis pembagian motivasi menurut Notoatmodjo (2007) yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

  a.

  Motivasi Intrinsik Merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri, yang akan mendorong manusia untuk melakukan sesuatu tindakan atau aktivitas guna memenuhi kesenangan dan bukan karena ingin mendapat pujian. Motivasi intrinsik juga erat hubungannya dengan tujuan berperilaku. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan motivasi intrinsik adalah adanya kebutuhan, adanya pengetahuan tentang kemajuan dirinya sendiri dan adanya cita-cita/ aspirasi.

  b.

  Motivasi Ekstrinsik Merupakan motivasi yang datang dari luar individu, yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan tetapi ingin mendapat pujian atau penghargaan. Bentuk motivasi ini merupakan suatu dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas manusia.

2.4 Zat Besi

2.4.1 Defenisi Zat Besi

  Zat besi (Fe) merupakan mikro elemen yang esensial bagi tubuh, zat ini terutama diperlukan dalam hemopobesis (pembentukan darah), yaitu disintesa hemoglobin (Hb) .

  Zat besi yang terdapat dalam semua sel tubuh berperan penting dalam reaksi biokimia, diantaranya dalam produksi sel darah merah. Sel ini tugasnya untuk mengangkat oksigen keseluruh jaringan tubuh. Sedangkan oksigen penting dalam proses pembentukan energi agar produktivitas kerja meningkat, tubuh tidak cepat lelah (Achmat, 1996). Bayi akan menyerap dan menggunakan zat besi dengan cepat sehingga jika ibu kekurangan masukan zat besi selama hamil, bayi akan mengambil kebutuhannya dari tubuh ibu sehingga menyebabkan ibu merasa lelah dan mengalami anemia (Muskibin, 2005).

2.4.2 Fungsi Zat Besi

  Seorang ibu yang masa hamilnya telah kekurangan zat besi tidak dapat memberikan cadangan zat besi kepada bayinya dalam jumlah yang cukup untuk beberapa bulan pertama. Meskipun bayi itu mendapat air susu dari ibunya, tetapi susu bukanlah bahan makanan yang banyak mengandung zat besi, karena itu diperlukan zat besi untuk mencegah anak menderita anemia (Moehji, 1992).

  Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala-gejala seperti mual, nyeri di daerah lambung, kadang-kadang terjadi diare dan sulit buang air besar (Depkes RI, 2000), pusing dan bau logam (Hartono, 2000). Selain itu setelah mengkonsumsi tablet zat besi kotoran (tinja) akan menjadi hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek samping tablet zat besi ini tergantung pada dosis zat besi dalam pil, bukan pada bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka kemungkinan efek samping semakin besar. Menurut Wirakusumah (1999), tablet besi yang diminum dalam keadaan perut terisi akan mengurangi akibat efek samping yang ditimbulkan, tetapi hal ini dapat menurunkan tingkat penyerapan.

  Menurut WHO dampak dari ketidakpatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet zat besi yaitu bias terjadi anemia defesiensi besi, meningkatkan bahaya kehamilan (abortus, partus prematurus, perdarahan postpartum, infeksi intrapartum maupun postpartum). Penelitian bahwa pemberian suplemen zat besi secara oral dihambat oleh 2 faktor penting yaitu efek samping terhadap saluran gatrointestinalis, dan kesulitan dalam memotivasi penderita yang tidak menganggap dirinya sakit (Siregar, 2000). Menurut penelitian yang dilakukan Hartono dan Endang tahun 2000, bahwa penambahan sorbitol ke dalam tablet zat besi dapat menurunkan efek samping yang muncul akibat konsumsi tablet zat besi, yang sering menyebabkan ibu hamil menghentikan konsumsi tablet zat besi yaitu mual, pusing dan baunya seperti logam.

  2.4.3 Komposisi Zat Besi di Dalam Tubuh

  Jumlah zat besi di dalam tubuh seorang normal berkisar antara 3-5 gr tergantung dari jenis kelamin, berat badan, dan hemoglobin. Besi di dalam tubuh terdapat dalam hemoglobin besi terikat dengan protein yang disebut dengan transferin sebanyak 3-4 gr. Sedangkan di dalam jaringan berada dalam suatu status esensial (nonavailable) dan bukan esensial (available). Disebut esensial karena tidak dapat dipakai untuk pembentukan hemoglobin maupun keperluan lainnya (Soeparman, 1990).

  2.4.4 Sumber Zat Besi

  Ada 2 jenis zat besi dalam makanan, yaitu zat besi yang berasal dari hem dan bukan hem. Walaupun kandungan zat besi hem dalam makanan hanya antara 5-10 %, tetapi penyerapannya mencapai 25% (dibandingkan dengan zat besi non hem yang penyerapannya hanya 5%). Makanan hewani seperti daging, ikan dan ayam merupakan sumber utama besi hem. Zat besi yang berasal dari hem merupakan penyusun hemoglobin. Zat besi non hem terdapat dalam pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji- bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan (Wirakusumah, 1999).

  Asupan zat besi selain dari makanan adalah melalui suplemen tablet zat besi. Suplemen ini biasanya diberikan pada golongan rawan kurang zat besi, yaitu balita, anak sekolah, wanita usia subur, dan ibu hamil. Pemberian suplemen tablet zat besi pada golongan tersebut dilakukan karena kebutuhannya akan zat besi yang sangat besar, sedangkan asupan dari makanan saja tidak dapat mencukupi kebutuhan tersebut.

  Makanan yang banyak mengandung zat besi antara lain daging, terutama hati dan jeroan, telur, polong kering, kacang tanah, dan sayuran berdaun hijau (Pusdiknakes, 2003).

  2.4.5 Penyerapan (Absorbsi) Zat Besi

  Besi diabsorbsi terutama di dalam duodenum dalam bentuk fero dan dalam suasana asam (Soeparman, 1990). Penyerapan zat besi non hem sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dan daging faktor utama yang mendorong penyerapan zat besi, dikenal sebagai MFP (meat, fish, poultry) faktor (Soeparman, 1990).

  Tingkat keasaman dalam lambung ikut mempengaruhi kelarutan dan penyerapan besi di dalam tubuh. Suplemen zat besi lebih baik dikonsumsi pada saat perut kosong atau sebelum makan, karena zat besi lebih efektif diserap apabila lambung dalam keadaan asam (pH rendah).

  Disamping faktor yang mendorong penyerapan zat besi non hem, terdapat pula faktor yang menghambat penyerapan seperti teh, kopi dan senyawa ethylene diamine

  

tetraacetic acid (EDTA) yang biasa digunakan sebagai pengawet makanan yang

menyebabkan penurunan absorbsi zat besi non hem sebesar 50% (Wirakusumah, 1999).

  2.4.6 Ekskresi Zat Besi

  Berbeda dengan mineral lainnya tubuh tidak dapat mengatur keseimbangan besi melalui ekskresi. Besi dikeluarkan dari tubuh relatif konstan berkisar antara 1,0-1,5 mg setiap hari melalui rambut, kuku, air kemih, dan terbanyak melalui deskuamasi sel epitel saluran pencernaan. Lain halnya dengan wanita yang sedang menstruasi dan wanita hamil setiap hari kehilangan besi 0,5-1,0 mg atau 40-80 ml darah dan wanita yang sedang menyusui sebanyak 1,0 mg sehari. Wanita yang melahirkan dengan perdarahan normal akan kehilangan besi 500-550 mg (Soeparman, 1990).

2.5 Kebutuhan Zat Besi Pada Ibu Hamil

  Wanita memerlukan zat besi lebih tinggi daripada laki-laki karena terjadi menstruasi dengan perdarahan sebanyak 50-80 cc setiap bulan dan kehilangan zat besi 30-40 mg. Disamping itu, kehamilan memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah janin dan plasenta. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan akan semakin banyak kehilangan zat besi dan akan menjadi anemia (Manuaba, 2005).

  Zat besi penting untuk mengkompensasi peningkatan volume darah yang terjadi selama kehamilan, dan untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan janin yang adekuat. Kebutuhan zat besi meningkat selama kehamilan, seiring dengan pertumbuhan janin. Ibu hamil dapat memenuhi kebutuhan zat besinya yang meningkat selama kehamilan dengan meminum tablet tambah darah (suplementasi tablet zat besi) dan dengan memastikan bahwa ibu hamil makan dengan cukup dan seimbang (Pusdiknakes, 2003).

  Pada setiap kehamilan kebutuhan zat besi yang diperlukan sebanyak 900 mg Fe yaitu meningkatnya sel darah ibu 500 mg Fe, terdapat dalam plasenta 300 mg Fe, dan untuk darah janin sebesar 100 mg Fe. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya akan menimbulkan anemia pada kehamilan (Manuaba, 2005).

  Kebutuhan Zat besi dalam triwulan pertama relatif kecil, yaitu 0,8 mg perhari, namun meningkat dengan pesat selama triwulan kedua dan ketiga hingga 6,3 mg perhari. Sebagian dari peningkatan dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi dan peningkatan aditif persentase zat besi yang diserap, tetapi bila zat besi rendah atau tidak sama sekali, dan zat besi yang diserap dari makanan sangat sedikit, maka suplemen zat besi sangat dibutuhkan pada masa kehamilan (Demaeyer, 1993).

2.5.1 Dampak Anemia Defisiensi Zat Besi Pada Kehamilan

  WHO mendefenisikan anemia dalam kehamilan sebagai kadar Hb kurang dari 11 g/dl, walaupun defenisi kadar Hb kurang dari 10,5 g/dl lebih banyak digunakan secara luas pada trimester kedua, saat hemodilusi fisiologis mencapai nilai maksimal. Defesiensi besi merupakan penyebab tersering (90%) anemia dalam kehamilan, diikuti oleh defesiensi folat, dan kedua defesiensi ini dapat terjadi bersamaan (Karovitch, 2008). Anemia menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan (Rukiyah, 2010). Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat, gangguan proses persalinan, dan pada masa nifas. Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi, bila tidak dipenuhi masukan zat besi, lama-kelamaan timbul gejala anemia disertai penurunan kadar Hb. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Kadar normal hemoglobin dalam darah yaitu : anak balita 11 gr%, anak usia sekolah 12 gr%, wanita dewasa 12 gr%, ibu hamil 11 gr%, laki-laki 13 gr%, ibu menyusui 12 gr% (Depkes RI, 2004).

  Ciri-ciri dan tanda-tanda gejala anemia tidak khas dan sulit ditentukan, tetapi dapat terlihat dari kulit dan konjungtiva yang pucat, lemah, nafas pendek dan nafsu makan hilang. Penentuan anemia klinis dipengaruhi oleh banyak variabel seperti ketebalan kulit dan pigmentasi. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium sebaiknya digunakan untuk mendiagnosa dan menentukan beratnya anemia (Demaeyer, 1993).

  Menurut Manuaba (2005) anemia pada kehamilan dapat berakibat buruk pada ibu dan janin yang dikandung. Bahaya selama kehamilan adalah terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb< 6 gr%), mola hidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini (KPD). Dampak anemia pada bayi yaitu bayi lahir sebelum waktunya, berat badan lahir rendah, kematian bayi, serta meningkatnya angka kesakitan bayi (Depkes RI, 2004). Gejala anemia pada ibu hamil tak beda dengan anemia pada umumnya, yaitu lesu, mudah lelah, kurang darah, mudah capai, nafas pendek, peradangan pada lidah, mual, nafsu makan hilang, sakit kepala, pingsan, pucat dan agak kekuningan (Lutfiatus, 2010).

  2.5.2 Penyebab Anemia

  a. Penurunan produksi SDM (Sel Darah Merah)

  1. Kekurangan zat yang dibutuhkan seperti : zat besi, folat, vitamin B12

  2. Masalah produksi di sumsum tulang

  b. Peningkatan kehilangan SDM 1. Perdarahan selama menstruasi, persalinan, trauma (Karovitch, 2008).

  2.5.3 Faktor Risiko Anemia Defesiensi Besi / Folat Dalam Kehamilan

  1. Gangguan pola makan /diet

  2. Diet yang buruk , kemiskinan, makanan cepat saji

  3. Menstruasi yang banyak sebelumnya

  4. Hal yang berhubungan dengan kelahiran-multiparitas, kehamilan saat ini, kehamilan kembar, hiperemesis

  5. Infeksi cacing tambang (penyebab tersering dari anemia defesiensi besi di seluruh dunia) (Nelson-Piercy, 2006).

  Cadangan besi pada wanita yang memasuki kehamilan dapat rendah karena menstruasi dan diet yang buruk. Kehamilan meningkatkan kebutuhan besi sebanyak dua atau tiga kali lipat (Strong, 2006).

2.5.4 Komplikasi Anemia Defesiensi Besi

  1. Komplikasi maternal :

  a. Keletihan

  b. Sakit kepala

  c. Sesak nafas

  d. Nyeri dada

  e. Takikardia

  f. Penurunan daya tahan terhadap infeksi g. Peningkatan kehilangan darah selama kelahiran.

  2. Komplikasi janin/ neonatus :

  a. Volume cairan amnion sedikit

  b. Kelahiran prematur

  c. Berat badan lahir rendah d Cadangan zat besi buruk- cadangan zat besi penting pada tahun pertama kehidupan ketika asupan besi rendah e. Kemampuan kognitif yang buruk (Karovitch, 2008).

  2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Kurang Besi Pada Ibu Hamil

  Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi kurangnya zat besi pada ibu hamil menurut Depkes RI (2004) adalah :

  1. Meningkatnya konsumsi zat besi dari sumber alami, terutama makanan sumber hewani (hem iron) yang mudah diserap seperti hati, ikan, daging selain itu perlu ditingkatkan juga, makanan yang banyak mengandung Vitamin C dan Vitamin A (buah- buahan dan sayuran) untuk membantu penyerapan zat besi dan membantu proses pembentukan Hb.

  2. Fortifikasi bahan makanan, yaitu menambahkan zat besi, asam folat, Vitamin A, dan asam amino esensial pada bahan makanan yang dimakan secara luas oleh kelompok sasaran. Penambahan zat besi ini umumnya dilakukan pada bahan makanan yang mengandung zat besi, dianjurkan membaca label pada kemasannya.

  3. Suplementasi besi-folat secara rutin selama jangka waktu tertentu, bertujuan untuk meningkatkan kadar Hb secara tepat. Dengan demikian suplementasi zat besi hanya merupakan salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan kurang besi yang perlu diikuti dengan cara lainnya.

  2.7 Suplementasi Zat Besi Pada Ibu Hamil

  2.7.1 Pengertian Suplementasi Tablet Zat Besi

  Suplementasi tablet zat besi adalah pemberian zat besi folat yang berbentuk tablet, tiap tablet 60 mg besi elemental dan 1,25 mg asam folat, yang diberikan oleh pemerintah pada ibu hamil untuk mengatasi masalah anemia gizi besi (Depkes RI, 2004).

  Pemberian suplementasi zat besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin dalam tubuh dengan waktu yang relatif singkat. Sampai sekarang cara ini masih merupakan salah satu cara yang dilakukan pada ibu hamil dan kelompok yang beresiko tinggi lainnya, seperti anak balita, anak sekolah dan pekerja. Di Indonesia, pil besi yang digunakan dalam suplementasi zat besi adalah “Ferrous Sulfur”, senyawa ini digolongkan murah dan dapat diabsorbsi sampai 20% (Wirakusumah, 1999).

  Untuk mengatasi masalah anemia kurang zat besi pada ibu hamil, pemerintah melalui Depkes RI sudah sejak tahun 1970 lewat program Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) mendistribusikan tablet zat besi. Ini merupakan cara yang efisien untuk mencegah dan mengobati anemia kurang besi pada ibu hamil karena kandungan zat besinya padat dan dilengkapi dengan asam folat, selain itu tablet zat besi diberi oleh petugas kesehatan dengan cuma-cuma sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat luas dan mudah didapat. Zat besi sebagai hemeiron (makanan yang mengandung zat-zat yang sangat baik untuk pembentukan hemoglobin), selain berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh wanita hamil, juga membantu pertumbuhan dan perkembangan janin, serta mendorong perkembangan otak (Lutfiatus, 2010).

  2.7.2 Dosis dan Cara Pemberian Tablet Zat Besi Pada Ibu Hamil

  Menurut Depkes RI (2004), tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai dengan dosis dan cara yang ditentukan, yaitu : a.

  Dosis pencegahan, diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb, yaitu sehari 1 tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu hamil memeriksakan kehamilannya (K1). b. Dosis pengobatan, diberikan pada sasaran (Hb < dari batas ambang) yaitu bila kadar Hb < 11 gr% pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilan.

  2.7.3 Sasaran Pendistribusian Tablet Zat Besi

  Tablet zat besi diberikan pada sasaran melalui sarana-sarana pelayanan pemerintah maupun swasta, sebagai berikut : c. Puskesmas / Puskesmas Pembantu

  d. Polindes (pondok bersalin desa) / Posyandu / Bidan Desa

  e. Rumah Sakit Pemerintah / Swasta

  f. Pelayanan Swasta / Bidan, Dokter praktek swasta dan poliklinik

  g. Apotek / Toko Obat / Warung h. POD (pos obat desa).

2.7.4 Saran Untuk Wanita Penderita Anemia Defesiensi Besi

  1. Absorbsi besi dari makanan bergantung pada tipe besi. Zat besi yang di dapat dari sumber hewani lebih efektif diabsorbsi, oleh sebab itu wanita yang menganut diet vegetarian harus waspada terhadap kemungkinan defesiensi pada diet mereka.

  2. Vitamin C meningkatkan absorbsi, sedangkan teh, kopi, cokelat dan antasida menghambat absorbsi.

  3. Efek samping sering terjadi pada pemberian suplemen besi (misalnya konstipasi, diare, mual, feses berwarna hitam). Meminum suplemen ini secara bertahap mungkin akan mengurangi efek samping, seperti meminum obat bersama makanan, walaupun hal ini akan mengurangi absorbsi.

  Ketidakmampuan beberapa wanita untuk mengkonsumsi zat besi per oral membutuhkan pemberian zat besi injeksi intramuskular atau infus IV. Namun, efeknya terhadap anemia tidak lebih cepat dibanding dengan obat oral (Nelson-Piercy, 2006).

  2.8 Kerangka Konsep

  Kerangka konsep hubungan perilaku ibu hamil dan motivasi petugas kesehatan dengan kepatuhan dalam konsumsi tablet zat besi pada ibu hamil di Puskesmas Padang Bulan Selayang II Medan Tahun 2014, adalah : Variabel Independen Variabel Dependen

  Perilaku Pada Ibu Hamil

  • Pengetahuan - Sikap - Tindakan Kepatuhan Konsumsi Tablet Zat Besi - Patuh = 90 tabFe
  • Kurang patuh : < 90 tab Fe dan tidak mengkonsumsi tab Fe Motivasi petugas kesehatan pada Ibu hamil

  2.9 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :

  1. Ada hubungan pengetahuan ibu hamil dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi

  2. Ada hubungan sikap ibu hamil dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi

  3. Ada hubungan tindakan ibu hamil dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi

  4. Ada hubungan motivasi petugas kesehatan dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi.

Dokumen yang terkait

Hubungan Perilaku Ibu Hamil Dan Motivasi Petugas Kesehatan Dengan Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Di Puskesmas Padang Bulan Selayang Ii Medan Tahun 2014

3 46 87

Hubungan Kepatuhan Ibu Hamil Dalam Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Dengan Kejadian Anemia di Puskesmas Padang Bulan Medan Tahun 2014

20 138 59

Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Pada Ibu Hamil yang Berkunjung ke Puskesmas Sidomulyo Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru Tahun 2002

0 47 66

Hubungan Kepatuhan Ibu Hamil Dan Petugas Kesehatan Terhadap Standar Pelayanan Antenatal Dengan Kejadian Anemia Di Wilayah Puskesmas Desa Binjai Kecamatan Medan Denai Tahun 2004

0 43 70

Hubungan Perilaku Ibu Hamil Dan Motivasi Petugas Kesehatan Terhadap Kepatuhan Dalam Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Pada D3u Hamil Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Badrul Aini Medan Tahun 2004

2 27 74

Kepatuhan Ibu Hamil Dalam Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Terhadap Tingkat Kejadian Anemia Di Puskesmas Pekan Heran Kabupaten Indragiri Hulu Tahun 2008

23 182 59

Hubungan Perilaku Ibu Hamil Dan Motivasi Petugas Kesehatan Dengan Kepatuhan Dalam Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Di Puskesmas Mamas Kecamatan Darul Hasanah Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2009

0 33 73

Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Anemia pada Ibu Hamil dengan Kepatuhan dalam Mengkonsumsi Tablet Besi (Fe) Di Puskesmas Keling II Kabupaten Jepara Tahun 2013

3 19 78

Pengaruh Pendidikan Kesehatan dan SMS Reminder Terhadap Kepatuhan Ibu Hamil dalam Mengkonsumsi Tablet Besi Di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan

1 23 0

Hubungan Perilaku Ibu Hamil Dan Motivasi Petugas Kesehatan Dengan Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet Zat Besi Di Puskesmas Padang Bulan Selayang Ii Medan Tahun 2014

0 0 17