BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi - Gambaran Histopatologi Tumor Phyllodes dengan Pulasan Van Gieson di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi

  Perkembangan payudara prepubertas untuk laki-laki dan perempuan tidak berbeda dan dibentuk oleh sejumlah duktus kecil yang tersusun dalam stroma kolagen. Duktus berkembang intra uterin dari tonjolan payudara ektoderm yang meluas ke epidermis pada kehamilan minggu ke tujuh dan berkembang menjadi

  4

  tahapan tunas (budding) payudara pada minggu ke 12 kehamilan. Sebagian besar tonjolan payudara ektoderm ini tidak berkembang dan menghilang selama

  5

  perkembangan intra uterin. Pada tahapan 12 mm, tonjolan payudara memendek dan bermigrasi ke dorsoventral sehingga pada tahapan 14 mm, hanya dijumpai tonjolan puting primordial pada dinding ventral dada. Tunas epitel kemudian bercabang-cabang dan membentuk saluran dalam minggu ke 13 dan 20 untuk membentuk 5-9 duktus mayor yang dijumpai pada payudara dewasa. Duktus mayor pada tahapan ini, hanya mempunyai vesikel kecil di ujung distal dan tidak ada perkembangan lobular. Peningkatan perkembangan parenkim payudara

  4

  merangsang perkembangan dan spesialisasi stroma sekitarnya. Pada payudara fetus, sel epitel yang membentuk tunas payudara mengekpresikan transforming

  

growth factor α (TGF-α) yang merupakan mitogen dan faktor diferensiasi yang

  akan membantu efek pertumbuhan dari estrogen terhadap payudara yang sedang berkembang. Jaringan stroma tunas payudara kaya akan TGF-β1, suatu protein yang terlibat dalam mengatur interaksi sel-matriks. Kolagen tipe IV suatu protein

  

basement membrane didistribusikan di sekitar lapisan basal sel pada tunas

  payudara. Perkembangan payudara fetus ditandai dengan perbedaan ekpresi

  5

  keratin 14, 18 dan 19 dan aktin di duktus dan tunas lobus. Jaringan pembuluh darah tiga lapis yang lengkap dibentuk pada minggu ke 9-10 tahapan tunas payudara dan akhirnya membentuk selubung pembuluh darah berbentuk silinder yang mengelilingi tiap duktus mayor. Sejak minggu ke 10 intrauterin, serangkaian perkembangan terjadi. Pertumbuhan ke arah dalam jaringan ikat memberikan sekat antar ujung vesikel (alveoli primitif) dan berfungsi sebagai kerangka untuk pola segmental pada payudara dewasa. Sel lemak yang mengalami spesialisasi

  4

  juga menginvasi matriks diantara pembuluh darah dan septa fibrosa. Diferensiasi mesenkim menjadi lemak diantara stroma yang kolagen terjadi antara minggu ke 20-32. Pada dua bulan terakhir intrauterin, terjadi pembentukan saluran di

  5 kelompokan epitel yang diikuti dengan percabangan kelenjar subalveolar.

  Sel mioepitel berdiferensiasi dari sel basal antara minggu ke 23 dan 28

  

intrauterin . Sel ini berperan dalam pembentukan cabang di kelenjar payudara

  melalui sintesis komponen basement membrane seperti laminin, kolagen tipe IV

  5 dan fibronektin dan juga metaloproteinase dan faktor pertumbuhan.

  Di bagian luar, puting berukuran kecil dan terlihat datar walaupun dijumpai kelenjar sebaseus yang tidak berkembang (rudimenter) dan tuberkel Montgomery. Serat otot polos yang terjalin sirkular yang merupakan komponen kontraktil puting, sudah terbentuk pada tahapan ini. Semua perubahan diatas akan

  4 sempurna saat kelahiran. Gambaran histologis yang lengkap mengenai tahapan perkembangan payudara selama neonatal dan dalam dua tahun pertama kehidupan dapat dilihat dibawah ini. Pola ini tidak berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Tiga derajat perkembangan dapat dijumpai, mulai dari tunas payudara yang minimal sampai terbentuknya lobulus sempurna yang sama dengan lobus awal. Lima tahapan fungsional dapat dilihat dan merupakan tahapan yang berhubungan satu dengan lainnya, proliferasi epitelium yang diikuti dengan sekresi aktif yang dilanjutkan dengan metaplasia apokrin, pembentukan kista mikro dan involusi. Lemak embrionik dapat dilihat sebagai pulau-pulau berbatas tegas yang dikelilingi oleh jaringan fibrosa. Gambaran sel mioepitel bervariasi yang sepertinya bersamaan dengan aktivitas sel epitel didekatnya. Stroma intralobular juga menunjukkan perubahan, menjadi sangat longgar dan sangat vaskular saat tahapan sekretori dan menjadi lebih padat, kurang seluler dan kurang vaskuler selama tahapan involusi. Semua perubahan ini sangat mirip dengan perubahan yang dijumpai pada tahapan

  4 usia reproduksi.

  Tahapan selanjutnya perkembangan payudara dimulai saat pubertas. Perubahan pertama terjadi saat usia 10 tahun berupa perkembangan jaringan payudara dibawah areola yang menimbulkan gambaran pembengkakan daerah areola yang dikenal sebagai tunas payudara (breast bud). Perkembangan ini sering tidak simetris. Pada usia 12 tahun, puting akan mulai menonjol keluar dan payudara semakin menonjol tetapi tidak ada perbedaan antara derah puting dengan areola. Saat usia antara 14 dan 15 tahun, perkembangan daerah sub areola menimbulkan peninggian daerah areola diatas penonjolan payudara yang memberikan tonjolan sekunder. Bentuk payudara dewasa kemudian terjadi setelah

  4 daerah areola mengalami penurunan sehingga hanya puting yang menonjol.

  Payudara dewasa terletak di dinding anterior dada dengan bagian dasarnya terletak diantara iga ke dua sampai ke enam. Di bagian medial payudara mencapai ujung sternum dan di bagian lateral pada garis midaksila, payudara meluas hingga ke aksila dengan membentuk ekor aksila dengan bentuk piramid (gambar 2.1). Di

  4 garis midklavikula, payudara meluas dari iga ke dua hingga ke enam. 4 Gambar 2.1. Anatomi Payudara. Dua pertiga payudara terletak diatas otot pectoralis major dan sepertiga bagian bawah luar pada otot serratus anterior.

  Perhatikan perluasan kuadran atas luar hingga ke aksila. Jaringa payudara dapat lebih meluas lagi dari yang ditunjukkan gambar ini pada sebagian kecil perempuan.

  Payudara terletak pada lapisan fascia yang melapisi otot pectoralis major di bagian superomedial, otot serratus anterior di sepertiga bagian bawah luar dan otot rectus anterior di bagian medial bawah. Jika dilakukan pengembangan duktus dengan tekanan yang digunakan untuk melebarkan duktus terminal, maka terlihat duktus yang mengandung jaringan payudara meluas jauh melewati daerah ini hingga ke garis tengah hingga sampai ke aksila. Jaringan payudara juga meluas ke bagian bawah iga pad 15% kasus dan meluas ke batas anterior otot latissimus

dorsi pada 2% kasus. Komponen duktus juga meluas sangat dekat dengan kulit.

  Perluasan jaringan payudara yang demikian ini menjelaskan kesulitan membuang seluruh jaringan payudara dengan mastektomi subkutan dan sangat penting untuk membandingkannya dengan payudara kontralateral saat bedah kosmetik dan rekonstruktif. Sering dijumpai gambaran asimetris kedua payudara pada

  4 perempuan normal.

  Jumlah lemak dalam payudara sangat bervariasi. Hubungannya dengan jaringan kelenjar juga bervariasi dan hal ini harus diingat saat dilakukan

  

liposuction yang merupakan tindakan tambahan untuk mamoplasty. Komposisi

  jaringan payudara dengan lemak bervariasi mulai dari 2% hingga 78% dengan komposisi rata-rata adalah 48%. Lemak pada payudara bertambah seiring dengan usia, bertambahnya berat badan dan peningkatan berat total payudara tetapi hal ini tidak pasti karena jaringan lemak dapat mendominasi jika dibandingkan dengan

  4 jaringan kelenjar pada perempuan berusia muda.

  Puting menonjol sekitar 5-10 mm diatas kulit yang melapisi daerah areola dan dilapisi oleh kulit yang berlipat dengan warna yang bervariasi. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan daerah puting dibentuk oleh duktus terminal dengan stroma otot polos dibawahnya yang tersusun sirkuler (otot Sappey) sedangkan sebagian lainnya tersusun radier (otot Myerholtz). Kontraksi otot sirkuler menyebabkan puting menonjol, sedangkan kontraksi serat radier menyebabkan retraksi puting. Permukaan areola mempunyai penonjolan yang merupakan ujung kelenjar sebaceous yang sudah mengalami modifikasi dan disebut kelenjar Montgomery yang akan mengeluarkan pelumas pada daerah areola saat dihisap (gambar 2.2). Montgomery pada awalnya menyebutnya sebagai tuberkel karena terdiri atas kelenjar sebaceous dan kelenjar laktiferus. Duktus laktiferus bermuara ke duktus sebaceous yang dekat dengan areola atau langsung ke bagian pinggir areola. Kelenjar laktiferus terletak di jaingan payudara yang lebih dalam, dapat menghasilkan susu dan merupakan sumber berbagai keadaan patologis payudara. Kelenjar keringat apokrin dijumpai pada puting dan areola, tetapi tidak dijumpai

  4 pada daerah lain di payudara.

Gambar 2.2. Anatomi daerah

  4 subareola.

  Sistem duktolobus sistem payudara dewasa diuraikan berikut ini. Payudara dibentuk oleh lobus dan dipisahkan oleh fascia yang berjumlah 15-20, tetapi pada keadaan sebenarnya berjumlah antara 7-8. Setiap lobus mempunyai sistem duktus yang dibentuk oleh satu sinus laktiferus (diameter 5-8 mm daat mengembang) dan bermuara ke puting dan masing-masing sinus laktiferus menerima satu duktus lobus dengan diameter < 2 mm. Di dalam satu lobus, dijumpai sampai 40 atau lebih lobulus (gambar 2.3). Satu lobulus berdiameter 2-3 mm dan mungkin dapat dilihat dengan mata biasa. Tiap lobulus mengandung 10-100 alveoli (asinus) yang merupakan struktur sekresi dasar. Struktur lobus dan sistem duktusnya lebih penting daripada dulu karena banyak memberikan gambaran kelainan anatomis dan patologis dan membutuhkan eksisi pada kasus multifokal papiler terutama pada orang tua dan terlibatnya entitas makro (bukan entitas mikro: satu terminal

  4 ductal lobular unit -TDLU) pada kasus ductal carcinoma in situ.

Gambar 2.3. Potongan transversal payudara yang menggambarkan struktur duktus dan

  4 lubuloaleolar. Diagram menunjukkan gambaran TDLU. ETD: extralobular terminal ductule . ITD: intralobular terminal ductule

2.2. Histologi

  Payudara dewasa yang tidak aktif mempunyai percabangan sistem duktus mayor yang akan berakhir pada terminal ductal lobular unit (gambar 2.4). TDLU dibentuk oleh duktus terminal ekstra dan intra lobar dan lobulus yang tumbuh dan lobulus yang berasal dari intralobular terminal ductule (ITD) yang merupakan

  4 asal berbagai kelainan patologis payudara baik yang jinak atau ganas.

  Terdapat empat tipe lobulus pada payudara manusia yang merupakan empat tahapan perkembangan lobus mulai dari tunas lobus hingga ke differensiasi sempurna. Lobus tipe I adalah bentuk yang belum berkembang (undifferentiated) dengan bentuk seperti tonjolan. Lobus tipe II lebih kompleks dengan jumlah duktulus perlobus yang lebih banyak perlobusnya. Perkembangan menjadi tipe III dan IV terlihat saat kehamilan dan laktasi. Tipe I dijumpai pada menarche yang terdiri dari 10 tonjolan alveoli yang berkumpul di satu duktus terminal. Pada tipe II dan III jumlah duktulus meningkat dalam satu duktus dan pada tipe IV, asinus telah berkembang sepenuhnya. Jumlah komponen rata-rata perlobus mulai dari tipe I hingga IV adalah 11, 47, 81 dan 180. Setelah mulai dewasa, terdapat peningkatan tipe III yang lebih berdiferensiasi, mempunyai jumlah reseptor estrogen yang rendah dan aktivitas proliferasi yang rendah. Pada perempuan nulipara, lobus tipe I merupakan jenis yang paling sering ditemukan pada semua perempuan, sedangkan pada perempuan yang sudah pernah melahirkan, maka tipe

  III merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Tipe I mempunyai reseptor

  4 estrogen yang banyak dan proliferasi sel yang tinggi.

Gambar 2.4. Gambaran histologi yang

  memperlihatkan satu TDLU yang berdekatan dengan duktus mayor 4 dengan lipatan kedalam. Jaringan ikat intralobular yang pucat dan longgar terlihat berbeda dengan stroma interlobular yang padat berkolagen.

  Tipe I dianggap sebagai tempat perkembangan karsinoma duktal in situ dan karsinoma lobular berasal dari tipe II, tipe III merupakan asal dari adenoma, fibroadenoma, sclerosing adenosis dan kista. Tipe I dan II dibuktikan lebih reaktif

  4 terhadap karsinogen kimiawi secara in vitro jika dibandingkan dengan tipe III.

  Perubahan jumlah lobulus dan strukturnya telah diteliti secara mendalam. Jumlah unit lobulus paling banyak pada usia dekade ke tiga dan menurun dengan cepat hingga dekade ke enam yang juga diiringi dengan penurunan ukuran lobulus. Pada dekade awal, proporsi kelenjar terbanyak di kuadran atas daripda kuadran bawah dan kuadran luar atas menunjukkan puncak peningkatan jumlah kelenjar ke dua pada usia dekade ke 50 tahun yang berbeda dengan kuadran lain

  4 yang terus mengalami penurunan.

  Epitelium yang melapisi duktus dan alveoli kelenjar mempunyai struktur yang sama dan terdiri dari dua lapis sel yaitu sel basal berbentuk kuboidal dan sel lumen yang berbentuk silinder dengan aksis terpanjangnya mengarah ke lumen kelenjar. Lapisan kontraktil, berfenestra dibentuk oleh sel mioepitel mengelilingi

  4, 5

  dinding duktus dan alveoli. Sel mioepitel berkontraksi karena rangsangan oksitosin dan bertanggung jawab untuk pengeluaran susu dari TDLU yang

  4 melebar ke duktus yang lebih besar saat kehamilan.

  Mikroskop cahaya dapat menunjukkan variasi pada sel epitel dan dua jenis tipe sel dapat dijumpai pada epitel yang dideskripsikan oleh Bassler. Sel basal yang jumlahnya lebih banyak mempunyai sitoplasma yang jernih dan disebut

  

clear basal sel B yang diduga berfungsi sebagai stem cell yang akan

  berdiferensiasi menjadi sel mioepitel atau sel lumen A. Sel A yang terlihat lebih gelap merupakan sel lumen dan mempunyai sitoplasma yang padat dengan ribosom yang memberikan gambaran gelap jika diamati dengan mikroskop. Bassler berpostulat bahwa sel A yang gelap berasal dari sel B yang clear dibawah pengaruh estrogen dan bermigrasi ke permukaan lumen dan kemudian berfungsi sebagai sel sekretori. Sejumlah sel gelap menunjukkan perubahan regresif dan kemudian terlepas sebagai debris sel ke lumen. Beberapa sel gelap yang mempunyai vesikel besar yang terhubung dengan membran mengandung lemak

  4 dan disebut sel busa yang mempunyai fungsi fagositosis histiosit.

  Pada stroma payudara, fibroblast memproduksi kolagen dan proteoglikan mempengaruhi sifat dari sel epitel mulai dari proliferasi, pembelahan sel dan motilitas. Sebaliknya sel epitel mempunyai efek yang sama terhadap fibroblast termasuk penyusunan dan penyerapan molekul dan struktur matriks. Ferguson dan rekan menunjukkan perubahan di matriks ektraseluler lobulus pada saat menstruasi. Fibroblast interlobuler menunjukkan karakteristik fibroblast fetal sedangkan fibroblast intralobular menunjukkan karakteristik fibroblast dewasa dan fibroblast fetal menunjukkan fungsi migrasi yang lebih maju jika

  4 dibandingkan dengan fibroblast dewasa.

  Parks telah meneliti gambaran histologi payudara dan menunjukkan heterogenitas jaringan ikat payudara. Jaringan ikat intralobular dan periduktal payudara mungkin berperan penting dalam istilah fisiologis seperti istilah ligamentum Cooper dalam istilah struktural. Fascia interlobular dan segmental padat dan retikuler sedangkan periduktal dan intralobular lebih longgar berbeda antara lapisan longgar dan padat pada lapisan papillary dan retikuler dermis yang

  4 merupakan asal dari jaringan payudara.

  Fascia interlobular menunjukkan sejumlah besar lemak terutama pada

  payudara berukuran besar. Perbedaan lainnya dapat dilihat pada stroma periduktal dan lobular. Jaringan ikat periduktal terlihat sebagai stroma longgar yang mengelilingi duktus dan merupakan tempat lewatnya pembuluh limfe. Lebih selular dengan sel fibrosit daripada jaringan ikat penyokong lainnya dan banyak mengandung jaringan ikat elastik yang cenderung meningkat seiring umur dan jumlah paritas. Stroma lobular lebih longgar, lebih vaskular, lebih seluler dan lebih mukoid. Struktur yang seperti ini menunjang perkembangan asinus saat kehamilan. Penelitian biokimia menunjukkan bahwa distribusi enzim permukaan sel yang disebut dipeptidyl peptidase IV memberikan perbedaan yang jelas terhadap kedua populasi fibroblast payudara yang berlokasi di stroma intralobular dengan yang di stroma interlobular. Hal ini merupakan konfirmasi terhadap

  4 dugaan bahwa terhadap perbedaan keduanya berdasarkan gambaran histologis.

2.3.Epidemiologi

  Tumor phyllodes adalah tumor yang jarang dan lebih jarang dijumpai jika

  1, 10

  1

  dibandingkan dengan fibroadenoma. Angka kejadian sulit dipastikan. Tumor phyllodes adalah tumor fibroepitelial yang merupakan 0,3-1% dari semua tumor

  3, 11

  payudara dan 2,5% dari semua lesi fibroepitelial. Dapat dijumpai pada berbagai usia, tetapi paling sering dijumpai pada usia 50 tahunan dan jarang

  3

  dijumpai pada perempuan muda. Interval usia penderita adalah antara 10 hingga

  5

  86 tahun. Usia rata-rata penderita adalah 40-50 tahun, yang merupakan 15-20

  1, 2

  tahun lebih tua daripada usia penderita fibroadenoma. Tumor ini jarang

  5

  dijumpai pada pasien berusia dibawah 30 tahun. Tetapi harus diingat bahwa tumor phyllodes dapat dijumpai pada perempuan berbagai usia sehingga diagnosis

  6 tumor phyllodes tidak dapat disingkirkan hanya berdasarkan usia penderita.

  Terdapat perbedaan angka kejadian pada kelompok etnis berbeda dengan insiden

  1

  paling tinggi pada orang Asia. Pada negara-negara di Asia, tumor phyllodes diderita oleh perempuan berusia lebih muda (rata-rata 25-30 tahun). Tumor phyllodes ganas dijumpai pada perempuan dengan usia rata-rata lebih tua 2-5

  2 tahun daripada tumor phyllodes jinak.

2.4.Patogenesis

  Tumor phyllodes pada beberapa kasus berhubungan dengan fibroadenoma karena pasien dapat menderita kedua lesi dan gambaran histopatologis kedua jenis tumor dapat dijumpai pada lesi yang sama. Tetapi apakah tumor phyllodes berasal dari fibroadenoma atau merupakan perkembangan tumor yang sama sekali baru,

  4

  belum dapat dijelaskan. Noguchi dan rekan mempelajari analisa klon fibroadenoma dan tumor phyllodes dengan menggunakan polymerase chain

  

reaction (PCR) untuk mengamplifikasi gen. Dari penelitian tersebut diketahui

  bahwa kasus fibroadenoma mempunyai gen yang poliklonal pada epitelium dan pada stroma, sedangkan pada tumor phyllodes menunjukkan poliklonal pada epitelium dan monoklonal pada stroma. Hipotesis yang diajukan adalah histogenesis kedua tumor berhubungan satu dengan lainnya dan komponen

  8

  neoplastik dari tumor phyllodes terdapat pada stroma. Bukti tambahan yang mendukung bahwa fibroadenoma dapat berkembang menjadi tumor phyllodes didapatkan dari analisis klonal tiga tumor yang awalnya didiagnosis sebagai fibroadenoam tetapi tumbuh kembali menjadi tumor phyllodes. Tumor yang diteliti menunjukkan adanya polimorfisme trinucleotide repeat dari gen reseptor androgen (RA) yang terkait kromosom X dan inaktivasi acak gen karena metilasi.

  Dalam pengamatan diketahui bahwa alel gen RA yang sama tidak aktif pada jaringan fibroadenoma dan tumor phyllodes dari setiap pasien yang merupakan

  5 hasil karena kebetulan. Sampai saat ini, berbagai penelitian mendukung bahwa tumor phyllodes merupakan neoplasma stroma dengan komponen epitel tidak mengalami perubahan saat stroma mengalami proliferasi. Fibroadenoma juga diduga sebagai lesi prekursor atau progenitor dari tumor phyllodes yang hingga saat ini belum

  8 dapat disingkirkan pada beberapa kasus.

  Hal lain yang sangat penting adalah tumor phyllodes jangan salah didiagnosis sebagai sarkoma murni (tanpa komponen epitel) yang mempunyai derajat keganasan lebih tinggi dan jika gagal mengenali perbedaan diantara kedua jenis tumor ini, maka akan mengaburkan diagnosis tumor phyllodes yang sebagian besar adalah jinak. Gambaran imunohistokimia dan mikroskop elektron menunjukkan bahwa sel stroma pada tumor phyllodes yang jinak maupun ganas merupakan campuran atara fibroblast dan miofibroblast. Penggunaan pemeriksaan ini memungkinkan membedakan leiomiosarkoma dan mioepitelioma yang dapat menyerupai tumor phyllodes tetapi mempunyai sifat biologis yang sangat

  4 berbeda.

  2.5.Gambaran Klinis

  Pasien biasanya datang berobat dengan keluhan massa unilateral di payudara yang teraba keras hingga padat tanpa rasa nyeri dan tidak melekat ke

  2, 5, 12

  kulit. Tidak ada gejala klinis yang spesifik yang dapat membedakan antara fibroadenoma, tumor phyllodes jinak dan tumor phyllodes ganas. Diagnosis tumor phyllodes harus dipikirkan jika ukuran tumor lebih besar dari 4 cm atau jika didapati riwayat pertumbuhan tumor yang terjadi dengan cepat. Dugaan bahwa phyllodes tumor berada dalam fibroadenoma yang sudah diderita pasien sebelumnya atau tumor phyllodes yang mengalami perubahan ganas harus dipikirkan jika pasien melaporkan adanya pembesaran masa tumor yang sudah ada sebelumnya yang sebelumnya menetap bertahun-tahun. Tumor phyllodes

  5

  biasanya timbul sebagai masa tumor unilateral dan soliter. Jarang dijumpai tumor phyllodes yang multifokal dalam satu payudara yang sama atau kedua payudara

  2, 5

  menderita tumor phyllodes. Keberadaan tumor phyllodes yang bersamaan dengan fibroadenoma secara histopatologis dijumpai hampir 40% kasus dan tidak selalu dapat didiagnosis secara klinis dan sering dijumpai fibroadenomatoid

  5 lobular hyperplasia pada jaringan payudara sekitarnya.

  Ukuran rata-rata tumor phyllodes adalah 4-5 cm dengan variasi ukuran

  5

  mulai dari 1 cm hingga 20 cm. Penggunaan mamografi sebagai pemeriksaan

  2 skrining dapat mendiagnosis tumor phyllodes berukuran kecil (2-3 cm).

  Walaupun tumor phyllodes ganas cenderung berukuran lebih besar daripada variannya yang jinak, tetapi dijumpai lesi ganas berukuran lebih kecil dari 2 cm dan beberapa lesi berukuran besar tetapi menunjukkan gambaran yang seluruhnya

  5

  jinak. Massa dengan ukuran besar (> 10 cm) dapat menyebabkan kulit terlihat

  2, 3

  meregang dengan pelebaran vena di permukaan kulit (Gambar 2.5). Masa tumor berukuran besar dapat meluas dan menyebabkan ulserasi ke kulit atau ke

  5

  2

  dinding dada. Tetapi ulserasi sangat jarang dijumpai. Kelenjar getah bening ketiak biasanya tidak terlibat dan diperkirakan insidennya pada kelompok tumor phyllodes ganas hanya sekitar 10% yang secara keseluruhan dianggap sangat

  3 rendah.

Gambar 2.5. Gambaran tumor phyllodes pada

  3 perempuan usia pertengahan. Terlihat terdapat peregangan kulit diatas tumor dengan pelebaran vena di permukaan kulit.

  2.6.Gambaran radiologis

  Tampilan tumor payudara ini terutama yang berukuran kecil sering kali sulit dibedakan dengan fibroadenoma saat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi dan

  9

  mamografi. Gambaran mamografi pada sebagian besar kasus memperlihatkan

  3, 5 masa yang bulat, berlobus, berbatas tegas dan berwarna putih (Gambar 2.6.).

  Batas tumor yang tidak jelas dijumpai pada sebagian kecil kasus. Dengan ultrasonografi, masa tumor terlihat berbatas tegas, tetapi tidak homogen karena

  5

  dapat dijumpai adanya kista dan celah yang dilapisi epitelium. Gambaran

  3 ultrasonografi adalah lesi hypoechoic dengan garis-garis hyperechoic internal.

  Kalsifikasi umumnya tidak lazim dijumpai dan dapat ditemukan pada lesi jinak atau ganas. Tidak mungkin membedakan antara tumor phyllodes jinak dan ganas dengan menggunakan mammografi atau ultrasonografi. Gambaran magnetic

  

resonance imaging (MRI) tumor phyllodes jinak menunjukkan gambaran massa

  dengan bentuk oval atau berlobus dengan septa. Penyangatan yang dinamis dapat

  5 dilihat jika zat kontras digunakan.

Gambar 2.6. Gambaran

  tumor phyllodes dengan mamografi dan 5 ultrasonografi.

  A. Gambaran mamogram menunjukkan tumor phyllodes ganas dengan diferensiasi leiomiosarkomatous. B.

  Gambaran transmisi ultrasonografi yang tidak homogen pada bagian yang sebagian terlihat kistik.

2.7.Pemeriksaan Patologi

  2.7.1.Gambaran Makroskopis

  Secara makroskopis, tumor phyllodes bervariasi ukurannya mulai dari

  3

  berukuran kecil hingga mencapai diameter lebih dari 20 cm. Tumor ini membentuk massa padat, berbatas tegas, dapat berlobus-lobus dan dapat juga dijumpai penonjolan bagian pinggir tumor yang meluas ke jaringan payudara

  2, 3

  sekitarnya. Puting terlihat rata dan kulit diatasnya biasanya tidak pernah

  6 5 terlibat. Tumor ini tidak berkapsul, dapat berupa satu masa atau multinodul.

  Permukaan potongan massa tumor terlihat berwarna merah jambu hingga abu-abu

  2, 5

  dan dapat terlihat mukoid (Gambar 2.7.). Gambaran karakteristik yang menyerupai kumparan, dengan celah-celah yang melengkung mirip dengan tulang daun, paling baik diamati pada tumor berukuran besar, tetapi lesi berukuran kecil

  2

  dapat mempunyai gambaran yang sama. Dapat dijumpai kista yang berisi debris

  5

  keratotik. Pada lesi yang ganas, batas tumor dan celah tidak terlalu jelas terutama

  3

  pada tumor dengan pertumbuhan stroma yang berlebihan. Daerah perdarahan dan nekrosis dapat dijumpai pada lesi berukuran besar atau pada lesi yang ganas (gambar 2.8.).

  2, 3 Gambar 2.7. Gambaran makroskopis tumor phyllodes. 4 A. Tumor phyllodes berukuran besar dengan gambaran makroskopis berwarna kecoklatan, pinggir tidak teratur, sangat selular, dijumpai

celah seperti daun dengan daerah nekrosis dan perdarahan. B. Tumor phyllodes jinak berukuran

kecil yang mirip dengan gambaran makroskopis pada fibroadenoma tetapi warnanya terlihat lebih

kecoklatan.

Gambar 2.8. Gambaran makroskopis tumor phyllodes ganas.

  5 A. Permukaan potongan tumor phyllodes bervariasi antara kista dan celah. Batas tumor terlihat berbatas tegas. B. Fokus nekrosis (panah) yang terlihat berbeda dari permukaan lain yang berkilat dan seperti daging. C. Nekrosis luas dengan kista berisi darah yang membeku.

  2.7.2.Gambaran Mikroskopis

  Tumor ini mempunyai dua komponen dengan celah yang dilapisi dua lapis

  2, 3

  epitelium dan mioepitelium dengan stroma yang selular. Penonjolan stroma yang selular ini ke rongga kistik membentuk pola seperti daun yang merupakan gambaran karakteristik tumor phyllodes (gambar 2.9.). Komponen stroma

  3

  merupakan bagian yang neoplastik dari tumor ini. Tumor berasal dari stroma periduktal daripada stroma intralobular dan biasanya hanya mengandung sedikit komponen stroma. Sebagian besar tumor mempunyai gambaran histologis yang beragam dan hanya sebagian kecil lesi yang benar-benar menyerupai pertumbuhan berlebihan fibroadenoma intracanalicular dengan peningkatan selularitas

  3, 5

  stroma. Selularitas stroma yang beragam lazim dijumpai dalam tumor

  3

  phyllodes. Pada beberapa kasus, gambaran celah pada pola intracanalicular tertutup oleh hiperplasia duktal epitelium atau dapat juga dijumpai komponen

  5 lobulus yang tertutup.

  Beberapa hal harus diperhatikan saat membedakan fibroadenoma dengan tumor phyllodes jinak. Jika dibandingkan dengan fibroadenoma, tumor phyllodes pada sebagian besar kasus menunjukkan perluasan dan peningkatan selularitas stroma

  5, 6

  (gambar 2.9. B & C). Pada beberapa tumor phyllodes, selularitas terlihat lebih padat daerah yang berdekatan dengan komponen epitel. Stroma ini disebut stroma periduktal. Aktivitas mitosis juga meningkat pada tumor phyllodes sedangkan pada fibroadenoma mitosis stroma tidak dijumpai. Terdapat jenis tumor phyllodes dengan struktur seperti nodul dengan proliferasi stroma periduktal yang menonjol. Tumor ini disebut periductal stromal tumor dan mempunyai subklasifikasi

  

periductal stromal hyperplasia atau periductal stromal sarcoma. Tumor ini dapat

  tumbuh kembali dengan bentuk tumor phyllodes. Tetapi sebagian tumor phyllodes hanya sedikit atau tidak sama sekali menunjukkan distribusi stroma menjadi

  5 zona.

  Dijumpainya celah memanjang yang dilapisi epitelium merupakan gambaran yang berhubungan dengan tumor phyllodes dan kadang-kadang celah ini berdilatasi dan pemadatan stroma disekitarnya dapat dijumpai. Celah yang dilapisi epitelium juga dapat ditemukan pada fibroadenoma. Struktur beberapa

  

intracanalicular fibroadenoma dapat menyerupai gambaran celah yang ditemukan

pada tumor phyllodes jinak dan membedakan kedua jenis tumor sulit dilakukan.

  Masalah ini dijumpai terutama pada fibroadenoma berukuran besar yang biasa disebut giant fibroadenoma yang secara ukuran menunjukkan bahwa tumor adalah tumor phyllodes dan celah dapat dijumpai secara makroskopis di permukaan potongan tumor. Secara histologis, stroma pada fibroadenoma

  5 intracanalicular cenderung lebih hiposelular dan uniform.

  Perubahan miksoid dapat ditemukan pada stroma fibroadenoma dan tumor phyllodes. Perubahan ini lebih terlihat tersebar homogen di fibroadenoma tetapi akan terlihat lebih lokalisata dan dapat dengan perubahan degeneratif pada tumor phyllodes. Dapat dijumpai pseudoangiomatous stromal hyperplasia (PASH) pada tumor phyllodes dan pada beberapa kasus PASH merupakan gambaran dominan (gambar 2.10). Sangat jarang dijumpai terdapat multinucleated stromal giant cell pada tumor phyllodes dengan stroma PASH (gambar 2.11.). Sel ini dapat menunjukkan aktivitas lymphophagositosis (gambar 2.11. B). Sel ini juga dapat mengekspresikan penanda histiosit sperti CD68 dan juga mengekspresikan p53

  5 dan Ki67.

  Selularitas stroma sering bervariasi pada tumor phyllodes dengan fokus-fokus yang sulit dibedakan dengan fibroadenoma yang berbatas tegas dengan daerah yang lebih selular. Daerah yang seperti ini mengarahkan pada kesimpulan bahwa tumor phyllodes berasal dari fibroadenoma, jika ini merupakan gambaran yang

  

5

  dijumpai pada beberapa tumor phyllodes. Variasi pada selularitas dan struktur stroma juga menyulitkan untuk membuat diagnosis dari sediaan yang diambil dari

  5, 6

  biopsi aspirasi jarum halus atau dari biopsi core needle. Untuk menentukan derajat histologis diperlukan biopsi eksisi. Penentuan derajat histologis didasarkan kepada gambaran selularitas stroma, aktivitas mitosis dan gambaran mikroskopis

  5 batas tumor.

  3 Gambar 2.9. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes.

  A. Gambaran karakteristik tumor

phyllodes berupa penonjolan stroma ke rongga kistik membentuk pola seperti daun. B & C.

Gambaran stroma tumor phyllodes yang bervariasi, dengan terdapat peningkatan selularitas stroma

dibandingkan fibroadenoma (B) hingga mirip dengan sarkoma (C).

  5 Gambar 2.10. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak dengan stroma miofibroblastik.

  A.

Stroma pada tumor jinak dengan pola pseudoangiomatous. B. Stroma pseudoangiomatous dengan

pola susunan fasikular. Struktur fibroepithelial dengan pola pseuodopapillary. C. Struktur

pseudoangiomatous diperlihatkan dengan jelas dengan pewarnaan imunohistokimia smooth muscle

actin (avidin-biotin). D & E. Stroma myxoid pseudoangiomatous pada tumor jinak yang mirip

dengan myxoid myofibroblastoma.

  Tumor phyllodes dibagi menjadi tiga kelompok subklasifikasi yaitu tumor phyllodes jinak, low-grade malignant (borderline) dan high-grade malignant

  2, 3, 5

  (tabel 2.1). Mayoritas tumor phyllodes (60%) adalah tumor yang jinak,

  3

  sedangkan yang ganas sekitar 20%. Sangat penting untuk membedakan tumor phyllodes jinak dengan low-grade malignant. Tumor phyllodes yang jinak tidak bermetastasis, resiko tumbuh kembali yang rendah, interval waktu tumor tumbuh kembali yang lebih lama dan yang paling penting lokasi tumbuh kembalinya tumor yang pada awalnya didiagnosis sebagai tumor phyllodes jinak. Tumor phyllodes low-grade malignant lebih cepat tumbuh kembali dan jika tumbuh

  5 kembali maka tumor cenderung menjadi tumor phyllodes high-grade malignant. 2, 3, 13 Tabel 2. 1. Gambaran tumor phyllodes (TP) jinak, borderline dan ganas.

  TP Jinak TP Borderline TP Ganas Batas Batas tegas dan Sebagian besar berbatas infiltratif jelas jelas Hiperselular sedang Hiperselular sedang Sangat hiperselular

  Selularitas Ringan Ringan-sedang Berat

  Atipia sel Pleomorfisme sel Ringan Sedang Berat

  < 5/10 LPB 5-10 / 10 LPB >10 / 10 LPB Mitosis / 10 lapangan pandang besar (LPB) Peningkatan (-), Distribusi (-), distribusi perluasan (+), peningkatan pertumbuhan stroma pertumbuhan stroma heterogen pertumbuhan bermakna (dievaluasi dengan stroma (diperlukan untuk lensa objektif 4x) menegakkan diagnosis)

  Komponen heterolog Jarang Jarang Dapat dijumpai Distribusi rata-rata 60% 20% 20% secara keseluruhan

  Tumor phyllodes jinak mempunyai mitosis yang rendah, jarang dijumpai lebih dari satu atau dua per 10 lapangan pandang besar (gambar 2.12).

  Peningkatan pertumbuhan stroma sedang hingga bermakna dengan pleomorfisme sel stroma ringan hingga sedang dijumpai pada sebagian besar tumor.

  Pertumbuhan tumor serta selularitas biasanya dijumpai serupa pada semua lesi tetapi gambaran ini dapat terlihat heterogen. Tingkat proliferasi epitel biasanya

  5

  berkorelasi dengan gambaran stroma. Hiperplasia epitel jarang dijumpai pada

  5, 6

  tumor phyllodes jinak tetapi dapat juga terlihat meningkat. Batas tumor biasanya berbatas tegas tetapi invasi dapat dijumpai, kadang-kadang dapat dijumpai nodul sekunder di sekitar massa tumor yang utama. Metaplasia

  5 lipomatous dan osseous dapat juga dijumpai pada stroma tumor phyllodes jinak.

  Jika komponen lipomatous dominan, istilah lipophyllodes digunakan untuk

  6

  menjelaskan kondisi ini. Sel mutinukleus dengan nukleus yang hiperkromatik dapat dijumpai di stroma. Sel ini dilaporkan reaktif terhadap p53 dan Ki67.

  Perubahan miksoid stroma sering dijumpai pada tumor phyllodes jinak (gambar

  2.12. C.), tetapi tumor yang seluruhnya dibentuk oleh jaringan seperti ini sangat jarang dijumpai. Pseudoangiomatous hyperplasia stroma dapat ditemukan pada

  5 tumor phyllodes jinak atau ganas.

  Tumor phyllodes yang ganas atau high grade memiliki gambaran peningkatan pertumbuhan stroma yang hiperselular. Pada sebagian besar kasus, gambaran ini disertai peningkatan aktifitas proliferasi stroma dengan mitosis lebih besar dari lima per 10 lapangan pandang besar dan biasanya dengan batas tumor

  3, 5

  yang invasif (gambar 2.13). Pleomorfisme sel stroma lebih jelas pada tumor phyllodes ini. Jarang dijumpai stroma dengan komponen elemen sarkoma lainnya seperti angiosarkoma, liposarkoma, kondrosarkoma, myosarkoma atau

  5 osteosarkoma (gambar 2.14, 2.15, 2.16).

Gambar 2.11. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak dengan pseudoangiomatous stromal

  5 hyperplasia dan stromal giant cell.

A. Sel berinti banyak yang dijumpai pada stroma. B.

  

Lymphagocytosis terlihat pada salah satu giant cell (panah).

Gambar 2.13. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes ganas.

  3 A. Struktur seperti daun dengan peningkatan pertumbuhan stroma. Stroma terlihat lebih dominan daripada komponen epitel dan terlihat sangat hiperseluler. B. Komponen stroma ganas memperlihatkan tampilan seperti fibrosarkoma. C. Gambaran atipia sel yang terlihat jelasdan mitosis > 10/10 LPB. D. Gambaran heterogen sering dijumpai dalam tumor phyllodes. Stroma yang mengalami hyalinisasi terlihat sangat berbeda dengan bagian stroma ganas yang hiperseluler.

Gambar 2.12. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak.

  3 . A. Sel stroma menunjukkan gambaran atipia ringan, mitosis <5/10 LPB dan tanpa pertumbuhan stroa yang berlebihan. B. Kondensasi sel yang berhubungan dengan perubahan miksoid terlihat dibawah epitel (C)

  3, 5 Gambar 2.14. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes ganas dengan komponen liposarkoma. 3 A. Difererensiasi liposarkoma pada tumor phyllodes ganas. 3 B. Tumor yang sama yang 5 menunjukkan lipoblast dengan jumlah cukup banyak.

  C. Liposarkoma pleomorfik. 5 D.

  Liposarkoma miksoid.

Gambar 2.15. Gambaran mikroskopis tumor

  phyllodes ganas dengan komponen 5 angisarkoma dan kondrosarkomatous.

  A. Pola pembentukan pembuluh daeah (vasoformative). B. Pola telengiectatic. C-E.

  Tumor ganas lain dengan sel spindle (C), komponen kondrosarkomatous (D) dan komponen angiomatous (E). Tumor phyllodes low grade malignant atau borderline dapat memberikan gambaran berbatas tegas atau invasif, mitosis rata-rata 2-5 mitosis per 10 lapangan pandang besar dan selularitas stroma sedang yang tersebar heterogen diantara daerah yang hiposelular (gambar 2.17). Sel stroma bentuk spindle di berbagai lesi ini mirip dengan fibromatosis atau low grade fibrosarkoma atau menunjukkan gambaran pseudoangiomatous hyperplasia. Dapat juga dijumpai metaplasia

  5 kartilaginous, osseus, dan lipomatous.

  Tumor phyllodes banyak yang menunjukkan hiperplasia epitel. Hiperplasia epitel dapat berupa penebalan bervariasi pada epitel kolumnar atau kuboid yang melapisi ruang seperti celah. Peningkatan ketebalan epitelium berasal dari penambahan lapisan sel termasuk hiperplasia sel mioepitel yang lazim dijumpai. Hal ini dapat berkembang secara fokal atau tersebar menjadi papilar atau hiperplasia kribriform (gambar 2.18.). Terdapat kecenderungan derajat hiperplasia epitel akan paralel dengan selularitas dan aktivitas mitosis stroma, tetapi banyak pengecualian yang ditemukan saat membandingkan keduanya. Grimes menemukan hiperplasia epitel yang bermakna pada sepertiga tumor phyllodes jinak, termasuk empat kasus (13%) dengan atipia dan 26 % pada kasus ganas. Dua dari 13 kasus (15%) hiperplasia di tumor phyllodes ganas didiagnosis atipia. Gambaran hiperplasia epitelium dengan atipia dapat terlihat berat sehingga diagnosis intraductal carcinoma harus dipikirkan. Karakter tumor phyllodes dapat terabaikan jika komponen stroma diinterpretasikan sebagai reaktif daripada suatu komponen neoplasma. Tumor dengan gambaran klasik tumor phyllodes dapat tertutupi oleh distribusi epitel yang tidak lazim (varian tumor phyllodes) dan

  5 biasanya mirip dengan papillary neoplasm atau tumor adenosis (gambar 2.19.).

Gambar 2.16. Gambaran mikroskopis tumor

  phyllodes ganas dengan komponen 5 kondrosarkoma dan myosarkoma.

  A. Tumor phyllodes ganas dengan kondrosarkoma dan osteoid. B&C. Rhabdomiosarkoma pada tumor phyllodes (panah). D. Pola cross striation pada rhabdomiosarkoma. E. Sel dengan imunorekativitas terhadap mioglobin (avadin- biotin). Sel tumor rhabdoid juga menunjukkan reaktivitas terhadap desmin.

  3 Gambar 2.17. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes low grade malignant atau borderline.

  A.

Gambaran stroma dengan hiperselularitas disertai gambaran atipia sel (B). Mitosis biasanya >5 per

10 LPB. Tidak dijumpai gambaran peningkatan pertumbuhan stroma dan batas tumor yang tidak jelas.

  Gambaran abnormalitas epitel jarang menjadi karsinoma intraduktal dan diagnosis karsinoma intraduktal atau karsinoma duktal invasif dalam tumor phyllodes jarang dijumpai. Dapat juga dijumpai karsinoma in situ dan duktal

  5

  invasif dan karsinoma lobular dalam tumor phyllodes (gambar 2.20.). Davidson dan rekan melaporkan satu kasus tumor phyllodes borderline yang disertai tubular karsinoma invasif dan lobular karsinoma in situ pada perempuan berusia 53 tahun yang awalnya didiagnosis sebagai fibroadenoma dengan biopsi core needle, diagnosis tumor phyllodes borderline serta tubular karsinoma invasif dan lobular karsinoma in situ ditegakkan setelah eksisi massa pasca pembesaran tumor yang

  14 cepat.

  5 Gambar 2.18. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak atypical epithelial hyperplasia. A &

B. Hiperplasia sel kolumnar dengan mitosis (panah). C. Atypical hyperplasia. D. Florid hyperplasia (kanan) dan cribriform intraductal carcinoma (kiri) di dalam tumor.

  5 Gambar 2.7.2.11. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak dengan stromal giant cell. A &

B. Sel stroma multinucleated dalam tumor dengan proliferasi adenosis epitel.

Gambar 2.20. Gambaran

  mikroskopis karsinoma in situ dan invasif duktal dalam tumor 3 phyllodes. Gambaran tumor phyllodes dapat dikenali tetapi sangat luas terlibat oleh karsinoma in situ dan invasif.

  Metaplasia skuamus epitelium duktal yang dapat terjadi pada tumor phyllodes jinak dan ganas dijumpai sekitar 10%. Aspirasi derah kistik dengan metaplasia skuamus dapat menyebabkan kesalahan diagnosis sebagai kista skuamus (gambar 2.21.). Metaplasia apokrin juga dilaporkan dijumpai pada epitelium tumor phyllodes (gambar 2.22.). Lobulus dapat turut serta dalam pembentukan tumor phyllodes dan memberikan gambaran perubahan proliferatif seperti sclerosisng adenosis. Dijumpainya lobulus dapat menimbulkan kesalahan diagnosis sebagai fibroadema terutama jika terdapat lobular hiperplasia dan selularitas stroma tidak meningkat. Sangat jarang proliferasi epitel membentuk pola adenosis atau hiperplasia papiler sehingga menutupi tumor phyllodes yang

  5 ada dan tidak dapat dikenali hingga tumor tumbuh kembali kemudian.

  5 Gambar 2.21. Gambaran mikroskopis tumor phyllodes jinak dengan metaplasia skuamus.

  A.

Metaplasia skuamus fokal berhubungan dengan florid epithelial hyperplasia. B. Metaplasia

skuamus kistik (kedanya diwarnai dengan hematoksilin-phloxine-saffranin).

  Komponen duktal dapat dijumpai pada tumor phyllodes yang tumbuh kembali di payudara atau dinding dada. Sangat jarang, tumor phyllodes yang

  5

  bermetastasis hanya terdiri dari lomponen stroma. Karena biasanya tumor phyllodes ganas merupakan tumor sel spindle dengan derajat histologis tinggi dengan gambaran fibroangiosarcomatous, maka gambaran ini merupakan tampilan yang paling sering dijumpai pada lesi yang bermetastasis (gambar 2.23.).

  Sangat jarang lesi lokal yang berulang atau lesi metastasis menunjukkan gambaran diferensiasi heterolog yang tidak dijumpai pada tumor primernya.

  Semua komponen sarcomatous heterolog di tumor primer seperti liposarkoma, kondrosarkoma, osteosarkoma dan leiomiosarkoma dapat dijumpai pada lesi

  5 metastasisnya.

Gambar 2.22. Gambaran

  mikroskopis tumor phyllodes 5 jinak dengan metaplasia apokrin.

Dokumen yang terkait

Gambaran Histopatologi Tumor Phyllodes dengan Pulasan Van Gieson di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

0 78 101

Hubungan Usia Penderita dengan Gambaran Histopatologi Hiperplasia Endometrium di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

1 51 139

Profil penderita tumor ganas pada testis yang didiagnosa secara histopatologidi Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan 2008 - 2012

0 44 54

Profil Penderita Fibrosarkoma Di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU dan RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2008 – 2012

1 69 20

Profil Penderita Karsinoma Sel Basal Di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP Haji Adam Malik Dan Tempat Praktek Swasta Dokter Spesialis Medan Tahun 2009-2013

0 48 15

Gambaran Histopatologi Tumor Sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2009-2011

1 66 97

Gambaran Histopatologi Tumor Phyllodes Dengan Pulasan Van Gieson Di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2011

3 62 101

Pemeriksaan Imunohistokimia CD 20 pada Kasus-kasus Limfoma di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011

6 152 69

Gambaran Histopatologi Tumor Payudara di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik-Medan Tahun 2009-2010

5 52 81

Gambaran Histopatologi Penyakit Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dan Kanker Prostat di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum pusat Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, periode 2008-2009

2 33 78