SPP 9 Recent site activity teeffendi

Kedudukan Kejaksaan
dalam Sistem Peradilan
Pidana Indonesia
Tolib Effendi

Sejarah Kejaksaan Indonesia
Lembaga kejaksaan yang kita kenal saat ini
memiliki sejarah panjang mulai dari masa kolonial,
penjajahan Jepang sampai dengan saat ini. Jaksa
yang kita kenal saat ini berasal dari bahasa
Sansakerta, Adhyaksa yang baik dahulu maupun
sekarang selalu dihubungkan dengan bidang
penegakan hukum, namun dalam hubungan yang
agak berbeda saat ini.

Sejarah Kejaksaan Indonesia (lanjutan)
Kata Adhyaksa dapat diartikan, antara lain:
• Superintendant atau superintendance;
• pengawas dalam urusan kependetaan, baik agama
Budha maupun Syiwa dan mengepalai kuil-kuil yang
didirikan di sekitar istana, disamping itu juga bertugas

sebagai hakim dan berada di bawah perintah serta
pengawasan mahapatih;
• Adhyaksa diartikan sebagai hakim sedangkan
Dharmaadhyaksa sebagai opperrechternya;
• Adhyaksa sebagai rechter van instructie bijde landraad
yang kalau dihubungkan dalam dunia modern saat ini
sama dengan jabatan sebagai hakim komisaris
(Lihat Marwan Effendy, 2005: 57)

Sejarah Kejaksaan Indonesia (lanjutan)
Istilah Adhyaksa berganti menjadi Jaxa pada era VOC,
kemudian dilanjutkan pada pemerintahan Hindia Belanda.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, jaksa berada di
bawah Residen atau Asisten Residen dan bukan di bawah
Prosecureur General, dan pejabat jaksa ini hanya dikenal di
Jawa.
Di Sulawesi Selatan dahulu tidak dikenal pejabat yang
bertugas sebagai jaksa dan polisi seperti sekarang ini.
Tugas-tugas demikian dilakukan oleh para Kepala Adat dan
orang yang merasa dirugikan.

(Lihat Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, 1987: 17)

Sejarah Kejaksaan Indonesia (lanjutan)
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Belanda
mengambil alih lembaga penuntut umum ini dari Perancis
dan memasukkannya dalam undang-undang hukum
acara pidananya (1838) yang berdasarkan Inlandsche
Reglement (IR) tahun 1848 diterapkan pula di Indonesia.
Perkembangan yang berarti justru pada masa
pendudukan Jepang. Pada masa pendudukan Jepang
tersebut, jabatan Asisten Residen dihapuskan, wewenang
Asisten Residen di bidang hukum acara pidana dialihkan
sepenuhnya kepada jaksa, dalam hal ini adalah Kepala
Kejaksaan Negeri (Thio Kensatsu Kiyokuco) yang berada
di bawah Kepala Kejaksaan Tinggi (Kooto Kensatsu
Kiyokuco).

Sejarah Kejaksaan Indonesia (lanjutan)
Setelah kemerdekaan, dengan Maklumat
Pemerintah Republik Indonesia tanggal 1 Oktober

1945, Kejaksaan dikembalikan ke Departemen
Kehakiman, sedangkan Kepolisian termasuk dalam
Departemen Dalam Negeri.

Tugas utama Kejaksaan
Tugas dan wewenang jaksa secara normatif diatur
dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004,
Pasal 30. Tugas dan wewenang tersebut antara
lain:
1. Di bidang pidana;
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara;
3. Di bidang ketertiban dan ketentraman umum.

Tugas utama Kejaksaan (lanjutan)
1. Di bidang pidana;
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan
pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan dan

keputusan lepas bersyarat;
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan
ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.

Tugas utama Kejaksaan (lanjutan)
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan
kuasa khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar
pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah;
3. Di bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut
serta menyelenggarakan kegiatan:
a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. Pengamanan peredaran barang cetakan;
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan
masyarakat dan negara;
e. Pencegahan dan penyalahgunaan dan/ atau penodaan

agama;
f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Kewenangan Kejaksaan
Selain melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim, kewenangan penuntut umum menurut Pasal 14
KUHAP adalah:
– Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari
penyidik atau penyidik pembantu;
– Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan
pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal
110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk
dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
– Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan dan atau
mengubah status tahanan setelah perkaranya
dilimpahkan oleh penyidik;

Kewenangan Kejaksaan (lanjutan)
– Membuat surat dakwaan;

– Melimpahkan perkara ke pengadilan;
– Menyampaikan pemberitahuan kepada
terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu
perkara disidangkan yang disertai surat
panggilan, baik kepada terdakwa maupun
kepada saksi, untuk datang pada sidang yang
telah ditentukan;
– Melakukan penuntutan;

Kewenangan Kejaksaan (lanjutan)
– Menutup perkara demi kepentingan hukum;
– Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas
dan tanggung jawab sebagai penuntut umum
menurut ketentuan undang-undang ini;
– Melaksanakan penetapan hakim.

Hubungan antara Kejaksaan dengan
POLRI
1.


2.
3.

4.

Memeriksa dan meneliti berkas dengan
memberikan saran perbaikan (Pasal 110
KUHAP);
Menerima berkas perkara dari penyidik (Pasal
110 KUHAP);
Mengembalikan berkas perkara yang kurang
lengkap kepada penyidik (Pasal 110 ayat (2)
KUHAP);
Memberikan petunjuk atas berkas perkara
yang belum lengkap (Pasal 138 ayat (2)
KUHAP)

Hubungan antara Kejaksaan dengan
POLRI (Lanjutan)
5.

6.

Memberitahukan dihentikannya penuntutan
(Pasal 140 ayat (2) KUHAP);
Mengajukan praperadilan atas penghentian
penyidikan (Pasal 77 KUHAP)

Hubungan antara Kejaksaan dengan
Pengadilan
1.
2.
3.

4.

Permohonan perpanjangan penahanan (Pasal
25 ayat (2) KUHAP);
Melimpahkan perkara dengan permintaan
untuk diperiksa (Pasal 137 KUHAP);
Melaksanakan penetapan hakim (Pasal 14

huruf j KUHAP);
Melaksanakan putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap (Pasal 270 KUHAP)

Hubungan antara Kejaksaan dengan
Advokat
1.

2.

3.

Peringatan atas penyalahgunaan wewenang
advokat dalam pembicaraan dengan
tersangka (Pasal 70 ayat (2) KUHAP);
Mengawasi pembicaraan advokat dengan
tersangka jika peringatan tidak dihiraukan
(Pasal 70 ayat (3) KUHAP);
Mengikuti pembicaraan tersangka dengan
advokat jika masih ada pelanggaran (Pasal 70

ayat (4) KUHAP);

Hubungan antara Kejaksaan dengan
RUTAN
1.
2.
3.
4.

5.

Menyampaikan surat penahanan terdakwa (Pasal 19 ayat
(4) PP 27/ 1983);
Menerima tembusan dari kepala RUTAN berkaitan dengan
daftar tahanan tiap bulan (Pasal 19 ayat (5) PP 27/ 1983);
Menerima pemberitahuan dari kepala RUTAN terkait masa
penahanan terdakwa (Pasal 19 ayat (5) PP 27/ 1983);
Memberikan ijin kepada terdakwa melalui kepala RUTAN
untuk meninggalkan RUTAN sementara waktu (Pasal 19
ayat (8) PP 27/ 1983);

Memberikan ijin berkunjung bagi keluarga terdakwa
dengan syarat ditentukan oleh kepala RUTAN (Pasal 20
ayat PP 27/1983)

Hubungan antara Kejaksaan
dengan Pemasayaratan
Mengirimkan tembusan berita acara putusan
pengadilan kepada kepala LAPAS (Pasal 278
KUHAP)

Hubungan antara Kejaksaan dengan
RUPBASAN
1.
2.

3.

Menyampaikan surat penyerahan yang sah kepada kepala
RUPBASAN (Pasal 27 ayat (4) PP 27/ 1983);
Menyampaikan surat permintaan penggunaan benda sitaan
untuk keperluan penuntutan (Pasal 28 ayat (1) PP 27/
1983);
Menerima laporan triwulan tentang benda sitaan (Pasal 29
PP 27/ 1983);

Daftar Referensi
1. Marwan Effendy, Kejaksaan RI: Kedudukan dan
Fungsinya dari Perspektif Hukum, 2005;
2. Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Mengenal
Lembaga Kejaksaan di Indonesia, 1987
3. KUHAP;
4. PP nomor 27 tahun 1983