MEREKONSTRUKSI KARAKTERISTIK disiplin ilmu KEPEMIMPINA

MEREKONSTRUKSI KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

LILA BISMALA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA lila1976bismala@gmail.com

Abstract

This study is basic research, which aims to reconstruct the leadership in the Islamic perspective. The problems that arise are the leader has lost its way so it no longer trustworthy, leadership as exemplified by the Prophet Muhammad. Leadership theories more adopting the ways of the capitalist, in running the organization, even to Islamic organizations. So that the necessary research to reconstruct the theory of leadership in accordance with the Islamic sharia .

The approach used in this research is explorative to dig deeper into the theories to solve the problems. Data collected by literature studies, by digging the leadership of the Prophet and the Qur'an and hadith.

The characteristics of leadership in Islam is the Islamic perspective , faithful and devoted to Allah, ihsan and noble character , honesty , giving a good example , knowledgeable , trustworthy , fulfilling the promise , justice, humanity , discipline , leaving the useless , do not get angry / patient , has a shy nature , istiqomah , maintaining oral , commanding the good and forbidding unjust , deliberation , humble / modest.

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian dasar, yang bertujuan merekonstruksi kepemimpinan dalam perspektif Islam. Permasalahan yang mengemuka adalah pemimpin telah kehilangan arah sehingga tidak lagi amanah, sebagaimana kepemimpinan yang diteladankan oleh Rasulullah SAW. Teori-teori kepemimpinan lebih banyak mengadopsi cara-cara kapitalis dalam menjalankan organisasi, bahkan untuk organisasi Islam. Sehingga diperlukan penelitian untuk merekonstruksi teori kepemimpinan yang sesuai dengan syariah Islam.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah eksploratif untuk menggali lebih dalam tentang teori-teori untuk memecahkan permasalahan. Pengumpulan data dilakukan dengan studi literature, dengan menggali kepemimpinan Rasulullah dan dari Al Qur’an dan hadits.

Adapun karakteristik kepemimpinan dalam perspektif Islam adalah Islam, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, ihsan dan akhlak mulia, kejujuran, memberi teladan yang baik, berilmu, amanah, memenuhi janji, keadilan, kemanusiaan, disiplin, meninggalkan yang tidak bermanfaat, jangan (tidak) marah/ bersabar, memiliki sifat malu, istiqomah, menjaga lisan, amar ma’ruf nahi mungkar, bermusyawarah, rendah hati/ sederhana.

PENDAHULUAN

Tujuan penciptaan manusia di muka bumi adalah untuk menjadi hamba Allah SWT (Abdullah) dan menjadi kholifah Allah SWT (khalifatullah). Untuk merealisasikan tujuan tersebut, Allah SWT menurunkan agama yang benar (dienul haq), yakni agama Islam melalui nabiNya, Muhammad Rosulullah SAW dengan membawa petunjuk yang lurus, yakni Al Qur’an. Hal ini sebagaimana firmanNya : “Dialah yang mengutus Rosul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama Tujuan penciptaan manusia di muka bumi adalah untuk menjadi hamba Allah SWT (Abdullah) dan menjadi kholifah Allah SWT (khalifatullah). Untuk merealisasikan tujuan tersebut, Allah SWT menurunkan agama yang benar (dienul haq), yakni agama Islam melalui nabiNya, Muhammad Rosulullah SAW dengan membawa petunjuk yang lurus, yakni Al Qur’an. Hal ini sebagaimana firmanNya : “Dialah yang mengutus Rosul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama

Ide sekularisme sama sekali tidak mengingkari adanya agama, tetapi juga tidak memberikan peran dalam kehidupan. Yang mereka lakukan adalah memisahkannya dari kehidupan. Berdasarkan hal ini, maka akidah yang dianut oleh Barat secara keseluruhan adalah sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan. Akidah ini merupakan qaidah fikriyah yang menjadi landasan bagi setiap pemikiran. Di atas dasar inilah ditentukan setiap arah pemikiran manusia dan arah pandangan hidupnya. Berdasarkan hal ini pula, dipecahkan berbagai problematika hidup. Lalu ideologi ini dijadikan sebagai qiyadah fikriyah yang diemban dan disebarluaskan oleh dunia Barat ke seluruh dunia. Yang menunjukkan bahwa kaum Muslim telah menerapkan sistem Islam secara nyata karena sesungguhnya yang menerapkan sistem (peraturan) secara praktis adalah negara.

Manusia pada hakikatnya merupakan pemimpin, sebagaimana Nabi SAW. bersabda: setiap orang dari kamu adalah pemimpin (penggembala) dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya (gembalaannya). Imam Al Mawardi dalam Al Ahkam Ash Shulthoniyah mengemukakan bahwa kepemimpinan diadakan dalam rangka menggantikan tugas kenabian berupa menjaga dien dan mengatur urusan duniawi. Dan memberikan jabatan ini kepada orang yang bisa melaksanakan di kalangan umat Islam hukumnya wajib berdasarkan ijma. (Abu Yahya, 2012) Al-Farabi membagi jenis masyarakat ke dalam tiga bagian: yang diperintah, yang diperintah dan mampu memerintah, dan yang memerintah dan tidak dapat diperintah. Ketiga kategori ini tentu mirip dengan prinsip penyebab bahwa semakin atas semakin menjadi penyebab yang tak disebabkan. Salah seorang dari mereka menjadi pemimpinnya (rais). Yang lain berada pada tingkatan terdekat dengan pemimpinnya. Setiap tingkatan memiliki karakteristik pembagian tugas sesuai dengan perintah penguasanya. Di bawahnya, terdapat orang-orang yang menjalankan tugas sesuai dengan kehendak orang-orang yang berada pada tataran di atasnya. Jadi, bagian-bagian itu bertingkat-rtingkat terus ke bawah sampai pada golongan orang-orang yang mengerjakan tugas menurut perintah orang lain, yaitu mereka yang melayani dan tidak dilayani.

Kepemimpinan berperan sebagai penggerak segala sumber daya manusia dan sumber daya lain yang ada dalam organisasi, dan merupakan faktor kunci dalam aspek manajerial. Keberadaan pemimpin dalam perusahaan merupakan hal yang terpenting karena merupakan tulang punggung dan memiliki peranan yang strategis dalam mencapai tujuan perusahaan. Pemimpin yang efektif akan dapat menjalankan fungsinya tidak hanya ditunjukkan dari kekuasaan yang dimiliki, tetapi juga ditunjukkan oleh sikap untuk memotivasi karyawan dalam menjalankan tugasnya.

Parameter suksesnya kepemimpinan dalam Islam yang paling sederhana adalah sejauh mana implementasi amanah yang melekat pada sebuah kekuasaan dapat dijalankan secara profesional. Kepemimpinan dalam Islam dipandang sebagai amanah, dengan konsekuensi mengelola dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan harapan dan kebutuhan pemiliknya.

Islam memandang tugas kepemimpinan dalam dua tugas utama, yaitu menegakkan agama dan mengurus urusan dunia.

Dalam kepemimpinan Islam dapat menumbuhkan sikap tasamuh (toleransi) sesama komunitas muslim baik secara institusi maupun pribadi, mampu menumbuhkan kerjasama dan solidaritas, menghilangkan kultus watak dan diganti dengan fastabiqul khairaat (berlomba-lomba dalam kebaikan), bersikap terbuka baik dalam menerima ide, saran maupun kritik, mampu menciptakan tenaga pengganti dan berjiwa demokratis dan mampu mengatasi penyakit jahid dan jamid (beku berfikir). (Mardin Idris, 2003) Kepemimpinan islami memiliki hubungan yang kuat dengan kinerja organisasi, karena mengandung unsur konsultasi, keadilan, kejujuran dan kepercayaan dan berdampak pada pencapaian kinerja organisasi. (Majeed, et.all, 2011) Hal ini berarti dengan menerapkan kepemimpinan Islami, akan memiliki kontribusi dalam meningkatkan kinerja karyawan dan pada akhirnya berdampak pada kinerja organisasi. Dalam kepemimpinan Islam terkandung unsur keteladanan, di mana pemimpin tidak hanya mampu memberikan perintah namun juga menjadi teladan yang baik. Sedikitnya kajian tentang karakteristik kepemimpinan Islam yang menjadi rujukan bagi pemimpin, di mana lebih banyak menggunakan paham barat yang mengedepankan unsur- unsur yang menguntungkan segolongan tertentu. Kajian ini bertujuan untuk menggali karakteristik kepemimpinan Islam dari Al Qur’an dan Hadits.

KAJIAN PUSTAKA

Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif dan universal baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta (HabluminAllah) maupun dalam hubungan sesama manusia (Hablumminannas). QS Hujurat (49:13). Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Ada tiga pilar pokok dalam ajaran Islam yaitu :

1. Aqidah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang keyakinan atas keberadaan dan kekuasaan Allah sehingga harus menjadi keimanan seorang muslim manakala melakukan berbagai aktivitas di muka bumi semata-mata untuk mendapatkan keridlaan Allah sebagai khalifah yang mendapat amanah dari Allah.

2. Syariah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dalam bidang ibadah (habluminAllah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas) yang merupakan aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinannya.

3. Muamalah meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah.

Tipe manajemen yang dipraktekkan di negara-negara Arab sangat sedikit yang berhubungan dengan nilai budaya dan norma Islam, yang seharusnya mendominasi segala aspek dalam kehidupan sosial di negara-negara tersebut. (Mohamed Branine, David Pollard, 2010) Lebih lanjut dinyatakan bahwa teknologi lebih diterima secara lebih antusias, terutama yang memakmurkan negara Islam secara ekonomis, tetapi globalisasi juga dipertimbangkan sebagai isu industrial dan persaingan komersial. Beberapa negara Arab (Qatar, Tunisia, United Arab Emirates) mempersepsikan globalisasi sebagai kesempatan bagi pertumbuhan ekonomi dan menunjukkan derajat modernisasi. Globalisasi juga dipandang sebagai Tipe manajemen yang dipraktekkan di negara-negara Arab sangat sedikit yang berhubungan dengan nilai budaya dan norma Islam, yang seharusnya mendominasi segala aspek dalam kehidupan sosial di negara-negara tersebut. (Mohamed Branine, David Pollard, 2010) Lebih lanjut dinyatakan bahwa teknologi lebih diterima secara lebih antusias, terutama yang memakmurkan negara Islam secara ekonomis, tetapi globalisasi juga dipertimbangkan sebagai isu industrial dan persaingan komersial. Beberapa negara Arab (Qatar, Tunisia, United Arab Emirates) mempersepsikan globalisasi sebagai kesempatan bagi pertumbuhan ekonomi dan menunjukkan derajat modernisasi. Globalisasi juga dipandang sebagai

Islam lebih dari kepercayaan, Islam adalah petunjuk hidup yang lengkap, karena tindakannya melebihi dari ibadah untuk merangkul kehidupan sosial dan ekonomi. Islam bermakna menyerahkan diri pada Tuhan dalam kata dan perbuatan dan tujuan kaum Muslim adalah berusaha mencapai kehidupan yang damai dan sehat dengan mengikuti petunjuk Tuhan yang Maha Kuasa. Tidak ada pemimpin yang laizzez-faire dalam Islam, sebagai aktifitas manusia adalah memahami konteks Istikhlaf (vice-regency). Tujuan hidup dalam Islam adalah menjadi yang baik dengan melakukan kebaikan kepada manusia lain dan dalam hubungannya dengan Tuhan.

Dalam tulisan Murasa Sarkaniputra 2006, dikemukakan bahwa Muhammad Yunus telah memerdekakan dirinya dan memerdekakan masyarakat miskin dari lingkaran setan kemiskinan dengan mendobrak tembok birokrasi pemerintahan pada awal pembentukan bank yang didambakan rakyat miskin. Ia pemimpin pelayan bukannya pemimpin yang dilayani. Ia memperlakukan orang lain lebih baik ketimbang memperlakukan dirinya sendiri. Apa rahasia kepemimpinannya? Dapatkah kita menduga bahwa keterkaitan antara spiritual intelligence, emotional intelligence dan intellectual intelligence yang kita kenal sekarang ini dapat ditelaah oleh peran iman dalam diri orang seorang ketika ia melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan Rasulllah SAW: shiddiq, amanah, fathanah dan tabligh? Kepemimpinan manajerialnya itu seakan seperti yang dirumuskan Covey 25 tahun kemudian (Covey, The 8th Habit, 2004), yang mencakup butir-butir: be proactive, begin with the End in Mind, put first things first, think win-win, seek first to understand, then to be understood, synergize, sharpen the saw, and find your voice and inspire others to find theirs.

Penelitian Suraiya Ishak (2011) menemukan tiga faktor yang membentuk kepemimpinan etika seperti dimodelkan diri Nabi Muhammad SAW. Faktor pertama terdiri daripada akhlak diri baginda sebagai manusia bermoral dan faktor kedua ialah komitmen sebagai khalifah yang ditugaskan dengan tanggungjawab tertentu. faktor ketiga ialah rasa ubudiyyah kepada Pencipta yang dijelmakan dalam bentuk sifat zuhud, takwa dan tawaduk. Elemen ubudiyyah merupakan ciri penting dalam konsep kepemimpinan etika berdasarkan Nabi. Oleh karena itu, ketiga faktor membentuk konsep kepemimpinan etika syumul yang merangkumi hablun min Allah dan hablun min al-nas.

Ang, et. All (2012) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kepemimpinan Islam menantang pemimpin untuk mempraktekkan nilai-nilai kepercayaan, integritas, kedisiplinan diri, mengekang diri, mencintai kebaikan dan memberi, pemimpin juga ditantang untuk menahan diri untuk melakukan dosa dan hidup dalam suasana moderat. Pemimpin visioner Islam selalu memacu diri, percaya diri dan dapat melakukan hal yang luar biasa. Islam tidak memiliki masalah dengan kreatifitas dan ide-ide inovatif. Dalam kenyataannya tidak ada tempat bagi pikiran yang malas dan kosong dalam agama dan pikiran yang kosong akan menjadi rumah bagi setan dalam Islam.

METODE

Pendekatan penelitian ini bersifat eksploratif yang bermaksud menggali literatur-literatur, Al-Qur’an, Hadits maupun jurnal untuk dirumuskan menjadi konsep-konsep teoritik tentang karakteristik kepemimpinan dalam perspektif Islam. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik library research karena penelitian ini bermaksud mengumpulkan Pendekatan penelitian ini bersifat eksploratif yang bermaksud menggali literatur-literatur, Al-Qur’an, Hadits maupun jurnal untuk dirumuskan menjadi konsep-konsep teoritik tentang karakteristik kepemimpinan dalam perspektif Islam. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik library research karena penelitian ini bermaksud mengumpulkan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kedudukan Manusia Di Muka Bumi

Allah menciptakan manusia adalah untuk menyembah atau mengabdi kepada Allah, sebagaimana dalam QS Adz Zariat 5: 56 disebutkan bahwa manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT. Segala aspek kehidupan seorang manusia sebagai hamba Allah seharusnya dilakukan dalam rangka persembahannya kepada Allah SWT dengan niat hanya untuk mencapai keridhaan-Nya.

Dalam firman Allah dalam QS Al Baqarah (2:30), Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". Sebagaimana dinyatakan dalam QS Al Baqarah tersebut, Allah akan menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi, bahwa manusia diciptakan untuk menjadi penguasa yang mengatur apa-apa yang ada di bumi, seperti tumbuhan, hewan, hutan, air, sungai, gunung, laut, perikanan dan lainnya, dan seyogyanya manusia harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk kemaslahatannya. Dalam QS At Tiin 95:4, difirmankan bahwa: sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Maka manusia adalah makhluk yang paling sempurna. Allah memberikan kesempurnaan bagi manusia, mulai dari fisik sampai dengan akal, untuk menjadikan manusia taat dan patuh kepada penciptanya, untuk memelihara kehidupan yang baik di muka bumi.

Analisis Karakteristik Kepemimpinan Dalam Perspektif Islam

Karakteristik kepemimpinan yang sesuai dengan konsep keislaman akan merujuk kepada Al Qur’an dan Hadits. Karakteristik kepemimpinan dalam Islam telah diungkapkan oleh beberapa peneliti sebelumnya, dan pada penelitian ini telah mengeksplorasi beberapa karakteristik kepemimpinan sehingga dapat menambahkan pada beberapa karakteristik yang telah diungkap sebelumnya. Adapun karakteristik kepemimpinan menurut Islam tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Islam, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT Pemimpin haruslah beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, karena dengan iman dan taqwanya maka ia akan mampu memelihara apa yang dipimpinnya. Dengan ketaqwaannya ia akan merasa takut dan mempercayai bahwa ada yang mengawasi aktifitasnya. Tentang mengambil pemimpin yang beriman dan bertaqwa telah difirmankan Allah SWT dalam QS Al Maaidah 5:51, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin- pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” Kemudian ditambahkan oleh QS Al Anfaal 8:55, “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman. Disertai dengan peringatan tentang 1. Islam, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT Pemimpin haruslah beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, karena dengan iman dan taqwanya maka ia akan mampu memelihara apa yang dipimpinnya. Dengan ketaqwaannya ia akan merasa takut dan mempercayai bahwa ada yang mengawasi aktifitasnya. Tentang mengambil pemimpin yang beriman dan bertaqwa telah difirmankan Allah SWT dalam QS Al Maaidah 5:51, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin- pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” Kemudian ditambahkan oleh QS Al Anfaal 8:55, “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman. Disertai dengan peringatan tentang

2. Ihsan dan akhlak mulia Ihsan (berbuat baik) adalah substansi, ruh dan kesempurnaan iman. Ia adalah derajat dan tujuan agama paling tinggi, akhlak hamba-hamba Allah paling besar, serta kumpulan bagi seluruh akhlak yang tinggi dan sifat yang baik. (Adnan Tharsyah, 2004) Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau (HR Muslim). Dalam QS An Nahl 16:90, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” Pemimpin tentunya akan selalu memberikan kabar yang menggembirakan, membuat yang dipimpinnya merasa senang dengan melakukan kebaikan-kebaikan, di samping mengingatkan agar tidak melakukan perbuatan tercela. Pemimpin yang baik akan selalu bisa membuat yang dipimpinnya tentram. Hal ini ditegaskan dalam QS Al An’aam 6:48, “Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” Ihsan bermakna kebaikan, di mana pemimpin selain sebagai pengingat akan kebaikan juga harus mampu menerapkan kebaikan itu sendiri dalam kehidupannya. Kebaikan yang dilakukan akan mendapatkan ganjaran dari Allah SWT. Pemimpin yang baik dan menganjurkan kepada kebaikan akan mendapati apa yang dipimpinnya berada dalam kemakmuran. Hal ini sudah dijanjikan Allah dalam QS Al An’aam 6:135, “Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini. Sesungguhnya, orang-orang yang lalim itu tidak akan mendapat keberuntungan. Pemimpin yang baik tentunya akan berbuat kebaikan dan mencegah kerusakan, yang dilakukan manusia terhadap manusia lain maupun makhluk lain. Melakukan kerusakan merupakan perbuatan yang dimurkai Allah, karena dampaknya akan dirasakan oleh semua makhluk. Dengan kepemimpinan yang baik, manusia akan selalu diajak untuk berbuat ma’ruf dan menjauhi perbuatan 2. Ihsan dan akhlak mulia Ihsan (berbuat baik) adalah substansi, ruh dan kesempurnaan iman. Ia adalah derajat dan tujuan agama paling tinggi, akhlak hamba-hamba Allah paling besar, serta kumpulan bagi seluruh akhlak yang tinggi dan sifat yang baik. (Adnan Tharsyah, 2004) Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau (HR Muslim). Dalam QS An Nahl 16:90, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” Pemimpin tentunya akan selalu memberikan kabar yang menggembirakan, membuat yang dipimpinnya merasa senang dengan melakukan kebaikan-kebaikan, di samping mengingatkan agar tidak melakukan perbuatan tercela. Pemimpin yang baik akan selalu bisa membuat yang dipimpinnya tentram. Hal ini ditegaskan dalam QS Al An’aam 6:48, “Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barang siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” Ihsan bermakna kebaikan, di mana pemimpin selain sebagai pengingat akan kebaikan juga harus mampu menerapkan kebaikan itu sendiri dalam kehidupannya. Kebaikan yang dilakukan akan mendapatkan ganjaran dari Allah SWT. Pemimpin yang baik dan menganjurkan kepada kebaikan akan mendapati apa yang dipimpinnya berada dalam kemakmuran. Hal ini sudah dijanjikan Allah dalam QS Al An’aam 6:135, “Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya aku pun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini. Sesungguhnya, orang-orang yang lalim itu tidak akan mendapat keberuntungan. Pemimpin yang baik tentunya akan berbuat kebaikan dan mencegah kerusakan, yang dilakukan manusia terhadap manusia lain maupun makhluk lain. Melakukan kerusakan merupakan perbuatan yang dimurkai Allah, karena dampaknya akan dirasakan oleh semua makhluk. Dengan kepemimpinan yang baik, manusia akan selalu diajak untuk berbuat ma’ruf dan menjauhi perbuatan

3. Kejujuran Kejujuran bermakna mengatakan yang sebenarnya. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang seringkali mengatakan kebohongan dengan maksud membuat senang seseorang. Dalam hubungan antara atasan dan bawahan, seringkali kejujuran akan berdampak kurang menyenangkan, terutama kejujuran dalam kesalahan kerja. Seorang pemimpin mukmin akan taat dan patuh, kepada Allah dan rasul-Nya, tidak berani menyembunyikan kebenaran, karena mengetahui akibat jika tidak berlaku jujur, terutama yang dapat mengakibatkan kerugian orang lain. Meskipun kadangkala kejujuran berbuah yang tidak menyenangkan, seorang pemimpin wajib menjunjung tinggi kejujuran. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al Anfaal 8:58, “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang berkhianat.” Dan dalam QS An Nahl 16:94, telah ditegaskan, “Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki (mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah: dan bagimu azab yang besar.” Manusia seringkali menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan pribadinya. Sebagaimana juga dilakukan pemimpin untuk mendapatkan apa yang diinginkan, kadangkala mengabaikan kejujuran, dengan anggapan kejujuran dapat menyebabkan ketidaksenangan atas sesuatu.

4. Memberi teladan yang baik Memberi teladan dimaksudkan untuk tidak hanya sekedar mampu memberikan nasihat dan kata-kata bijak, namun mampu menerapkan apa yang diucapkan atau dinasihatkan. Hal ini sebagaimana firma Allah SWT dalam QS Al Ahzab 33:21, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Kecenderungan yang terjadi pada masa sekarang ini pemimpin hanyalah mampu mengajak umat/ anggotanya kepada kebaikan, namun ternyata dialah yang pertama kali tertangkap melakukan kejahatan/ kesalahan. Bukanlah merupakan teladan yang baik, bahkan memberikan motivasi yang negatif. Pencontohan yang sangat buruk diilhami dari pemimpin, apakah itu pemimpin perusahaan, organisasi maupun pemimpin pemerintah. Ketika seharusnya semua orang mengambil contoh baik darinya, justru

mereka memberikan teladan yang buruk, sehingga anggota/ bawahan tidak tahu harus meneladani siapa. Al Qur’an sudah menuliskan apa-apa saja yang telah terjadi dan yang akan terjadi, namun manusia seakan dibutakan oleh kenikmatan duniawi. Dalam QS An Nuur 24:34, “Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” Harusnya manusia menyadari bahwa telah ada teladan dari pendahulu-pendahulu, bahwa siksa dan kenikmatan yang dijanjikan Allah nyata dan benar-benar terjadi. Teladan dapat pula diberikan dengan berkata-kata yang baik, atau tidak berkata apa-apa jika tak mampu berkata baik. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam hadits dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya (HR Bukhori dan Muslim). Berlebih-lebihan dalam pembicaraan dapat menyebabkan kehancuran, sedangkan menjaga pembicaraan merupakan jalan keselamatan. Media massa merupakan salah satu penyebab pembicaraan yang sia-sia, di mana kerap membuka aib seseorang dengan tujuan meningkatkan jumlah pemirsa. Ketika satu pemimpin membicarakan dan mengkritik pemimpin lain dianggap biasa dan bagian dari politik sehat, padahal sebenarnya melanggar syariat, dan tidak dipahami oleh manusia. Pemimpin wajib memberikan teladan yang baik, seperti santun dalam berkata, disiplin, jujur, tidak korupsi.

5. Istiqomah Istiqomah dapat diartikan sebagai teguh pada pendirian, apapun yang terjadi. Demikian halnya pemimpin, haruslah teguh dengan apa yang telah ia putuskan. Walaupun keputusan yang diambil akan berdampak bagi kehidupan masyarakat dan hubungan internasional. Allah telah berfirman dalam QS Al Imron 3:101, “Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barang siapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” Dan pada QS Al Baqarah 2:63. Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa". Kemudian pada QS Al An’am 6:6, “Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.” Maka kita bisa melihat bencana yang ditimpakan Allah kepada segolongan kaum, karena perilaku mereka sendiri. Sungguh Allah sangat pedih azabnya, namun manusia tak juga mampu menyadarinya. Dalam QS Ibrahim 14:27, “Allah meneguhkan (iman) orang- orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”

Pemimpin dengan sifat istiqomah akan berpegang teguh pada ketentuan Allah, dan membawa kaumnya pada kemakmuran. Ia tidak akan mudah berubah ketetapan karena dominasi pihak lain maupun iming-iming yang menguntungkan bagi dirinya. Dari Abu Amr, Suufyan bin Abdillah Ats Tsaqofi RA dia berkata: saya berkata; Wahai Rasulullah SAW, katakan kepada saya tentang Islam sebuah perkataan yang tidak saya tanyakan kepada seorangpun selainmu. Beliau bersabda: Katakanlah saya beriman kepada Allah, kemudian berpegang teguhlah (Riwayat Muslim)

6. Berilmu Ilmu dapat dibedakan menjadi 2 yaitu ilmu duniawi yang berhubungan dengan kehidupan makhluk di dunia yang fana, serta ilmu agama yang merupakan ketentuan dan ketetapan Allah SWT, yang menciptakan alam semesta. Pemimpin yang menjadi pemimpin negara, organisasi dan perusahaan, tentunya memiliki ilmu duniawi yang cukup untuk mengatur kehidupan berorganisasi. Mereka mengetahui bagaimana memperlakukan bawahan dan pengikutnya. Namun semua bersifat duniawi, dan harus dikembalikan kepada ilmu agama. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda kepada ka’ab bin ujrah: “mudah-mudahan Allah melindungimu dari para pemimpin yang bodoh (dungu). Ka’ab bin ujzah bertanya: apa yang dimaksud dengan pemimpin yang dungu wahai rasulullah saw? Beliau menjawab: mereka adalah para pemimpin yang hidup sepeninggalku. Mereka tidak pernah berpedoman pada petunjukku, mereka tidak mengikuti sunnahku. Barang siapa yang membenarkan kedustaan mereka ataupun mendukung atas kezaliman mereka, maka orang itu tidak termasuk golonganku, karena aku bukanlah orang seperti itu. Mereka juga tidak akan mendapatkan air minum dari telagaku. Wahai ka’ab, sesungguhnya puasa adalah benteng, sedekah itu bisa menghapus kesalahan, sedangkan shalat adalah upaya mendekatkan diri kepada allah (qurban) –dalam riwayat lain burhan (dalil)- wahai ka’ab sesungguhnya tidak akan masuk surga seonggok daging yang berasal dari barang haram. Dan api neraka lebih berhak untuk melahapnya. Wahai ka’ab bin ujrah, manusia terpecah menjadi dua golongan: pertama, orang yang membeli dirinya (menguasai dirinya), maka dia itulah yang memerdekakan dirinya. Golongan yang menjual dirinya, maka dia itulah yang membinasakan dirinya sendiri.” (hr. Ahmad bin hambal) Kenyataannya, banyak pemimpin diangkat karena alasan kedekatan hubungan, dengan tanpa memperhatikan ilmu yang dimiliki. Ilmu tak semata berupa pengetahuan, namun dapat berupa petunjuk, karena apapun yang ada di sekitar manusia merupakan petunjuk, yaitu bagi yang mendapatkan petunjuk dari Allah. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al A’raf 7:178, “Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang- orang yang merugi.” Pemimpin negara dipilih setelah melakukan kampanye dan berhasil menarik hati pengikutnya. Alih-alih beradu argumentasi, adu kepintaran meyakinkan orang, sebenarnya mereka memperlihatkan sifat dan sikap yang sebenarnya. Dengan argumentasi yang dilontarkan, sifat dan sikap emosional yang ditunjukkan kepada khalayak menjadi sebuah tontonan yang cenderung dicemooh orang. Tiadanya atau kurangnya ilmu dapat menyebabkan perbantahan, yang dikenal dengan debat kusir, di mana debat itu dilakukan tanpa dasar yang kuat. Ketika berbantahan maka dalam hati kecil sebenarnya akan muncul keraguan karena mempertanyakan kebenaran, dan akan kehilangan kesabaran karena merasa dikalahkan/ direndahkan lawan bicara. Hal ini telah difirmankan Allah dalam QS Al Anfaal 8:46, “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya

dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” Ilmu yang dimiliki bukanlah untuk diperdebatkan, diadu untuk menilai siapa yang mampu mengargumentasikannya dengan baik, bukan pula untuk menilai siapa yang paling banyak ilmunya. Namun ilmu bagi pemimpin adalah untuk diaplikasikan dalam menyelesaikan permasalahan dalam organisasinya. Ilmu yang dimilikipun dapat disampaikan kepada yang lain, agar bertambah pemahaman akan persoalan dan solusi yang dapat dilakukan. Indonesia adalah negara yang memiliki banyak pemimpin yang berilmu, banyak ilmuwan yang sangat jenius. Namun ilmu yang dimiliki lebih banyak digunakan untuk berbantah-bantahan saja, seperti yang sering ditayangkan di televisi. Alangkah baiknya jika majelis atau perkumpulan yang diadakan itu untuk membahas solusi, bukan memperpanjang masalah sebagaimana yang selama ini selalu dilakukan. Allah telah berfirman dalam QS Al Mujadilah 58:11, “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Ada pepatah dalam bahasa Indonesia, seperti ilmu padi, semakin lama semakin merunduk, yang menganalogikan bahwa jika semakin banyak isinya, maka akan semakin tunduk dan rendah hati. Berbeda dengan tong kosong nyaring bunyinya, bahwa yang tidak ada isinya akan berbunyi nyaring. Namun inilah yang disenangi masyarakat, acara televisi tentang perbantahan yang tiada solusi. Allah telah berfirman dalam QS Al Isra’ 17:36, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” Sungguh pengikut telah dibutakan atau tidak mendapat hidayah dari Allah sehingga memilih dan mengikuti pemimpin yang salah.Hal inilah yang disebut dalam firman QS Al Jatsiyah 45:23, “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” Inilah gambaran jika memilih pemimpin yang tidak memiliki ilmu. Maka akan menghancurkan seluruh kehidupan organisasi tersebut.

7. Amanah, memenuhi janji Amanah atau dapat dipercaya merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh Rasulullah SAW. Amanah berarti memenuhi janji, memberikan apa yang sudah dijanjikan. Firman Allah tentang amanah dapat ditemukan pada QS Al Maaidah 5:67, “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” Menjaga amanah bukah hal yang mudah. Akan banyak ditemui hambatan yang mengajak pemimpin untuk mengkhianati amanah. Allah menyuruh hambanya untuk amanah, terutama bagi pemimpin, karena ia bertanggung jawab atas mereka. Segala keputusan terkait umat akan menjadi tanggung jawab pemimpinnya. Allah telah 7. Amanah, memenuhi janji Amanah atau dapat dipercaya merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh Rasulullah SAW. Amanah berarti memenuhi janji, memberikan apa yang sudah dijanjikan. Firman Allah tentang amanah dapat ditemukan pada QS Al Maaidah 5:67, “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” Menjaga amanah bukah hal yang mudah. Akan banyak ditemui hambatan yang mengajak pemimpin untuk mengkhianati amanah. Allah menyuruh hambanya untuk amanah, terutama bagi pemimpin, karena ia bertanggung jawab atas mereka. Segala keputusan terkait umat akan menjadi tanggung jawab pemimpinnya. Allah telah

8. Keadilan Adil dapat diartikan sebagai seimbang, tidak berat sebelah dan sesuai dengan prosinya. Keadilan tidak bersifat mutlak, namun berdasarkan porsinya. Allah berfirman dalam QS An Nisaa 4:135, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar- benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.” Berbicara yang benar, tidak menyampaikan kebohongan, merupakan bagian dari bersikap adil. Dan dalam QS Al Maaidah 5:8, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Allah telah menurunkan Al Qur’an sebagai petunjuk, dalam setiap aspek kehidupan manusia., dan memerintahkan untuk berbuat adil selalu, kepada siapapun. Sebagaimana dalam QS An Nisaa 4:105, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat,” Hukum semakin tidak adil. Di masyarakat berlaku hukum seperti pisau, yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Hal ini bermakna bahwa hukum dapat menjerat kaum miskin yang tidak memiliki uang untuk menyewa pembela. Berbeda dengan pejabat/ pemimpin yang melakukan kejahatan, tidak perlu takut kepada hukum karena mereka mampu menyewa pengacara yang mahal untuk membelanya dan membenarkan kejahatannya. Hal ini difirmankan dalam QS At Taubah 9:65. Dan jika kamu tanyakan 8. Keadilan Adil dapat diartikan sebagai seimbang, tidak berat sebelah dan sesuai dengan prosinya. Keadilan tidak bersifat mutlak, namun berdasarkan porsinya. Allah berfirman dalam QS An Nisaa 4:135, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar- benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.” Berbicara yang benar, tidak menyampaikan kebohongan, merupakan bagian dari bersikap adil. Dan dalam QS Al Maaidah 5:8, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Allah telah menurunkan Al Qur’an sebagai petunjuk, dalam setiap aspek kehidupan manusia., dan memerintahkan untuk berbuat adil selalu, kepada siapapun. Sebagaimana dalam QS An Nisaa 4:105, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat,” Hukum semakin tidak adil. Di masyarakat berlaku hukum seperti pisau, yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Hal ini bermakna bahwa hukum dapat menjerat kaum miskin yang tidak memiliki uang untuk menyewa pembela. Berbeda dengan pejabat/ pemimpin yang melakukan kejahatan, tidak perlu takut kepada hukum karena mereka mampu menyewa pengacara yang mahal untuk membelanya dan membenarkan kejahatannya. Hal ini difirmankan dalam QS At Taubah 9:65. Dan jika kamu tanyakan

9. Kemanusiaan Dari Abu Hurairah RA dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari di mana matahari terbit lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah, engkau menolong seseorang yang berkendaraan lalu engkau bantu dia untuk naik kendaraannya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuju sholat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah sedekah” (Riwayat Bukhori dan Muslim) Dalam sifat kemanusiaan terkandung unsur menyantuni, empati dan mau berkorban. Hal ini sebagaimana dalam QS Al Baqarah 2:207, “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” Manusia satu dengan lainnya adalah bersaudara, maka sudah sewajarnya jika mereka saling tolong menolong. Dalam hubungan itu, mereka tidak saling menyakiti, baik dengan fisik maupun dengan perbuatan lain seperti riya atau pamer. Pemimpin yang baik haruslah memiliki sifat kemanusiaan, artinya bahwa yang dipimpinnya seringkali menggantungkan hidupnya kepada pemimpinnya. Mereka seringkali iri dengan pemimpinnya yang hidup dengan berkelimpahan harta benda, dan dalam tayangan televisi melakukan pemborosan harta, bahkan dengan uang negara. Hal ini sangat bertentangan dengan QS An Nisaa 4:38, “Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barang siapa yang mengambil setan itu menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknya.” Allah telah menunjukkan bahwa akan datang golongan yang tersesat, yang hanya menuruti hawa nafsunya saja, tidak mempedulikan siapapun, yang penting hanya membuatnya senang. Itulah kecenderungan manusia sebagai pemimpin, mempergunakan kekuasaan dengan semena-mena, dan telah dibutakan hati, mata dan pendengaran untuk mempedulikan pengikutnya. Sebagaimana firman Allah dalam QS Maryam 19:59, “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” Dan dalam QS Al Qashash 28:4, “Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Firaun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.”

10. Disiplin Disiplin adalah taat kepada aturan, menepati apa yang telah digariskan, baik dari segi waktu, aturan maupun hal lainnya. Fenomena umum dalam hal kepemimpinan adalah ketika pemimpin menuntut pengikut untuk menerapkan kedisiplinan, sementara 10. Disiplin Disiplin adalah taat kepada aturan, menepati apa yang telah digariskan, baik dari segi waktu, aturan maupun hal lainnya. Fenomena umum dalam hal kepemimpinan adalah ketika pemimpin menuntut pengikut untuk menerapkan kedisiplinan, sementara