PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT ALUMINOSILIKAT (3Al2O3.2SiO2) BERBAHAN DASAR SILIKA SEKAM PADI

(1)

i ABSTRAK

PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT

ALUMINOSILIKAT (3Al2O3.2SiO2) BERBAHAN

DASAR SILIKA SEKAM PADI

Oleh

FRISSILLA VENIA WIRANTI

Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan komposit aluminosilikat (3Al2O3.2SiO2)dari silika sekam padi dan alumunium nitrat hidrat sebagai bahan

baku menggunakan metode sol-gel. Komposisi komposit dengan perbandingan massa tetap alumina dan silika adalah 3:2. Preparasi komposit dimulai dengan mencampur bahan baku di bawah pengadukan selama satu jam untuk menghasilkan gel, diikuti dengan pengeringan gel pada suhu 110oC selama 24 jam. Sampel digerus dengan mortar dan pastel untuk menghasilkan serbuk Al2O3

-SiO2. Serbuk dicetak menjadi pelet silinder dan kemudian disintering dengan suhu

yang berbeda yaitu 800, 900 dan 1000oC. Selanjutnya, sampel dikarakterisasi dengan XRD dan SEM untuk mengetahui karakteristik struktur kristal dan mikrostruktur. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan bahwa sampel yang disintering pada suhu 800 dan 900oC menunjukkan fasa amorf. Sementara itu, sampel yang disintering pada suhu 1000oC menunjukkan kehadiran kyanite, tridimit, alumina dan mullite, dimana fasa yang dominan adalah kyanite. Hasil karakterisasi SEM pada sampel tanpa sintering memperlihatkan bahwa butiran-butiran yang sangat besar tanpa batas butir yang jelas . Seiring dengan perlakuan suhu (sintering) yang meningkat semakin mengarah ke fasa kristalin yang dapat dilihat dengan jelas pada sampel yang disintering pada suhu 1000 C


(2)

PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT

ALUMINOSILIKAT 3Al2O3.2SiO2 BERBAHAN

DASAR SILIKA SEKAM PADI (Skripsi)

Oleh :

FRISSILLA VENIA WIRANTI

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(3)

PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK

STRUKTUR DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT

ALUMINOSILIKAT (3Al2

O3.2SiO

2) BERBAHAN

DASAR SILIKA SEKAM PADI

Oleh

Frissilla Venia Wiranti

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains

Pada Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(4)

iv

Judul Skripsi : PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK STRUKTUR DAN

MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT ALUMINOSILIKAT (3Al2O3.2SiO2) BERBAHAN DASAR SILIKA SEKAM

PADI

Nama Mahasiswa : Frisilla Venia Wiranti Nomor Pokok Mahasiswa : 0517041036

Jurusan : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Simon Sembiring, Ph. D. Wasinton Simanjuntak, Ph. D.

NIP. 19611003 199103 1 002 NIP. 19590706 198811 1 001

Ketua Jurusan Fisika

Dr. Yanti Yulianti, M. Si. NIP 19751219 200012 2 003


(5)

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya yang bertanda tangandi bawah ini:

Nama : Frissilla Venia Wiranti

NPM : 0517041036

Jur/Fak: Fisika/MIPA

menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah dilakukan orang lain, dan sepengetahuan saya tidak ada karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka. Selain itu, saya menyatakan pula bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.

Apabila ada pernyataan saya yang tidak benar maka saya bersedia dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Desember 2012

Frissilla Venia Wiranti NPM. 0513021046


(6)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Teluk Betung pada tanggal 16 Januari 1988. Penulis adalah pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Joni Walker dan Ibu Karlena.

Pendidikan yang penulis tempuh berawal dari TK yang di-selesaikan pada tahun 1993. Pendidikan dasar penulis peroleh di SD N 3 Rajabasa sampai tahun 1999 dan SLTP N 19 Bandar Lampung sampai tahun 2002. Kemudian dilanjutkan ke SMA N 5 Bandar Lampung hingga tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Saat duduk di bangku SMA, penulis bergabung dalam kegiatan ekstrakulikuler sekolah yaitu Rohis, Paskibra dan OSIS. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi di kampus yaitu di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) sebagai anggota muda periode 2005/2006, Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPM F) sebagai staf administrasi 2005/2006, Unit Kegiatan Mahasiswa Jurusan Fisika HIMAFI sebagai Sekretaris Biro Kesekretriatan pada periode 2007/2008, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEM F) sebagai Sekretaris Eksekutif periode 2008/2009. Penulis melaksanakan Program Kerja Lapangan (PKL) di PT Bukit Asam Tarahan Bandar Lampung.


(7)

ix

Motto

“Dan bertawakallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pemelihara” (QS. Al Ahzab : 3)

“Tuhan tidak meminta kita untuk sukses, Dia hanya meminta kita untuk MENCOBA”. (Mother Teresa)


(8)

viii

PERSEMBAHAN

Dengan penuh syukur kepada Allah SWT penulis persembahkan karya ini kepada: 1. Ibunda tercinta yang senantiasa mendoakan siang dan malam, dengan airmata

yang tak henti-hentinya berharap untuk kesuksesan ananda.

2. Ayahanda tercinta yang senantiasa mendoakan, menasihati, mencintai dan mencurahkan pengorbanan untukku.

3. Adikku Sapta Rendi si Antagonis.

4. Nenekku yang tak pernah berhenti berharap atas kesuksesanku.

5. Seseorang yang tak pernah berhenti mengulurkan tangannya, bang Azis Toni. 6. Saudara-saudara yang telah berbaik hati kepada keluargaku.

7. Para guru dan dosen yang telah mendidik dengan tulus. 8. Almamater tercinta.


(9)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil’alamin, Allah SWT telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat diselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Simon Sembiring, Ph.D., selaku Pembimbing I yang telah

membimbing, arahan, nasihat dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi. 2. Bapak Wasinton Simanjuntak, Ph.D., selaku Pembimbing II yang tak jemu

memberikan bimbingan, arahan, nasihat, motivasi dan dukungan selama bimbingan.

3. Bapak Posman Manurung, Ph.D., selaku Pembahas yang telah memberikan motivasi, dan sumbangan pemikiran bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

4. Bapak dan Ibu dosen di FMIPA atas ilmu yang telah diberikan.

5. Ibunda dan Ayahandaku yang selalu memberikan doa, semangat, dukungan dan kasih sayang yang tiada bertepi.

6. Adikku Sapta Rendi yang tidak pernah berhenti menyemangati dengan caranya.

7. Abang Azis Toni, S. P., yang tidak pernah berhenti mendoakan, mendukung dan mengikhlaskan waktu dan fikirannya.


(10)

Dewi Lia Meliani, S. Sos, selalu memberi doa dan dukungan yang tidak pernah putus.

9. Sahabat seperjuanganku dalam menyelesaikan skripsi yang panjang Nur Hasanah, Sevia Anggraini dan Tiara Oktaria. Kita pasti bisa!

10.Mbak ku Emmistasega Subama, S.Si., Serly Nevivilanti, S.Si., doa dan dukungannya.

11.Kakak tingkat angkatan tahun 2001, 2002, 2003 dan 2004 atas pengalaman, nasihat, dan perhatiannya.

12.Adik-adik tingkatku angkatan 2006, 2007, 2008 dan 2009 semangat kalian selalu jadi inspirasi. Adik-adik tingkat yang masih kuliah, semangat terus. 13.Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini baik

secara langsung maupun tidak.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang terindah dan terbaik atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pembaca.

Bandar Lampung, Desember 2012 Penulis,


(11)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSRAK ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

MOTTO ... ix

KATA PENGANTAR ... x

SANWACANA ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Sistimatika Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Komposit ... 8

1. Penggolongan Komposit ... 8

2. Pembuatan Komposit Aluminosilika 3Al2O3.2SiO2 (Mullite) ... 12

a. Metode Padatan (sintering) ... 13

b. Metode Pelelehan (melting) ... 14

c. Metode Penguapan (vaporasi) ... 14

d. Metode Sol-Gel ... 15

3. Aplikasi Komposit Aluminosilika 3Al2O3.2SiO2 ... 18

a. Material Industri ... 19

b. Material Listrik ... 19

c. Material Optik ... 19


(12)

xiv

a. Metode Pengabuan ... 21

b. Metode Ekstraksi ... 21

3. Pemanfaatan Silika Sekam Padi ... 22

4. Karakteristik Silika Sekam Padi ... 23

C. Sintering ... 25

D. Karakterisasi Komposit ... 27

1. X-ray Diffraction (Difraksi Sinar-X) ... 27

2. SEM (Scanning Electron Mocroscopy) ... 30

III. METODE PENELITIAN A.Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

B. Alat dan Bahan ... 37

1. Alat ... 37

2. Bahan ... 38

C.Prosedur Penelitian ... 37

1. Preparasi Sekam Padi ... 37

2. Pembuatan Sol Silika ... 38

3. Pembuatan Larutan Aluminium Nitrat Hidrat... 38

4. Proses Sol-Gel Komposit Aluminosilikat 3Al2.2SiO2 ... 39

5. Pencetakan sampel/ pellet (pressing) ... 39

6. Sintering ... 40

D. Karakterisasi ... 40

E. Diagram Alir Penelitian ... 41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

A. Pengantar ... 43

B. Preparasi Sampel ... 43

1. Hasil Pembuatan Sol Silika Sekam Padi ... 43

2. Hasil Larutan Alumunium Nitrat Hidrat ... 44

3. Hasil Pembuatan Komposit Aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 ... 45

4. Hasil Analisis Karakteristik Struktur Menggunakan XRD ... 47

5. Hasil Analisis Mikrostruktur Menggunakan SEM ... 52

V. KESIMPULAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Perbedaan sifat silika, alumina dan aluminosilikat ... 11

2.2. Komposisi silika mineral dan silika nabati ... 21

2.3. Komposisi kimia abu sekam padi ... 24


(14)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 2.1. Komposit berdasarkan penguatnya a) particulate composite,

b) fibre composite, dan c) structure composite ... 11

2.2. Diagram alir metode sol-gel sederhana silika ... 15

2.3. Diagram alir proses sol-gel ... 17

2.4. Struktur dari a) particulate gel; b) Polymeric gel ... 18

2.5. Fasa kristal silika ... 24

2.6. Perubahan geometri partikel sintering ... 27

2.7. Difraktometer ... 28

2.8. Pola difraksi sinar-X ... 28

2.9. Skematik alat scanning electron microscopy (SEM) ... 32

2.10. Secondary electron detector ... 34

2.11. Backscattered electron detector... 35

2.12. Komposisi dan topografi ... 35

3.1. Diagram alir penelitian ... 42

4.1. Hasil pembuatan sol silika ... 43

4.2. Larutan alumunium nitrat hidrat ... 44

4.3. Gel alumina-silika (Al2O3-SiO2) ... 45

4.4. Serbuk aluminosilikat... 46

4.5. Pelet silinder ... 46

4.6. Pelet silinder yang sintering suhu (a) 800, (b) 900 dan (c) 1000 C ... 47

4.7. Pola difraksi sinar-X komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 yang disintering pada suhu 800 C ... 48

4.8. Pola difraksi sinar-X komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 yang disintering pada suhu 900 C ... 49


(15)

xv

4.10. Hasil analisis mikrostruktur komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2

(a) tanpa perlakuan, dan perlakuan suhu (b),(c), dan (d) 800, 900 dan 1000 C ... 52


(16)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Dalam bidang ilmu material salah satu jenis material yang terus dikembangkan adalah komposit, yang pada hakikatnya merupakan paduan dua atau lebih bahan baku. Perkembangan komposit berlangsung dengan sangat pesat seiring dengan berkembangnya teknologi dalam bidang rekayasa material. Pengembangan produk komposit dimaksudkan untuk mencapai salah satu atau beberapa tujuan, yaitu mengurangi biaya bahan baku, mengembangkan produk dari pemanfaatan bahan daur ulang dan produknya sendiri dapat didaur ulang, dan menghasilkan produk dengan sifat spesifik yang lebih baik dibandingkan dengan bahan penyusunnya (Youngquist, 1995). Teknologi komposit merupakan teknologi penggunaan partikel yang terdispersi pada matriks baik berupa polimer, logam maupun keramik. Komposit memiliki sifat mekanik, sifat kimia, sifat termal dan berbagai sifat yang lebih baik. Komposit semula digunakan oleh manusia sejak awal abad ke-12. Seiring dengan perkembangan zaman komposit digunakan dalam berbagai bidang, di bidang transportasi sebagai komponen pesawat terbang, komponen kereta, sebagai pelapis tanur, peluru dan lain-lain (Ramatawa, 2008).


(17)

Dikenal beberapa jenis komposit yang berdasarkan komponen penyusunnya dapat dibedakan menjadi komposit organik (Shichun et al, 2005), komposit organik-anorganik (Park et al., 2000; Jokosisworo, 2009) dan komposit anorganik-anorganik (Rezwan et al., 2006; Negara dkk., 2008) (b). Dari ketiganya, jenis komposit yang banyak dikembangkan adalah komposit anorganik, umumnya dalam bentuk komposit oksida yang biasa dikaitkan dengan teknologi keramik. Salah satunya adalah komposit berbasis silika. Sebagai contoh yang sering dikembangkan adalah keramik aluminosilikat (Schneider et al., 1994). Komposit aluminosilikat memainkan peranan penting dalam berbagai aplikasi, yang umumnya digunakan untuk struktural teknik modern, antara lain kemasan IC (Integrated Circuit), pelapis furnace/tanur, refraktori, dan lain-lain. Jenis komposit ini banyak dikembangkan karena memadukan sifat-sifat unggul dari alumina, misalnya kuat, memiliki sifat dielektrik yang sangat baik, tahan terhadap perlakuan kimia dan alkali, serta konduktivitas termal baik (Anonim A, 2002) dan silika, misalnya memiliki ketahanan abrasi yang baik, isolator listrik yang baik dan memiliki kestabilan termal yang tinggi (Anonim B, 2005).

Aluminosilikat merupakan kombinasi antara alumina dan silika, yang telah dikenal di antaranya kyanite, andalusite, silimanite dan mullite. Keempat jenis mineral tersebut dibedakan berdasarkan komposisi, yakni perbandingan mol antara Al2O3 dan SiO2. Kyanite, andalusite dan silimanite merupakan mineral

dalam kelompok silimanite yang memiliki rumus struktur Al2SiO5 dengan

perbandingan mol 1:1 (Al2O3.SiO2), sedangkan mullite memiliki rumus struktur


(18)

tersebut, mullite memiliki kestabilan dalam kondisi panas dan tekanan yang lebih tinggi dibandingkan yang lainnya (Bowen dan Greig, 1924).

Pengembangan komposit aluminosilikat tidak lepas dari aspek bahan baku. Salah satu penyusun komposit aluminosilikat adalah silika. Selama ini sumber silika ada 3 kategori, yakni (1) silika sintesis seperti TEOS (Tetraethylortosilicate) dan TMOS (Tetramethylortosilikat); (2) silika mineral seperti kaolin (Bakri dkk., 2008), abu layang batubara (Misran et al., 2007), dan pasir kuarsa (Fairus dkk., 2009); (3) silika nabati yang didapat dari berbagai tanaman seperti ampas tebu (Tanan dkk, 2001), cangkang sawit (Zahrina, 2007) dan sekam padi (Houston, 1972; Hara, 1986; Harsono, 2002). Adapun kendala dalam mensintesis silika yang bersumber dari silika sintesis dan mineral, di antaranya proses yang didapatkan sulit, memerlukan biaya yang besar, dan tidak dapat diperbaharui, khusus untuk silika sintesis bersifat racun sementara untuk silika mineral dapat merusak ekosistem alam jika terus-menerus dipakai. Atas alasan inilah beberapa peneliti menggunakan alternatif sumber silika nabati. Dari beberapa silika nabati, sekam padi memiliki kandungan silika yang relatif tinggi sebesar 16 – 20% dengan tingkat kemurnian mencapai 95 % (Houston, 1972; Kalapathy et al., 2000; Daifullah et al, 2002; Nurhayati, 2006; Ebtadianti, 2007; dan Karo Karo dan Sembiring, 2007). Selain itu, sekam padi yang dikeringkan dalam ladang padi akan menghasilkan partikel silika yang kecil, yang dapat mengganggu pernapasan dan kerusakan lingkungan (Rodrigues, 2003).


(19)

Selain aspek bahan baku, metode preparasi menjadi salah satu hal yang penting. Metode yang sering digunakan di antaranya adalah metode reaksi padatan (Mazza

et al., 2000), metode lelehan (Viswabaskaran et al., 2002), metode evaporasi (Itatani et al., 1995) dan metode sol-gel (Jaymes dan Douy, 1995). Dalam proses sintesis dengan metode sol-gel ada beberapa kelebihan dibanding dengan yang lainnya, di antaranya dengan proses sol-gel, hasil campuran yang didapat lebih homogen, kemurnian reaksi kimia lebih kecil sehingga memungkinkan hasilnya lebih baik dan sinter dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah (Kostorz, 1988; Indayaningsih dkk., 2001).

Faktor lain yang menjadi bagian yang tak kalah penting dalam industri keramik adalah perlakuan termal . Perlakuan termal ini sangat penting karena merupakan faktor yang sangat menentukan struktur dan mikrostruktur dari suatu bahan. Ada 3 cara perlakuan termal yang sering digunakan di antaranya drying and binder removal (pengeringan dan pelepasan ikatan), sintering dan vitrifikasi (Smith, 1996). Dari ketiganya, sintering sering digunakan terutama untuk bahan yang memiliki titik didih yang tinggi. Selain itu, ada beberapa kelebihan lainnya yakni bahan dapat dikendalikan meliputi (1) jenis kekristalan yang variatif; (2) porositas, ukuran partikel, luas permukaan dengan tingkat homogenitas tinggi dan (3) kestabilan termal yang bervariatif (Karo-Karo dan Sembiring, 2007).

Dalam penelitian ini, pembuatan komposit aluminosilikat (3Al2O3.2SiO2)

menggunakan metode sol-gel dengan komposisi alumina dan silika 3:2. Silika diperoleh dari bahan baku sekam padi yang dan alumina diperoleh dari aluminium


(20)

nitrat hidrat (Al(NO3)3. 9H2O). Sampel tersebut diberi perlakuan termal sintering

800, 900, dan 1000 C. Kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan XRD ( X-Ray Diffractrometer) dan SEM (Scanning Electron Microscopy) untuk melihat pengaruh suhu sintering terhadap struktur dan mikrostruktur sampel.

B.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh perlakuan sintering pada suhu 800, 900, dan 1000 C terhadap struktur kristal dan mikrostruktur dari bahan komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2.

C. Batasan Masalah

Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian dan pengamatan dengan penekanan kepada:

1. Silika dari sekam padi diekstraksi dengan larutan KOH 5%, untuk mendapatkan sol silika.

2. Komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 akan disintesis dengan bahan dasar

silika dari sekam padi dan alumina dari alumunium nitrat hidrat dengan metode sol-gel dengan perbandingan mol alumina dan silika 3:2.

3. Komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 disintering pada suhu 800, 900,


(21)

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh suhu sintering pada suhu 800, 900 dan 1000 C terhadap karakteristik struktur dan mikrostruktur dari bahan komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan acuan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian

mengenai silika sekam padi.

2. Sebagai bahan alternatif dalam mensintesis komposit aluminosilikat untuk pembuatan industri material yang lebih bernilai harganya.

3. Sebagai informasi untuk meningkatkan pemanfaatan sekam padi yang jauh lebih komersil.

F. Sistimatika Penulisan

Aspek yang dipaparkan dalam proposal penelitian ini dicantumkan dalam tiga bab, dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistimatika penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka memaparkan informasi ilmiah tentang komposit dan penggolongannya, sintesis komposit aluminosilika 3:2, silika sekam padi dan ekstraksi sekam padi, sintering, karakterisasi dengan XRD dan SEM serta analisis struktur dan mikrostruktur.


(22)

BAB III Metode penelitian berisi paparan tentang waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan, preparasi sampel, karakterisasi, dan prosedur penelitian.

BAB IV Menjelaskan tentang hasil analisis dan pembahasan dari

karakterisasi struktur dengan XRD dan mikrostruktur dengan SEM.

BAB V Menjelaskan tentang kesimpulan dan saran terhadap hasil yang diperoleh dari seluruh tahapan yang telah dilakukan.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Komposit

Komposit adalah perpaduan dari beberapa bahan yang dipilih berdasarkan kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusunnya untuk menghasilkan material baru dan unik, dibandingkan dengan sifat material dasarnya sebelum dikombinasikan, terjadi ikatan antara masing-masing material penyusunnya (Sciti dan Bellosi, 2002). Komposit juga bisa didefinisikan sebagai material hasil kombinasi makroskopik dari dua atau lebih komponen yang berbeda, dengan tujuan mendapatkan sifat-sifat fisik dan mekanis tertentu yang lebih baik daripada sifat masing-masing komponen penyusunnya.

1. Penggolongan Komposit

Material komposit telah berkembang dengan sangat luas seiring dengan penemuan teknologi dalam bidang rekayasa material. Dengan perkembangan tersebut memungkinkan suatu material dapat memperbaiki sifat-sifat dari material, baik sifat listrik, mekanik dan sifat yang lainnya. Teknologi komposit merupakan teknologi penggunaan partikel yang terdispersif pada matriks baik berupa polimer, logam maupun keramik.


(24)

Berdasarkan penyusunnya, komposit dibedakan menjadi: 1. Komposit organik

Komposit organik merupakan komposit yang tersusun oleh senyawa organik. Shichun et al. (2005) telah melakukan penelitian dengan resin pelapis tembaga komposit dielektrik dengan tujuan untuk meningkatkan performa dari pelapis IC.

2. Komposit organik-anorganik

Komposit organik-anorganik adalah komposit yang tersusun oleh senyawa organik dan senyawa anorganik. Dewasa ini, penelitian yang melibatkan senyawa organik-anorganik nanometer komposit menarik perhatian banyak peneliti. Penelitian terkait tentang hal ini dilakukan pertama sekali oleh tim riset dari Toyota (Usuki et al., 1993) yang melakukan analisis tentang nano komposit dari polyamide 6 dengan

organophilic clay.

3. Komposit anorganik-anorganik

Komposit anorganik-anorganik merupakan komposit yang tersusun oleh dua atau lebih senyawa anorganik. Abdullah dkk. (2009) telah mensintesis keramik berbasis komposis clay-karbon dan juga melakukan karakterisasi kekuatan mekaniknya.

Berdasarkan bahan matriks yang digunakan, komposit dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, antara lain :

a. Komposit matriks logam, yaitu logam sebagai matriks.

Komposit ini dikembangkan dalam industri otomotif, bahan ini menggunakan suatu logam seperti aluminium sebagai matriks dan


(25)

penguatnya dengan serat seperti silikon karbida. Komposit ini memiliki titik lebur dan densitas yang rendah.

b. Komposit matriks polimer, yaitu polimer sebagai matriks.

Bahan ini merupakan bahan komposit yang sering digunakan disebut polimer berpenguatan serat (FRP – Fibre Reinforced Polymers or Plastics). Komposit matriks polimer memiliki beberapa sifat unggul, di antaranya tahan terhadap korosi, bentuk dan panjang serat menghasilan interaksi matriks serat yang efisien. Namun, komposit jenis ini juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya memiliki titik lebur yang rendah.

c. Komposit matriks keramik, yaitu keramik sebagai matriks.

Komposit jenis ini digunakan pada lingkungan bertemperatur sangat tinggi. Bahan ini menggunakan keramik sebagai matriks dan diperkuat dengan serat pendek, atau serabut-serabut (whiskers) dimana terbuat dari silikon karbida atau boron nitrida. Komposit matriks keramik memiliki sifat unggul, di antaranya tahan terhadap korosi, tahan pada kondisi temperatur yang tinggi sehingga cocok diaplikasikan sebagai bahan isolator panas.

Sedangkan berdasarkan jenis penguatnya yang ditunjukkan pada Gambar 2.1, komposit dapat dibedakan atas:

a. Particulate composite, penguatnya berbentuk partikel b. Fibre composite, penguatnya berbentuk serat.


(26)

(a) (b) (c)

Gambar 2.1 Komposit berdasarkan penguatnya,(a) particulate composite;(b)

fibre composite; dan (c) structure composite (Ashby dan Jones, 1991)

Komposit matriks keramik merupakan salah satu komposit yang begitu menjadi perhatian. Komposit ini menjadi salah satu kandidat kuat dalam banyak rekayasa material. Alasannya jelas, yakni karena keramik memiliki sifat-sifat yang unik baik fisis, mekanik, listrik maupun optik. Sehingga sangat cocok dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi di berbagai bidang. Salah satu komposit matriks keramik yang menjadi perhatian lebih adalah komposit aluminosilikat 3Al2O3. 2SiO2.

Komposit ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya kapasitas termalnya rendah, konduktivitas termal yang juga rendah, cukup stabil dalam kondisi kimia dan panas yang tinggi, tahan temperatur tinggi serta tahan rapuh. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan material penyusunnya, silika dan alumina yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbedaan sifat silika, alumina dan aluminosilikat (Wannaparhum and

Seal, 2003)

Sifat Silika (SiO2) Alumina (Al2O3) Aluminosilikat

Densitas (gr/cm3) 2.206 3.978 3.05 (mullite);

3.235 (silimanite)

Titik lebur ( C) 1726 2054 1830

Konduktivitas listrik (1/Ω.cm)

<1/1018 >1/1015 1/1018-1/1015 Fracture toughness

(MPa. M1/2)

0,94-1,15 3-5 2,45-2,83

Struktur Tetrahedral Oktohedral Gabungan


(27)

2. Pembuatan komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2

Pembuatan komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 ada beberapa metode yang

umum digunakan di antaranya, metode padatan, metode melting (peleburan), metode vaporasi (penguapan) dan teknik sol-gel.

a. Metode padatan (sintering)

Metode ini merupakan metode dengan cara menggabungkan partikel-partikel suatu material melalui proses difusi dengan peningkatan suhu. Pada metode ini terjadi peristiwa hilangnya pori-pori antarpartikel sehingga bahan akan menyusut dan lebih rapat. Dalam metode padatan ini, komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 dapat dipersiapkan dari

mineral alumina silika di antaranya, kaolinite, kelompok silimanite

(silimanite, andalusite dan kyanite) dan beberapa jenis oxide, oksihidroksida, hidroksida, garam inorganik dan logam organik sebagai awalan alumina dan silika.

Komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 (mullite) yang dipersiapkan dari

mineral kaolinite dapat terjadi jika dipanaskan pada temperatur di atas suhu 1000 C dapat dilihat dari Persamaan (1) di bawah ini:

...(1)

Kaolinite 3/2 mullite silika amorf

Dari Persamaan (1) diketahui bahwa kaolinite akan berubah menjadi

mullite 3/2 dan silika amorf sebagai senyawa tambahan.

Sementara untuk komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 yang

dipersiapkan dari kelompok mineral silimanite (silimanite, andalusite


(28)

jika dipanaskan pada temperatur yang tinggi di bawah kondisi oksidasi, dapat dilihat pada Persamaan (2):

...(2) Silimanite, mullite 3/2 silika amorf,

Andalusite, kristobalit

Kyanite

Selain mempersiapkan mullite dari mineral alumina silika, ada cara lain untuk mensintesis mullite, yakni dengan cara menyinter campuran bahan dasar alumina (Al2O3) dan silika (SiO2). Murthy dan Hummel (1960)

melakukan penelitian dengan menggunakan aluminium hidroksida dan asam silikat, dalam prosesnya mullitisasi terjadi pada suhu 1700 C setelah mendapat perlakuan panas selama 8 jam. Sacks dan Pask (1977) menunjukkan mullitisasi akan komplit (utuh) hanya jika mendapat perlakuan suhu sebesar 1700 C selama 8 jam dengan mencampurkan

quartz(kuarsa) dan -alumina. Penggunaan teknik ini tidak efektif karena memerlukan suhu yang tinggi dan waktu yang lain. Sehingga beberapa peneliti mencari alternatif lain.

b. Metode pelelehan(melting)

Metode ini dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan kristal yang terjadi pada komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 hingga pada titik leburnya.

Ada beberapa peneliti yang mencoba untuk mengamati pertumbuhan kristal dari komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2, di antaranya Guse and

Mateika (1974); Guse dan Saalfeld (1990) yang menyatakan telah berhasil mengamati single kristal komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2


(29)

mm dengan metode Czochralski, dimana preparasi komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 dilakukan dengan cara mencampurkan

bubuk alumina dan silika. Teknik ini masih menggunakan suhu yang tinggi dalam prosesnya yakni menggunakan suhu di atas 2000 C.

c. Metode penguapan (evaporasi)

Dalam mensintesis komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 dengan teknik

vaporasi yang biasa digunakan adalah metode penguapan chemical vapor deposition (CVO) atau pelapisan secara kimiawi. Itatani dkk (1995) pernah memproduksi bubuk mullite dalam keadaan terbaik di suhu 1200 C dengan tehnik CVD berdasarkan reaksi antara aluminum dam silikon klorida pada gas oksigen.

d. Metode sol-gel

Metode ini merupakan metode yang dilakukan dengan mencampurkan bahan dengan cara kimia seperti bahan anorganik dalam sintesis keramik dan gelas (Rahaman, 2003) yang dapat dilakukan dalam suhu rendah (Petrovic, 2001). Metode sol-gel berkembang dengan pesat karena memungkinkan pembuatan padatan pada temperatur ruang. Dalam proses pembuatan komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 dengan metode sol-gel

ada beberapa kelebihan, di antaranya preparasi komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 menggunakan suhu yang relatif rendah dan dengan jangka

waktu yang pendek. Selain itu, metode sol-gel ini akan menghasilkan material keramik yang memiliki kemurnian dan kekuatan yang lebih


(30)

tinggi dan temperatur yang rendah dibanding bahan yang dibuat dengan metode konvensional atau yang lainnya (Petrovic, 2001).

Istilah sol-gel digunakan secara luas untuk menggambarkan preparasi material keramik melalui proses yang meliputi preparasi sol, gelasi sol

dan penghilangan fasa cair. Sol merupakan suatu sistem koloid dengan fasa terdispersi padat dalam cair. Gel merupakan jaringan material padat yang mengandung komponen cair, dimana keduanya berada dalam fasa terdispersi (Brinker,1990). Dalam preparasi mullite dengan metode sol-gel dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu larutan (solution) plus larutan (solution), larutan (solution) plus padatan (sol), dan padatan(sol) plus padatan (sol). Secara umum, sintesis padatan ini diawali dengan pembentukan sol, kemudian pembentukan gel, penuaan (aging), pengeringan yang diikuti pemanasan hingga proses pemadatan

(densification) terbentuk (Rahaman, 2003; Sopyan dkk., 1997), disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2.2 Diagram alir metode sol-gel sederhana silika (Lampman dan Wheathon, 1991).

Sol

Gel basah (hydrogel)

Jaringan koloid gel (penuaan/ aging)

Sintering Serbuk (powder)


(31)

Secara umum metode sol-gel digambarkan sebagai suatu metode dimana padatan, biasanya keramik, dibentuk melalui reaksi hidrolisis dan kondensasi dari molekul dalam fasa cair.

Teknik pemrosesan sol-gel umumnya dibagi menjadi 2 dapat dilihat pada Gambar 2.3, yaitu:

1. Teknik particulate (colloidal) gel yang mana solnya terdiri dari partikel koloid partikel koloid padat yang berukuran 1-1000 nm. Pada teknik ini prekursor hanya mengalami reaksi hidrolisis sehingga akan dihasilkan gel dalam bentuk partikel.

2. Teknik polimeryc gel yang mana solnya terdiri dari rantai polimer tetapi tidak memiliki partikel padat, ukuran partikelnya lebih besar dari 1 nm.

Perbedaan antara keduanya di antaranya, pada teknik particulate gel ini, prekursor hanya mengalami proses hidrolisis sedangkan prekursor pada teknik polimeryc gel

mengalami proses hidrolisis serta kondensasi, ditunjukkan pada Gambar 2.3. Selain itu, ketika ukuran partikel mencapai batas terendah rentang ukuran koloid, perbedaan antara teknik particulate gel dan teknik polimeryc gel menjadi jelas dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Pada proses sol-gel, senyawa awal untuk preparasi dari koloid terdiri dari elemen logam atau nonlogam yang dikelilingi berbagai ligan (bagian yang tidak termasuk atom cristaline dan noncristaline. Contoh umum yang dipakai untuk penelitian-penelitian sol-gel yakni aluminum oxide yang termasuk ke dalam jenis garam

inorganic (tidak mengandung karbon) seperti Al(NO3)3 dan senyawa organik


(32)

mengalami reaksi hidrolisis dengan air (reaksi ini sangat penting pada metode sol-gel selain reaksi kondensasi).

Gambar 2.3. Diagram alir metode sol gel

Solusion (logam alkosida)

Solusion (suspensi partikel)

Hidrolisis Hidrolisis dn

kondensasi

Solusion (larutan polimer)

Gelatin Gelatin

Particulate Gel

Pengeringan (drying)

Polimeric Gel

Pengeringan (drying)

Pembakaran (firing)

Gel Kering Gel Kering

Pembakaran (firing)


(33)

Gambar 2.4. Struktur dari a) particulate gel berasal dari suspensi partikel halus ; b) polymeric gel berasal dari larutan (Ashby dan Jones, 2001)

Okada dan Otsuka (1986) mencoba melakukan penelitian menggunakan cara yang sama seperti beberapa pendahulunya (Roy and Osborn; 1952; Aramaki and Roy, 1962, 1963; Hoffman et a.l, 1984) yakni dengan melarutkan TEOS dan alumunium nitrat dalam etanol, tapi presipitasi yang diamati dalam studi ini dengan menambahkan amonium hidroksida yang distrirer dalam bentuk larutan. Pada penelitian tersebut diketahui bahwa mulitisasi yang ekstensif setelah dibakar pada suhu 1150 C selama 24 jam dan formasi fase terjadi sebelum terjadi mulitisasi pada suhu 980 C.

3. Aplikasi komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2

Komposit matriks keramik merupakan salah satu komposit yang begitu menjadi perhatian. Komposit ini menjadi salah satu kandidat kuat dalam banyak rekayasa material. Alasannya jelas, yakni karena keramik memiliki sfat-sifat yang unik baik fisis, mekanik, listrik maupun optik. Sehingga sangat cocok dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi diberbagai bidang. Hal inilah yang kemudian banyak peneliti

yang mencoba mengembangkan penggunaan komposit aluminosilikat

Paticulate Gel (a)

Polymeric Gel (b)


(34)

3Al2O3.2SiO2 di berbagai bidang dari industri, listrik dan optik sampai dengan

katalisator dan filter.

a. Material Industri

Dalam industri diperlukan alat yang baik digunakan dalam berbagai kondisi baik secara fisika, kimia dan mekanis. Dengan alasan inilah kemudian komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 dapat dijadikan pilihan yang tepat

untuk aplikasi di bidang ini, seperti sebagai refraktori dan pelapis pada furnace. Refraktori merupakan bahan non-logam, anorganik yang mempunyai titik leleh tinggi dan digunakan dalam industri temperatur tinggi.

b. Material Listrik

Sebagaimana aplikasi dalam bidang industri, komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 juga baik digunakan untuk membuat komponen-komponen

listrik. Hal ini dikarenakan komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2

merupakan isolator listrik yang baik. Aplikasi mullite di bidang ini contohnya LSI chips (Large Scale Integration).

c. Material Optik

Selain digunakan pada industri dan material listrik, komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 juga digunakan sebagai material optik sebagai layer dan


(35)

d. Katalisator dan filter

Sebagai katalisator karena adanya Al2O3 yang berperan sebagai situs aktif,

yakni tempat berlangsungnya reaksi kimia. Selain itu, komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 juga merupakan amorp yang memiliki pori yang

dapat digunakan sebagai filter (penyaring).

B. Silika Sekam Padi

1. Sumber Silika

Mineral silika merupakan salah satu mineral yang jumlahnya berlimpah di muka bumi. Menurut sumber perolehannya, silika digolongkan menjadi 3, yaitu silika mineral, silika nabati dan silika sintesis.

Sumber sillika mineral yang paling sering diperbincangkan antara lain adalah pasir kuarsa, kaolin, dan abu terbang batubara. Dalam memperoleh silika mineral ini berdampak merusak keseimbangan alam karena silika mineral adalah bahan yang tidak dapat diperbaharui. Selain itu, dalam memperoleh silika membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Sementara untuk silika sintetis yang saat ini sering digunakan adalah TEOS dan TMOS. Silika jenis ini diketahui dapat menimbulkan efek racun. Sehingga untuk alternatif terakhir dalam memperoleh silika adalah silika nabati. Salah satu yang sedang dikembangkan adalah silika sekam padi. Komposisi silika mineral, dan nabati dapat dilihat pada Tabel 2.2.


(36)

Tabel 2.2. Komposisi silika mineral dan silika nabati

Sumber silika Kadar (%) Referensi

Silika Mineral

Mineral lempung 49,64 Darwanta dan Sriwanto

(2009) Abu layang

batubara

63 Kusumawati dan Ediati

(2010)

Silika Nabati

Abu ampas tebu 64,65 Hanafi dan Nandang (2010)

Abu sekam padi 94,5 Herina (2000)

Dari Tabel 2.2 diketahui bahwa sekam padi memiliki komposisi silika paling besar. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara agraris dengan makanan pokok sebagian besar masyarakatnya adalah beras, tentu juga akan menghasilkan sekam padi yang merupakan hasil samping (residu) dari padi. Menurut Ismunadji (1988) dari penggilingan padi dihasilkan beras sebesar 65%, sekam padi sebanyak 20% dan sisanya hilang. Sementara itu, kurang lebih 15% dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara, 1986).

2. Metode Perolehan Silika Sekam Padi

Perolehan silika dari sekam padi dikenal dengan 2 (dua) metode, di antaranya metode pengabuan dan metode ekstraksi.

a. Metode pengabuan

Sekam padi yang diproses dengan menggunakan metode ini dilakukan dengan memanaskan atau membakar sekam di atas suhu 400-500 C. Pada suhu sekitar 450 C sekam yang telah menjadi abu telah mulai muncul silika amorf, dan jika dipanaskan lagi pada suhu antara 700-1350 C baru


(37)

akan muncul silika kristal (tridimit dan kristobalit) dan silika amorf (Juliano, 1985).

b. Metode ekstraksi

Sekam padi yang diproses dengan metode ini sangat mungkin dilakukan karena sifat kelarutan silika dalam larutan alkalis sangat baik (Vogel, 1985). Dari beberapa peneliti yang telah berhasil mengeksraksi silika sekam padi di beberapa jenis alkali, ternyata hasil kemurnian silika yang tinggi didapat ketika filtrat hasil ekstraksi diendapkan pada larutan asam (Kalapathy, 2000). Ebtadiyanti (2007) menyatakan ada beberapa keuntungan yang diperoleh jika menggunakan metode ini, di antaranya suhu yang diperlukan tidak terlalu tinggi sehingga sifat reaktif silika amorf lebih dapat dipertahankan, homogenitas bahannya tinggi karena ketika mencampurkan bahan dilakukan dalam skala molekuler.

3. Pemanfaatan Silika Sekam Padi

Sekam padi sebagai salah satu sumber silika nabati dalam jumlah besar, sekam padi hanya digunakan sebagai abu pembakaran batu bata atau hanya dimanfatkan sebagai pupuk kompos. Hal ini karena sifat yang dimilikinya antara lain kasar, nilai gizi rendah, kepadatan yang juga rendah, serta kandungan abu yang cukup tinggi (Houston, 1972). Padahal jika penggunaan silika yang terkandung dalam sekam padi dapat dimanfaatkan dengan lebih baik, sekam padi bisa bernilai ekonomi yang cukup tinggi. Dalam beberapa dekade terakhir, penggunaan silika dari sekam padi sudah menjadi perhatian beberapa peneliti. Mereka


(38)

mengklasifikasikannya ke dalam dua kategori: 1) pemurnian dan modifikasi dari dari sekam padi untuk menghasilkan silikon dan senyawa silika murni yang tinggi (Nakata et al., 1989; Okutani et al., 1996; Real et al., 1996); 2) pemanfaatan sebagai sumber silika yang benilai ekonomi untuk industri semen, produk konstruksi berat, abrasif dan absorben (Hara, 1988; Tomita et al., 1992).

Beberapa peneliti yang memanfaatkan sekam padi di antaranya, Pandiangan dkk (2008) membuat bahan dasar pembuatan katalis silika-Fe dengan silika yang telah diekstraksi dari sekam padi. Malawi (1996) untuk skripsinya meneliti tentang potensi abu sekam padi (Rice Husk Ash) sebagai bahan pozzolan pada mortar semen serta Ajiwe et al (2000) melakukan studi awal pembuatan semen dari abu sekam padi dan menyatakan telah sukses memproduksi semen dari sampah pertanian, abu sekam padi.

4. Karakteristik Silika Sekam Padi

Hampir di setiap makhluk hidup maupun tak hidup mengandung mineral silika. Hanya saja yang kandungan silikanya berlimpah tidak cukup banyak. Silika memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan sehingga tidak berlebihan jika seorang Professor Adolf Butenant bahwa kehidupan tidak dapat berlanjut tanpa silika. Menurut Worrall (1986) bentuk umum fasa kristal silika antara lain tridimit, quartz dan kritobalit dapat dilihat pada Gambar 2.5.


(39)

Gambar 2.5. Fasa kristal silika

Sekam padi (kulit padi) adalah salah satu hasil sisa utama setelah produksi beras. Sekam terdiri dari 13-19 % komponen inorganik, dimana 87–97 % adalah SiO2

(silika) (Nakata et al, 1989) dalam keadaan amorf.

Tabel 2.3. Komposisi kimia abu sekam padi (Balakrishnan, 2006)

Komponen % Berat

SiO2 94.05

Al2O3 0.249

K2O 2.49

Na2O 0.023

CaO 0.,622

MgO 0.442

Fe2O3 0.136

Kandungan yang hilang 3.52

Total 101.5

Berdasarkan Tabel 2.3 diketahui bahwa kandungan yang paling tinggi dalam abu sekam padi adalah silika (SiO2) dengan persentase 94.05 %. Nilai paling umum

kandungan silika dari abu sekam adalah 94 - 96 % dan apabila nilainya mendekati atau di bawah 90% kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi dengan zat lain yang kandungan silikanya rendah. Hal ini yang menunjukkan bahwa sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai sumber silika. Silika yang terdapat dalam sekam ada dalam bentuk amorf terhidrat (Houston, 1972).

Kuarsa, α (trigonal) Kuarsa, (heksagonal) Tridimit, (heksagonal) Tridimit, α (heksagonal) Kristobalit, (kubusl) Kristobalit, α (heksagonal)

573 1470


(40)

Tapi jika pembakaran dilakukan secara terus-menerus pada suhu di atas 650 C akan menaikkan kristalinitasnya dan akhirnya akan terbentuk fasa kristobalit dan tridimit dari silika sekam (Hara,1986).

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa abu sekam padi diperoleh pada suhu sekitar 1000 C mengandung antara tridimit dan kristobalit (Nakata et al., 1989; Real et al., 1996; Hara, 1988). Meskipun ada beberapa peneliti sepakat dengan transformasi dari silika amorf ke tridimit dan kristobalit pada suhu sekitar 1000 (Tomita et al., 1992; Higuchi dan Azuma, 1997; Venezia et al., 2001), sedikit peneliti yang telah memeriksa jumlah dan karateristik dari fase kristaline dalam silika yang telah dipanaskan (Venezia et al., 2001).

C.Sintering

Sintering adalah proses pengikatan partikel-partikel oleh panas (Vlack, 2004). Pada proses sintering, partikel-partikel bersatu dengan cara difusi padatan pada temperatur yang sangat tinggi di bawah titik leburnya (Smith, 2006). Pada proses sintering ini terjadi perubahaan struktur mikro seperti penghilangan pori-pori antar patikel serbuk penyusun, pertumbuhan butir dan terbentuknya ikatan yang kuat antar partikel tersebut. Perubahan yang terjadi selama sintering, yaitu:

1. Perubahan bentuk dan ukuran butir 2. Perubahan bentuk dan ukuran pori


(41)

Secara fisik, keramik yang telah disintering akan mengalami penyusutan. Proses sintering keramik ada beberapa tahapan yaitu:

1. Tahap awal

Pada tahap ini pertikel-partikel keramik akan saling kontak setelah proses pencetakan. Di sini serbuk masih dalam keadaan bebas.

2. Tahap mulai sintering

Pada tahap ini mulai terjadi pembentukan ikatan dan permukaan kontak kedua partikel semakin lebar. Perubahan ukuran butiran maupun pori belum terjadi.

3. Tahap pertengahan sintering

Pada tahap ini terjadi pembentukan batas butir. 4. Tahap akhir sintering

Pada tahap ini terjadi densifikasi dan eliminasi pori sepanjang batas butir, yakni terjadi pembesaran ukuran butiran sampai kanal-kanal pori tertutup dan sekaligus terjadi penyusutan butiran dan terbentuklah fasa baru.

Gambar 2.6 merupakan ilustrasi tentang proses perubahan dari geometri partikel yang mengalami sintering. Perubahan-perubahan yang terjadi, yaitu: (a) Butiran awal sebelum sintering berlangsung, (b) Sintering memasuki tahap awal yang ditandai dengan pembentukan leher, (c) Sintering memasuki tahap antara dengan adanya pori-pori berbentuk saluran kontinu, (d) Sintering memasuki tahap akhir dimana pori-pori bulat pada batas empat butiran, (e) Bentuk akhir tetrakaidekahedron, dari butiran dimana proses sintering telah selesai.


(42)

Gambar 2.6. Perubahan geometri partikel sintering

Nurhayati (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu perlakuan termal yang dikenakan pada silika sekam padi yang diperoleh dengan metode sol-gel, bentuk butir semakin homogen dengan ukuran butir juga semakin besar dan jumlah pori semakin kecil tetapi ukurannya semakin besar. Hasil tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa perlakuan termal merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan karaktersitik suatu material padat.

D.Karakterisasi Komposit

1. X-Ray Diffraction (Difraksi Sinar X)

Pembuktian mengenai struktur kristal pada suatu bahan dapat dibuktikan dengan percobaan difraksi sinar-X. Teknik sinar-x merupakan instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi cuplikan berupa kristal dengan memanfaatkan radiasi

leher

pori-pori silinder (saluran kontinu)

a b c

d

pori-pori bola


(43)

gelombang elektromagnetik sinar-x. Secara umum, eksperimen difraksi pada saat ini menggunakan difraktometer yang dikontrol oleh komputer dan memanfaatkan software canggih untuk analisis data, dapat dilihat pada Gambar 2.7. Difraksi dapat terjadi kapanpun jika hukum Bragg, terpenuhi, ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.7 Difraktometer (www.wikipedia.org)

Gambar 2.8 Pola difraksi sinar-x (Hikam, 2009)

Ada beberapa metode yang digunakan dalam difraksi sinar-X, di antaranya:

- Metode Laue

Pada metode ini berkas radiasi putih diarahkan mengenai kristal tunggal.


(44)

kemudian akan memilih dan mendiffraksi dengan panjang gelombang tertentu yang cocok dengan hukum Bragg dengan melibatkan nilai d dan θ.

- Metode perputaran kristal

Pada metode ini suatu kristal tunggal di-mounting dengan satu sumbu atau dengan beberapa arah kristal yang normal terhadap berkas sinar-x monokromatis. Film berbentuk silinder ditempatkan di sekitarnya dan kristal diputar sekitar arah yang dipilih.

- Metode serbuk

Pada metode ini, bahan yang akan diuji harus ditumbuk hingga menjadi serbuk halus yang selanjutnya ditempatkan dalam berkas sinar-X mokromatis. Setiap partikel serbuk tersebut merupakan sekumpulan kristal-kristal kecil yang terorientasi secara acak dengan berkas datang.

Dari ketiga metode di atas, difraksi sinar-X pada umumya menggunakan metode serbuk halus atau bubuk (Vlack, 2004), dimanfaatkan sebagai kontrol kualitas pada industri logam dan keramik, identifikasi mineral bagi para ahli geologi serta karakteristik asbestos bagi ilmuan kesehatan.

Dari difraksi sinar-X (X-ray diffraction) akan didapatkan informasi berupa data, di antaranya struktur kristal suatu bahan dengan kisi, analisa jenis (analisis kualitatif) dan prosentase (analisis kuantitatif) unsur atau senyawa yang terkandung dalam suatu bahan, analisis efek temperatur pada transisi fasa. Alasan inilah yang kemudian menjadikan XRD digunakan dalam bidang industri baik logam atau


(45)

keramik, bahkan digunakan juga oleh para ahli geologi dalam mengidentifikasi mineral hingga ilmuan kesehatan.

2. SEM (Scanning Electron Microscopy)

Berbagai jenis material memiliki fasa tunggal. Material-material ini mengandung banyak butir (grain) dari fasa yang sama, dengan berbagai mikrostruktur (Vlack, 2004). Mikrostruktur adalah penataan geometrik dari butir-butir dan fasa-fasa dalam suatu material. Karena dimensi mikrostruktur yang dimiliki material cukup kecil sehingga diperlukan alat yang memiliki perbesaran yang besar untuk dapat mengamatinya. Alat yang biasa digunakan dalam memperhatikan suatu benda/material dalam bentuk mikro, antara lain mikroskop optik dan mikroskop elektron (SEM). Namun, dari kedua jenis mikroskop tersebut mikroskop elektron memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan mikroskop optik. Kelebihan yang dimiliki SEM dibandingkan dengan mikroskop optik antara lain, daya pisah (resolusi) dan kedalaman fokus yang dimiliki SEM lebih tinggi dibandingkan Mikroskop Optik sehingga tekstur, morpologi dan topografi serta tampilan permukaan sampel dalam ukuran mikron dapat dilihat. Dengan daya pisah (resolusi) yang tinggi yakni sekitar 500.000 kali, SEM juga mampu memberikan informasi skala atomik. SEM juga dilengkapi dengan sistem pencahayaan menggunakan radiasi elektron yang mempunyai daya pisah dalam ukuran 1-200 sehingga dapat difokuskan ke dalam bentuk spot(titik) yang sangat kecil atau dengan perbesaran 1000.000 kali.


(46)

SEM merupakan suatu teknik analisis yang telah banyak digunakan untuk mengatasi permasalahan analisis struktur mikro dan morfologi yang mampu memberi hasil analisis secara rinci dalam berbagai material di antaranya keramik.

Hal-hal mengenai karateristik dari alat SEM, antara lain: 1. Daya pisah (resolusi)

Kemampuan daya pisah pada suatu alat adalah parameter penting berkaitan dengan analisis mikrostruktur untuk tampilan gambar sehingga dapat membedakan dengan jelas mikrostruktur yang terekam. SEM memiliki daya pisah sekitar 5 nm yang lebih kecil nilainya dibanding mikroskop optik sebesar 0,2 micron. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kecil objek yang dapat diamati semakin besar daya pisahnya. 2. Kedalaman fokus

SEM mampu memperlihatkan bayangan (gambar) yang ditimbulkan oleh berkas elektron, sehingga dengan ketajaman fokus tertentu mampu menampilkan gambar dengan pola tiga dimensi. Untuk pengamatan topograpi seperti permukaan patahan, maka kedalaman fokus harus maksimum, yaitu dengan cara mengatur celah/diafragma dan jarak kerja sekecil mungkin.

Secara lebih detail sistem alat SEM terdiri dari beberapa komponen di antaranya sistem sumber elektron (electron gun), sistem lensa, sistem deteksi, sistem scanning dan sistem vakum. Gambar 2.9 menunjukkan skematik Alat Scanning Electron Microscopy (SEM).


(47)

Gambar 2.9. Skematik alat scanning electron microscopy (SEM) (Goldstein et al, 1981)

- Sumber elektron (electron gun)

Terdiri dari sumber elektron berupa filamen sebagai kutub katoda yang berfungsi sebagai penghasil elektron dan sumber tegangan negatif/celah pelindung dan kutub anoda. Ketika arus dialirkan pada filamen maka terjadi perbedaan potensial pada katoda dan anoda yang akhirnya menghasilkan elektron. Elektron selanjutnya akan melewati celah pelindung menuju anoda

Electron Gun Electron

Beam

Anode

Magnetic Lens

Scanning Coil

Secondary Electron Detector

Specimen Stage

To TV Scanner


(48)

setelah melewati lensa konvergen. Celah pelindung berfungsi menangkap elektron yang terpisah dari berkas elektron dan mencegah penyimpangan elektron setelah dipantulkan kembali oleh permukaan. Sumber elektron (filamen) yang paling banyak digunakan pada SEM adalah tungsten, lanthanum hexaboride dan field emmission.

- Sistem lensa

Berkas elektron yang dihasilkan sumber elektron memiliki diameter 25.000-50.000 Angstrom. Diameter sebesar ini ternyata kurang efektif untuk menghasilkan gambar dengan kecepata tinggi, sehingga sebelum mencapai permukaan sampel berkas elektron tersebut harus difokuskan oleh sebuah lensa magnetik yag terdiri dari 2 lensa kondensor yag berasal dari lilitan solenoida. Pada lensa kondensor yang terdapat 2 kondensor dapat meyearahkan panjang fokus.

- Sistem deteksi

SEM pada umumnya dapat mendeteksi elektron melalui 2 alat deteksi yaitu

Secondary electron (SE) yang ditunjukkan pada Gambar 2.10 dan

Backscattered electron (BE) yang ditunjukkan pada Gambar 2.11. BE atau elektron hambur balik dihasilkan dari tumbukan elastis dengan energi yang tinggi yang dipantulkan kembali oleh sampel. Energi elektron yang diantulkan hampir sama besarnya dengan energi saat elektron datang yang berfungsi membawa serangkaian data informasi topografi, komposisi bahan dan orientasi kristal yang ditunjukkan pada Gambar 2.12. Gambar yang dihasilkan dari BE memiliki hubungan erat dengan nomor atom Z. Pada


(49)

sampel dengan nomor atom tinggi akan menghasilkan mikrostruktur dengan kontras yang lebih terang pada daerah yang memiliki nomor atom rendah. Hal ini disebabkan karena daerah yang memiliki nomor atom tinggi mempunyai koefisien hamburan balik yang lebih besar.

Tumbukan nonelastis dari berkas elektron primer akan memasukkan energi ke dalam sampel melalui proses absorbsi dan akan dikembalikan sebagai energi kuanta yang lebih rendah dalam bentuk SE sebagai informasi topografi, kekontrasan bahan dan orientasi kristal.


(50)

Gambar 2.11. Backscattered electron detector

Gambar 2.12. Komposisi dan topografi (www.phy.cuhk.edu.hk)

- Sistem Scanning

Pembentukan gambar pada SEM dilakukan melalui prinsip penyusuran, dimana berkas elektron bergerak dari satu titik e titik lainnya. Penyusuran berkas elektron dihasilkan oleh scanning coil, dimana hasil interaksiberkas


(51)

elektron menghasilkan SE, BSE dan cahaya foton dalam bentuk sinar x. Elektron ini akan diubah menjadi sinyal listrik yang akan diperkuat oleh amplifier yang disinkronkan oleh scanning unit, sehingga terbentuklah gambar pada layar tabung sinar katoda. Ukuran berkas elektron harus disesuaikan dengan perbesaran yang digunakan. Jika ukuran elektron terlalu besar maka gambar akan terlihat kabur dan jika terlalu kecil akan kekurangan sinyal.

- Sistem Vakum

Kondisi Vakum dilakukan untuk menghindari pembauran elektron dengan kecepatan yang berbeda, mencegah abrasi kromatis yang mengurangi daya resolusi, mengurangi kecepatan proses oksidasi pada filamen sebagai sumber elektron dan menghindari kontaminasi sampel. SEM dilengkapi dengan pompa difusi dan pompa turbo molekuler.

Analisis sampel dengan menggunakan SEM dibutuhkan beberapa persyaratan yang berkaitan dengan interaksi elektron dengan sampel agar diperoleh hasil yang optimal sesuai dengan yang diinginkan di antaranya sampel harus kering, bersifat konduktif, halus dan rata sehingga perlu dihaluskan (polish).


(52)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus - November 2012 di Laboratorium Fisika Material, Fisika Dasar, Kimia Instrumentasi, dan Kimia Fisik FMIPA Unila. Sedangkan karakterisasi sampel dengan alat X-Ray dilakukan di Laboratorium Institut Teknologi Surabaya dan karakterisasi sampel dengan alat SEM dilakukan di Laboratorium P3GL Bandung.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: neraca ohauss,

beaker glass, pipet tetes, kompor listrik, oven, spatula, labu kimia (erlenmeyer), gelas ukur, aluminium foil, alat penyaring (ayakan), alat pressing, hot plate stirrer, tungku pemanas, mortar dan pastel, cawan tahan panas, kertas saring, kertas tissue, alat cetak (die), XRD (X-Ray Diffratometer) dan SEM (Scanning Electron Microscope).


(53)

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: sekam padi, Aluminium Nitrat Hidrat (Al(NO3)3. 9H2O), larutan KOH 5%, dan aquades.

C. Prosedur Penelitian

1. Preparasi Sekam Padi

Sekam padi yang diambil dari pabrik penggilingan dicuci hingga bersih dengan menggunakan air panas selanjutnya direndam sejenak. Sekam padi yang direndam akan menjadi 2 bagian, bagian yang mengapung dan bagian yang tenggelam, bagian yang tenggelam diambil untuk diproses ke tahap selanjutnya. Sekam padi yang telah dicuci kemudian direndam dengan menggunakan air panas selama 6 jam untuk menghilangkan kotoran-kotoran (zat organik) yang larut dalam air (Pandiangan dkk, 208), lalu tiriskan dan keringkan di bawah sinar matahari hingga kering. Selama proses penjemuran, sekam padi diratakan agar sekam dapat kering secara menyeluruh dan merata. Selain dikeringkan di bawah sinar matahari, pengeringan juga dapat dilakukan dengan menggunakan oven. Namun, dari kedua metode pengeringan, pengeringan yang menggunakan matahari adalah yang paling efektif karena penyebaran panas di dalam bahan berlangsung secara bertahap dan menyeluruh sehingga penyerapan air ke udara lebih merata (Harsono, 2002).


(54)

2. Pembuatan Sol Silika

Sekam padi yang telah dicuci dan dikeringkan ditimbang sebanyak 50 gram. Masukkan sekam padi ke dalam ke dalam beaker glass kemudian direndam dalam larutan KOH 5% sebanyak 500 ml seesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Daifullah et al., 2004; Nurhayati, 2006; Ginting, 2006; Sembiring, 2006). Sekam padi yang telah terendam tersebut dipanaskan dengan menggunakan kompor listrik sambil sesekali diaduk, jika telah dilakukan pemanasan selama 30 menit, campuran sekam dan KOH itu diangkat. kemudian mendiamkan sejenak untuk menghilangkan uap panasnya. Setelah uap panasnya hilang, rebusan sekam ditutup dengan menggunakan plastik press dan mendiamkannya selama 24 jam. Kemudian memisahkan ampas sekam dari ekstraknya dengan menggunakan corong bucher. Ekstrak yang diperoleh tersebut merupakan hasil silika yang berbentuk larutan (sol).

3. Pembuatan Larutan Aluminium Nitrat Hidrat

Menimbang bubuk Alumunium Nitrat Hidrat (Al(NO3)3. 9H2O) sebanyak 44,25

gram. Lalu memasukkan bubuk tersebut ke dalam labu kimia (erlenmeyer). Bubuk Alumunium Nitrat Hidrat dihidrolisis dengan menggunakan aquades hingga volume yang terukur menunjukkan skala 250 ml. Larutan Alumunium Nitrat Hidrat dikocok hingga merata agar hasil larutan yang diperoleh akan homogen (seragam).


(55)

4. Proses Sol-Gel KompositAluminosilikat 3Al2O3.2SiO2

Secara umum pembuatan sampel diawali dengan pembentukan larutan dari hasil ekstraksi, kemudian pembuatan gel. Pemanasan dilakukan untuk menghasilkan padatan. Pada penelitian perbandingan massa alumina dan silika adalah 3:2. Langkah-langkah antara lain: sol silika dimasukkan ke dalam gelas kimia (erlenmeyer) kemudian diaduk beberapa saat dengan hot plate stirrer 30 menit sampai bahan merata. Setelah diaduk biarkan campuran sol silika dan larutan aluminium nitrat hidrat selama 24 jam agar terjadi proses penuaan (aging). Setelah terlihat pisahan antara sol dan gel, keduanya mulai dipisahkan. Setelah itu, menyaring gel tersebut dengan menggunakan alat vakum yang telah dilapisi kertas saring. Hasil penyaringan dikalsinasi menggunakan furnace pada suhu 110 C selama 24 jam hingga kering. Sampel yang didapat selanjutnya digerus dan diayak hingga ukuran butiran 125 m, sampel kemudian ditimbang. Sampel yang didapat selanjutnya digerus hingga halus dan diayak. Menimbang serbuk menggunakan neraca.

5. Pencetakan sampel/pellet (pressing)

Pencetakan (pressing) dilakukan pada sampel aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 yang

telah diayak sehingga dihasilkan sampel padat berbentuk silinder yang selanjutnya digunakan pada proses sintering dan karakterisasi XRD dan SEM.

Prosedur kerja pencetakan sampel tersebut adalah sebagai berikut: Sebanyak 2 gram sampel ditimbang dengan neraca digital. Sampel dimasukan ke dalam tabung silinder baja sebagai cetakan. Tabung silinder baja yang telah berisi


(56)

sampel dimasukan pada alat penekan (Hydraulic). Tekanan diberikan pada tabung silinder baja dengan alat penekan (Hydraulic) dengan beban 318,47 MPa. Sampel yang telah padat dikeluarkan dari rongga tabung silinder baja. Sampel disimpan dalam wadah tertutup.

6. Sintering

Sintering dilakukan pada sampel kompositaluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 berbentuk

serbuk dengan variasi suhu 800, 900, dan 1000 C dengan suhu 3 /menit 4 jam. Sebagai pembanding dalam penelitian ini ada satu sampel yang tidak diberi perlakuan sintering.

D. Karakterisasi

Karakterisasi dilakukan pada sampel komposit yang disintering pada suhu 800, 900, dan 1000 C dan pada sampel yang tidak mendapat perlakuan suhu dengan menggunakan XRD dan SEM. Uji XRD dilakukan untuk mengidentifikasi struktur sampel komposit aluminosilikat 3Al2O3.2SiO2 dengan mengetahui

komposisi dasar senyawa pada sampel. Uji SEM dilakukan untuk mengetahui karakteristik mikrostruktur pada sampel yang outputnya berupa gambar 3 dimensi seperti yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Rachmaini, 2010; Nurhayati; 2006).


(57)

E.Diagram Alir Penelitian

Secara umum, tahapan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini ditunjukkan oleh diagram alir seperti pada Gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1. Diagram alir penelitian

Alumunium nitrat hidrat ((Al(NO3)3. 9H2O)

Sekam Padi

Pencucian dan pengeringan Timbang ( 44,25 gram)

Ekstraksi

Sol silika

Penambahan aquades

Larutan Alumunium nitrat hidrat

Pencampuran sol silika dan larutan aluminium nitrat hidrat metode sol gel Stirrer 30 menit

Penuaan (aging) selama 24 jam Pemanasan 110 C selama 24 jam

Gerus dan ayak 125 m Serbuk 3Al2O3. 2SiO2

Sintering suhu 800, 900 dan 1000 C

Kesimpulan

Karakterisasi XRD dan SEM Analisis


(58)

V.KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis struktur dan mikrostruktur sampel komposit aluminosilikat (3Al2O3.2SiO2) berbasis silika sekam padi diperoleh kesimpulan

sebagai berikut:

1. Hasil XRD sampel yang disintering pada suhu 800 dan 900 C masih terbentuk fasa amorf namun ada indikasi senyawa silika (tridimit). Hal ini ditunjukkan oleh adanya puncak kecil pada 2θ = 20,350 dan 2θ = 20,340 .

2. Hasil XRD sampel dengan perlakuan suhu sintering 1000 C membentuk empat fasa yaitu, kyanite, silika (tridimit), alumina (corundum), dan mullite. Fasa mullite (3Al2O3.2SiO2) mulai terbentuk pada suhu ini.

3. Hasil analisis mikrostruktur sampel tanpa sintering menunjukkan bahwa butiran-butiran yang sangat besar tanpa batas butir yang jelas, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel masih bersifat amorf.

4. Seiring dengan perlakuan suhu (sintering) yang meningkat semakin mengarah ke fasa kristalin yang dapat dilihat dengan jelas pada sampel yang disintering pada suhu 1000 C.

5. Hasil XRD menunjukkan adanya indikasi pertumbuhan fasa kristalin seiring dengan peningkatan perlakuan suhu sintering.


(59)

B. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan saran untuk peneliti selanjutnya disarankan: untuk menggunakan metode yang sama untuk mensintesis aluminosilikat dengan komposisi yang berbeda. Selain itu disarankan juga untuk memanfaatkan sumber silika nabati lainnya, misalnya bagas tebu, untuk pembuatan senyawa aluminosilikat.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M., Sonya, A. D., Nuryadin, B. W., Marully, A. R., Khairuddin, dan Khairurrijal, 2009, Sintesis Keramik Berbasis Komposit Clay-Karbon dan

Karakterisasi Kekuatan Mekaniknya, Jurnal Nanosains dan

Nanoteknologi, Vol 2(2), hlm 83-89.

Adam, F., Balakrishnan, S., and Wong, Phee-Lee, 2006, Rice Husk Ash Silica as A Support Material Ruthenium Based Heterogoneous Catalyst, Jurnal of Physical Science, Vol 17(2), pp 1-13.

Ajiwe, V.I.E., Okeke, C.A., and Akigwe, F.C. 2000, A Preliminary Study of Manufacture of Cement from Rice Husk Ash, Bioresource Technology. Vol 73 No.1, pp 37-39.

Anggono, Juliano, 2005, Mullite Ceramics: Its Properties, Structure, and Synthesis, Jurnal Teknik Mesin, Vol. 7 No. 1, pp 1 – 10.

Anonim A. 2002. Aluminum Oxide, Al2O3. http://www.accuratus.com. Diakses

tanggal 2 April 2011.

Anonim B. 2005. Silica. http://www.azom.com. Diakses tanggal 2 April 2011. Ashby, M. F., and Jones, David, R. H., 1991, Engineering Materials, An

Introduction to Their Properties and Applications, Editing by R. J Brook, Pergamon Press, New York.

Brinker C, J., and Scherer , G. W., 1990, Sol-gel Science The Physics and Chemistry of Sol-Gel Processing, Academic Press, Ink., San Diego. Bowen, N.L., and Greig, J.W., 1924, The System Al2O3–SiO2. Journal of the

American Ceramic Society, Vol 7(4), pp 238–254.

Daifullah, A. A. M., Girgis, B. S and Gad, H. M. H. 2002. Utilization of Argo-residues (Risk Hush) in Small Waste Water Treatment Plans. Material Letters 57. Elsevier Science Ltd, page 1723-1731.

Duval, D. J., Risbud, S.H., Shackelford, J. F. 2008. Mullite; Ceramic and Glass Materials: Structure, Properties and Processing. England


(61)

Ebadzadeh, T., and Lee, W.E., 1998, Processing– Microstructure –Property Relations in Mullite– Cordierite Composites, Journal of the European Ceramic Society, Vol 18(7), pp 837–848.

Ebtadianti, L.L., 2007, Karakteristik Tingkat Kristalinitas Silika Sekam Padi,

Skripsi, FMIPA Fisika Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Fairus, S., Haryono, M. H., dan Sudrajat, A., 2009, Proses Pembuatan Waterglass dari Pasir Silika dengan Pelebur Natrium Hidroksida, Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 8 No. 2, hlm 56-62.

Ginting, G. S., 2006, Fungsionalisasi Silika Sekam Padi sebagai Bahan Baku Penukar Ion dan Promotor Adhesi, Laporan Akhir Penelitian Dasar di Perguruan Tinggi, Ditjen Dikti. Depdiknas, Bandar Lampung.

Goldstein, J. L,, Newbury, D.E., Echlin, P., Joy, D.C., Lyman, C. E., Lifshin, E., Sawyer, L., and Michael, . R., 2003, ScaningElectron Microscopy and X-Ray Microanalysis,3th Edition,Kluwer Academic/Plenum Publisher, New York.

Guse, W., and Mateika, D. 1974, Growth of Mullite Single Crystals (2Al2O3.

SiO2) by the Czochralski Method, Journal of Crystal Growth,Vol 22(3),

pp 237–240.

Guse, W., and Saalfeld, H., 1990, X-ray Characterization and Structure Refinement of a New Cubic Alumina Phase ( -Al2O3) with Spinel-Type

Structure, N. Jb. Min. Mh, Vol 5, pp 217–226.

Hanafi, A. S., dan Nandang A. R. 2010, Studi Pengaruh Bentuk Silika dari Abu Ampas Tebu terhadap Kekuatan Produk Keramik, Jurnal Kimia Indonesia. Vol 5(1), hlm 35-38

Hara, 1986, Utilization of Agrowastes for Buildinng Materials, International Research and Development Cooperation Division, AIST, MITI, Japan. Harsono, H., 2002, Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi, Jurnal

Ilmu Dasar, Vol. 3 No.2, hlm 98-103

Higuchi, M., and Azuma, Y., 1997, Effect of Alkali Metal Oxide Addition on Crystallization and Phase Transformation of Sintered Spherical Silica,

Journal of the Ceramic Society of Japan, Vol 105, pp 385–390.

Hikam, M. 2007. Kristalografi dan Teknik Difraksi. Program Studi Ilmu Material Departemen Fisika FMIPA. Universitas Indonesia.

Hoffman, D.W., Roy, R., and Komarneni, S. 1984. Diphasic Xerogels, A New Class of Materials: Phases in The System Al2O3–SiO2. Journal of the American Ceramic Society, vol 67, pp 468–471.


(62)

Houston, D. F., 1972, Rice Chemistry and Technology, Vol IV, American association of Cereal Chemist. Inc, St. Paul, Minnesota. USA.

Indayaningsih, Nanik ., Febrianto, E. Y., Sudjono, H. K. S, dan Sardjono, P. 2001. Sintesa Serbuk Beta- Alumina Melalui Proses Sol-Gel, Prosiding Seminar

Nasional X “Kimia dalam Industri dan Lingkungan”, 6 – 7 November

2001, hlm. 129 - 137.

Ismunadji, M., 1988, Padi Buku I, Edisi I, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor

Itatani, K., Kubozono, T., Howell, F. S., Kishioka, A., dan Kinoshita, M., 1995, Some Properties of Mullite Powders Prepared by Chemical Vapor Deposition, Journal of Materials Science, Vol 30(5), pp 1158–1165. Jaymes, I., and Douy, A., 1995, Homogeneous Precipitation of Mullite Precursors,

Journal of Sol-Gel Science and Technologi, Vol 4, pp 7-13.

Jokosisworo, S., 2009, Pengaruh Penggunaan Serat Kulit Rotan sebagai Penguat pada Komposit Polimer dengan Matriks Polyester Yukalac 157 terhadap Kekuatan Tarik dan Tekuk, Jurnal Tenik, Vol 30(3), hlm 191-196.

Juliano B. O. 1985. Rice hull and rice straw. In: Rice: Chemistry and Technology. eds. 2nd , Am Assoc Cereal Chemists. Minnesota.

Kalapathy, U., Proctor, A., and Shultz, J., 2000, A Simple Method for Production of Pure Silica from Rice Hull Ash, Biosource Technology, Vol 73, pp 257-264.

Kanzaki, S., Tabata, H., Kumazawa, T., and Ohta, S., 1985, Sintering and Mechanical Properties of Stoichiometric Mullite, Journal of the American Ceramic Society, Vol 68, pp C6–C7.

Karo-Karo, P., dan Sembiring, S., 2007, Pembuatan dan Karakterisasi Gelas Cordierite dari Silika Hasil Ekstraksi Sekam Padi dengan Metode Sol-Gel,

Journal of Industrial Engineering and Management Systems, Vol 2 No. 1, hlm 57-62.

Kriven, W. M., and Pask, J. A., 1983, Solid Solution Range and Microstructure of Melt Grown Mullitem, Journal of the American Ceramic Society, Vol 66, pp 649-654.

Kostorz, Gemot. 1988. High-Tech Ceramics. Academic Press.

Lampman, H., and Wheathon, N., 1991, Engineered Materials Hand Book Ceramics and Glasses, ASM International The Material Information Society, hlm 465.


(1)

Ebadzadeh, T., and Lee, W.E., 1998, Processing– Microstructure –Property Relations in Mullite– Cordierite Composites, Journal of the European Ceramic Society, Vol 18(7), pp 837–848.

Ebtadianti, L.L., 2007, Karakteristik Tingkat Kristalinitas Silika Sekam Padi, Skripsi, FMIPA Fisika Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Fairus, S., Haryono, M. H., dan Sudrajat, A., 2009, Proses Pembuatan Waterglass dari Pasir Silika dengan Pelebur Natrium Hidroksida, Jurnal Teknik Kimia Indonesia, Vol. 8 No. 2, hlm 56-62.

Ginting, G. S., 2006, Fungsionalisasi Silika Sekam Padi sebagai Bahan Baku Penukar Ion dan Promotor Adhesi, Laporan Akhir Penelitian Dasar di Perguruan Tinggi, Ditjen Dikti. Depdiknas, Bandar Lampung.

Goldstein, J. L,, Newbury, D.E., Echlin, P., Joy, D.C., Lyman, C. E., Lifshin, E., Sawyer, L., and Michael, . R., 2003, Scaning Electron Microscopy and X-Ray Microanalysis, 3th Edition, Kluwer Academic/Plenum Publisher, New York.

Guse, W., and Mateika, D. 1974, Growth of Mullite Single Crystals (2Al2O3.

SiO2) by the Czochralski Method, Journal of Crystal Growth,Vol 22(3),

pp 237–240.

Guse, W., and Saalfeld, H., 1990, X-ray Characterization and Structure Refinement of a New Cubic Alumina Phase ( -Al2O3) with Spinel-Type

Structure, N. Jb. Min. Mh, Vol 5, pp 217–226.

Hanafi, A. S., dan Nandang A. R. 2010, Studi Pengaruh Bentuk Silika dari Abu Ampas Tebu terhadap Kekuatan Produk Keramik, Jurnal Kimia Indonesia. Vol 5(1), hlm 35-38

Hara, 1986, Utilization of Agrowastes for Buildinng Materials, International Research and Development Cooperation Division, AIST, MITI, Japan. Harsono, H., 2002, Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi, Jurnal

Ilmu Dasar, Vol. 3 No.2, hlm 98-103

Higuchi, M., and Azuma, Y., 1997, Effect of Alkali Metal Oxide Addition on Crystallization and Phase Transformation of Sintered Spherical Silica, Journal of the Ceramic Society of Japan, Vol 105, pp 385–390.

Hikam, M. 2007. Kristalografi dan Teknik Difraksi. Program Studi Ilmu Material Departemen Fisika FMIPA. Universitas Indonesia.

Hoffman, D.W., Roy, R., and Komarneni, S. 1984. Diphasic Xerogels, A New Class of Materials: Phases in The System Al2O3–SiO2. Journal of the


(2)

Houston, D. F., 1972, Rice Chemistry and Technology, Vol IV, American association of Cereal Chemist. Inc, St. Paul, Minnesota. USA.

Indayaningsih, Nanik ., Febrianto, E. Y., Sudjono, H. K. S, dan Sardjono, P. 2001. Sintesa Serbuk Beta- Alumina Melalui Proses Sol-Gel, Prosiding Seminar

Nasional X “Kimia dalam Industri dan Lingkungan”, 6 – 7 November

2001, hlm. 129 - 137.

Ismunadji, M., 1988, Padi Buku I, Edisi I, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor

Itatani, K., Kubozono, T., Howell, F. S., Kishioka, A., dan Kinoshita, M., 1995, Some Properties of Mullite Powders Prepared by Chemical Vapor Deposition, Journal of Materials Science, Vol 30(5), pp 1158–1165. Jaymes, I., and Douy, A., 1995, Homogeneous Precipitation of Mullite Precursors,

Journal of Sol-Gel Science and Technologi, Vol 4, pp 7-13.

Jokosisworo, S., 2009, Pengaruh Penggunaan Serat Kulit Rotan sebagai Penguat pada Komposit Polimer dengan Matriks Polyester Yukalac 157 terhadap Kekuatan Tarik dan Tekuk, Jurnal Tenik, Vol 30(3), hlm 191-196.

Juliano B. O. 1985. Rice hull and rice straw. In: Rice: Chemistry and Technology. eds. 2nd , Am Assoc Cereal Chemists. Minnesota.

Kalapathy, U., Proctor, A., and Shultz, J., 2000, A Simple Method for Production of Pure Silica from Rice Hull Ash, Biosource Technology, Vol 73, pp 257-264.

Kanzaki, S., Tabata, H., Kumazawa, T., and Ohta, S., 1985, Sintering and Mechanical Properties of Stoichiometric Mullite, Journal of the American Ceramic Society, Vol 68, pp C6–C7.

Karo-Karo, P., dan Sembiring, S., 2007, Pembuatan dan Karakterisasi Gelas Cordierite dari Silika Hasil Ekstraksi Sekam Padi dengan Metode Sol-Gel, Journal of Industrial Engineering and Management Systems, Vol 2 No. 1, hlm 57-62.

Kriven, W. M., and Pask, J. A., 1983, Solid Solution Range and Microstructure of Melt Grown Mullitem, Journal of the American Ceramic Society, Vol 66, pp 649-654.

Kostorz, Gemot. 1988. High-Tech Ceramics. Academic Press.

Lampman, H., and Wheathon, N., 1991, Engineered Materials Hand Book Ceramics and Glasses, ASM International The Material Information Society, hlm 465.


(3)

Liza, C., 2009, Nano Komposit Polipropilen Clay, Majalah Sentra Polimer. Serpong, Tangerang.

Malawi, R., 1996, Potensi Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash) Sebagai Bahan Pozzolan Pada Mortar Semen, Skripsi, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, UGM. Yogyakarta.

Mazza, D., Delmastro, A., Ronchetti, S., 2000, Co, Ni, Cu Aluminates Supported on Mullite Precursors Via A Solid State Reaction, Journal of the European Ceramic Society, Vol 20, pp 699-706.

Misran, H., Singh, R., Begum, S., and Yarmo, M. A., 2007, Prosessing of Mesoporous Silica Materials (MCM-41) from Coal Fly Ash, Journal of Materials Processing Technology, Vol 186(1-3), pp 8-13.

Murthy, M. K., and Hummel, F. A., 1960, X-ray Study of The Solid Solution of TiO2, Fe2O3 and Cr2O3 in Mullite (3Al2O3 · 2SiO2), Journal of the

American Ceramic Society, Vol 43(5), pp 267–272.

Nakata, Y., Suzuki, M., Okutani, T., Kikuchi, M., and Akiyama, T., 1989, Preparation and Properties of SiO2 from Rice Hulls, Journal of the

Ceramic Society of Japan, Vol 97, pp 842–849.

Negara, S. I. M., 2008, Preparasi dan Karakterisasi Komposit Kromium Oksida-Montmorillonit, Jurnal Kimia, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Vol 2(2), hlm 93-99.

Nurhayati, 2006, Studi Pendahuluan Karakterisasi Silika Sekam Padi sebagai Alternatif Pembuatan Keramik, Skripsi, FMIPA Fisika Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Okutani, T. , Nakata, Y, 1996, Industrial utilization of silica in rice hulls. Netsu Sokutei (Calorimetry and Thermal Analysis), Japan, Vol 23, pp 117–127. Pandiangan, K.D., Suka, I.G., Rilyanti, M., Widiarto, S., Anggraini, D., Arief,

S., dan Jamarun, N., 2008, Karakteristik Keasaman Katalis Berbasis Silika Sekam Padi yang Diperoleh dengan Teknik Sol Gel, Jurnal Sains dan Teknologi, Universitas Lampung.

Park, Dong Gun., Kang, Jin., and Kon, Hea Young., Organik-Inorganic nano-Composite of PMMA-Forsterite Doped Eu+3, Journal of the Korean Chemistry Society, Vol 21 No. 6, pp 604-610.

Petrovic, R., Janaclovic, D., Bozovic., B, Slavica, Z., and Gvozdenovic, L.K., 2001, Densification and Crystallization Behaviours of Colloidal Cordierite-type Gel. Journal of the Serbian Chemical Society, Vol 66 No. 3, pp 335-343


(4)

Prabowo, A., Setyawan, Dwi., dan Paryanto., 2008, Kajian Pemanfaatan Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash) dan Batu Apung (Pumice) sebagai Bahan Stabilisasi Tanah Pondasi Ekspansif untuk Bangunan Sederhana. Laporan Penelitian, Fakultas Teknik Universitas Mataram, Mataram.

Rahmaini, R. A. 2010. Pengaruh Suhu Sintering Terhadap Karakteristik Struktur dan Mikrostruktur Keramik Borosilikat Berbasis Silika Sekam Padi. Skripsi. FMIPA Fisika Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Rahaman, M. N. 2003., Ceramic Processing and Sintering, Second Edition, Marcel Dekker, Inc., pp 243-321.

Ramatawa. 2008. http://www.ramatawa.wordpress.com/2008/11/23/komposit-part-definisiklasifikasiaplikasi/ diakses tanggal 26 November 2012

Real, C., Alcala, M. C., and Criado J. M., 1996, Preparation of silica from rice husks. Journal of the American Ceramic Society, Vol 79, pp 2012–6. Rezwan K., Chen Q.Z., Blaker J. J., and Boccaccini A. R., 2006, Biodegradable

and Bioactive Porous Polymer/Inorganic Composite Scaffolds for Bone Tissue Engineering, Journal Biomaterial, Vol 27, pp 3413–3431.

Rodrigues, F. A., 2003, Low-Temperature Synthesisof Cements From Rice Hull Ash, Cement and Concrete Research, Vol 2357, pp 1-5.

Roy, R., and Osborn, E. F. , 1952, Studies in the system alumina–silica–water. In: Proc. Problems of Clay and Laterite Genesis symposium. Amer, Inst, Mining and Metallurgical Engineers, New York, pp 76–80.

Sack, M. D., and Pask, J. A., 1977, Sintering of Mullite, Proc. 14th University Conference on Ceramic Science “Processing of Crystalline Ceramics”, 7-9 November , pp 193-203.

Schneider, H., Okada, K., and Pask, J. A., 1994. Mullite and Mullite Ceramics. Wiley, Chichester.

Sciti, D., and Bellosi, A., 2002, Microstructure and Properties of Alumina-SiC Nanocomposite Prepared from Ultrafine Powders, Journal of Material Science, Vol 37(17), pp 3747-3758.

Sembiring, S. 2006. Karakterisasi Silika Sekam Padi sebagai Bahan Keramik dengan Teknik Sintering. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Shichun. Qu., Mao, G., Li, Fuming., Clough, R., O’Bryan, N., and Gorrel, R., 2005, A New Organic Composite Dielectric Material for High Performance IC Package, Electronic Component and technology Conference, 31 May – 3 Juni 2005, Vol 2, hlm 1373–1377.


(5)

Shofiyatun, S., 2000, Optimasi Sintesa Serbuk Keramik SiC dari Bahan Baku Silika Amorf, Skripsi, FMIPA Universitas Brawijaya, Malang.

Smith, W. F. 1996. Principle of Materials and Science Engeenering. Third Edition. McGraw-Hill. Inc. USA.

Sopyan, L., Winarno, D.A., Sukartini., 1997, Pembuatan Bahan Keramik Melalui Teknologi Sol Gel. Database Jurnal Ilmiah Indonesia, Vol 4, hlm 137-143.

Tanan, Natalia., Anggraini F., 2001, Perlakuan Aspal Beton terhadap Pemakaian Abu Ampas Tebu, Hasil Penelitian, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Universitas Kristen Petra, Surabaya.

Tomita, K., and Kawano, M. 1992. Effect of cations on crystallization of amorphous silica (part 1). Rep Fac Sci Kagoshima Univ (Earth Sci & Biol) 25, 1–18.

Usuki, A., Kojima, M., Okada, A., fukushina, Y., Kurauchi, T., and Kamigato, O., 1993, Mechanical Properties of Nylon 6-Clay Hybrid, Journal of Materials Research, Vol 8(5), pp 1185-1189.

Viswabaskaran, V., Gnanam, F. D., Balasuramanian, M., 2002, Mullitisation Behaviour of South Indian Clays, Jurnal of Ceramics International, Vol 28, 557-564.

Venezia, A. M., Parola, V. La., Longo, A., and Martorana, A., 2001, Effect of Alkali Ions on the Amorphous to Crystalline Phase Transition of Silica, Journal of Solid State Chemistry, Vol 161, pp 373–378.

Vlack, Lawrence H. Van. 2004. Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material. Erlangga. Jakarta.

Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro, Edisi kelima, Terjemahan Setiono, L dan Pudjaatmaka, A. Kalman Media. Jakarta.

Wannaparhun, S., and Seal, S., 2003, Surface Chemical Reactions of Aluminosilicate Composites at Extreme Atmospheres Using Electron Spectroscopy for Chemical Analysis, Jurnal Material Chemistry, Vol 13, pp 322-327.

Wijaya, K., Sugiharto, E., Mudasir., Tahir, I., dan Liawati, I., 2004, Sintesis Komposit Oksida-Besi Montmorillonit dan Uji Stabilitas Strukturnya terhadap Asam Sulfat, Indonesian Jurnal of Chemistry, Vol 4(1), pp 33-34.


(6)

Worral, D. M., 1986, Clay and Ceramic Raw Materials. Second Edition, Elsevier Science Publishing, Co., Inc., New York. USA.

Youngquist, J. A., 1995, The Marriage of Wood and Non Wood Materials. Forest Product Journal, Vol 45(10), pp 25-30.

http://www.udel.edu diakses tanggal 2 Desember 2012, Secondary Electron Detector (SED)

http://www.phy.cuhk.edu.hk/course/surfacesci/mod5/m5_s4.pdf diakses tanggal 2 Desember 2012, Scanning Electron Microscopy Application