TUGAS BESAR EKOTOKSIKOLOGI ANALISIS ZAT

TUGAS BESAR EKOTOKSIKOLOGI
“ANALISIS ZAT TOKSIK LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT
BERDASARKAN PARAMETER BOD, COD, TSS, DAN PH
PADA PT. XXX”

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah Amd. Hyp, ST. M.Kes.
NIP: 19780420 200501 2 002

DISUSUN OLEH :
Endrico Pratama
Rizki Noor Bayhaqi
M. Noor Fajriansyah
Eka Damayanti
Hajidah Ghaisani
Rheza Widya Pratama
Tiara Fitri Ibtiana
Erdina Lulu A.R.
Luthfi Nur Rahman

H1E111018

H1E111043
H1E111206
H1E112013
H1E112028
H1E112040
H1E113017
H1E113024
H1E113029

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU
2015

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


Jl. Achmad Yani Km. 36 Fakultas Teknik UNLAM Banjarbaru 70714
Telp: (0511) 4773868 Fax: (0511) 4781730
Kalimantan Selatan

2

1. Rektor Universitas Lambung Mangkurat
Prof. Dr. Sutarto Hadi, M.Si, M.Sc.

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Lambung
Mangkurat
Dr. Ing Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T.

3. Ketua

Prodi

Teknik

Lingkungan


Universitas

Lambung Mangkurat
Dr. Rony Riduan, ST. MT.

4. Dosen Mata Kuliah Ekotoksikologi:
Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd.hyp, ST,
M.Kes

5. Anggota Kelompok











Endrico Pratama
Rizki Noor Bayhaqi
M. Noor Fajriansyah
Eka Damayanti
Hajidah Ghaisani
Rheza Widya Pratama
Tiara Fitri Ibtiana
Erdina Lulu A.R
Luthfi Nur Rahman

(H1E111018)
(H1E111043)
(H1E111206)
(H1E112013)
(H1E112028)
(H1E112040)
(H1E113017)
(H1E113024)
(H1E113029)


Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada:

3

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang mana atas berkat
dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas besar ini
dengan judul “Analisis Zat Toksik limbah cair kelapa sawit berdasarkan
parameter BOD, COD, TSS, dan pH pada PT XXX”. tugas besar ini merupakan
salah satu syarat untuk mendapatkan kelulusan mata kuliah Ekotoksikologi di
Fakultas Teknik (FT) Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM).
Tersusunnya tugas besar ini, tidak terlepas dari dukungan dan bantuan
serta bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih, kepada:
6.

Rektor Universitas Lambung Mangkurat Prof. Dr. Sutarto Hadi, M.Si,
M.Sc.


7.

Dekan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat Dr. Ing Yulian
Firmana Arifin, S.T., M.T.

8.

Ketua Prodi Teknik Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat Dr.
Rony Riduan, ST. MT.

9.

Prof. Dr. Qomariyatus Sholihah, Amd.hyp, ST, M.Kes selaku dosen
pembimbing mata kuliah Ekotoksikologi yang telah memberikan waktu
dan bimbingan dalam proses penulisan tugas besar ini.

10.

Seluruh Dosen Teknik Lingkungan Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru beserta jajarannya.


11.

Teman-teman Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas Lambung
Mangkurat angkatan 2011, 2012 dan 2013.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan

masih membutuhkan banyak masukkan dan kritikan dari beebagai pihak yang
sifatnya membangun dalam memperkaya tugas besar ini. Namun demikian,
penulis berharap semoga ini menjadi sumbangan berguna bagi ilmu pengetahuan
khususnya ilmu Ekotoksikologi.
Banjarbaru, April 2015
Penulis

4

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.................................................................................
KATA PENGANTAR ..................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................
DAFTAR TABEL.........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................
1.1. Latar Belakang...................................................................
1.2. Tujuan ...............................................................................
1.3. Manfaat .............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................
2.1. Tinjauan Empirik...............................................................
2.2. Tinjauan Teoristik .............................................................
2.2.1. Peristiwa Ekotoksikologi dan Kajian Bahaya
Bahan / Zat................................................................
2.2.2. Analisis Ekspose ......................................................
2.2.3. Prediksi Konsentrasi Bahan / Zat dalam
Ekosistem .................................................................
2.2.3.1. Prediksi Berbasis Sumber...........................
2.2.3.2. Prediksi Berbasis Media ............................
2.2.4. Analisis Efek ............................................................
2.2.4.1 Kajian Sifat Bahan dan Efeknya bagi

Biota, serta Uji Toksisitas...........................
2.2.4.2 Korelasi Konsentrasi dan Efek...................
2.2.5. Praktikum Laboratorium ..........................................
2.2.6. Aplikasi Metode Estimasi Karakteristik Bahan
(Aplikasi WINTOX Software) ................................
2.2.7. Penerapan Ekotoksikologi........................................
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................
3.1. Hasil...................................................................................
3.2. Pembahasan........................................................................
BAB IV PENUTUP..................................................................................
4.1. Kesimpulan........................................................................
4.2. Saran...................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
INDEKS ..........................................................................................................

5

i
iv
v

vi
vii
viii
1
1
2
3
4
4
5
5
6
12
12
13
19
19
21
24
42

43
48
48
48
53
53
53
55
59

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Jurnal Pendukung........................................................................

Tabel 2.2

Aspek-Aspek Yang Perlu Diperhatikan Dalam

4

Analisis Paparan..........................................................................

7

Tabel 2.3

Perbedaan Transfor Dengan Transformasi........................................

10

Tabel 2.4

Perbandingan Bod Dengan Cod.......................................................

41

Tabel 2.5

Baku Mutu Limbah Cair Industri Kelapa Sawit .........................

45

Tabel 3.1

Hasil Laboratorium .....................................................................

48

Tabel 3.2

Hasil Laboratorium Tahun 2012 .................................................

50

Tabel 3.3

Hasil Uji Lab Lcpks Pt Xxx Tahun 2013 ...................................

51

Tabel 3.4

Hasil Uji Dmrt Setelah Treatment ..............................................

51

6

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Alat Pengambil Gayung Bertangkai Panjang.........................

26

Gambar 2.2

Alat Pengambil Botol Biasa....................................................

26

Gambar 2.3

Alat Pengambil Botol Biasa Dengan Pemberat......................

26

Gambar 2.4

Alat Pengambil Sampel Otomatis...........................................

27

Gambar 2.5

Contoh lokasi pengambilan contoh
sebelum dan setelah IPAL.......................................................

7

30

DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1

Efek Ozon Terhadap Daun Tembakau .................................

5

Grafik 2.2

Metode Litchfield dan Wilcoxon ........................................

22

8

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG
Kelapa sawit merupakan komoditi perkebunan yang terkenal di Indonesia,

dan sebagai tanaman penghasil minyak paling tinggi persatuan luas. Tanaman
kelapa sawit mulai dapat dipanen pada umur 3,5 sampai 4 tahun sejak pembibitan.
Selain itu juga kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit
merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber
penghasil devisa non-migas bagi Indonesia(7). Menurut Dinas Perkebunan Provinsi
Kalimantan Selatan sendiri luas areal kelapa sawit tahun 2013 seluas 372.720 ha
meliputi Perkebunan Rakyat sebesar 69.449 Ha (18,63%), Perkebunan Besar
Negara sebesar 4.906 Ha (1,32%) dan Perkebunan Besar Swasta sebesar 298.365
Ha (80,05%), hal tersebut menunjukan bahwa kelapa sawit merupakan salah satu
hasil komoditi unggulan di Kalimantan Selatan. Konsekuensi dari banyaknya
perusahaan kelapa sawit adalah timbulnya limbah yang dapat mengakibatkan
terjadinya pencemaran.
PT. XXX unit PKS Satui adalah salah satu perusahaan yang tergabung
dalam X Plantation Group, diresmikan beroperasi pada 1 April 200 oleh Bupati
Kotabaru. Sekarang Pabrik ini mempunyai kapasitas olah TBS 60 ton/jam
(menghasilkan CPO) dan mengolah kernel 200 ton/hari (menghasilkan PKO). PT
XXX merupakan salah satu perkebunan sawit swasta yang dibawahi oleh PT WS
yang berinduk pada PT SMU. PT XXX merupakan pabrik yang bergerak di
bidang pengolahan buah sawit dengan produk utama Crude Palm Oil (CPO) dan
Palm Kernle Oil (PKO). Lokasi kegiatan perkebunan dan pabrik pengolahan
kelapa sawit PT XXX terletak di desa Satui Barat, Sekapuk, Jombang. Setarap dan
wonorejo Kecamatan Satui, Kabupan Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan
yang menempati tanah seluas 71.990.220 m2 (19). Pengembangan industri kelapa
sawit yang diikuti dengan pembangunan pabrik dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan. Limbah cair pabrik kelapa sawit masih memiliki
potensi sebagai pencemaran lingkungan karena berbau, berwarna, mengandung

1

nilai COD, BOD serta padatan tersuspensi yang tinggi. Apabila limbah tersebut
langsung dibuang ke badan penerima, maka sebagian akan mengendap, terurai
secara perlahan, mengkonsumsi oksigen terlarut, menimbulkan kekeruhan,
mengeluarkan bau yang tajam dan dapat merusak ekosistem badan penerima (1).
Limbah padat yang dihasilkan oleh PKS pada umumnya berupa janjang kosong
(tandan kosong), cangkang dan lain-lain yang masih dapat bermanfaat. Sebagai
sumber energi ketel pabrik dapat digunakan serat, janjang kosong dan
cangkangnya. Sedangkan untuk pupuk dapat digunakan janjang kosong, dan abu
janjang. Selain itu, dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan ternak karena
mengandung nitrogen dan fosfor yang cukup tinggi. Diketahui pula bahwa serat
janjang kosong ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan pulp
karena TBS mengandung 20% lebih crude fiber (serat kasar) yang dapat diperoleh
melalui proses kimia. Batang kelapa sawir sendiri juga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan dasar pembuatan perabot rumah, kayu rumah yang berkualitas
cukup baik. Limbah cair yang dihasilkan oleh PKS dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk karena mengandung unsur nitrogen, fosfor, kalium, magnesium dan
kalsium. Teknik aplikasi lahan telah banyak dikembangkan di beberapa negara.
Pemilihan teknik aplikasi tergantung kepada kondisi topografi areal kebun.
Umumnya limbah debu dan abu pembakaran janjang kosong dan cangkang
sebelum dibuang bebas ke udara dikendalikan dengan pemasangan dust collector.
Debu dari dust collector ini secara reguler ditampung dan dibuang ke lapangan
untuk penimbunan daerah rendahan sekitar kebun (6).
1.2.

TUJUAN
Tujuan dari pembuatan tugas besar ini adalah:
1.
Mengetahui kadar BOD pada limbah cair industri kelapa sawit di
2.

PT XXX
Mengetahui kadar COD pada limbah cair industri kelapa sawit di

3.

PT XXX
Mengetahui kadar TSS pada limbah cair industri kelapa sawit di PT

4.

XXX
Mengetahui kadar pH pada limbah cair industri kelapa sawit di PT
XXX

2

1.3.

MANFAAT
Adapun manfaat dari penulisan tugas besar ini adalah:

1.

Agar mahasiswa dapat mempelajari tentang Analisis Toksisitas
Limbah Cair Kelapa Sawit Berdasarkan Parameter BOD, COD,

2.

TSS, dan PH
PT.XXX sebagai tempat pengambilan sampel dapat mengetahui
kadar BOD, COD, TSS, dan pH yang ada pada limbah cair industri

3.

kelapa sawit yang dihasilkan perusahaannya.
Sebagai referensi atau bahan bacaan penunjang di perpustakaan
kampus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3

2.1.

TINJAUAN EMPIRIK
Tabel 2.1 Jurnal Pendukung

No
1

Nama Judul
Pemanfaatan Abu
Tandan Kosong dan
Cangkang Kelapa
Sawit untuk
Pengolahan Limbah
Cair Pabrik Kelapa
Sawit.

2

Pengolahan Limbah
Cair Pabrik Kelapa
Sawit Kolam Anaerob
Sekunder I Menjadi
Pupuk Organik
Melalui Pemberian
Zeolit

3

Pengolahan Limbah
Cair Pabrik Kelapa
Sawit yang Berasal
dari Kolam Akhir
(Final Pond) dengan

Metode
Metode penelitian dilakukan
dengan pengambilan sampel
pada kolam akhir kemudian
menguji di laboratorium untuk
mengetahui nilai BOD, COD,
dan TSS. Lalu diberikan
treatment berupa adsorben dari
abu tandan kosong dan karbon
aktif cangkang kelapa sawit
dengan 2 unit adsorben dengan
sistem batch aliran downflow
dan variasi beda ketebalan.
Penelitian
ini
dilakukan
menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) Faktorial
dengan dua faktor perlakuan
tiga ulangan, menggunakan
sumberLCPKS pada kolam
Anaerob sekunder I . Faktor
yang diteliti adalah : Faktor
Zeolit, terdiri dari 4 taraf (w/v)
yaitu:Z0 = 0%, zeolit, Z1 = 5%
zeolit, Z2 = 10% zeolit, Z3 =
15% zeolit. Waktu penahanan
hidrolisis, terdiri dari : H1=
1minggu, H2 = 2 minggu, H3
= 3 minggu, H4 = 4 minggu.
LCPKS dimasukkan dalam
botol fermentasi, selanjutnya
dimasukkan
zeolit
yang
terlebih dahulu telah diaktivasi
lewat pemanasan pada suhu
150°C selama 15 menit dan
difermentasi dengan WPH dan
dosis zeolit sesuai perlakuan.
Sebanyak 250 ml sampel
limbah cair pabrik kelapa sawit
yang berasal dari kolom akhir
dimasukkan
elektroda
aluminium dengan jarak 2 cm
4

Hasil
Nilai BOD, COD, dan
TSS sesuai baku mutu.

Perlakuan zeolit dan
WPH
pada
LCPKS
kolam anaerob sekunder
I sangat mempengaruhi
kadar unsur hara LCPKS.
Pemberian zeolit 5% dan
WPH 2 minggu sudah
dapat memenuhi BOD
dan pH sesuai standar
baku mutu limbah serta
kadar N , P, dan K cukup
tinggi. Pemberian zeolit
diikuti dengan perlakuan
WPH
pada
LCPKS
kolam anaerob sekunder
I akan lebih baik jika
dibandingkan
dengan
perlakuan WPH saja
tanpa diberi zeolit.

Proses koagulasi melalui
elektrolisis
dapat
menurunkan
nilai
COD,BOD, kekeruhan
dan pH limbah cair

Proses Koagulasi
Melalui Elektrolisis.

2.2.

dan divariasikan arus yang
mengalir selama 2 jam, lalu
disaring. Selanjutnya masingmasing perlakuan ditentukan
pH,
COD,
BOD
dan
kekeruhan.

pabrik kelapa sawit yang
berasal dari kolam akhir.
Semakin besar arus yang
digunakan pada proses
koagulasi semakin besar
penurunan nilai dari
COD, BOD, kekeruhan
dan pHnya.

TINJAUAN TEORISTIK

2.2.1. Peristiwa Ekotoksikologi dan Kajian Bahaya Bahan/Zat

30
25
20
15
10
5
0

Cons.ozon
Ug/m3 udara
Daun

Juni 79 Juli 79 Ags 79 Sep-79

Dalam ruang lingkup lingkungan udara pada tahun 1976 di negara belanda
dipasang 40 set eksperimen lapamgan dalam rangka kerangka pemantauan
berbagai polutan udara dan efek biologisnya bagi beberapa tanaman 3 tahun
kemudian didapat korelasi konsentrasi ozon dan efeknya bagi tanaman tembakau
nicotiana tabacum l. Pada grafik di bawah tampak bahwa makin besar konsentrasi
polutan ozon makin besar efek kerusakan pada biota tertentu.

5

Grafik 2.1 Efek Ozon Terhadap Daun Tembakau
(Sumber: Naniek Ratni Jar, 2011)
Untuk Lingkungan perairan laut terdapat kondisi tertentu saat dimana
minyak berkonsentrasi tinggi dalam lapis air laut. Observasi tahun 1977 yang
dilakukan cormark and Nichols di laut utara bahwa 10 jam setelah dilakukan
tumpahan minyak eksperimental maka konsentrasi minyak dalam air laut dibawah
lapis minyak menurun hingga lebih 1 % dari semula (semula 2500 Ug
minyak/liter air laut setelah 10 jam menjadi 20 Ug minyak/ air laut). Pada
konsentrasi minyak kurang dari 100 Ug minyak/ liter air laut tercatat adanya
peningkatan pertumbuhan fitoplankton. Pada konsentrasi minyak 1-10 mg
minyak/ l air laut terjadi penurunan bahkan kematian fitoplankton. Pada
konsentrasi minyak

5- 15 Ug/ l airlaut terjadi perubahan destruktif struktur

komunitas plankton tersebut(25).
Pada hakikatnya zat diperlukan untuk pertumbuhan makhluk hidup sampai
pada tingkatan konsentrasi tetentu, namun kelebihan zat dari tingkatan konsentrasi
yang diperlukan akan memberikan efek negatif bagi makhluk hidup yang berbeda
untuk tiap makhluk hidup. Kajian keperluan zat bagi makhluk hidup dikenal
sebagai esai biologi (bioessey). Sedangkan kajian efek negatif zat bagi makhluk
hidup dikenal sebagai toksikologi. Contoh diatas jelas menunjukkan peristiwa
ekotoksikologis laut. Lingkungan air laut khususnya lapisan permukaan
merupakan habitat dimana efek negatif utama dari minyak dapat terjadi(25).
Tanah berkualitas tinggi mempunyai karakter adanya aktivitas tinggi
berbagai biota tanah. Biota tanah disini meliputi berbagai komunitas biota dalam
tanah dan biota tanaman. Kehidupan biota dalam tanah tergantung kepada materi
organic. Contoh-contoh peristiwa ekotoksikologis diatas menunjukkan bahwa
tidak sembarang masukan zat dan konsentrasi zat mengakibatkan efek negative(25).

6

2.2.2. Analisis Ekspose
Pemaparan adalah proses yang menyebabkan organism kontak dengan
bahaya. Pemaparan adalah penghubung antara bahaya dan risiko. Pemaparan
dapat terjadi karena risk agent tehirup dalam udara, tertelan bersama air atau
makanan terserap melalui kulit atau kontak langsung dalam kasus radiasi (16).
Analisis pemaparan merupakan tahap kegiatan analisis risiko yang memiliki
kepastian. Oleh karena itu pengukuran konsentrasi pemaparan akan mengurangi
ketidakpastian dalam analisis pemaparan. Dalam analisis risiko kesehatan
manusia, berbagai jalur paparan sering diintegrasikan untuk menetapkan Asupan
Harian Total (Total Daily Intake) yang dinyatakan sebagai mg/kg/hari(9).
Tabel 2.2 Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis Paparan
No

Aspek

Keterangan
Biologis, kimia dan fisika

1.

Agent

2.

Sumber

3.

Media Pembawa

bergerak/diam, indoor/outdoor.
Udara, air, tanah, debu, makanan dan produk.
Menghirup udara yang terkontaminasi, makan

4.

Jalur paparan

makanan yang terkontaminasi, menyentuh

5.

Konsentrasi paparan

6.

Rute paparan

7.

Durasi

8.
9.

Frekuensi
Latar paparan

10. Populasi terpapar
11. Lingkup geografis

Agent tunggal, berganda dan campuran
Antropogenik/non antropogenik, area/titik,

permukaan benda
µg/m3 (udara), mg/kg (makanan), mg/liter (air), %
berat
Inhalsi, kontak kulit, ingesti, rute berganda
Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun,
seumur hidup
Kontinu, intermiten, bersiklus, acak
Pemukiman/bukan pemukiman, lngkungan
kerja/bukan lingkungan kerja, indoor/outdoor.
Populasi umum, sub populasi, individu
Tempat/sumber, spesifik, local, regional, nasional,

internasional, global
12. Kerangka waktu
Masa lalu, Sekarang, massa depan, tren
(Sumber: Kolluru, R.V., Bartel & Pitblado, R.1996)

7

Analisis pemaparan memiliki beberapa aspek, yaitu agent, sumber, media
pembawa, jalur paparan, konsentrasi paparan, rute paparan, durasi, frekuensi,
populas terpapar, lingkup geografis. Untuk konsentrasi paparan dapat dicari
dengan persamaan berikut:
I=

C x R x t x f x Dt
Wb x t avg

Keterangan :
I = asupan (intake), jumlah risk agent yang masuk ke dalam tubuh manusia
(mg/kg x hari)
C = konsentrasi risk agent (mg/m3)
R = laju asupan (0,83 m3/jam)
t = waktu paparan (jam/hari)
f = frekuensi paparan (hari/tahun)
Dt = durasi paparan, lama tinggal (tahun)
Wb = berat badan responden (kg)
tavg = periode waktu rata-rata
IPCS (2004) mendefinisikan analisis risiko sebagai proses yang
dimaksudkan untuk menghitung atau memperkirakan risiko pada suatu organism
sasaran, sistem atau populasi, termasuk identifikasi ketidakpastian-ketidakpastian
yang menyertainya, setelah terpapar oleh agent tertentu, dengan memperhatikan
karakteristik yang melekat pada agent yang menjadi perhatian dan karakteristik
sistem sasaran yang spesifik. Risiko itu sendiri didefinisakan sebagai probabilitas
suatu efek yang merugikan pada suatu organisme, sistem atau populasi yang
disebabkan oleh pemaparan suatu agent dalam keadaan tertentu (22).
Analisis risiko digunakan untuk menilai dan menaksir risiko kesehatan
manusia yang disebabkan oleh paparan bahaya lingkungan.Bahaya adalah sifat
yang melekat pada suatu risk agent atau situasi yang memiliki potensi
menimbulkan efek merugikan jika suatu organism, sitem atau populasi terpapar
oleh risk agent itu. Bahaya lingkungan terdiri dari tiga risk agent yaitu chemical
agent (bahan-bahan kimia), physical agent (energy berbahaya) dan biological
agents(makhluk hidup atau organism). Analisis risiko bisa dilakukan untuk
pemaparan bahaya lingkungan yang telah lampau, dengan efek yang merugikan

8

sudah atau belum terjadi, bisa juga dilakukan sebagai suatu prediksi risiko untuk
pemaparan yang akan datang(22).
Dispersi pencemar adalah penyebaran pencemar yang terjadi di udara yang
berasal dari aktivitas manusia, industri, pemukiman, pertanian dan lain-lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dispersi atau penyebaran pencemaran udra
diatmosfer adalah sebagai berikut :
1.

Suhu Udara, dapat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar diudara.
Suhu udara tinggi menyebabkan udara renggang, sehingga konsentrasi
bahan pencemar menjadi rendah dan sebaliknya, pada suhu dingin keadaan
udara makin padat sehingga konsentrasi bahan pencemar diudara makin
tinggi.

2.

Kelembaban, dapat mempengaruhi bahan pencemar diudara. Pada
kelembaban tinggi, kadar uap air dapat bereaksi dengan bahan pencemar
diudara menjadi senyawa yang berbahaya atau menjadi bahan pencemar
sekunder.

3.

Angin, merupakan udara yang bergerak, akibat pergerakan angin akan
terjadi proses penyebaran bahan pencemar. Arah dan kecepatan angin
sangat mempengaruhi konsentrasi bahan pencemar disuatu tempat.Untuk
partikel timbal dapat disebarkan angin hingga mencapai jarak 100 – 1000
km dari sumbernya.

4.

Curah Hujan, dapat melarutkan bahan pencemar diudara, sehingga bahan
pencemar tersebut jatuh ke bumi.Dengan demikian bahan pencemar yang
berbentuk partikel dapat berkurang konsentrasinya pada saat hujan.

5.

Sinar matahari, dapat membuat bahan pencemar diudara saling bereaksi
satu sama lain melalui reaksi fotokimia menjadi bahan pencemar sekunder.
Konsentrasi bahan pencemar udara terutama bahan pencemar sekunder
dapat berbeda disatu tempat dengan tempat yang lain, tergantung pada
banyaknya sinar matahari yang diterima tempat tersebut (22).
Proses penyebaran polutan di alam, melibatkan dua mekanisme utama,

yaitu difusi dan adveksi. Difusi menggambarkan proses bertambah luasnya areal
penyebaran polutan yang disebabkan oleh gerakan aacak molekul-molekul

9

polutan atau suatu proses meningkatnya kecepatan pertukaran atau pemindahan
sifat dari suatu massa air ke massa air lainnya melalui molekul-molekulnya.
Proses ini tidak terjadi pemindahan massa air ataupun gerakan dan sering disebut
Difusi Molekuler.. Adapun adveksi merupakan proses angkutan bahan polutan
oleh arus atau aliran fluida dengan kecepatan penjalaran sama denan kecepatan
aliran fluida tersebut atau suatu proses pemindahan sifat suatu medium (massa air)
ke medium lain yang disebabkan oleh karena pergerakan medium-medium
tersebut. Contoh : arus, gelombang, up-welling dan down welling. Pada kejadian
tertentu, difusi lebih dominan dibandingkan adveksi atau sebaliknya (21).
Transformasi zat adalah suatu proses tahapan dimana pada udara ambien
gas-gas yang berterbangan secara bebas bertemu sehingga membentuk suatu
reaksi tertentu sehingga menggubah sifat kimianya. Sebagai contoh diudara
banyak terdapat gas-gas dan zat-zat yang bebas berterbangan termasuk
didalamnya adalah butir air atau H2O.adanay kontak antara SO2 dan H2O selama
bergerak diudara akan memungkinkan sebagian zat SO2 mengalami transformasi
menjadi H2SO4

(22)

. Adapun perbedaan transfor zat dengan transformasi zat dapat

terlihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3 Perbedaan Transfor dengan Transformasi
Transfor

Tranformasi
Dapat terjadi pada :
Udara
Udara
Air
Air
Tanah
Tanah
Organisme
Organisme
Rantai makanan
Rantai makanan
Tidak terjadi perubahan struktur Terjadi perubahan strukur
Transformasi fotolitik adalah suatu tahap absorbsi energi zat yang
mengabsorbsi energi pada spektrum cahaya ultra ungu dan visibel menghasilkan
molekul tereksitasi transformasi ini memiliki beberapa proses. Proses primer
adalah jika molekul tereksitasi tadi tidak kembali ketingkat energi aslinya,
molekul zat itu akan menjalani reaksi kimia yang dapat merupakan pemecahan
(fragmentasi) misalnya pembentukan radikal bebas, penyusunan kembali atau
ionisasi. Dan proses akhir akan menghasilkan bentuk aktif zat (misalnya : radikal

10

bebas) bereaksi dengan zat lain dalam medium seperti oksigen dan air. Secara
kuantitatif transformasi fisik fotolitik diformulasikan sebagai proses tingkat 2
jenis II yaitu variabel dengan konsentrasi 2 faktor berikut :
-

=kf x C x I
(dC
dt )

Keterangan :
dC/dt

= negatif kehilangan konsentrasi zat tinjauan persatuan waktu

kf

= konstante kecepatan reaksi fotokimia

C

= konsentrasi zat tinjauan

I

= intensitas sinar
Secara kuantitatif Transformasi Fisis Kimiawi Hidrolitik diformulasikan

sebagai proses tingkat 1 yaitu variabel dengan konsentrasi zat. Persamaannya
sebagai berikut :
-

=kh x C
(dC
dt )

Keterangan:
dC/dt

= negatif (kehilangan) konsentrasi zat tinjauan persatuan waktu.

kh

= konstante kecepatan reaksi hidrolisis

C

= konsentrasi zat tinjauan
Transformasi biologis adalah proses trasnfosmasi degradasi secara

mikrobiologis. Mikrobia mampu melakukan proses biotransformasi zat jika
produk biotransformasi (metabolit) bersifat kurang beracun dibanding zat asal
maka prosesnya dikenal sebagai biodetoksifikasi. Sebaliknya jika metabolit lebih
beracun dibanding asalnya maka terjadi bioaktivasi.Secara kuantitatif proses
transformasi biologis diformulasikan sebagai proses tingkat 1. Secara metematis
dapat dilihat sebagai berikut :
-

=kb x C
(dC
dt )

Dimana :
dC/dt = kehilangan konsentrasi zat tinjauan persatuan waktu.
Kb

= konstanta kecepatan reaksi biologis

C

= konsentrasi zat tinjauan (21).
11

2.2.3. Prediksi Konsentrasi Bahan/Zat dalam Ekosistem
2.2.3.1 Prediksi Berbasis Sumber
Pemantauan kajian dan temuan barudari berbagai Negara menunjukkan
bahwa banyak bahan kimia kelas struktur yang berbeda telah diamati di berbagai
media lingkungan, yaitu udara, air, tanah, atau bahan biologis. Setelah dilepaskan
kelingkungan, bahan kimia bisa masukhampir semua kompartemen lingkungan.
Namun, untuk sebagian besar bahan kimia yang dilepaskan ke lingkungan hanya
diketahui ada di sekitar lingkungan ekposur mereka, di samping toksisitas dan
ekotoksisitas penilaian, yang lain bagian dari proses penilaian bahaya .Salah satu
mode paparan zat dapat menggunakan model RLTEC (Release from the
Technosphere). Tujuan dari model RLTEC adalah mengestimasi lepasan zat ke
berbagai media lingkungan udara, air dan tanah dari sumber-sumber kegiatan
pabrikasi, produksi dan konsumsi. Karakteristik dari model ini menghasilkan nilai
dari manufaktur, pengolahan, penggunaan dan buangan dari bahan kimia. Dan
kategori input data meliputi kuantitas produksi, pola penggunaan dispersivitas,
dan jalan aliran menuju ke lingkungan. E4CHEM (Exposure and Ecotoxicity
Estimation

for

Environmental CHEMicals) adalah model sistem yang

dikembangkan untuk eksposur dan analisa bahaya dari bahan kimia lingkungan(10).
E4CHEM sendiri terdiri satu set model gabungan. Salah satunya model,
RLTEC yang merupakan model sumber-penilaian dan memperkirakan laju
pelepasan dan media rilis. Enam lainnya adalah model EXAIR, EXWAT, Exsol,
EXTND, EXINT, dan EXATM yang merupakan model hubungan lingkungan
dengan media terkait, terutama model kompartemen dengan intramedium
transportasi

dan

mentransfer

intermedia

pengolahan.

Untuk

peringkat,

perbandingan dan pemilihan bahan kimia dari daftar zat, deskriptor didefinisikan
dan statistik dievaluasi (E4CHEM telah dikembangkan pada mainframe Siemens
BS2000. Merupakan versi mikro yang memungkinkan distribusi yang lebih luas
dari program dengan upaya implementasi minimal. Versi saat ini hanya
menggunakan fitur DOS yang diakses dari standar Fortran, seperti dukungan dari
ANSII control sequences, akses ke jalur pencetak dan konsol melalui nama file
dan Pilihan output ASCII sebagai link ke program lain seperti Lotus, Minitab, dan
lain-lain (10).

12

2.2.3.2 Prediksi Berbasis Media
Untuk memprediksi konsentrasi bahan atau zat dalam ekosistem dapat
diterapkan dua model prediksi yaitu yang berbasis Model Fugasitas Media dan
Mode ENPART :
1.

Model fugasitas media
Merupakan suatu model dalam kimia lingkungan yang merangkum
proses mengendalikan perilaku kimia dalam media lingkungan dengan
mengembangkan dan menerapkan pernyataan matematika atau "model"
nasib kimia. Sebagian besar bahan kimia memiliki potensi untuk
bermigrasi dari media ke media. Multimedia fugasitas dapat digunakan
untuk mempelajari dan memprediksi perilaku bahan kimia dalam ruang
lingkup lingkungan yang berbeda. Formulasi dari model ini menggunakan
konsep fugasitas, yang diperkenalkan oleh GN Lewis pada tahun 1901
sebagai kriteria keseimbangan dan metode yang mudah untuk menghitung
multimedia keseimbangan partisi. Fugasitas bahan kimia ini berupa
ekspresi matematika yang menggambarkan tingkat di mana bahan kimia
difus, atau diangkut antara fase. Transfer rate sebanding dengan perbedaan
fugasitas yang ada antara sumber dan tujuan fase. Nilai-nilai penting
adalah

proporsionalitas

konstan,

yang

disebut kapasitas

fugasitas

dinyatakan sebagai Z-nilai (SI Satuan: mol / m 3 Pa) untuk berbagai media,
dan parameter transportasi dinyatakan sebagai D-nilai (unit SI: mol / Pa h)
untuk proses seperti adveksi, reaksi dan transportasi intermedia. Z-nilai
yang dihitung dengan menggunakan kesetimbangan partisi koefisien bahan
kimia, hukum Henry konstan dan sifat fisik-kimia terkait lainnya.
Dalam pengaplikasian model terdapat empat tingkat media model
fugasitas yang diterapkan. Penerapan ini dilakukan untuk prediksi nasib
dan transportasi bahan kimia organik di lingkungan multicompartmental.
Dalam menerapkan model tergantung pada jumlah fase dan kompleksitas
proses model tingkat yang berbeda. Banyak model berlaku untuk kondisi
mapan dan dapat dirumuskan untuk menggambarkan kondisi waktu
bervariasi dengan menggunakan persamaan diferensial. Konsep ini telah

13

digunakan untuk menilai kecenderungan relatif untuk bahan kimia untuk
mengubah

dari

wilayah

subtropis

dan

mengembun

di

daerah

kutub. Pendekatan multicompartmental telah diterapkan ke udara air
kuantitatif sedimen interaksi atau model QWASI yang dirancang untuk
membantu dalam memahami nasib kimia dalam danau. Aplikasi lain yang
ditemukan yaitu POPCYCLING-Baltik model, yang menggambarkan
nasib polutan organik yang persisten di wilayah Baltik.
2.

Model ENPART atau Environmental Partitioning
Merupakan suatu fungsi yang menjelaskan sifat-sifat statistik suatu
sistem dalam kesetimbangan termodinamika. Fungsi ini bergantung pada
suhu dan parameter-parameter lainnya, seperti volume dan tekanan gas.
Kebanyakan variabel-variabel termodinamika dari suatu sistem, seperti
energi, energi bebas, entropi, dan tekanan dapat diekspresikan dalam
bentuk fungsi partisi atau turunannya.
Untuk mendefinisikan model dapat dilakukan asumsi. Sebagai
asumsi awal, dibuat sebuah sistem yang besar secara termodinamika yang
memiliki kontak yang konstan secara termal dengan lingkungan, dengan
suhu T, serta dengan volum dan jumlah partikel tetap. Jenis sistem tersebut
disebut ensembel kanonik. Mari kita tandai dengan s ( s = 1, 2, 3, ...)
sebagai keadaan eksak (keadaan mikro) yang dapat terpenuhi oleh sistem.
Energi total sistem ketika keadaan mikro s terpenuhi kita sebut sebagai
Es . Secara umum, keadaan mikro dapat dikatakan analog dengan keadaan
diskrit (kuantum) suatu sistem.Fungsi partisi kanonik adalah
,
di mana "suhu inversi", β, secara konvensional didefinisikan sebagai

dengan

kB

sebagai tetapan

Boltzmann.

exp(–β·Es)

diketahui

sebagai faktor Boltzmann. Pada sistem dengan berbagai keadaan kuantum
s namun memiliki nilai Es yang sama, dapat dikatakan bahwa tingkat

14

energi sistem terdegenerasi. Pada kasus di mana tingkat-tingkat energi
terdegenerasi, kita dapat menuliskan fungsi partisi dalam bentuk kontribusi
dari tingkat-tingkat enrgi (ditandai dengan j) sebagai berikut:

di mana

gj

merupakan faktor degenerasi, atau jumlah keadaan

kuantum s yang memiliki tingkat energi sama, Ej = Es .
Perlakuan

di

atas

dapat

diaplikasikan

pada mekanika

statistika kuantum, di mana sistem fisis dalam sebuah kotak dengan ukuran
terbatas akan memiliki himpunan keadaan eigen energi yang khas, yang
mana dapat kita gunakan seperti keadaan s di atas. Dalam mekanika klasik,
variabel-variabel posisi dan momentum suatu partikel dapat bervariasi
secara kontinyu, jadi himpunan keadaan mikronya tak berhingga. Pada
kasus

ini

kita

harus

menjelaskan

fungsi

partisi

menggunakan

suatu integral dibandingkan dengan cara penjumlahan. Sebagai contoh,
fungsi partisi suatu gas dengan jumlah N partikel adalah

di mana
adalah momentum partikel
adalah posisi partikel
adalah notasi singkat yang berfungsi sebagai pengingat bahwa
dan

merupakan vektor dalam ruang tiga dimensi, dan

H merupakan Hamiltonian klasik.
Alasan untuk faktor N! didiskusikan pada bagian di bawah ini.
Untuk penyederhanaan, kita akan menggunakan bentuk diskrit fungsi
partisi dari artikel ini. Tujuan kita adalah untuk menerapkan fungsi diskrit
ke dalam bentuk kontinyu secara seimbang. Faktor tetapan ekstra
ditambahkan pada bagian penyebut. Hal ini disebabkan karena, tidak
seperti bentuk diskrit, bentuk kontinyu yang ditampilkan di atas
15

tidak tanpa dimensi. Untuk membuatnya menjadi kuantitas tanpa dimensi,
kita harus membaginya dengan

di mana h adalah tetapan Planck.

Fungsi partisi adalah sebuah fungsi dari suhu T dan energi keadaan
mikro E1, E2, E3, dst. Energi keadaan mikro ditetapkan dengan variabel
termodinamika lainnya, seperti jumlah partikel dan volum, serta kuantitas
mikroskopik (seperti massa konstituen partikel). Kebergantungan terhadap
variabel mikroskopik ini merupakan titik tengah dari mekanika statistik.
Dengan menggunakan model konstituen mikroskopik suatu sistem,
seseorang dapat menghitung energi keadaan mikro, kemudian fungsi
partisi, dan selanjutnya dan selanjutnya dapat menghitung semua sifat
termodinamika pada suatu sistem.
Fungsi

partisi

ini

dapat

berhubungan

dengan

sifat-sifat

termodinamika karena merupakan makna statistik yang sangat penting.
Kebolehjadian Ps suatu sistem untuk memenuhi keadaan mikro s adalah :

adalah faktor

Boltzmann.

(Untuk

penurunan

lebih

detil,

lihat ensembel kanonik). Fungsi partisi memegang peranan dalam tetapan
normalisasi, untuk memastikan jumlah nilai kebolehjadian adalah satu:

Inilah alasan mengapa menyebut Z "fungsi partisi": karena dapat
menyatakan bagaimana kebolehjadian terpartisi (terbagi-bagi) dalam
keadaan mikro yang berbeda-beda, berdasarkan nilai energi masingmasing. Huruf Z berasal dari kata dalam bahasa Jerman Zustandssumme,
"jumlah seluruh keadaan". Notasi ini juga menjelaskan arti penting lainnya
dari fungsi partisi sebuah sistem: ia dapat menghitung jumlah keadaan
suatu sistem dapat terpenuhi. Oleh karena itu, jika semua keadaan
memiliki kebolehjadian yang sama (serta energi sama), fungsi partisi
merupakan

jumlah

total

dari

keadaan-keadaan

yang

memungkinkan.Jumlah energi keadaan mikro ditentukan dengan nilai
kebolehjadian masing-masing:

16

atau, ekovalen dengan:

Perlu dicatat bahwa energi keadaan mikro bergantung pada λ dengan cara

kemudian nilai A yang diharapkan adalah

Persamaan di atas menunjukkan kepada kita metode untuk
menghitung nilai yang diharapkan untuk sejumlah kuantitas mikroskopik.
Pertama-tama ditambahkan secara artifisial kuantitas energi keadaan mikro
(atau dalam bahasa mekanika kuantum disebut Hamiltonian). Setelah itu
dihitung fungsi partisi yang baru dan nilai yang diharapkan, dan
menetapkan nilai λ menjadi nol pada hasil akhir. Hal ini merupakan analog
terhadap metode medan sumber yang digunakan dalam formulasi integral
jalur teori medan kuantum.
Energi termodinamika :

Variansi energi (atau "fluktuasi energi") :

Kapasitas kalor :

17

Entropi adalah

di mana A adalah energi bebas Helmholtz yang didefinisikan sebagai A =
U - TS, di mana U= merupakan energi total dan S adalah entropi, jadi

Kita anggap bahwa sistem terbagi menjadi N buah sub-sistem
dengan mengabaikan energi interaksi. Jika fungsi partisi masing-masing
sub-sistem adalah ζ1, ζ2, ..., ζN, maka fungsi partisi untuk sistem secara
keseluruhan adalah produk dari masing-masing fungsi partisi:

Jika sub-sistem memiliki sifat fisis yang sama, maka fungsi partisi mereka
setara, ζ1 = ζ2 = ... = ζ, di mana

Bagaimanapun, terdapat suatu pengecualian terhadap aturan
tersebut.

Jika

sub-sistem

merupakan

partikel

identik,

dalam

logika mekanika kuantum tidak mungkin dapat dibedakan bahkan dalam
hal yang dasar, fungsi partisi total harus dibagi dengan N! (N faktorial):

Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa tidak terjadi
penghitungan secara ganda jumlah keadaan mikro. Ketika hal tersebut
dirasa merupakan persyaratan yang aneh, maka perlu dibuat suatu
eksistensi yang merupakan batas termodinamika dari suatu sistem. Hal ini
diketahui sebagai paradoks Gibbs(12)
2.2.4 Analisis Efek
2.2.4.1 Kajian Sifat Bahan dan Efeknya Bagi Biota, serta Uji Toksisitas
18

Dalam

percobaaan yang menggunakan ikan nila sebagai biota uji

menunjukkan bahwa limbah cair industri minyak sawit dengan konsentrasi 125128 mL.L-1 berpengaruh sangat nyata terhadap mortalitas benih ikan nila dengan
kontribusi konsentrasi limbah industri sawit sebesar 93,12 %

(28)

. Semakin tinggi

kadar pencemar pada perairan, maka tingkat konsumsi oksigen pada ikan akan
semakin meningkat. Adapun persyaratan organismenya adalah:
1.

organisme harus sensitif terhadap bahan atau faktor lingkungan yang diuji

2.

Organisme harus memiliki penyebar yang penyebaran yang luas dan
tersedia sepanjang tahun.

3.

organisme harus memiliki nilai ekonomis, keindahan atau merupakan
faktor penting dalam ekologis.

4.

Organisme harus mudah dipelihara dalam kondisi laboratorium.

5.

Organisme harus berada dalam kondisi baik, tidak terserang penyakit dan
parasit(26).
Respon penurunan nilai tingkat konsumsi oksigen seiring lama waktu

terpapar dan meningkatnya konsentrasi toksikan juga terdapat pada penelitian
Fathudin tahun 2002 yang mengatakan terjadi kerusakan insang pada ikan dan
kemampuan darah untuk mengikat oksigen semakin kecil akibat keracunan bahan
toksik, dimana akibat keracunan tersebut, ikan akan mengalami gangguan pada
proses pernafasan dan metabolisme tubuhnya(26).
Hal tersebut terjadi karena adanya lapisan minyak yang mengapung di
permukaan media uji. Lapisan minyak ini semakin banyak dengan semakin tinggi
konsentrasi limbah cair pabrik kelapa sawit. Minyak yang mengapung dapat
menghambat proses difusi oksigen. Hal ini dapat menyebabkan kandungan
oksigen terlarut menjadi rendah. Lapisan minyak ini juga dapat mengganggu
fungsi insang melalui penempelan pada epitel insang(14).
Kandungan toksikan pada limbah cair minyak kelapa sawit seperti nitrit
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan insang diakibatkan oleh kerusakan
insang. Jika ikan terpapar nitrit maka akan terbentuk methemoglobin sehinggaikan
kekurangan oksigen dalam tubuhnya. Terbentuknya methehemoglobin hasil
oksidasi hemoglobin karena kerusakan insang yang menyebabkan darah

19

kehilangan kemampuannya mengikat oksigen. Kandungan nitrit pada konsentrasi
≥ 6,25% x LC50 96 jam tergolong tinggi (Tabel 4), dibandingkan konsentrasi
yang dapat ditoleransi ikan air tawar yaitu 0,06 mg.L-1 (14).
Selain menyebabkan kerusakan insang, kandungan toksikan pada limbah
cair dapat menurunkan pertumbuhan mutlak ini terjadi seiring dengan
peningkatan konsentrasi limbah cair. Toksikan yang terakumulasi menyebabkan
organ tubuh ikan mengalami gangguan sehingga mengurangi nafsu makan dan
pemanfaatan energi yang berasal dari makanan lebih banyak digunakanuntuk
mempertahankan diri dari tekanan lingkungan. Konsentrasi limbah yang berbeda
memberikan bentuk respon yang berbeda pada setiap individu ikan. Hasil
pengamatan yang dilakukan selama uji toksisitas akut terhadap benih ikan nila
merah (Oreochromis sp) terdapat gejala-gejala tingkah laku dan morfologi dalam
kondisi normal, sublethal dan lethal. Toksikan ini dapat mengubah kondisi ikan
nila yang pada awalnya normal sampai menjadi lethal. Terganggunya lingkungan
akibat limbah cair industri kelapa sawit telah menyebabkan ikan menjadi stress,
sehingga respon yang terlihat menjadi berbeda tergantung pada sensitifitas dan
daya tahan ikan. Said (1996) menyatakan bahwa limbah cair kelapa sawit
memiliki potensi sebagai pencemar lingkungan karena berbau, mengandung nilai
COD dan BOD serta padatan tersuspensi yang tinggi maupun emulsi minyak
dalam air. Apabila limbah ini dibuang langsung ke sungai sebagian akan
mengendap,

terurai

secara

perlahan,

mengkonsumsi

oksigen

terlarut,

menimbulkan kekeruhan, dan mengeluarkan bau yang sangat tajam. Faktor-faktor
ini diduga penyebab benih ikan nila stress, hampir mati (sub-lethal) dan terjadinya
kematian terutama pada konsentrasi tinggi(29).
Kondisi normal benih ikan nila sebagai organisme uji dalam penelitian
pergerakannya aktif, lincah, seimbang dan bahagian tubuh secara morfologi tidak
ada yang rusak. Kondisi normal benih ikan nila dalam penelitian yaitu sirip dan
sisik tidak ada yang terlepas, mata ikan bersih dan sangat tanggap terhadap
rangsangan. Begitu juga bukaan mulut ikan dan operkulumnya bergerak secara
teratur dan insang ikan berwarna merah. Kondisi sub–lethal dalam penelitian
bahwa benih ikan nila kelihatan bahwa pergerakannya tidak seimbang dengan
arah yang tidak menentu, sering berputar-putar dan menabrak-nabrak dinding

20

akuarium. Kondisi morfologi tubuh ikan mulai rusak yang ditandai dengan adanya
sisik yang terlepas. Bukaan mulut dan operkulum ikan bergerak cepat dan ikan
semakin kurang respon terhadap rangsangan. Sedangkan kondisi lethal benih ikan
nila selama penelitian adalah tidak bergerak dan terdiam pada dasar akuarium.
Morfologi tubuh rusak dengan ditandai oleh sisik lepas dan mudah dilepaskan dari
tubuh. Mata ikan menonjol dan seolah mau keluar, sedangkan mulut dan
operculum terbuka. Insang ikan telah berwarna pucat (32).
Toksisitas akut dari bahan kimia lingkungan dapat ditetapkan secara
eksperimen menggunakan spesies tertentu seperti mamalia, bangsa unggas, ikan,
hewan invertebrata, tumbuhan vaskuler dan alga. Uji toksisitas akut dapat
menggunakan beberapa hewan mamalia, namun yang dianjurkan untuk uji LD
diantaranya tikus, mencit dan kelinci. Uji LD50 adalah suatu pengujian untuk
menetapkan potensi toksisitas akut LD50, menilai berbagai gejala toksik,
spektrum efek toksik, dan mekanisme kematian. Tujuan Uji LD50 adalah untuk
mendeteksi adanya toksisitas suatu zat, menentukan organ sasaran dan
kepekaannya, memperoleh data bahayanya setelah pemberian suatu senyawa
secara akut dan untuk memperoleh informasi awal yang dapat digunakan untuk
menetapkan tingkat dosis yangdiperlukan. Uji toksisitas akut dapat dipengaruhi
oleh respon biologik hewan uji seperti jenis kelamin. Contoh respon tubuh akibat
jenis kelamin yaitu nilai LD digoxin yang diuji pada tikus jantan diperoleh angka
56 mg/kg bb, sementara untuk tikus betina 94 mg/kg bb (32).
2.2.4.2 Korelasi Konsentrasi dan Efek
Asumsi terdiri dari :
1.

Efek toksik merupakan fungsi kadar racun ditempat aksinya

2.

Kadar racun ditempat aksinya berhubungan dengan takaran pemejanannya

3.

Respon toksik menunjukkan hubungan sebab-akibat dengan racun yang
dipejankan.
Takaran pemejanan dimana 50 % individu dalam sekelompok populasi

menunjukan efek toksik baku (takaran median) digunakan sebagai tolok ukur
potensi ketoksikan racunterdiri dari TD50 dan LD50.Harga LD50 dan TD50 dapat

21

diperoleh secara statistika. Metode yang paling lazim digunakan untuk
menghitung harga LD50 atau TD50 adalah :
a)

Metode grafik Lietchifield dan wilcoxon (1949)

b)

Metode grafik logaritmik miller dan Tainter (1944)

c)

Tata cara menemukan kisaran dari Weill (1952)

Pada penentuan LD50 perlu dipilih dosis mematikan sekitar 50%, lebih
dari 50% (90%) dan kurang dari 50% (sekitar 10%). Lalu pada penentuan dosis
dapat menggunakan dosis lazim penggunaan zat sebagai terapi dikalikan faktor
tertentu (5x, 10x atau 20x dan seterusnya hingga diperoleh dosis yang mematikan
10 dan 90% hewan coba. Dua atau 3 dosis diantaranya dapat dihitung berdasar :
Log N/n = k log a/n
N = dosis yang mematikan sekitar 90% hewan uji
n = dosis yang mematikan sekitar 10 % hewan uji
k = jumlah kelompok tanpa kontrol
a = dosis setelah n


Metode Kalkulasi

1. Metode Grafik

Grafik 2.2 Metode Litchfield dan Wilcoxon
Metode Litchfield dan Wilcoxon merupakan sebuah metode grafik,
tetapi sedikit lebih kompleks dalam penggunaan monograf yang dirancang
khusus untuk menghindarkan penggunaan probit dan logaritma. Metode

22

tersebutmenghasilkan LD50, lereng grafik dari fungsi respons dosis, dan
batas-batas pasti. Metode Weil bergantung pada penggunaan tabel-tabel
yang telah dipublikasikan. Tabel-tabel tersebut menandai respons dan
koefisien nomor/angka pasti tergantung pada respons-respons di dalam
setiap kelompok. (8).
2. Cara Probit
Syarat :
1.

Mempunyai tabel probit

2.

Menentukan nilai probit dari % kematian tiap kelompok uji

3.

Menentukan log dosis tiap-tiap kelompok

4.

Menentukan persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit
dengan log dosis

5.

Masukkan nilai 5 (probit dari 50% kematian hewan coba) pada
persamaan garis lurus pada nilai Y. Nilai LD50 atau LC50 dihitung
dari nilai antilog X pada saat Y=5

Adapun prosedur analisis probit adalah sebagai berikut:
a.

Dalam rangka untuk melinierkan kurva dosis-respon, dapat
dilakukan dengan cara pengubahan atau transformasi

b.

Untuk mengkonversi seluruh kurva sigmoid menjadi suatu
hubungan linier dapat digunakan analisis probit, yang tergantung
pada unit standard deviasi yang dipakai

c.

Kurva dapat dibagi menjadi berbagai standard deviasi dari dosis
median

d.

Pada kurva normal di dalam suatu standard setiap sisi dari median
kurva adalah linier dan mencakup 68 % individu

e.

Sebanyak 94,4 % individu diketahui berada dalam dua standard
deviasi (SD)

f.

Kurva dosis-respon menghasilkan linier jika untuk dosis digunakan
skala logaritmik

23

3. Metode Rata-Rata Bergerak Thompson-Weil
Metode ini berdasarkan pada hubungan antara peringkat dosis dan
persen respon. Metode perhitungannya yaitu :
Log m = log D + d (f + 1)
Dimana :
m = nilai LD50
D = dosis terkecil yang digunakan
d = log dari kelipatan dosis
f = suatu nilai dalam tabel Weil, karena angka kematian tertentu (r)
Ada beberapa pendapat yang menyatakan tidak setuju, bahwa LD50 masih
dapat digunakan untuk uji toksisitas akut. Namun ada juga beberapa kalanganyang
masih setuju, dengan pertimbangan:
a)

Jika lakukan dengan baik, uji toksisitas akut tidak hanya mengukur LD 50
tetapi juga memberikan informasi tentang waktu kematian, penyebab
kematian, gejala – gejala sebelum kematian, organ yang terkena efek, dan
kemampuan pemulihan dari efek nonlethal11.

b)

Hasil dari penelitian dapat digunakan untuk pertimbangan pemilihan
design penelitian subakut.

c)

Tes LD50 tidak memutuhkan banyak waktu.

d)

Hasil tes ini dapat langsung digunakan sebagai perkiraan risiko suatu
senyawa terhadap konsumen atau pasien.
Pada dasarnya, nilai tes LD50 yang harus dilaporkan selain jumlah hewan

yang mati, juga harus disebutkan durasi pengamatan.
2.2.5 Praktikum Laboratorium
Dalam melakukan penelitian ini, perlu dilakukan pengambilan sampel atau
contoh air limbah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui zat-zat yang terkandung
dalam air limbah kelapa sawit dan untuk mengetahui apakah zat-zat yang
terkandung tersebut telah melewati ambang batas atau tidak. Pengambilan sampel

24

atau contoh air limbah ini didasarkan pada metoda pengambilan contoh air limbah
sesuai SNI 6989.59:2008.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air dan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 37 Tahun 2003 tentang Metoda
Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan, maka
dibuatlah Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Air dan air limbah – Bagian
59: Metode pengambilan contoh air limbah (15).
SNI ini diterapkan untuk teknik pengambilan contoh air limbah
sebagaimana yang tercantum di dalam Keputusan Menteri tersebut. Metoda ini
digunakan untuk pengambilan contoh air guna keperluan pengujian sifat fisika
dan kimia air limbah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1.

Alat


ContohPersyaratan Alat Pengambil
Alat pengambil contoh harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut:
a)

terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi sifat contoh;

b)

mudah dicuci dari bekas contoh sebelumnya;

c)

contoh mudah dipindahkan ke dalam botol penampung
tanpa ada sisa bahan tersuspensi di dalamnya;



d)

mudah dan aman di bawa;

e)

kapasitas alat tergantung dari tujuan pengujian.

ContohJenis Alat Pengambil
a.

Alat pengambil contoh sederhana
Alat pengambil contoh sederhana dapat berupa
ember plastik yang dilengkapi dengan tali atau gayung
plastik yang bertangkai panjang. Dalam praktiknya, alat
sederhana ini paling sering digunakan dan dipakai untuk
mengambil air permukaan atau air sungai kecil yang relatif
dangkal.

25

Gambar 2.1 Alat pengambil gayung bertangkai panjang

Gambar 2.2 Alat pengambil botol biasa
b.

botol biasa yang diberi pemberat yang digunakan pada
kedalaman tertentu.

Gambar 2.3 Contoh alat pengambil air botol biasa dengan pemberat

c.

Alat pengambil contoh air otomatis

26

Alat ini dilengkapi alat pengatur waktu dan volume
yang diambil, digunakan untuk co