ANALISIS KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DA

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx

ANALISIS KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DAN UPAYA
KONSERVASI SUB DAS BRANTAS HULU
WILAYAH KOTA BATU
*Mohammad Muchlisin Mahzum1, Mas Agus Mardyanto2
Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Indonesia
Syailendra007@gmail.com
Abstrak
Kota Batu menjadi bagian terpenting dari daerah aliran sungai (DAS) di hulu Sungai Brantas. Keberadaanya sangat
vital dimana wilayah Kota Batu merupakan salah satu daerah tangkapan air hujan dan juga sebagai pengendali banjir
di DAS Brantas. Kondisi saat ini ditemukan bahwa jumlah sumber mata air di hulu sungai Brantas sebelum 2005
berjumlah 421 sumber mata air, pada 2005 terdapat 221 sumber mata air dan pada 2009 hingga kini menyisahkan 57
sumber mata air. Hal ini disebabkan berkurangnya hutan konservasi sebesar 1.316,43 ha (2013) dari luas sebelumnya
sebesar 4.120,37 ha (2006) menjadi permukiman penduduk. Untuk mengatasi dan mengurangi kerusakan perlu
dilakukan upaya konservasi sumber daya air, yaitu dengan metode konservasi mekanik. Penelitian ini diawali dengan
pengambilan data curah hujan, data iklim, peta DAS yang berada di Kota Batu, data penduduk Kota Batu, data tata
guna lahan serta data jenis tanah. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap ketersediaan dan kebutuhan air dengan
metode Mock. Dari hasil analisis diketahui terjadi defisit air pada tahun 2015, 2020, 2025, dan 2030 masing-masing
sebesar 120.855,49 m3, 466.632,97 m3, 1.463.158,22 m3, dan 4.619.377,26 m3. Oleh sebab perlu dilakukan upaya

konservasi seperti pemanen air hujan dengan atap bangunan (roof top rain water harvesting).
Kata Kunci: DAS Brantas, ketersediaan air, kebutuhan air, konservasi.

1. Pendahuuan
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan
suatu daratan yang terdiri dari sungai, danau dan
anak sungai yang dibatasi oleh punggungpunggung gunung, dimana fungsinya untuk
menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari air hujan. Daerah aliran sungai
(DAS) dapat dibagi menjadi Sub DAS yang
berfungsi
menerima
air
hujan
dan
mengalirkanya ke anak sungai ke sungai utama
(PP No 37 tentang Pengelolaan DAS, Pasal 1).
Secara keseluruhan luas DAS Brantas 12.000
km2 yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu Sub
DAS hulu, tengah, dan hilir. Dalam penelitian

ini lokasi yang dipilih adalah Sub DAS Brantas
hulu yang letaknya di Kota Batu dengan luas
DAS 182,964 km2.
Perubahan lahan di Kota Batu mengalami
perkembangan yang signifikan, dimana luas
permukiman penduduk semakin meningkat dari
2.520,74 ha (2006) menjadi 4.830,62 ha (2013).
Hal ini berpengaruh terhadap luasan hutan pada
tahun 2013 yang berkurang menjadi 1.316,43
(ha) dari luas sebelumnya pada tahun 2006
sebesar 4.120,37 ha (Balai Besar Wilayah
Sungai Brantas, 2013). Dengan demikian hal ini
sangat berpengaruh terhadap ketersediaan air
khususnya di Sub DAS Brantas hulu maupun
DAS Brantas secara keseluruhan
Untuk mengetahui pengaruh fungsi guna
lahan terhadap pemenuhan kebutuhan air, maka
perlu dilakukan kajian konservasi sumber daya
air terhadap ketersediaan air baik pada saat ini
maupun masa yang akan datang khususnya di

Sub DAS Brantas Hulu Kota Batu.
1

Tujuan konservasi sumber daya air
adalah memelihara keberadaan air dan sumber
air, termasuk potensi yang terkandung di
dalamnya serta keberlanjutan keadaan dan
fungsi sumber daya air Sub DAS Brantas hulu
agar tetap terjaga kuantitas dalam memenuhi
kebutuhan air makhluk hidup.
2. Tinjauan Pustaka
Ketersediaan Air
Dalam menganalisis ketersediaan air
pada suatu daerah aliran sungai (DAS) atau sub
DAS salah satunya menggunakan metode Mock
(1973). Metode ini mempertimbangkan
besarnya air yang menjadi limpasan langsung
dan air yang terinfiltrasi kedalam tanah menjadi
simpanan air tanah (groundwater storage), yang
kemudian menjadi aliran dasar (base flow)

sehingga dapat diketahui total aliran atau debit
efektifnya.
Metode Mock biasanya digunakan untuk
mengukur debit air di suatu DAS yang belum
memiliki alat pencatat hujan (AWLR) maupun
data pengukuran debit air di lapangan sangat
kurang. Metode Mock menggunakan beberapa
parameter dalam menentukan besaran debit air,
antara lain:
a. Curah hujan (P)
b. Evapotranspirasi potensial (ETo)
Evapotranpirasi merupakan perpaduan dua
peristiwa antara evaporasi dan transpirasi.
Perhitungan
evapotranspirasi
potensial
menggunakan Metode Thornthwaite. Adapun
persamaanya sebagai berikut:

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014

ISBN No.xxx xxxx xxxxx

PE x =16 x

(

10 T m
I

a

)

PE=f x PE x

(SS) sama dengan nol dan besarnya water
surplus sama dengan P - Ea.
b) SMC = SMC bulan sebelumnya + (P – Et),
jika P – Et < 0.


Untuk keadaan ini, tampungan tanah lembab
belum mencapai kapasitas maksimum,
12
T 1,514
sehingga ada air yang disimpan dalam tanah
I=
lembab. Besarnya air yang disimpan ini
m=1 5
adalah P – Ea (Mock, F.J, 1973 dalam
Sidharno, 2013)
3
2
−7
−5
−2
a=( 6,75.10 ) . I −( 7,71. 10 ) . I + ( 1,792.10 Kesetimbangan
) . I + 0,49239 air permukaan tanah
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
 Air hujan (Ds)
Dengan:

Tm
= suhu udara rata-rata bulanan (C)
Air hujan yang mencapai permukaan tanah
f
= Koefesien penyesuaian hubungan
dapat dirumuskan sebagai berikut:
antara jumlah jam dan hari terang
Ds = P – E
berdasarkan lokasi
di mana :
I
= indeks panas tahunan
Ds = air hujan mencapai permukaan tanah
i
= indeks panan bulanan
P
= Curah hujan bulanan
PEx = Evapotraspirasi potensial yang
belum disesuaikan faktor f
Et = Evapotranspirasi

(mm/bulan)
PE
= Evapotraspirasi potensial
(mm/bulan)

∑(

)

c. Evapotranspirasi terbatas (Et)
Evapotranspiras terbatas adalah evapotranspirasi
aktual dengan memperhitungkan kondisi
vegetasi, permukaan tanah serta frekuensi curah
hujan. Untuk perhitungan Evapotranspirasi
terbatas (Et) diperlukan data-data :
1. Curah hujan bulanan (P)
2. Jumlah hari hujan (h)
3. Exposed surface/ permukaan lahan terbuka
(m). Menurut Sudirman (2002) exposed surface (m) ditentukan berdasar peta tata guna
lahan, atau dapat menggunakan nilai asumsi

sebagai berikut :
m = 0 % untuk lahan dengan hutan lebat
(hutan primer, sekunder)
m = 10 – 30 % untuk lahan tererosi
m = 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang
diolah (misal: sawah dan ladang)
d. Kesetimbangan Air
Menurut
Mock
(1973)
besarnya
kapasitas kelembaban tanah (Soil Moisture
Capacity) berdasarkan kondisi porositas lapisan
tanah permukaan dari daerah pengaliran sungai
yaitu berkisar antara 50 – 250 mm. Ada dua
keadaan untuk menentukan SMC, yaitu:
a) SMC = 200 mm/bulan, jika P – Et > 0.
Artinya tampungan kelembaban tanah (Soil
Moisture Storage, disingkat SMS) sudah
mencapai kapasitas maksimumnya atau

terlampaui sehingga air tidak disimpan
dalam tanah lembab. Ini berarti soil storage
2



Kandungan air tanah
Besar kandungan tanah tergantung dari
harga Ds, bila harga Ds negatif, maka
kepasitas kelembaban tanah akan berkurang
dan bila Ds positif maka kelembaban tanah
akan bertambah.



Kelebihan Air (Water Surplus)
Kelebihan air didefinisikan sebagai air hujan
(presipitasi)
yang
telah

mengalami
evapotranspirasi dan mengisi tampungan
tanah (soil storage, disingkat SS)
WS = (P – Et) -SS
Dengan :
WS (Water Surplus) = volume air yang akan
masuk ke permukaan tanah.
Akan terjadi surplus, jika (P – Et) –SS
> 0 dan defisit air jika (P – Et)-SS < 0.
(P–Et) = presipitasi yang telah mengalami
evapotranspirasi.
SS = perubahan volume air yang ditahan
oleh tanah yang besarnya tergantung
pada (P-Et), soil storage bulan
sebelumnya.

e. Limpasan (Run Off)
Limpasan terjadi karena air hujan yang telah
mengalami evapotranspirasi, dimana air hujan
yang jatuh ke permukaan tanah akan meresap ke
tanah (infiltrasi) dan selebihnya akan mengalir
menjadi limpasan permukaan (surface runoff).
Adapun persamaanya sebagai berikut:
R = BF + DR

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx

Dengan :
R = Runoff/ Limpasan (mm)
BF = Base Flow/ Aliran dasar (mm)
DR = Direct Runoff/ Limpasan langsung (mm).
Parameter yang mempengaruhi besarnya
limpasan adalah:
 Infiltrasi
Menurut Mock besarnya infiltrasi diperoleh
dari perkalian antara water surplus (WS)
dengan koefisien infiltrasi (if) :
Infiltrasi (i) = WS x if
Koefisien infiltrasi sangat dipengaruhi oleh
kondisi porositas maupun kemiringan daerah
pengaliran. Nilai koefisen infiltrasi berkisar
antara 0,20 ~ 0,50


Faktor Resesi Aliran Tanah (k)
Dalam penenlitianya Mock menetapkan
besaran faktor resesi aliran tanah sebesar
60% konstant setiap bulanya.



Tampungan Air Permulaan V(n-1)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dr.
Mock (1973) di Bogor, maka diasumsikan
bahwa tanah dalam sehari mampu menahan
air sebanyak 12 mm.



Penyimpanan Air Tanah (Ground Water
Storage)
Menurut Mock besarnya penyimpanan air
tanah dapat dirumuskan dengan persamaan
sebagai berikut:
Vn = { 0,5 x (1 + K) x i } + { K x V(n-1) }



Perubahan Volume Penyimpanan Air Tanah
(ΔGS (DVn))
Besaran Perubahan Volume Penyimpanan
Air Tanah (DVn) adalah selisih antara
volume penyimpanan air tanah (Vn) dengan
Tampungan
air
permulaan
V(n-1).
Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai
berikut:
ΔGS (DVn) = Vn - V(n-1)

Kebutuhan Air
Besaran kebutuhan air antara suatu
daerah dengan daerah lain akan berbeda, hal ini
sangat dipengaruhi oleh iklim, lingkungan
hidup, penduduk dan faktor-faktor lainnya.
Untuk mengetahui kebutuhan air bersih,
maka diperlukan data proyeksi pertumbuhan
penduduk untuk masa yang akan datang dengan
perhitungan statistik, antara lain:


3

Rata-rata aritmatik
Pt = Po + r*(dt)
Pt = Penduduk tahun ke t
Po = Penduduk pada awal perolehan data

r

rata-rata pertambahan
pertahun
dt = kurun waktu proyeksi



=

penduduk

Selisih kuadrat minimum (least square)
Pn = a + b*t
t = Tambahan tahun terhitung dari tahu dasar
2

a=

t
∑ ¿−(∑ t )∗(∑ P . t)
¿
t2
t
∑¿
¿
¿
¿−¿
∑ ¿
n∗¿
( ∑ P )∗¿
¿

t
∑ ¿−(∑ p )
¿
t2
t
∑¿
b=
¿
¿
∑ ¿−¿¿
n∗¿
n∗( ∑ P∗t )∗¿
¿


n = Jumlah data yang diambil harus ganjil
Berganda (geometric)

Pn = Po (1 + r)*dt
r = rata-rata pertambahan penduduk
pertahun
dt = kurun waktu proyeksi
kebutuhan penduduk dapat dibagi menjadi
dua, yaitu:
1. Kebutuhan Air Non Irigasi
Kebutuhan air non irigasi dapat dikelompokan
antara lain:
a. Kebutuhan air domestik.
b. Kebutuhan air perkantoran.
c. Kebutuhan air rumah sakit.
d. Kebutuhan air hotel (penginapan)
e. Kebutuhan air untuk pendidikan.
f. Kebutuhan air untuk peribadatan.

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx

g. Kebutuhan air untuk peternakan.
h. Kebutuhan air industri
i. Kebutuhan air kran umum (hidran).
2. Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan irigasi dipengaruhi beberapa faktor
seperti klimatologi, kondisi tanah, koefisien
tanaman, pola tanam, pasokan air yang
diberikan, luas daerah irigasi, efisiensi irigasi,
penggunaan kembali air drainase untuk irigasi,
sistem golongan, jadwal tanam, dan lain-lain
(Triatmodjo, 2010).
Kebutuhan irigasi
persamaan:
Qiri

x

=

dapat

dihitung

dengan

Etc+IR +WLR+P−Re
xA
IE

10
86400

Qiriigasi = kebutuhan air irigasi (m3/detik);
Etc

= kebutuhan air konsumtif (mm/hari);

IR

= kebutuhan air irigasi di tingkat
persawahan (mm/hari);

WLR

= kebutuhan air untuk mengganti
lapisan air (mm/hari), besaran WLR
=50 mm/bulan atau 3,3 mm/hari
selama ½ bulan (Standart Perencanaan
Irigasi KP-01, 1986);

P

= Perkolasi (1-3 mm/hari);

Re

= hujan efektif (mm/hari);

IE
= efisiensi irigasi, berdasarkan asumsi
jumlah air yang hilang di petak sawah (%);
A

= luasan areal irigasi (ha).

Neraca Air
Konsep neraca air pada dasarnya
menunjukkan keseimbangan antara jumlah air
yang masuk (inflow) dan yang keluar (outflow)
dalam suatu proses sirkulasi air pada periode
tertentu (Sri Harto, 2000).
Secara umum persamaan neraca air dirumuskan
dengan :
I = O ± ΔS
I = masukan (inflow)
O = keluaran (outflow)
ΔS = perubahan tampungan.
Perubahan Tata Guna Lahan
Perubahan tata guna lahan merupakan
berubahnya fungsi penggunaan lahan dari suatu
wilayah yang sesuai kegunaanya pada awalnya
berubah alih menjadi fungsi lain dalam kurun
waktu yang berbeda (wahyunto dkk., 2001).

4

Jika suatu DAS terdiri dari berbagai macam
penggunaan lahan, maka nilai koefisien aliran
permukaan (C) akan beragam. Untuk
menganalisa nilai koefisien aliran permukaan
(C) suatu DAS, maka dapat digunkan
persamaan (Suripin, 2004) :

C=

A 1 .C1 + A 2 .C 2 +.........+ A n .C n
A 1 + A 2 +.........+ A n

Dengan:
C
= koefisien aliran permukaan
Ci
= koefisien aliran permukaan jenis
penutup lahan i,
Ai
= luas penutup lahan dengan jenis
penutup lahan i,
n
= jumlah jenis penutup lahan.
Konservasi Sumber Daya Air
1. Metode Vegetatif
Metode vegetatif adalah penggunaan
tanaman atau tumbuhan dan sisa-sisanya untuk
mengurangi daya rusak hujan yang jatuh,
mengurangi jumlah dan daya rusak aliran
permukaan dan erosi.
Dalam analisa konservasi vegetasi faktor
simpanan lengas tanah (soil water storage) atau
disingkat SWS sangat mempengaruhi dalam
ketersediaan air dalam tanah. Simpanan lengas
tanah adalah jumlah total air yang tersimpan
pada perakaran tanaman. Dalam menentukan
besarnya nilai lengas tanah dapat digunakan
rumus:
SWS = RD x AWSC
Dengan:
SWS
= simpanan lengas tanah (mm),
RD = Kedalaman efektif perakaran tanaman
dalam (m),
AWSC = Kedalaman efektif perakaran tanaman
(mm/m).
2. Metode Mekanik
Metode mekanik memiliki prinsip
merekayasa lahan sehingga air dapat tertahan
sesaat dan meresap kedalam tanah (Arsyad,
1989).
Termasuk dalam metode mekanik adalah:
 pengolahan tanah (tillage).
 pengolahan tanah menurut kontur (contour cultivation).
 Guludan dan guludan bersaluran menurut kontur.
 Terras.
 Dam penghambat (check dam)
 waduk (balong) atau (form ponds).
 Pemanen air hujan (rainwater harvesting).
3. Metodologi Penelitian
Data yang dibutuhkan dalam penelitian
ini meliputi data primer dengan melakukan

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx

survei di lapangan dan data sekunder dari
instansi yang berwenang. Data-data sekunder
tesebut terdiri dari peta administrasi, peta daerah
aliran sungai (DAS) Brantas, peta tata guna
lahan, peta hidrogeologi, data debit air Sungai,
data curah hujan, data klimatologi, data
demografi penduduk, data jenis dan kemiringan
lahan serta peta jenis tanah dan sebaranya.

maka dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Jumlah air hujan yang dapat dipanen
= Luas area x curah hujan x koefisien run off
(Heryani, 2009)

Curah hujan rata-rata
(mm/tahun)

Langkah Pengerjaan Studi
a. Melakukan analisa hidrologi dengan mengambil beberapa stasiun hujan terdekat yang
dianggap berpengaruh terhadap Sub DAS
Brantas hulu. Metodologi yang digunakan
dalam menganalisa curah hujan menggunakan Poligon Thiessen.
b. Perhitungan evapotranspirasi di Sub DAS
Brantas. Data yang dibutuhkan dalam menganalisa evapotranspirasi yaitu memasukan
data eksisting temperatur dari stasiun penakaran hujan serta data klimatologi. Evapotranspirasi yang digunakan adalah Evapotranspirasi Potensial (EP), dimana sangat
dipengaruhi oleh permukaan lahan terbuka.
Perhitungan evapotranspirasi potensial pada
penelitian ini menggunakan metode Thornthwaite disebabkan data yang tersedia hanya
suhu rata-rata bulanan dalam setahun.
c. Untuk menghitung ketersediaan air di Sub
DAS Brantas Hulu, dilakukan perhitungan
limpasan air permukaan (surface runoff) dan
limpasan air bawah tanah (ground water)
menggunakan metode Mock. Data-data yang
dijadikan sebagai input antara lain: jumlah
curah hujan bulanan, nilai Eto, nilai soil
moist storage 200 mm jika curah hujan >
200 mm dan merupakan nilai curah hujan
jika besar curah hujan < 200 mm, koefisien
infiltrasi, nilai K = 0,6. Setelah semua data
dimasukan, maka perhitungan di lanjutkan
dengan menganalisa ketersediaan air yang
hasil perhitungannya merupakan debit
ketersediaan air pada DAS.
d. Perhitungan kebutuhan air domestik dan non
domestik.
e. Usaha konservasi sumber daya air baik secara vegetatif maupun mekanik. Dalam usaha
konservasi vegetatif perlu diperhatikan tanaman yang memberi keuntungan ganda diantaranya meranti-merantian, gaharu, palempaleman, anggrek, kantung semar dan anggota ordo paku-pakuan pohon. Sedangkan
usaha konservasi secara mekanik dengan
memanfaatkan metode pemanen air hujan
(rainwater harvesting) dengan atap bangunan (Haryoso, 2010). Untuk mengetahui potensi jumlah air hujan yang dapat dipanen,
5

Kehilangan akibat
evaporasi dan kebocoran

Luas atap

Talang air

Koefisien Run Off
(80 %)

Reservoir (bak penampung)

Gambar 1. Pemanen air hujan dengan atap bangunan

4. Hasil dan Pembahasan
Gambaran Umum Sub Daerah Aliran Sungai
Brantas
Jika ditinjau dari area pelayanan sungai
atau batas Sub DAS Sungai Brantas, maka luas
sub DAS tersebut sebesar ± 182,96 km² yang
termasuk dalam wilayah Kota Batu. Wilayah
Kota Batu terdiri dari 3 Kecamatan yaitu
Kecamatan Batu, Kecamatan Junrejo, dan
Kecamatan Bumiaji.
Kota Batu memiliki suhu minimum 18°–
24°C dan suhu maksimum 28°- 32° C dengan
kelembaban udara sekitar 75% – 98% dan curah
hujan rata-rata 875mm – 3000 mm per tahun.
Jenis tanah di Kota Batu terdiri dari jenis
tanah andosol, kambisol, dan alluvial. Kota Batu
terletak pada ketinggian rata-rata 871 m di atas
permukaan laut.
Perubahan tata guna lahan yang drastis
merupakan salah satu penyebab berkurangnya
ketersediaan air di Kota Batu (Sub DAS Brantas
Hulu). Hal ini dapat dilihat kondisi perubahan
lahan dari tahun 2006 hingga 2013, seperti yang
diuraikan pada Tabel 1 dan grafik tata guna
lahan pada Gambar 2 berikut ini:
Tabel 1: Perubahan tata guna lahan Kota Batu

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx

Gambar 3. Grafik kebutuhan air

Neraca Air
Kebutuhan air Kota Batu setiap periode
lima tahun dapat diwujudkan dalam bentuk
neraca air. Untuk mengetahui berapa besar
ketersediaan dan kebutuhan air, maka disajikan
pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 4: Neraca air
Gambar 2. Prosentase tata guna lahan Kota Batu tahun
2006 - 2013

Kebutuhan Air
Berdasarkan perhitungan dengan metode
Mock diperoleh debit rata-rata pada Sub DAS
Brantas Hulu seperti dijelaskan pada tabel 2
berikut.
Tabel 2: Debit air rata-rata dengan metode Mock
Debir Air
Bulan
(m³/dt)
Januari
17,21
Februari
15,49
Maret
11,94
April
11,84
Mei
4,50
Juni
2,18
Juli
1,65
Agustus
1,62
September
1,25
Oktober
3,59
Nopember
11,52
Desember
16,17

Analisis kebutuhan air Kota Batu didasarkan
pada rencana tata ruang wilayah (RTRW)
hingga tahun 2030, dimana analisis dilakukan
setiap 5 tahun.
Tabel 3: Kebutuhan air
No
Tahun
1
2
3
4

2015
2020
2025
2030

Tahun

1

2015

2

2020

3

2025

4

2030

Inflow

Outflow

Defisit

(m³)

(m³)

(m³)

1.445.737,0
3
4.093.404,0
4
4.022.065,7
5
5.882.318,4
1

1.566.592,5
2
4.560.037,0
1
5.485.223,9
7
10.501.695,6
7

120.855,49
466.632,97
1.463.158,2
2
4.619.377,2
6

Dari tabel diatas dapat diketahui nilai defisit
pada periode lima tahunya. Untuk mengetahui
tentang seberapa besar tingkat defisit air setiap
periode tahunya, maka dapat dilihat pada kurva
massa sebagai berikut:

Gambar 5. Kurva masa tahun 2015

Total Kebutuhan Air
(m³)
13.436.559,67
15.736.357,57
20.490.912,12
31.435.292,67

Tabel diatas merupakan rekapitulasi kebutuhan
air setiap periode rencana tahun. Untuk
mengetahui detail analisa kebutuhan air setiap
bulan sesuai umur rencana, maka dapat dilihat
pada grafik kebutuhan air total berikut ini.

6

No

Gambar 6. Kurva masa tahun 2020

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx

Gambar 8. Kurva masa tahun 2030

Konservasi Mekanik
Pemanen Air Hujan (Rain Water Harvesting)
Penentuan berapa besar nilai potensial
air yang dihasilkan bergantung luasan area
tangkapan dan curah hujan rata-rata tahunan.
Perhitungan:
1. Curah hujan tahunan (P) = 3276 mm = 32,76
dm2
2. Luas area tangkapan (atap) = 20 m x 10 m =
200 m2 = 20.000 dm2
3. Koefisien run off = 80 %
4. Defisit air pada tahun 2015 = 120.855,49 m3
Jumlah air yang dapat dipanen ditetapkan
sebagai berikut:
1. Volume air hujan yang jatuh di area tersebut
= 20.000 dm2 x 32,76 dm
= 655.200 liter/ tahun
2. Dengan asumsi hanya 80 % dari total hujan
yang dapat dipanen (20% hilang karena
evaporasi atau kebocoran), maka volume
yang dapat dipanen:
= 655.200 liter/ tahun x 80 %
= 524.160 liter/ tahun
= 524,16 m3/ tahun
3. Jumlah pemanen air hujan yang dibutuhkan
untuk mengurangi defisit air pada tahun
2015 adalah:

120.855,49 m3
524,16 m 3

= 231 unit.
Tabel 3. menyajikan hasil rekapitulasi jumlah
pemanen air hujan yang dibutuhkan:
Tahun

7

Tabel 5: Jumlah pemanen air hujan
Defisit
Vol. Air
Vol Air
(m³)
Jatuh (li(m³/tahun)
ter)

120.855,49

2020

466.632,97

2025

1.463.158,22

2030

4.619.377,26

655.200,0
0
655.200,0
0
655.200,0
0
655.200,0
0

524,16

231

524,16

890

524,16

2.791

524,16

8.813

Kesimpulan
1. Pada Sub DAS Brantas hulu telah terjadi
alih
guna
lahan,
dimana
jumlah
permukiman penduduk semakin tinggi
sehingga mengurangi luas hutan sebagai
lahan konservasi DAS.
2. Terjadi defisit air setiap periode lima tahun
khususnya di musim kemarau yang
berdampak pada pemenuhan kebutuhan
domestik maupun non domestik.
3. Untuk meminimalisir defisit air, maka perlu
dilakukan upaya konservasi sumber daya air
salah satunya dengan metode mekanik
dengan memanfaatkan “pemanen air hujan”.

Gambar 7. Kurva masa tahun 2025

=

2015

Jumlah
(unit)

Daftar Pustaka
Anonim. 1986. Standar Perencanaan Irigasi
(Bagian Penunjang, KP 01-07). Direktorat
Jenderal Pengairan: Departemen Pekerjaan
Umum.
Arsyad, S (1989), Konservasi Tanah Dan Air,
IPB Press, Bogor.
Balai Besar Wilayah Sungai Brantas (2013),
Data Dan Informasi, BBWS Brantas,
Surabaya.
Haryoso , B (2010), “Teknik Pemanen Air
Hujan (Rain Water Harvesting) Sebagai
Alternatif Upaya Penyelamatan Sumber
Daya Air Di Wilayah DKI Jakarta”, Jurnal
Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol.
11, No. 2, 2010, hal 29-39.
Mock, F.J, (1973), Land Capability Appraisal
Indonesia, edisi pertama, Food And
Agriculture Organization, Bogor.
Sidharno, W (2013), Kajian Ketersediaan Air
Baku Untuk Pemenuhan Kebutuhan Air
Bersih Kota Kupang Dengan Skenario
Dampak Perubahan Iklim, Tesis Master.,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, Surabaya.
Suripin (2004), Drainase Perkotaan Yang
Berkelanjutan, Andi Offset, Yogyakarta.
Triatmodjo, Bambang, (2010), Hidrologi
Terapan, edisi kedua, Beta Offset,
Yogyakarta.
Wahyunto, Zainal Abidin, M., Priyono, A., and
Sunaryo, 2001. Studi Perubahan Penggunaan
Lahan di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan
DAS Kaligarang, Jawa Tengah. Hal. 39-63.
dalam
Prosiding
Seminar
Nasional
Multifungsi Lahan Sawah, Bogor, 1 Mei

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014
ISBN No.xxx xxxx xxxxx

2001. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat, Bogor.

8