Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data SAKERTI 2000 dan 2007 Poverty and Migration: Analysis of IFLS 2000 and 2007 Data

Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data SAKERTI 2000 dan 2007 Poverty and Migration: Analysis of IFLS 2000 and 2007 Data

Aulia Nabila a,∗ , Elda L. Pardede a

a Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

Abstract This paper aims to analyze the effect of poverty on migration by using the IFLS 2000 and 2007 data. The

results of binary and multinomial logistic regressions on all adults, adults in urban areas, and adults in rural areas show that the poor are less likely to migrate than the non-poorexcept for the case of urban to urban migration, where the poor are more likely to migrate than the non-poor. The results for other economic characteristics such as total value of assets and land ownership for farming consistently show that better economic conditions lower the probability to migrate. Keywords: Poverty, Migration, Urban Migration, Rural Migration, IFLS

Abstrak Studi ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kemiskinan terhadap migrasi dengan menggunakan

sampel individu 15 tahun ke atas dari data Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (SAKERTI) tahun 2000 dan 2007. Hasil regresi logistik biner dan multinomial menunjukkan bahwa untuk semua individu, baik individu di perkotaan maupun di perdesaan, peluang orang miskin untuk bermigrasi lebih kecil daripada yang tidak miskin. Namun, untuk individu di perkotaan, ditemukan bahwa peluang orang miskin untuk bermigrasi dari perkotaan ke perkotaan lebih besar dibanding yang tidak miskin. Hasil regresi untuk karakteristik ekonomi lainnya seperti total nilai aset dan kepemilikan lahan pertanian menunjukkan bahwa kondisi ekonomi yang lebih baik menurunkan probabilitas bermigrasi. Kata kunci: Kemiskinan, Migrasi, Migrasi Perkotaan, Migrasi Perdesaan, SAKERTI

JEL classifications: J61, O15

Pendahuluan

ngan 189 negara lainnya. Sebagai konsekuensi- nya, Indonesia harus mampu mencapai target

Isu tentang kemiskinan semakin menyedot per- penurunan tingkat kemiskinan minimal 0,31% hatian publik dan banyak pihak, terutama se-

per tahun secara konsisten. Berbagai program jak diratifikasinya butir-butir kesepakatan Mi-

pengentasan kemiskinan telah dilakukan peme- llenium Development Goals (MDGs) pada ta-

rintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan hun 2000, di mana salah satu agenda utamanya

di Indonesia. Akan tetapi, penurunan tingkat adalah menurunkan kemiskinan menjadi sepa-

kemiskinan di Indonesia dinilai berjalan lam- ruhnya dalam kurun waktu tahun 1990–2015.

ban yang sebenarnya mulai terjadi setelah kri- Indonesia sebagai salah satu negara yang ber-

sis keuangan yang dialami Indonesia pada ta- komitmen mengurangi kemiskinan juga telah

hun 1997–1998 (Suryahadi et al., 2012). meratifikasi kesepakatan MDGs bersama de- Penduduk miskin Indonesia sebagian besar

∗ Alamat Korespondensi: Jl. Johar Baru V No. 6 Ja-

berada di daerah perdesaan, yaitu 14,7% dari

karta Pusat 10560. E-mail : aulia2007@yahoo.com.

total penduduk Indonesia, sementara di dae-

Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data... 169 rah perkotaan penduduk miskin sebesar 8,6%

(BPS, 2010b). Jalan keluar bagi negara ber- kembang untuk mengurangi jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan erat kaitannya de- ngan peningkatan produktivitas di bidang per- tanian maupun dibidang non-pertanian atau dengan cara bermigrasi ke daerah perkotaan (Timmer et al., 2006). Migrasi, khususnya yang menuju pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, se- cara perlahan akan memberikan jalan keluar bagi kemiskinan, salah satunya melalui akses terhadap kredit (Stark, 1991). Menurut Wodon (2003), migrasi juga dapat meningkatkan pen- dapatan individu hingga mencapai 20% sampai 25%.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2010a; BPS, 2010b), beberapa provinsi di Indonesia dengan tingkat kemiskinan yang relatif tinggi (Jawa Timur 15,26% dan Papua 36,8%) jika dibandingkan dengan provinsi la- innya, memiliki persentase migran masuk yang relatif rendah (2,47% dan 15,38% berurutan). Begitu pula sebaliknya, provinsi yang memili- ki tingkat kemiskinan yang relatif rendah (Ke- pulauan Riau 8,05% dan DKI Jakarta 3,48%), memiliki persentase migran yang relatif tinggi (47,71% dan 42,44% berurutan). Secara kasat mata, dapat dikatakan bahwa wilayah dengan tingkat kemiskinan yang rendah memiliki per- sentase migran yang lebih tinggi. Hal ini terkait dengan penyebab perpindahan yang umumnya didominasi oleh faktor ekonomi bahwa orang akan berpindah/bermigrasi dari wilayah yang lebih miskin ke wilayah yang lebih baik kondisi ekonominya (Gould, 2009).

Namun di sisi lain, menurut data yang dipa- parkan oleh Murugarra et al. (2011), persenta- se orang miskin yang bermigrasi lebih sedikit terutama di negara-negara berkembang seper- ti Nepal, Tanzania, Nikaragua, dan Albania. Fenomena migrasi orang miskin ini dijelaskan oleh Hampshire (2002) bahwa orang yang sa- ngat miskin akan menjadikan migrasi sebagai pilihan yang paling terakhir ketika alternatif untuk keluar dari status kemiskinan yang lain

gagal (the last resort). Para migran yang mis- kin di negara-negara tersebut kemudian berha- sil keluar dari status kemiskinan setelah ber- migrasi. Hal ini menunjukkan bahwa solusi un- tuk keluar dari status kemiskinan dapat ditem- puh melalui migrasi. Walaupun demikian, Gib- son dan McKenzie (2011) berpendapat bahwa hingga saat ini masih banyak negara berkem- bang yang belum memanfaatkan potensi cara mengurangi kemiskinan melalui migrasi. Ham- batan biaya merupakan salah satu faktor yang sangat berarti bagi orang miskin karena dapat mengakibatkan ketidakmampuan mereka un- tuk melakukan migrasi. Maka dari itu, jika bi- aya migrasi dapat dikurangi, maka migrasi da- pat menjadi salah satu program pengentasan kemiskinan.

Berdasarkan uraian di atas, bermigrasi ke daerah perkotaan maupun menuju pusat-pusat pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu mekanisme untuk meningkatkan pendapatan dan mendorong pengentasan kemiskinan. Stu- di ini bertujuan untuk mempelajari hubung- an antara status kemiskinan dan migrasi di In- donesia dalam kerangka pengentasan kemiskin- an. Hasil analisis deskriptif dan regresi menun- jukan bahwa secara umum individu yang mis- kin memiliki kecenderungan untuk bermigrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan indi- vidu yang tidak miskin. Namun, jika analisis dipisahkan berdasarkan daerah tempat tinggal, peluang orang miskin lebih besar dibanding pe- luang orang yang tidak miskin dalam melaku- kan migrasi dari daerah perkotaan ke daerah perkotaan lainnya.

Tinjauan Referensi Berbagai studi migrasi telah menunjukkan ada-

nya asosiasi antara faktor ekonomi dengan mi- grasi. Individu yang berpotensi melakukan mi- grasi telah memperhitungkan biaya dan man- faat dari migrasi. Jika ekspektasi manfaat ba- gi individu di tempat tujuan lebih besar da- ripada ekspektasi manfaat di tempat asal da-

170 Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data... lam jangka panjang dan manfaat tersebut da-

pat mengompensasi biaya migrasi, maka indi- vidu tersebut akan melakukan migrasi (Sjaas- tad, 1962; Friedli, 1986). Sjaastad (1962) me- nyatakan bahwa orang yang berpotensi mela- kukan migrasi akan memperhitungkan nilai da- ri kesempatan yang terbuka di berbagai dae- rah dikurangi dengan biaya yang harus mere- ka keluarkan karena perpindahan tersebut dan memilih tempat tujuan yang dapat memaksi- malkan nilai masa sekarang dari pendapatan. Sjaastad menggunakan jarak sebagai konver- si dari biaya migrasi. Semakin jauh jarak mi- grasi, maka semakin tinggi biaya moneter yang harus dibayarkan migran. Dari sudut pandang ini, seseorang harus memiliki pendapatan un- tuk dapat membayar biaya migrasi. Berdasar- kan uraian ini, hambatan orang miskin dalam memutuskan untuk bermigrasi adalah ketiada- an biaya untuk melakukan migrasi.

Selain biaya moneter yang berkaitan dengan jarak, biaya migrasi dapat berupa biaya sosi- al maupun biaya ekonomi (Biddle dan Hun- ter, 2006). Berikut penjelasan mengenai biaya- biaya tersebut. Pertama adalah biaya sosi- al (psikis), yaitu biaya yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menjaga jaring- an sosial di tempat asalnya. Semakin jauh ja- rak antara tempat asal dan tujuan, maka sema- kin banyak waktu yang dikonsumsi untuk me- ngunjungi tempat asal dalam rangka memper- tahankan jaringan sosial. Kedua adalah bia- ya ekonomi, yaitu biaya ekonomi yang terdiri dari (a) Biaya langsung, misalnya biaya trans- portasi, jasa pemindahan, dan (b) Biaya tidak langsung, misalnya sebagian pendapatan yang harus dikorbankan. Dalam menghitung biaya dan manfaat dari migrasi, perlu pula dicatat bahwa di dalam kerangka teori investasi mo- dal manusia, meskipun secara umum penda- patan seseorang akan meningkat dalam jangka panjang setelah migrasi, namun upah seringka- li menurun dalam jangka pendek karena proses penyesuaian migran di pekerjaan baru (Yan- kow, 2003). Selain itu, biaya kesempatan (op-

portunity cost ) dalam hal pendapatan suami- istri juga penting untuk diperhitungkan da- lam keputusan bermigrasi. Greenwood (1997) menguraikan penemuan berbagai studi bahwa untuk pasangan yang sudah menikah, pening- katan pendapatan suami atau istri juga diper- hitungkan sebagai biaya bagi pendapatan pa- sangannya di daerah tujuan.

Variabel Sosiodemografi Selain biaya-biaya yang disebutkan di atas,

kondisi ekonomi lainnya juga bisa menjadi ba- gian dari perhitungan biaya dan keuntungan dari migrasi. Menurut Lewis (1954) dalam Mu- rugarra et al. (2011) migrasi dari desa ke ko- ta disebabkan oleh adanya keterbatasan lahan pertanian di desa, sehingga orang yang tidak memiliki lahan pertanian untuk bekerja akan bermigrasi ke kota dan menjadi pekerja dengan upah yang rendah. Melalui sudut pandang Le- wis, kesediaan seseorang untuk bekerja dengan upah yang rendah menggambarkan terbatas- nya pilihan yang dihadapi oleh orang tersebut. Pilihan yang terbatas ini mendeskripsikan kon- disi yang tidak sejahtera, karena semakin sedi- kit pilihan yang dapat dipilih oleh seseorang, maka orang tersebut akan semakin tidak sejah- tera. Desakan inilah yang kemudian mendo- rong penduduk desa melakukan migrasi ke ko- ta. Adanya lahan pertanian yang dimiliki sese- orang, yang berpotensi memberikan pendapat- an jika diolah, dapat masuk dalam perhitungan biaya-manfaat dalam keputusan bermigrasi se- bagai pendapatan yang hilang jika bermigrasi seperti yang diuraikan oleh Sjaastad (1962).

Berkaitan dengan karakteristik individu se- perti umur, secara teori migran umumnya bera- sal dari kelompok usia produktif. Semakin mu-

da umur seseorang maka semakin tinggi proba- bilitas orang tersebut melakukan migrasi kare- na individu dengan usia yang lebih tua memili- ki waktu yang lebih singkat untuk memperoleh pengembalian dari biaya migrasi yang dikelu- arkan (Borjas, 2000). Bernard dan Bell (2002) juga sependapat bahwa kelompok usia muda

Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data... 171 adalah kelompok usia yang memiliki tingkat

mobilitas yang paling tinggi di antara kelom- pok umur lainnya. Kemudian, probabilitas ber- migrasi ini pada umumnya akan mencapai su- atu titik puncak tertentu pada usia muda, la- lu akan turun secara perlahan seiring dengan bertambahnya usia. Sehingga, korelasi antara migrasi dan umur pada awalnya adalah nega- tif lalu positif pada usia produktif sampai pada usia tertentu hingga akhirnya kembali negatif.

Jika kecenderungan migrasi menurut jenis kelamin ditelaah, sebagian besar studi yang te- lah dilakukan menemukan bahwa laki-laki le- bih cenderung melakukan migrasi dibanding- kan perempuan. Pernyataan ini diasosiasikan dengan kemampuan laki-laki yang lebih tinggi dalam melakukan migrasi, baik dari segi finan- sial maupun tenaga (Biddle dan Hunter, 2006). Akan tetapi, terdapat juga hasil studi yang me- nyatakan bahwa perempuan cenderung memili- ki probabilitas migrasi yang lebih besar diban- dingkan laki-laki. Dari hasil studi Ravenstein (1885) terdapat 112 perempuan di setiap 100 laki-laki dari migran yang berada di London. Namun, hal tersebut hanya terbatas pada kea- daan di masa itu di mana banyak perempuan yang bermigrasi untuk bekerja. Jumlah mig- ran perempuan memang lebih banyak, tetapi jarak migrasi laki-laki lebih jauh daripada mig- ran perempuan. Untuk kasus Indonesia, ILO (2004) menyatakan bahwa peningkatan jumlah perempuan berstatus migran lebih tinggi da- ripada peningkatan jumlah laki-laki berstatus migran. Selain itu, migrasi perempuan dari de- sa ke kota juga meningkat, utamanya perem- puan yang berpendidikan rendah yang mencari kerja di sektor informal atau menjadi pekerja domestik atau yang berpendidikan menengah yang mencari kerja di sektor formal.

Selain itu, menurut Lee (1966), salah satu faktor pendorong seseorang melakukan migrasi muncul dari tempat asal migran, yaitu kondisi ekonomi yang buruk sehingga mendorong se- seorang untuk pindah keluar dari tempat ting- gal seseorang saat ini.Kemiskinan juga dibahas

kaitannya dengan migrasi oleh Stark dan Tay- lor (1989; 1991). Dalam Teori Ekonomi Migra- si Baru, Stark dan Taylor menjelaskan bahwa seseorang akan melakukan migrasi karena de- privasi relatif. Stark berhipotesis bahwa moti- vasi migrasi dari perdesaan ke perkotaan ada- lah untuk meningkatkan pendapatan dari indi- vidu atau rumah tangga karena adanya kesen- jangan dalam suatu kelompok. Jika seseorang merasa dirinya memiliki pendapatan di bawah rata-rata pendapatan dari suatu masyarakat, maka orang tersebut adalah miskin secara re- latif. Orang yang miskin secara relatif inilah yang kemudian akan melakukan migrasi. Oleh karena itu, migrasi akan cenderung terjadi pa-

da daerah dengan kesenjangan ekonomi yang tinggi. Teori ini membuktikan bahwa deprivasi relatif memainkan peranan penting dalam mo- tivasi seseorang melakukan migrasi dari Meksi- ko menuju Amerika Serikat. Berdasarkan stu- di tersebut, disimpulkan bahwa adanya kesen- jangan di daerah perdesaan memiliki asosiasi dengan tingkat migrasi keluar yang lebih ting- gi.

Dilihat dari sudut pandang kebijakan publik, kaitan antara kemiskinan dan migrasi dapat menjadi temuan yang penting. Misalnya, jika motivasi penduduk dalam melakukan migra- si adalah mendapatkan program bantuan da- ri pemerintah untuk orang miskin, maka wi- layah yang menawarkan program bantuan de- ngan manfaat yang lebih besar akan memiliki tingkat migrasi masuk yang tinggi. Hasil stu- di dengan menggunakan data keluarga pene- rima bantuan pemerintah di Amerika Serikat menunjukkan bahwa nilai bantuan yang lebih tinggi memiliki korelasi yang positif terhadap migrasi yang masuk ke suatu wilayah dan se- baliknya cenderung mengurangi migrasi keluar dari suatu wilayah (Southwick, 1981).

Metode Studi ini menggunakan data Survei Aspek Ke-

hidupan Rumah Tangga Indonesia (SAKERTI)

172 Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data... atau Indonesian Family Life Survey (IFLS).

ponden yang tinggal di daerah perkotaan dan SAKERTI adalah survei komprehensif longitu-

responden yang tinggal di daerah perdesaan. dinal individual yang diambil dalam tingkat ru-

Untuk model migrasi perkotaan dan model mi- mah tangga dan merupakan survei longitudinal

grasi perdesaan yang memiliki variabel terikat yang pertama di Indonesia. Sampel yang di-

dengan tiga kategori, maka model yang digu- ambil dari data tersebut adalah individu yang

nakan adalah model regresi logistik multinomi- datanya masih tersedia dari tahun 2000 hing-

al. Variabel terikat model migrasi perkotaan,

ga sampai tahun 2007. Sampel yang digunakan misalnya, mencakup kategori: (1) migrasi dari dalam studi ini adalah individu berusia mini-

perkotaan ke perkotaan (kota-kota), (2) migra- mal 15 tahun pada tahun 2000 untuk meng-

si dari perkotaan ke perdesaan (kota-desa), dan gambarkan relevansinya dengan angkatan ker-

(3) tidak bermigrasi.

ja. Setelah proses pembersihan data, responden Berdasarkan uraian sebelumnya, maka mo- yang dapat digunakan untuk studi ini adalah

del regresi logistik biner untuk model regresi sebanyak 14.215 individu.

migrasi keseluruhan memiliki spesifikasi seba- gai berikut:

Pengolahan data dilakukan dengan menggu- nakan STATA 12.0. Metode analisis yang digu-

0 +α 1 umur +α 2 umur nakan adalah analisis deskriptif dan inferensi-

al. Model dengan variabel terikat yang bersifat +α 3 laki +α 4 lamasekolah diskrit jika diestimasi dengan menggunakan es-

+α 5 f ormal +α 6 kota timasi Ordinary Least Square (OLS) tidak da-

(1) +α 7 stkawin +α pat menghasilkan estimator yang bersifat Best lntotaset 8

Linier Unbiased Estimator (BLUE). Hal ini di- +α 9 lahan +α 10 bantuan sebabkan karena varians erornya tidak terdis-

+α 11 miskin +ε tribusi normal, estimator tidak efisien akibat

heteroskedastisitas, dan nilai R 2 tidak dapat

dengan:

digunakan sebagai pengukur Goodness-of-Fit.

Oleh karena itu untuk menghasilkan estimator 1−ρ ) = logaritma natural dari rasio proba-

ln ρ (

bilitas bermigrasi (ρ) dan probabilitas ti- persamaan yang BLUE, studi ini menggunakan dak bermigrasi (1 − ρ); model regresi untuk variabel terikat kualitatif umur = umur pada tahun 2000 ditambah 3,5 (Gujarati, 2009). (estimasi tengah periode);

Variabel terikat yang digunakan dalam studi umur 2 = umur pada tahun 2000 ditambah 3,5 ini bersifat kategorik. Respons variabel untuk

dikuadratkan;

model migrasi keseluruhan adalah bersifat bi- laki = jenis kelamin (laki-laki = 1, perempuan ner, yaitu apakah individu melakukan migra-

si atau tidak. Dengan asumsi bahwa distribusi

educ = lama sekolah;

eror tersebar mengikuti distribusi logistik, me- formal = status pekerjaan dan kegiatan lain- tode regresi yang digunakan dalam mengana-

nya (1 = formal, 0 = status pekerjaan in- lisis perilaku migrasi secara umum di dalam

formal dan tidak bekerja); studi ini adalah model regresi logistik biner

kota = daerah tempat tinggal pada tahun (Nachrowi dan Usman, 2002). Karena menu-

2000 (1 = perkotaan, 0 = perdesaan); rut Zhu dan Luo (2014) perbedaan karakteris-

stkawin = status perkawinan (1 = kawin, 0 = tik antara perkotaan dan perdesaan dapat me-

tidak kawin yang terdiri dari belum kawin, nyebabkan perbedaan perilaku migrasi pendu-

cerai hidup, dan cerai mati); duk kedua wilayah tersebut, maka responden

lntotaset = logaritma natural dari total nilai dalam studi ini kemudian dibagi menjadi res-

aset yang dimiliki rumah tangga;

Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data... 173 lahan = kepemilikan lahan pertanian (1 = pu-

Migrasi yang dimaksud dalam studi ini ada- nya lahan, 0 = tidak punya lahan);

lah individu yang pada saat survei tahun 2007 bantuan = penerimaan bantuan (1= meneri-

bertempat tinggal di kabupaten yang berbeda ma, 0 = tidak menerima);

dengan kabupaten pada saat survei tahun 2000. poor = status kemiskinan (1 = miskin, 0 =

Sementara, variabel bebas yang digunakan di- tidak miskin).

bagi menjadi dua karakteristik, yaitu karakte- ristik individu dan rumah tangga. Ada bebera-

Untuk analisis migrasi bagi penduduk yang pa variabel karakteristik individu dan rumah tinggal di daerah perkotaan dan perdesaan, tangga yang perlu penjelasan lebih lanjut, ya- spesifikasi model regresi logistik multinomial-

itu:

nya adalah sebagai berikut: ρ i

ln ( )=α i0 +α i1 umur +α i2 umur 2 1. Umur adalah variabel yang menjelas- 1−ρ 0 kan umur individu dalam satuan tahun.

+α i3 laki +α i4 lamasekolah Bentuk kuadratiknya (umur 2 ) juga dima- +α i5 f ormal +α i6 kota

sukkan untuk menangkap bentuk para- +α i7 stkawin +α i8 lntotaset

bola (fungsi kuadratik) karena probabi- +α lahan

litas migrasi terhadap umur dapat me-

i9

+α i10 bantuan

ningkat/menurun hanya hingga pada titik +α i11 miskin +ε

umur tertentu, tergantung pada tanda ko-

efisien regresinya. Dengan menggunakan asumsi distribusi seragam (uniform) atau

ρ j ln (

)=α j0 +α j1 umur +α j2 umur 2 estimasi tengah tahun, variabel umur in- 1−ρ 0 dividu ditambah 3,5 tahun. Hal ini untuk

+α j3 laki +α j4 lamasekolah mengakomodasi periode observasi, yaitu +α j5 f ormal +α j6 kota

7 tahun dengan asumsi bahwa responden +α j7 stkawin +α j8 lntotaset

melakukan migrasi di pertengahan periode studi.

+α j9 lahan +α j10 bantuan +α j11 miskin +ε

2. Lama sekolah adalah variabel yang

menjelaskan sudah berapa lama individu dengan:

mengenyam pendidikan formal pada tahun Persamaan (2) untuk analisis migrasi pendu-

2000. Variabel ini berbentuk numerik de- duk perkotaan dan Persamaan (3) untuk ana-

ngan satuan waktu tahun. lisis migrasi penduduk perdesaan;

3. Status pekerjaan dan kegiatan (for-

i = 1,2 (1 = migrasi dari perkotaan ke perko- mal) adalah variabel yang menjelaskan taan, 2 = migrasi dari perkotaan ke per- tentang status pekerjaan individu pada ta- desaan dengan kategori acuan 0 = tidak hun 2000, apakah bekerja di sektor formal bermigrasi); atau lainnya. Responden dikatakan beker- j = 1,2 (1 = migrasi dari perdesaan ke perde- ja di sektor formal apabila memiliki status saan, 2 = migrasi dari perdesaan ke per- pekerjaan: berusaha sendiri dengan karya- kotaan dengan kategori acuan 0 = tidak wan tetap, buruh/karyawan pemerintah, bermigrasi); dan buruh/karyawan swasta (pengertian

penjelasan simbol dalam Persamaan (2) dan menurut BPS). Status pekerjaan lainnya (3) yang lainnya sama dengan penjelasan un-

termasuk bekerja di sektor informal, se- tuk Persamaan (1).

dang mencari pekerjaan dan tidak bekerja

174 Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data... karena ibu rumah tangga, sedang berseko-

lah, atau seorang pensiunan.

4. Kepemilikan lahan pertanian adalah variabel kategorik mengenai apakah ru- mah tangga memiliki lahan untuk perta- nian atau tidak pada tahun 2000. Lahan yang dimaksud adalah lahan yang digu- nakan untuk usaha pertanian yang meng- hasilkan pendapatan bagi rumah tangga tersebut.

5. Penerimaan bantuan adalah variabel yang menjelaskan apakah rumah tangga menerima bantuan atau tidak pada tahun 2000. Rumah tangga dikatakan menerima bantuan apabila (1) rumah tangga terse- but menerima bantuan berupa uang, be- ras, makanan lainnya, dari pemerintah ba- ik pusat maupun daerah, atau organisa- si bukan pemerintah (perusahaan, orga- nisasi sosial, organisasi keagamaan, dan lain-lain) selain dari Operasi Pasar Khusus (OPK), Jaringan Pengaman Sosial, Pasar Murah dan sejenisnya dalam satu tahun terakhir, atau (2) rumah tangga pernah membeli sembako atau barang lainnya di pasar murah, bazar, OPK, dan sejenisnya dalam waktu satu tahun terakhir.

6. Status kemiskinan adalah variabel kate- gorik di mana responden dinyatakan ber- status miskin jika memiliki pengeluaran per kapita di bawah Garis Kemiskinan (GK) pada tahun 2000 (dari BPS, 2000) dan sisanya dinyatakan tidak miskin. GK yang digunakan disesuaikan dengan pro- vinsi dan daerah tempat tinggal respon- den, apakah perkotaan atau perdesaan.

Deskripsi Sampel Pada Tabel 1, jumlah responden berjenis ke-

lamin laki-laki lebih banyak dibandingkan de- ngan perempuan, di mana 56,01% dari seluruh sampel adalah laki-laki. Kemudian, responden

yang bertempat tinggal di daerah perdesaan le- bih banyak daripada di daerah perkotaan, di mana 54,93% responden bertempat tinggal di daerah perdesaan dan sisanya di daerah perko- taan. Kondisi ini dapat menggambarkan situ- asi secara nasional di mana penduduk perde- saan Indonesia lebih besar daripada penduduk perkotaan. Responden sebagian besar bersta- tus kawin (74,22%) dan kelompok umur yang memiliki persentase tertinggi adalah respon- den berumur 26–35 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, persentase tertinggi adalah belum lulus SD. Kemudian menurut status pekerjaan dan kegiatan, sebesar 40,41% responden beker- ja di sektor formal. Untuk gambaran variabel terikatnya, terdapat 19,70% sampel yang me- lakukan migrasi.

Untuk kepemilikan lahan pertanian, terda- pat 39,73% responden yang memiliki lahan per- tanian yang bisa menjadi sumber pendapatan. Kemudian, terdapat 42,63% responden yang menerima bantuan dalam bentuk uang mau- pun barang. Namun, hanya 11,96% dari res- ponden yang termasuk dalam kategori miskin secara absolut. Hal ini menggambarkan bah- wa orang yang menerima bantuan tidak hanya orang miskin saja.

Selain karakteristik di atas, terdapat pula variabel numerik yang digunakan dalam anali- sis. Pada Tabel 2 terlihat bahwa lama sekolah rata-rata responden adalah 7 tahun atau seta- ra dengan lulusan SD. Kemudian, total nilai aset rata-rata responden sebesar Rp35.000.000 dan memiliki pengeluaran rata-rata sebesar Rp239.297,70 per kapita per bulan.

Hasil dan Analisis Analisis Deskriptif

Pada bagian ini akan dijelaskan persebaran sampel menurut variabel terikatnya yang di- sajikan dalam Tabel 3. Terlihat bahwa per- sentase migran laki-laki sedikit lebih tinggi (20,89%) dibanding persentase migran perem- puan (18,2%). Hal ini dapat mengindikasikan

Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data... 175

Tabel 1: Distribusi Responden 15 tahun ke atas, SAKERTI 2000

Nama Variabel

N (%) Jenis Kelamin

Belum Lulus SD

Sudah Lulus SD

1.025 7,21 Karakteristik Tempat Tinggal

PT

Perkotaan (Urban)

7.809 54,93 Status Pernikahan

Perdesaan (Rural)

Menikah

3.665 25,78 Status Pekerjaan dan Kegiatan Kerja di Formal

Lainnya

8.471 59,59 Kepemilikan Lahan Pertanian

Lainnya

Memiliki Lahan Pertanian

8.568 60,27 Bantuan

Tidak Memiliki Lahan Pertanian

Menerima Bantuan

8.155 57,37 Status Kemiskinan

Tidak Menerima Bantuan

Miskin

12.515 88,04 Status Migrasi

Tidak Miskin

Tidak Migrasi

14.215 100,00 Sumber: SAKERTI 2000 dan 2007, diolah Keterangan: *Status migrasi berdasarkan SAKERTI 2000–2007

bahwa laki-laki lebih cenderung melakukan mi-

duduk perdesaan.

grasi daripada perempuan. Pola menurut jenis Berdasarkan kelompok umur, untuk semua kelamin ini juga terdapat pada semua migrasi

jenis migrasi berlaku bahwa semakin tua ke- spesifik lokasi kecuali untuk migrasi dari per-

lompok umur, maka persentase responden yang kotaan ke perdesaan. Berdasarkan tempat asal,

melakukan migrasi semakin menurun. Hal ini terlihat bahwa persentase migran sedikit lebih

diduga karena responden yang digunakan ada- banyak yang berasal dari daerah perkotaan da-

lah usia 15 tahun ke atas, sehingga kemung- ripada yang berasal dari perdesaan (21,37% di-

kinan kelompok usia yang paling muda adalah banding 18,34%). Hal ini bisa jadi menunjuk-

titik puncak. Kemudian berdasarkan tingkat kan bahwa penduduk perkotaan memiliki ting-

pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan, kat mobilitas yang lebih tinggi daripada pendu-

semakin tinggi persentase yang melakukan mi- duk perdesaan. Baik di perkotaan maupun per-

grasi, kecuali pada jenis migrasi dari perdesaan desaan, migrasi menuju daerah sejenis (kota-

ke perdesaan.

kota, desa-desa) memiliki persentase yang le- Untuk status perkawinan, persentase mig- bih tinggi daripada migrasi yang berbeda jenis

ran lebih tinggi di antara yang tidak kawin (kota-desa, desa-kota). Untuk migrasi menuju

(24,64%) dibandingkan di antara yang bersta- daerah sejenis, penduduk perkotaan memiliki

tus kawin (17,99%) dan hal ini berlaku pula persentase yang lebih tinggi dibandingkan pen-

untuk migrasi secara keseluruhan maupun mi-

176 Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data...

Tabel 2: Statistik Deskriptif Umur, Lama Sekolah, Total Nilai Aset, dan Pengeluaran per Kapita

Variabel

Maks. Umur (tahun)

Rata-Rata

Std. Dev.

Min.

15 101 Lama sekolah (tahun)

0 18 Total Nilai Aset (Rp)

0 1.950.000.000 Pengeluaran per Kapita (Rp)

17.300.000 Sumber: SAKERTI 2000 (diolah)

grasi dari desa dan migrasi dari kota. Untuk lebih rendah daripada persentase yang bermi- status pekerjaan dan kegiatan, mereka yang be-

grasi pada kelompok yang tidak miskin. Hal kerja di sektor formal memiliki persentase ber-

ini mengonfirmasi temuan Friedli (1986) bah- migrasi lebih tinggi dibanding mereka yang be-

wa kecenderungan orang miskin untuk bermi- kerja di sektor informal dan yang tidak beker-

grasi lebih rendah daripada yang tidak miskin. ja. Untuk indikator kemampuan ekonomi, ter-

Namun, untuk kasus migrasi kota-kota ditemu- lihat bahwa pada semua jenis migrasi, persen-

kan pola yang berbeda karena persentase ber- tase responden yang memiliki lahan pertanian

migrasi di antara yang miskin justru lebih ting- dan tidak melakukan migrasi lebih tinggi dari-

gi daripada persentase bermigrasi di antara pada responden yang memiliki lahan pertanian

yang tidak miskin. Hal ini dapat mengindi- dan melakukan migrasi. Hal ini kemungkinan

kasikan bahwa orang miskin di perkotaan ke- mengindikasikan bahaw lahan pertanian yang

mungkinan lebih mudah untuk memiliki akses dimiliki rumah tangga responden memberikan

ke daerah perkotaan lainnya. keuntungan yang menurunkan kecenderungan

Untuk melihat pola dan perbedaan bermig- untuk bermigrasi.

rasi berdasarkan indikator kemampuan ekono- mi yang berjenis numerik, yaitu pengeluaran

Lalu untuk penerimaan bantuan, persentase per kapita dan total nilai aset rumah tang-

yang bermigrasi lebih rendah di antara yang

ga, kedua variabel ini dibagi menjadi lima ke- menerima bantuan daripada di antara yang ti-

lompok (per kuintil). Dari Gambar 1 terlihat dak menerima bantuan. Hal ini diduga kare- bahwa semakin tinggi pengeluaran per kapi- na yang menerima bantuan kemungkinan me-

ta, maka persentase responden yang melakukan rasakan manfaat yang mereka terima saat ini

lebih tinggi daripada biaya yang harus mere- migrasi semakin meningkat. Dapat dikatakan bahwa pengeluaran per kapita menggambar-

ka keluarkan untuk bermigrasi sehingga mereka memilih untuk tetap tinggal di tempatnya yang

kan kemampuan responden untuk membayar biaya migrasi, sehingga korelasinya positif. Ko-

sekarang. Namun, pola bermigrasi ini berbeda untuk jenis migrasi kota-kota. Pada migrasi je-

relasi ini berbeda dengan total nilai aset rumah tangga, di mana semakin tinggi nilai aset yang

nis ini, persentase yang melakukan migrasi pa- dimiliki rumah tangga, maka persentase yang

da kelompok yang menerima bantuan justru le- bermigrasi akan menurun. Dalam hal ini nilai bih tinggi dibandingkan kelompok yang tidak aset yang semakin tinggi dapat dianggap mem- menerima bantuan. Hal ini diduga karena me- beri manfaat bagi responden di tempat ting- reka yang tidak menerima bantuan diasumsi- galnya saat ini sehingga lebih tinggi nilai aset, kan memiliki kemampuan ekonomi yang lebih

baik, maka dari itu mereka memiliki kemampu- lebih rendah kecenderungan bermigrasi. an untuk membiayai biaya moneter yang mun-

cul untuk melakukan migrasi.

Analisis Inferensial

Berdasarkan status kemiskinan, persentase Analisis inferensial dalam studi ini mengguna- yang bermigrasi pada kelompok yang miskin

kan model regresi logistik biner untuk menga-

Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data... 177

Gambar 1: Persentase Migrasi berdasarkan Kuintil Pengeluaran per Kapita dan Total Nilai Aset

Sumber: SAKERTI 2000 dan 2007 (diolah)

nalisis kecenderungan migrasi keseluruhan, se- tinggal di daerah perkotaan memiliki peluang mentara regresi logistik multinomial digunak-

melakukan migrasi 0,8 kali lebih kecil daripa- an untuk menganalisis migrasi responden yang

da individu yang bertempat tinggal di daerah tinggal di perkotaan dan perdesaan. Untuk me-

perdesaan. Berbeda dengan hasil analisis des- tode regresi logistik biner dan multinomial, in-

kriptif, nilai rasio kecenderungan ini membe- terpretasi dilakukan dengan melihat nilai rasio

rikan indikasi bahwa penduduk perdesaan me- kecenderungan yang disebut sebagai Odds Ra-

miliki tingkat mobilitas yang lebih tinggi. Ada tio (OR) untuk regresi logistik biner dan Rela-

dua hipotesis transisi mobilitas Zelinsky (1971) tive Risk Ratio untuk regresi logistik multino-

yang bisa digunakan untuk menjelaskan temu- mial yang dihitung dengan menggunakan nilai

an analisis deskriptif dan inferens yang tam- eksponensial dari koefisien regresi. Selain itu,

paknya bertentangan ini. Zelinsky merumus- interpretasi hasil regresi juga dilakukan dengan

kan bahwa mobilitas penduduk mengikuti po- melihat efek marjinal dari masing-masing vari-

la tertentu sesuai dengan proses pembangun- abel bebas terhadap variabel terikat. Efek mar-

an, yaitu sejalan dengan perubahan masyara- jinal digunakan untuk menganalisis elastisitas

kat dari masyarakat tradisional ke masyarakat bermigrasi.

maju. Sejalan dengan meningkatnya kemaju- an masyarakat, maka (1) migrasi dari daerah

Migrasi Keseluruhan perdesaan ke perkotaan akan meningkat terus sampai pada titik tertentu, lalu migrasi dari

Berdasarkan hasil regresi logistik biner pada daerah perdesaan ke perkotaan akan menurun; Tabel 4, nilai rasio kecenderungan menunjuk-

sedangkan (2) migrasi dari daerah perkotaan kan bahwa laki-laki memiliki peluang melaku-

ke perkotaan lainnya malah semakin mening- kan migrasi 1,09 kali lebih besar daripada per-

kat. Hasil analisis deskriptif mengindikasikan empuan. Hasil ini tidak berbeda dengan stu-

bahwa penduduk perkotaan memiliki mobilitas di terdahulu yang menyatakan bahwa laki-laki

lebih tinggi sedangkan hasil analisis inferensi- lebih cenderung melakukan migrasi. Berdasar-

al malah mengonfirmasi bahwa penduduk yang kan tempat tinggal, individu yang bertempat

178 Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data... berasal dari daerah perdesaanlah yang memi-

mal 1,23 kali lebih cenderung untuk bermigra- liki peluang bermigrasi yang lebih besar. Ke-

si dibandingkan individu yang bekerja di sek- dua hasil ini tidak bertentangan jika kita me-

tor informal dan yang tidak bekerja. Hal ini lihat bahwa hipotesis kedua ada peningkatan

tidak sesuai dengan pendapat Borjas (2000) migrasi kota-kota (84% migrasi dari perkotaan

yang menyatakan bahwa kelompok tenaga ker- adalah ke perkotaan) bisa menjadi penjelasan

ja yang menganggurlah yang memiliki elastisi- analisis deskriptif, sedangkan hipotesis perta-

tas migrasi lebih tinggi yang dikonfirmasi oleh ma kemungkinan menjadi penjelasan dari hasil

Southwick (1981), Wodon et al. (2003), serta regresi setelah mengontrol variabel-variabel la-

Biddle dan Hunter (2006). Kemungkinan be- innya. Sejalan dengan kemajuan pembangunan

sar hal ini berkaitan dengan temuan Pardede suatu negara, kedua pola ini tidak bertentang-

dan Listya (2013) bahwa migran di Indonesia an satu sama lain dan hanya menunjukkan fe-

lebih cenderung untuk bekerja di sektor for- nomena yang berbeda yang terjadi secara ber-

mal dibandingkan dengan sektor informal ma- samaan.

upun tidak bekerja yang diduga karena migran Lalu, peluang individu yang rumah tangga-

di Indonesia kemungkinan lebih bersifat meng- nya memiliki lahan pertanian dalam melaku-

hindari risiko dan adanya dugaan bahwa je- kan migrasi adalah 0,49 kali lebih kecil daripa-

nis migran yang masuk ke informal sektor ke-

da individu yang rumah tangganya tidak me- mungkinan adalah migran sirkuler yang kegi- miliki lahan pertanian. Hasil ini sejalan dengan

atan mobilitasnya lebih bersifat non-permanen hasil analisis deskriptif. Lahan pertanian jika

seperti yang diungkapkan oleh Hugo (1982). diolah bisa berfungsi sebagai sumber penda-

Untuk variabel numerik, analisis dilakukan patan sehingga jika ditinggalkan bisa dipertim-

bangkan sebagai komponen pendapatan yang dengan melihat efek marjinal tiap variabel- hilang karena bermigrasi. Selain itu, lahan ju-

nya yang dapat dilihat hasil perhitungannya

ga bisa bersifat sebagai aset sehingga hasil ini di Tabel 5. Variabel umur dan probabilitas sejalan dengan studi Vanwey (2003) yang me-

bermigrasi menunjukkan hubungan yang nega- nemukan bahwa aset berhubungan negatif de-

tif, yang artinya bahwa semakin tua seseorang, ngan probabilitas bermigrasi.

maka kecenderungan untuk melakukan migrasi akan semakin rendah. Berdasarkan hasil per-

Dari nilai rasio peluang untuk variabel pene- hitungan efek marjinal, setiap penambahan 1 rimaan bantuan, individu yang menerima ban-

tahun usia individu akan menurunkan probabi- tuan memiliki kecenderungan lebih rendah un-

litas bermigrasi sebesar 0,912%. Namun, vari- tuk bermigrasi dibanding individu yang mene-

abel umur kuadrat memperlihatkan hubungan rima bantuan. Sama halnya dengan penerima-

yang positif yang artinya bahwa pada umur ter- an bantuan, status kemiskinan juga memiliki

tentu probabilitas bermigrasi akan meningkat korelasi negatif dengan kecenderungan bermi-

seiring dengan pertambahan umur dan dipero- grasi. Hal ini dapat dikaitkan dengan pernya-

leh titik baliknya pada usia 57 tahun. Hal ini taan Sjastaad (1962) bahwa migrasi membu-

berarti bahwa pada usia 15 hingga 57 tahun tuhkan pelakunya untuk mengeluarkan sejum-

probabilitas bermigrasi akan menurun semen- lah biaya. Biaya ini kemungkinan besar tidak

tara pada usia 57 tahun ke atas probabilitas bisa dibayar oleh individu yang miskin karena

bermigrasi akan meningkat lagi. Temuan ini di- mereka tidak mampu, sehingga individu yang

duga mengindikasikan arus balik migrasi dan miskin cenderung tidak melakukan migrasi.

juga migrasi usia pensiun ketika orang-orang Berdasarkan status pekerjaan dan kegiatan

yang sudah bukan usia produktif lagi kemung- utama, hasil regresi dalam Tabel 4 menunjuk-

kinan akan kembali dari daerah tempat mereka kan bahwa individu yang bekerja di sektor for-

bermigrasi menuju ke daerah tempat asalnya.

Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data... 179 Jika melihat perhitungan efek marjinal varia-

sejalan dengan hasil analisis deskriptif. Seperti bel pendidikan pada Tabel 5, pertambahan 1

yang sudah dijelaskan sebelumnya untuk kasus tahun lama seolah akan meningkatkan proba-

migrasi secara keseluruhan, ada indikasi bahwa bilitas bermigrasi sebesar 0,276%. Hal ini rele-

migran yang memiliki status pekerjaan formal van dengan pembahasan pasar tenaga kerja di

sifat migrasinya lebih permanen dan tidak di- mana individu dengan pendidikan yang tinggi

lakukan berdasarkan spekulasi semata, sehing- lebih cenderng untuk bermigrasi untuk mem-

ga responden seperti ini bisa memiliki kecende- perluas area pencarian tenaga kerja dibanding

rungan untuk bermigrasi lebih tinggi dibanding individu yang berpendidikan lebih rendah.

yang lainnya baik ke kota atau desa dengan ca- Hasil perhitungan efek marjinal lainnya di-

tatan sudah ada kepastian di daerah tujuan. tampilkan di Tabel 5 untuk variabel total nilai asset dalam bentuk logaritma natural. Jika se-

Untuk variabel-variabel yang menjadi indi- seorang mengalami kenaikan nilai aset rumah

kator kemampuan ekonomi, kedua koefisien re- tangga sebesar 1%, maka probabilitas individu

gresi variabel total nilai aset dan kepemilikan tersebut untuk melakukan migrasi akan meng-

lahan pertanian menunjukkan arah negatif ter- alami penurunan sebesar 0,88%. Peningkatan

hadap migrasi kota-kota dan kota-desa, walau- nilai aset dapat berarti adanya peningkatan ke-

pun untuk kasus migrasi kota-desa koefisien re- untungan bagi individu di tempat tinggalnya

gresi kepemilikan lahan pertanian tidak signi- yang sekarang, sehingga kecenderungan indivi-

fikan pada taraf 5%. Kemudian untuk indikator du tersebut untuk bermigrasi akan menurun.

yang menggambarkan kondisi kemiskinan, yai- tu penerimaan bantuan dan status kemiskinan, hasil regresi menunjukkan arah koefisien yang

Migrasi Perkotaan positif untuk migrasi kota-kota, tetapi negatif

Untuk migrasi dari wilayah perkotaan, dite- untuk migrasi kota-desa. Temuan ini menarik mukan bahwa koefisien regresi untuk variabel

karena jika dikaitkan dengan kemampuan men- jenis kelamin dan status perkawinan tidak sig-

danai biaya moneter migrasi dalam kerangka nifikan pada taraf 5% seperti yang dapat di-

investasi modal manusia (Sjaastad, 1962; Bid- lihat di dalam Tabel 6. Hal ini barangkali di-

dle dan Hunter, 2006) karen dapat dikatakan karenakan laki-laki dan perempuan di perko-

bahwa bantuan mungkin saja berperan seba- taan memiliki kecenderungan bermigrasi yang

gai sumber dana untuk bermigrasi, tetapi lebih sama tetapi bisa saja untuk alasan yang ber-

besar pengaruhnya untuk kecenderungan mi- beda. Kemungkinan besar laki-laki bermigra-

grasi kota-kota. Ekspektasi keuntungan di wi- si karena alasan ekonomi sedangkan perempu-

layah perkotaan cenderung lebih tinggi diban- an bermigrasi sebagai pengikut dengan alasan

dingkan dengan ekspektasi di wilayah perdesa- perkawinan atau keluarga. Berdasarkan status

an. Tetapi jika dilihat dari arah atau tujuan perkawinan, mereka yang kawin dan tidak ka-

migrasi berdasarkan status kemiskinan, tam- win bisa juga memiliki kecenderungan bermi-

paknya orang miskin perkotaan kemungkinan grasi yang sama tetapi juga dengan alasan yang

besar terdorong untuk meningkatkan taraf hi- berbeda seperti migran ekonomi atau migran

dupnya karena memiliki kecenderungan lebih yang menjadi pengikut.

tinggi untuk pindah ke daerah perkotaan lain- Berdasarkan status pekerjaan dan kegiatan

nya dibandingkan mereka yang tidak miskin. utama, individu yang bekerja di sektor formal

Walaupun pengukuran status kemiskinan da- lebih cenderung melakukan migrasi baik kota-

lam studi ini adalah ukuran kemiskinan abso- kota maupun kota-desa daripada tidak bermig-

lut, tetapi apa yang diuraikan oleh Stark dan rasi, dibanding dengan individu yang bekerja di

Taylor (1989, 1991) mengenai deprivasi relatif sektor informal maupun tidak bekerja. Hasil ini

bisa jadi berlaku dalam kasus ini. Mereka yang

180 Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data... miskin di wilayah perkotaan bisa jadi terdepri-

vasi secara relatif sehingga memutuskan untuk pindah menuju wilayah yang bisa memberikan tingkat pengembalian migrasi yang lebih ting- gi, yaitu wilayah perkotaan lainnya.

Agar analisis variabel numerik lebih mudah untuk dilakukan, efek marjinal dari tiap varia- bel untuk model regresi migrasi perkotaan dihi- tung dan disajikan di Tabel 7. Tampak bahwa hubungan variabel umur dengan migrasi dari wilayah perkotaan searah dengan perilaku mig- rasi secara keseluruhan. Sampai umur tertentu,

1 tahun pertambahan usia individu akan menu- runkan probabilitas bermigrasi kota-kota sebe- sar 0,852% dan 0,378% untuk bermigrasi kota- desa. Namun, pada umur tertentu, semakin tua umur individu maka probabilitas untuk mela- kukan migrasi akan semakin meningkat. Untuk variabel lama sekolah, terdapat perbedaan ha- sil regresi antara migrasi ke perkotaan dan mig- rasi ke perdesaan. Untuk migrasi kota-kota, ha- sil regresi menunjukkan bahwa 1 tahun bertam- bahnya lama sekolah akan menaikkan probabi- litas bermigrasi sebanyak 1,064%. Sebaliknya,

1 tahun bertambahnya lama sekolah akan me- nurunkan probabilitas migrasi kota-desa seba- nyak 0,142%. Temuan ini memberikan indikasi bahwa dalam membangun hipotesis mengenai efek pendidikan terhadap migrasi tidak cukup hanya menyatakan bahwa peningkatan pendi- dikan meningkatkan probabilitas migrasi seca- ra umum tetapi juga berpengaruh terhadap pi- lihan tujuan migrasi karena efeknya berbeda terhadap migrasi kota-kota dibanding dengan migrasi kota-desa.

Migrasi Perdesaan Berdasarkan hasil regresi pada Tabel 8 diketa-

hui bahwa tidak terdapat perbedaan peluang bermigrasi menurut umur untuk migrasi desa- desa, tetapi ditemukan perbedaan peluang me- nurut umur yang signifikan untuk migrasi desa- kota. Dari perhitungan efek marjinal yang disa- jikan di Tabel 9, dapat disimpulkan bahwa 1 ta- hun penambahan umur menurunkan probabili-

tas migrasi desa-kota sebesar 0,556% yang ke- mudian pada umur tertentu terjadi peningkat- an probabilitas migrasi desa-kota dengan ber- tambahnya umur. Dugaan mengapa hal ini ter- jadi adalah karena responden yang diobservasi berusia 15 tahun ke atas pada saat peluang ber- migrasi masih tinggi. Pada umur tertentu, bi- sa jadi mereka yang memiliki peluang migrasi desa-kota menigkat adalah mereka yang tadi- nya tinggal di wilayah perkotaan dan melaku- kan migrasi kembali untuk mendapatkan kon- disi fasilitas umum yang lebih baik dibanding- kan wilayah perdesaan.

Berbeda dengan hasil regresi variabel jenis kelamin yang tidak signifikan untuk migrasi dari wilayah perkotaan, Tabel 8 menunjukkan bahwa peluang laki-laki untuk bermigrasi desa- kota lebih besar dan signifikan secara statistik, yaitu 1,34 kali peluang perempuan untuk ber- migrasi desa-desa, jika dibandingkan dengan bermigrasi desa-kota maupun tidak bermigra- si. Temuan mengenai pengaruh jenis kelamin yang tidak signifikan untuk migrasi desa-kota mengindikasikan bahwa kemungkinan laki-laki dan perempuan memiliki kecenderungan yang sama dalam bermigrasi desa-kota. Temuan ini mengonfirmasi pernyataan bahwa di Indonesia telah terjadi peningkatan dalam jumlah mi- grasi perempuan yang lebih tinggi dibanding peningkatan jumlah migrasi laki-laki dan bah- wa terjadi pula peningkatan migrasi desa-kota untuk perempuan seperti yang diuraikan oleh ILO (2004), sehingga peluang perempuan ber- migrasi desa-kota bisa jadi telah menyamai pe- luang laki-laki bermigrasi desa-kota. Untuk te- muan mengenai status perkawinan, hasil regre- sinya hanya signifikan secara secara statistik untuk kasus migrasi desa-kota dan arahnya ne- gatif yang mengindikasikan bahwa adanya pa- sangan kemungkinan meningkatkan biaya pin- dah dan/atau biaya psikis dari bermigrasi se- hingga ekspektasi keuntungan bersih dari ber- migrasi menurun (Sjaastad, 1962; Biddle dan Hunter, 2006).

Menurut status pekerjaan dan kegiatan, ti-

Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data... 181 dak ditemukan perbedaan yang signifikan pelu-

ang bermigrasi antara individu yang bekerja di sektor formal dengan yang bekerja di sektor in- formal maupun bekerja. Hasil regresi untuk va- riabel indikator kondisi ekonomi, yaitu total ni- lai aset dan kepemilikan lahan pertanian semu- anya memiliki arah negatif terhadap peluang bermigrasi dan hanya tidak signifikan untuk koefisien regresi total nilai aset untuk migrasi desa-kota. Patut diduga bahwa lahan pertani- an dalam kasus migrasi dari wilayah perdesa- an berperan dalam mengurangi ekspektasi ke- untungan bermigrasi karena berfungsi sebagai aset produktif (ekspektasi pendapatan di kota dikurangi ekspektasi pendapatan dari aset pro- duktif) dalam kerangka investasi modal manu- sia. Namun, pengaruh total nilai aset terhadap migrasi desa-kota yang tidak signifikan secara statistik bisa jadi menunjukkan faktor penarik di kota yang lebih kuat dalam kasus migrasi desa-kota sehingga tidak ditemukan perbeda- an peluang bermigrasi desa-kota untuk setiap peningkatan dalam total nilai aset.

Untuk variabel penerimaan bantuan dan sta- tus kemiskinan, koefisien regresi untuk migra- si desa-desa dan desa-kota bertanda negatif yang mengindikasikan bahwa penerima ban- tuan mendapatkan manfaat di tempat mere- ka tinggal sehingga menurunkan peluang ber- migrasi dan mereka yang miskin kemungkinan tidak memiliki dana yang cukup untuk mem- biayai migrasi sehingga kecenderungan mereka yang miskin untuk bermigrasi pun lebih ren- dah daripada yang tidak miskin. Untuk meli- hat pengaruh pendidikan terhadap migrasi da- ri wilayah perdesaan, dari Tabel 9 dapat dili- hat bahwa bertambahnya lama sekolah 1 tahun menurunkan probabilitas bermigrasi desa-desa sebesar 0,669% dan sebaliknya menaikkan pro- babilitas bermigrasi desa-kota sebesar 0,679%. Berarti mereka yang berpendidikan lebih tinggi di daerah perdesaan akan cenderung berpindah ke wilayah perkotaan dibandingkan ke wilayah perdesaan lainnya.

Simpulan Pada model migrasi secara keseluruhan, sta-

tus kemiskinan berpengaruh signifikan seca- ra statistik terhadap keputusan migrasi. Da- ri hasil analisis deskriptif dan regresi terlihat bahwa individu yang miskin memiliki peluang yang lebih besar untuk tidak melakukan migra- si dibanding individu yang tidak miskin. Te- muan ini mengonfirmasi pernyataan Sjastaad (1962) bahwa orang miskin cenderung untuk tidak bermigrasi karena tidak mampu mem- bayar biaya migrasi. Temuan ini tidak mem- buktikan pernyataan Hampshire (2002) bahwa orang yang sangat miskin cenderung akan me- lakukan migrasi sebagai alternatif bagi mereka untuk bisa keluar dari status kemiskinan ketika cara lain gagal, karena sebagian besar respon- den yang miskin tidak melakukan migrasi.

Sementara, jika dipisah berdasarkan daerah tempat tinggal, orang miskin yang tinggal di daerah perkotaan cenderung melakukan migra- si ke daerah perkotaan lainnya dan temuan ini signifikan secara statistik. Hasil ini rasional se- cara ekonomi, di mana orang miskin perkotaan akan mencari penghidupan yang lebih baik ka- rena adanya manfaat yang lebih tinggi, seperti adanya jaminan layanan dan fasilitas yang le- bih baik, sehingga mereka lebih memilih untuk pindah ke daerah perkotaan juga. Kemudian untuk orang miskin perdesaan, kecenderung- an mereka untuk melakukan migrasi, baik ke daerah perdesaan lainnya maupun ke daerah perkotaan, lebih rendah dibandingkan kecen- derungan bermigrasi orang yang tidak miskin di perdesaan.

Karena hanya orang miskin di perkotaan yang memiliki kecenderungan lebih tinggi un- tuk bermigrasi di bandingkan orang tidak mis- kin di perkotaan, hasil penelitian ini bisa memi- liki implikasi bahwa jika migrasi dipandang se- bagai mekanisme pengentasan kemiskinan, pe- luang untuk melakukannya lebih tinggi untuk individu miskin yang bertempat tinggal di da- erah perkotaan dibandingkan di daerah perde- saan. Maka dari itu, sangat penting untuk me-

182 Aulia N. & Elda L. P./Kemiskinan dan Migrasi: Analisis Data... ningkatkan akses dan konektivitas antar wila-

[8] Gibson, J., & Mckenzie, D. (2011). How Can

yah, melalui pengembangan sarana transpor-

Developing

Country Governments Facilitate

International Migration for Poverty tasi dan komunikasi terutama dalam menghu- Reduc-

tion? In E. Murrugarra, J. Larrison, & M.

bungkan wilayah perdesaan dengan yang lain-

Sasin (Eds.), Migration and Poverty: Toward

nya agar biaya bermigrasi menurun untuk me-

Better Opportunnities for the Poor, pp. 125–

reka yang tinggal di desa. Hal ini bertujuan un-

43. Washington, DC: World Bank. http://

tuk membuka jalan bagi tempat asal maupun

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65