BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pelaksanaan Sistem Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban Terhadap Pemerintah Ditinjau Dari Undang-Undang Pemerintah Daerah Yang berlaku Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

  1945, telah ditetapkan dasar negara Republik Indonesia, demikian juga dengan struktur atau susunan negara yaitu berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dalam susunan negara demikian, pada hakekatnya rakyatlah yang berdaulat.

  Menurut Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945, Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.Pasal ini menunjukan kepada kita bahwa susunan Negara Republik Indonesia adalah tersusunan secara tunggal yang artinya tidak ada negara dalam negara seperti yang terdapat pada negara federal.Dilihat dari segi susunan negara kesatuan, maka negara kesatuan bukan negara tersusun

  

  dari beberapa negara melainkan negara tunggal.Abu Daud Busroh mengutarakan “…negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun daripada beberapa negara, seperti halnya dalam negara federasi, melainkan negara itu sifatnya tunggal, artinya hanya ada satu negara, tidak ada negara di dalam negara. Jadi dengan demikian, di dalam negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kesatuan atau wewenang tertinggi dalam

1 Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Cetakan Pertama, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal. 64-65.

  segala lapangan pemerintahan. Pemerintah pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu dalam negara tersebut.

  Kajian pemerintahan Negara kesatuan terformat dalam dua sendi utama, yaitu sistem pemerintahan yang sifatnya sentralistik dan sifatnya desentralistik.

  Kedua sifat ini menciptakan karakter hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yang terkait dengan bentuk, susunan, serta pembagian kekuasaan atau kewenangan yang ada pada negara.Artinya, dari bentuk dan susunan negara dapat dilihat apakah kekuasaan itu dibagi ke daerah-daerah atau

  

  kekuasaan itu dipusatkan di pemerintah pusat. Dari sisi pembagian kekuasaan dalam suatu negara maka bisa berbentuk sistem sentralisasi atau sistem desentralisasi. Sistem ini secara langsung mempengaruhi hubungan pusat dengan daerah dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah.

  Kekuasaan atau kewenangan pemerintah daerah sudah diawali sejak prakemerdekaan dan pascakemerdekaan, yaitu sejak era pemerintahan orde lama, era pemerintahan orde baru, era pemerintahan transisi, dan hingga sekarang era reformasi.Kajian-kajian tersebut juga telah lama dilakukan oleh para ahli, yaitu mengenai konsepsi yang ideal dalam pelaksanaan pemerintahan didaerah, dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Konsep pelaksanaan pemerintahan di daerah tersebut merupakan salah satu sarana bagi pemerintah Indonesia dalam mewujudkan pemerintahan yang bersifat demokratis.Pemerintahan yang bersifat demokratis dapat melibatkan

  2 http://agussalimandigadjong69.blogspot.com /2011/01/terbitan -buku-hukum-dan- seluruh potensi masyarakat untuk ikut serta memikirkan dan mengurus

   pelaksanaan pemerintahan di daerah.

  

Indonesia adalahnegara hukum yang mengakui supremasi hukum,

  sehingga pemerintah di Indonesia dijalankan sesuai dengan aturan hukum.Hukum tersebut dibuat oleh rakyat melalui wakil-wakilnya dalam lembaga legislatif.Salah satu jenis hukum perundang-undangan adalah UUD 1945, sekaligus hukum tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, termasuk mengamanatkan pembentukan pemerintah daerah di Indonesia.

  Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Pembentukan Komite Nasional Daerah.Ditetapkannya undang- undang ini adalah hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan di masa-masa kerajaan serta pada masa pemerintahan kolonial.Undang-undang ini menciptakan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah.Periode berlakunya undang-undang ini sangat terbatas akibat dipandang kurang memuaskan oleh karena isinya amat sederhana.Sehingga dalam kurun waktu 3 tahun belum ada peraturan pemerintah yang mengenai penyerahan desentralisasi kepada daerah.Undang-undang ini kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.

  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok 3 Pemerintahan Daerah mengaturan tentang susunan pemerintah daerah yang

  Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Ghalia Indonesia, 4 Ciawi-Bogor hal. Xi.

  demokratis.Di dalam undang-undang ini ditetapkan 2 jenis daerah otonom, yaitu otonom biasa dan otonom daerah istimewa. Selain itu dalam pasal 1 ayat 1 juga menetapkan 3 tingkatan daerah otonom, yaitu provinsi, kebupaten/kota besar, dan

  

  desa/kota kecil. Mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah telah mendapat perhatian pemerintah.Pemberian otonomi pada daerah berdasarkan undang- undang tentang pembentukan daerah, telah dirinci lebih lanjut pengaturannya melalui peraturan pemerintah tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan tertentu kepada daerah.

  Dalam menjalankan kekuasaannya itu, suatu daerah berada dalam suatu pengawasan instansi diatasnya.Bagi provinsi pengawasan dilakukan oleh presiden, sedangkan bagi tingkat-tingkat daerah lainnya oleh daerah setingkat diatasnya yaitu provinsi yang mengawasi kabupaten/kota di dalam lingkungan wilayahnya, sebaliknya kabupaten/kota besar mengawasi desa/kota kecil yang

  

  berada dibawahnya. Jadi setiap daerah mempunyai dua macam kekuasaan, yaitu: a.

  Hak untuk Mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya.

  b.

  Hak menjalankan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat atau daerah tingkat atasan berdasarkan perintah pihak atasan itu.

  Sejarah otonomi di Indonesia selalu ditandai dengan munculnya undang- undang baru untuk menggantikan undang-undang yang lama.Perubahan ini merupakan perwujudan dari dinamika hukum. Setelah lahirnya Undang-Undang 5 Nomor 22 Tahun 1948 barulah terjadi perubahan yang melahirkan Undang- 6 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah

  Undang Nomor 1 tahun 1957, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965, Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah.

  Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah memberikan wewenang kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mengatur dan mengurus segala urusan daerahnya kecuali yang oleh Undang- Undang ini diserahkan kepada pengusaha lain. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan peraturan daerah dapat menyerahkan urusannya untuk diatur dan diurus urusan-urusan rumah tangga daerahnya kepada daerah tingkat bawahannya.Peraturan itu untuk dapat berlaku harus disahkan lebih dahulu oleh Menteri Dalam Negeri bagi daerah tingkat ke-I dan oleh Dewan Pemerintah Daerah setingkat lebih atas bagi daerah-daerah lainnya.Dengan Peraturan Daerah dapat ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dari tingkat bawahan untuk memberi

   bantuan dalam hal menjalankan peraturan daerah.

  Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah.Perubahan ini dilatarbelakangi mengingat perkembangan dalam ketatanegaraan setelah Dekrit Presiden Republik Indonesia tanggal 5 Juli 1959 yang menyatakan berlakukanya kembali Undang-undang Dasar 1945. Dalam pemberian kekuasaan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 menjelaskan segala urusan pemerintah pusat, sebagian atau seluruhnya yang menurut pertimbangan pemerintah pusat dapat dipisahkan dari tangan pemerintah pusat untuk diatur dan diurus sendiri oleh daerah, dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan menjadi urusan rumah tangga daerah. Dalam Peraturan Pemerintah 7 diatur biaya-biaya belanja serta alat-alat perlengkapannya yang harus diserahkan kepada daerah serta ditunjuk sumber-sumber pendapatan yang pertama bagi daerah itu untuk dapat menutup biaya belanja urusan tersebut.

  Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Pemerintah Daerah mengatur bahwa daerah dibentuk dengan memperhatikan syarat-syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas daerah, pertahanan dan keamanan Nasional dan syarat-syarat lain yang memungkinkan Daerah melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan politik dan kesatuan Bangsa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab.

  Sebagai pelaksanaan dari penugasan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara tersebut, pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat bekerjasama sampai pada berhasilnya mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang pernyataan tidak berlakunya berbagai Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, antara lain Undang-Undang

8 Nomor 18 Tahun 1965.

  Kehadiran Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak terlepas dari perkembangan situasi yang terjadi pada jatuhnya rezim orde baru.Masyarakat berkehendak untuk melakukan reformasi di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan kehendak reformasi itu, Sidang istimewa MPR tahun 1998 yang lalu menciptakan Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Otonomi daerah di Indonesia semakin 8 mendapatkan tempatnya setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat melakukan amademen pada pasal 18 UUD 1945 dalam perubahannya yang secara tegas dan menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat.

  Dalam konsep otonomi menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, prakarsa Pemerintah Daerah haruslah bertujuan

   untuk kepentingan masyarakat setempat dan berdasarkan aspirasi masyarakat.

  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, menetapkan bahwa dalam pembentukan suatu daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekenomi, potensi Daerah, sosial-budaya, sosial-politik, jumlah penduduk, luas Daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah.

  Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah yang dijadikan pedoman dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut:

  1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah;

  2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab;

  3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas;

  9 Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas & Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif, PT

  4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah; 5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah Administrasi; 6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi

  Badan Legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

  7. Pelaksanaan Asas Dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah; dan

  8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

  UUD NRI 1945 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan, yang diatur dalam pasal 18 UUD NRI 1945 tentang Pemerintah Daerah, yang menyatakan sebagai berikut:

  (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibgi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang-undang.

  (2) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

  (3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki

  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

  (4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

  (5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.

  (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

  Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa “Gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota yang dipilih secara demokratis”. Karena pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah yang selanjutnya disingkat PEMILUKADA berada pada bab tentang pemerintahan daerah, maka pengaturan Pemilukada tersebut dalam pelaksanaannya dimuat

   dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah.

  Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilukada adalah salah satu keberhasilan demokrasi dari sebuah Negara transisi. Berbagai produk hukum, seperti Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden, serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

  10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam rangka memuluskan pelaksanaan Pemilu 2009 juga telah dibuat Perpu No. 1 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan Pemilu yang demokratis nantinya tetap berada pada rel hukum yang telah disepakati sehingga benar-benar terwujud Indonesia sebagai negara

   hukum yang demokratis.

10 Maruarar Siahaan, Makalah, Beberapa Perkembangan Hukum acara Mahkamah Konstitusi

  dalam praktik, disampaikan dalam temu wicara forum kristiani pemimpin muda Indonesia di gedung mahkamah konstitusi RI, Jakarta 24 Agustus 2009 hal.19 (skripsi Nuerleli Sihotang

departemen hukum tata Negara “Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Memutus

11 Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah.) Noor M. Aziz, PENGKAJIAN HUKUM TENTANG PEMILIHAN KEPALA DAERAH, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta Timur, 2011, hal. 5.

  Masyarakat di daerah juga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari warga Negara Indonesia secara keseluruhan, juga berhak atas kedaulatan yang merupakan hak asasi mereka yang telah dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945. Sejak dilaksanakannya pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah pada Juni 2005 secara langsung, masyarakat daerah ikut merasakan kegiatan pemerintahan dan merasakan sistem demokrasi secara langsung dengan dilandasi oleh asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

  Penyelenggaraan otonomi daerah menekankan pentingnya prinsi-prinsip demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat, dan pemerataan keadilan dengan memperhitungkan berbagai aspek yang berkenaan dengan potensi dan keanekaragaman antar daerah.Dalam arti bahwa dalam penyelenggaraan kebijakan otonomi daerah, menyangkut pengalihan kewenangan dari pemerintahan ke masyarakat, yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dalam kemandiriannya dalam iklim demokrasi dewasa ini.

  Hampir semua Daerah di Indonesia sejak berlakunya Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kini telah mengadakan proses pemilihan kepala daerah baik di provinsi, maupun di kabupaten/kota sesuai amanat undang-undang tersebut. Diaturnya pemilihan kepala daerah adalah merupakan pertanda bahwa hal tersebut telah menjadi konsensus nasional.

  Dengan perkembangan politik masa kini Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti. Maka lahir Undang-Undang Nomor

  22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

  Dengan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maka UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak berlaku lagi yang mengakibatkan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang baru. Namun dalam perjalanannya Undang-Undang ini mengalami pro dan kontra dimasyarakat sehingga Presiden dengan kewenangannyamembuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

  Tujuan pembentukan Perppu ini adalah untuk mengembalikan kedaulatan rakyat dan demokrasi dalam pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung oleh rakyat, dengan tetap melakukan beberapa perbaikan mendasar atas berbagai permasalahan pemilihan langsung yang selama ini telah dijalankan. Perppu Nomor 1 Tahun 2014 mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.Sedangkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 mengatur perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

  Perubahan dilakukan bertujuan agar memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemilihan kepaladaerah yang berlandaskan kedaulatan rakyat dan demokrasi. Perubahan ini mengganti ketentuan: a.

Pasal 101 ayat (1) huruf d dihapus, sehingga DPRD provinsi tidak mempunyai tugas dan wewenang dalam memilih gubernur.

  b.

  Pasal 154 ayat (1) huruf d dihapus, sehingga DPRD kabupaten/kota tidak mempunyai tugas dan wewenang dalam memilih bupati/wali kota. Latar belakang di atas merupakan hal yang menarik untuk dibahas secara mendalam dan integral karena dalam hal ini penulis berpendapat, masyarakat perlu mengetahui dan mengerti bagaimana pemilihan Kepala Daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu penulis mengangkatnya kedalam tulisan ilmiah dengan judul “Pelaksanaan Sistem

  

Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban terhadap Pemerintah

Ditinjau dari Undang-Undang Pemerintahan Daerah Yang Berlaku Di

Indonesia”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang menjadi bahan dalam skripsi ini yaitu: 1.

  Bagaimanakah pengaturan dalam pembagian urusan pemerintahan yang diberikan Pemerintah Pusat kepada daerah?

  2. Bagaimanakah pengaturan sistem Pemilukada di Indonesia saat ini? 3.

  Bagaimana implikasi pertanggungjawaban Kepala daerah kepada Pemerintah? C.

   Tujuan Penulisan

  Adapun tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah: 1.

  Mengetahui dan memahami pembagian urusan pemerintahan yang diberikan Pemerintah Pusat kepada daerah.

  2. Mengetahui,memahami, dan menganalisis sistem Pemilihan Umum Kepala Daerah.

  3. Mengetahui, memahami, dan menganalisis pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada pemerintah pusat.

D. Manfaat Penulisan

  Diharapkan penelitian yang dilakukan ini akan memberikan manfaat antara lain:

  1. Secara Teoritis

  Skripsi ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan dokumentasi dalam segi hukum terhadap persoalan sistem pemilihan kepala daerah serta dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan Hukum Tata Negara dalam penyelenggaraan negara dan pemerintah.

  2. Secara Praktis

  Penulisan ini ditujukan kepada segenap kalangan, baik itu praktisi hukum, aparat penegak hukum, para penyelenggara Negara, dan semua pihak yang ingin mengetahui bagaimana tinjauan terhadap sistem pemilihan kepala daerah.

  Penulisan ini juga dapat bermanfaat umumnya terhadap segenap pimpinan partai politik dan kadernya yang turut meramaikan panggung politik di Indonesia terutama para anggota Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat juga khususnya terhadap setiap orang yang menjalankan tugas sebagai Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Daerah, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disetiap daerah provinsi di Indonesia, agar mengetahui bagaimana tinjauan sistem pemilihan kepala daerah dalam pertanggungjawabannya terhadap pemerintah di Indonesia.

  E. Keaslian Penulisan

  Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

  Skripsi ini berjudul “PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA DALAM

  

IMPLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP PEMERINTAH

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH YANG

BERLAKU DI INDONESIA” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di

  Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli serta bukan plagiat ataupun diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari sebuah proses penemuan kebenaran ilmiah. Sehingga penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ada skripsi yang sama, maka akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya oleh penulis.

  F. Tinjauan Kepustakaan 1. Konsep Pemerintahan Daerah Dalam Negara Kesatuan.

  Negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah atau territorial tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai

  

  souvereign. .Selain negara juga diketahui sebagai integritas dari kekuasaan politik, negara juga diketahui sebagai organisasi pokok dari kekuasaan politik.Dimana Negara adalah alat (agency) dari masyarakat yang mempunyai

  12 kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam massyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.

  Negara kesatuan disebut Negara unitaris. Ditinjau dari segi susunannya, Negara kesatuan adalah Negara yang tidak tersusun dari beberapa Negara, seperti halnya dalam Negara federasi, melainkan Negara itu sifatnya tunggal, artinya hannya ada satu Negara, tidak ada Negara didalam Negara. Jadi dengan demikian didalam Negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan.Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat

   tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu dalam Negara tersebut.

  Menurut C.F.Strong, esensi dari Negara kesatuan adalah Negara yang kedaulatannya (thesovereignity) tidak terbagi-bagi, atau dengan kata lain kekuasaan pemerintah pusatnya tidak terbatas (unrestricted) karena konstitusi Negara kesatuan tidak mengakui adanya badan pembentuk undang-undang selain badan pembentuk undang-undang pusat.Apabila kekuasaan pusat berpendapat, ada baiknya mendelegasikan kekuasaan itu pada badan-badan tambahan, maka hal itu bisa dilakukan mengingat otoritas pusat memiliki kekuasaan penuh.

  Pndelegasian kekuasaan bukan berarti tidak ada badan pembuat undang- undang tambahan, tetapi artinya badan-badan tersebut dapat dihapuskan menurut otoritas badan pusat.Oleh karena itu dilihat dari sudut manapun makna kata badan tambahan itu tidak bisa disebut sebagai badan berdaulat tambahan.Pada akhirnya, 13 hal ini berarti tidak mungkin muncul konflik antara otoritas pusat dan otoritas daerah yang tidak dapat diselesaikan oleh otoritas pusat karena otoritas pusat

   punya kekuasaan hukum untuk itu.

  Di Indonesia sistem rumah tangga daerahnya adalah tatanan yang bersangkutan dengan cara-cara membagi wewenang, tugas dan tanggung jawab mengatur dan mengurus urusan pemerintahan antara pusat dan daerah. Salah satu penjelmaan pembagian tersebut adalah bahwa daerah-daerah akan memiliki sejumlah urusan pemerintahan baik atas dasar penyerahan atau pengakuan

   maupun yang dibiarkan sebagai urusan rumah tangga daerah.

  Apabila otonomi daerah diartikan sebagai segala tugas yang ada pada daerah, maka di dalamnya melekat kewenangan yang meliputi kekuasaan (macht; bevoegdheiden), hak (recht) atau kewajiban (plicht) yang diberikan kepada daerah dalam menjalankan tugasnya.Masalahnya kewenangan mana yang diatur oleh pemerintah pusat dan kewenangan mana yang diatur oleh pemerintah daerah.

  Sebenarnya tujuan otonomi daerah itu sendiri adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan domestik, sehingga pemerintah pusat berkesempatan mempelajari, memahami dan merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari padanya.Pemerintah hanya berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis.Desentralisasi diperlukan dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.Sebagai 14 wahana pendidikan politik di daerah.Untuk memelihara keutuhan negara kesatuan

  DR. Edie Toet Hendratno, Op.Cit hal. 45-47 (Kutipan skripsi Riswendang Purba, Departemen Hukum Tata Negara, NIM 080200071 “Urgensi Otonomi Khusus Dalam Negara Kesatuan 15 Republik Indonesia” hal.17.)

  atau integrasi nasional.Untuk mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dimulai dari daerah.

  Alasan lain yang didasarkan pada kondisi ideal, sekaligus memberikan landasan filosofis bagi penyelenggaraan pemerintah daerah (desentralisasi) sebagaimana dinyatakan oleh The Liang Gie sebagai berikut (Jose Riwu Kaho, 2001, halaman 8):

   1.

  Dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.

  2. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.

  3. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan pada daerah.

  4. Dari sudut kultur, desentralisasi perlu diadakan supaya adanya perhatian sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya. diakses pada 3 Januari 2015.

  5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung dapat membantu pembangunan tersebut.

  Perbedaan sentralisasi dan desentralisasi terletak pada wewenang memutuskan tentang memutuskan masalah-masalah urusan Negara, diantara jabatan-jabatan yang ada. Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah.Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik.Sedangkan desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam

  

  sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. artikan sebagai melepaskan diri dari pusat. Makna desentralisasi adalah sebagai wujud toleransi pemerintah pusat kepada daerah dalam hal pemberian kewenangan untuk melaksanakan urusan- urusan yang bisa menjadi urusan rumah tangga daerah, dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

  Ada beberapa hal yang menyebabkan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia menjadi tidak optimal, yaitu sebagai berikut:

  17

  1. Lemahnya pengawasan maupun check and balances. Kondisi inilah kemudian menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dan ketidak seimbangan kekuasaan dalam pelaksanaan otonomi daerah.

  2. Masih banyak pemahaman yang keliru terhadap otonomi daerah, baik oleh aparat maupun oleh warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan otonomi daerah menyimpang dari tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, damai dan sejahtera.

  3. Sumber daya yang terbatas, ditambah lagi dengan tuntutan kebutuhan dana pembangunan yang cukup besar. Sehingga pemda menempuh pilihan yang membebani masyarakat daerah yang dipimpinnya. Contohnya, dengan meningkatkan objek pajak dan retribusi.

  4. Adanya kesempatan seluas-luasnya yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran, malah disalah artikan. Bahkan masyarakat mengekspolitasi sumber daya alam dengan cara yang tidak benar, sehingga menimbulkan kerusakan alam dan lingkungan.

  5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang seharusnya berperan mengontrol dan meluruskan segala kekeliruan implementasi Otonomi Daerah tidak menggunakan peran dan fungsi yang semestinya.

6. Kurangnya pembangunan sumber daya manusia/Sumber Daya Manusia

  (moral, spiritual intelektual dan keterampilan) yang seharusnya diprioritaskan. Sumber Daya Manusia berkualitas ini merupakan kunci

   penentu dalam keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah.

  2. Konsep Kedaulatan Rakyat (Demokrasi)

  Menurut konsep ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakili kekuasaannya kepada suatu badan yaitu pemerintah. Bilamana pemerintah ini melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak untuk mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini didasarkan pada kehendak umum yang disebut ”volonte generale” oleh J.J. Rousseau. Raja memerintah hanya sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat

   dibagikan kepada pemerintah itu.

  Bodin menyatakan bahwa: “Kedaulatan adalah kekuasaan mutlak dan abadi dari sebuah persemakmuran” (Bodin [1576] 1992: 1). Bodin juga melanjutkan dengan membedakan antara atribut dan karakteristik kedaulatan. Atribut utama dari kedaulatan adalah kekuatan untuk memberikan hukum “tanpa persetujuan dari yang lain, baik yang lebih besar, sama, atau di bawahnya” (Bodin [1576] 1992: 56). Bodin menjelaskan juga bahwa atribut kedaulatan lainnya adalah “kekuatan untuk menyatakan perang dan membuat perdamaian, kekuasaan untuk menunjuk hakim dan petugas, kekuatan untuk memungut pajak dan sebagainya,serta semua konsekuensi dari posisi sultan sebagai kepala hukum

   negara” (Bodin [1576] 1992: 48).

   19 (akses 08 Febuari 2015 Pukul 09.00 WIB) M. Solly Lubis, Ilmu Negara, Mandar Maju, Bandung, 2002, Hal. 42. (akses 09 Febuari

  Kedaulatan atau sovereigniteit menurut Jean Bodin adalah kekuasaan

  

  tertinggi untuk membuat hukum di dalam suatu negara, yang sifatnya: 1.

  Tunggal, berarti hanya negaralah yang memiliki. Di dalam negara itu tidak ada kekuasaan lainnya lagi yang berhak menentukan atau membuat undang- undang atau hukum.

  2. Asli, berate bahwa kekuasaan itu tidak berasal dari kekuasaan lain, tidak diturunnkan atau diberikan oleh kekuasaan lain. Misalnya provinsi atau kotapraja itu tidak memiliki kedaulatan, karena kekuasaan yang ada padanya tidak asli, sebab diperoleh oleh pusat.

  3. Abadi, berarti bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi atau kedaulatan itu adalah Negara, yang menurut Jean Bodin Negara itu abadi.

  4. Tidak dapat dibagi-bagi, berarti bahwa kedaulatan itu tidak dapat diserahkan kepada orang atau badan lain, baik sebagian maupun seluruhnya.

  Istilah kedaulatan yang menunjuk pada kemerdekaan penuh suatu negara yang memiliki wibawa tertinggi ke dalam dan keluar, dan oleh karenanya negara berkedudukan sebagai pencipta tertinggi tata hukum bagi masyarakatnya, untuk

   pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin.

  Prof. Padmo Wahjono, SH mengatakan ditinjau dari sudut etimologi, internal souverignty mengandung arti adanya sesuatu yang tertinggi dalam suatu 21 Negara. External souverignty timbul dengan terjadinya hubungan antara negara

  I Gede Pantja Astawa,Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, Bandung, PT Refika 22 Aditama, 2009, hal. 108-109.

  Usep Ranawijaya, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Ghalia Indonesia, Jakarta, yang satu dengan negara yang lain. Dalam perkembangan lebih lanjut, sesuatu yang tertinggi dalam negara, menimbulkan adanya bermacam-macam pandangan atau teori. Adapun teori yang dimaksud adalah: 1.

  Bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara adalah Tuhan; 2. Bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara adalah Negara;

   3.

  Bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara adalah Rakyat.

  Sebelum adanya amandemen terhadap UUD 1945 negara Indonesia tetap menganut asas atau sistem kedaulatan rakyat.Hal ini terdapat pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945, bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.Hal ini menunjukkan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga negara yang melaksanakan kedaulatan rakyat serta pemegang kekuasaan perundang-undangan.

  Namun setelah dilakukannya amandemen ke-4 pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 mengalami perubahan, yaitu bahwa “Kedaulatan berada ditangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.Pasal ini menunjukkan bahwa rakyat ikut serta dalam menjalankan pemerintahan dimana rakyat memiliki kuasa untuk memilih para pejabat dalam menjalankan pemerintahan pusat maupun pemeritahan daerah.

  3. Konsep Negara Hukum

  23 Padmo Wahjono, Beberapa Masalah Ketatanegaraan Di Indonesia, Cetakan Pertama, CV

  Pancasila merupakan suatu nilai yang bersumber pada pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai nilai yang menggambarkan kepribadian dan cita-cita bangsa dan Negara Republik Indonesia, pancasila juga merupakan ideologi bangsa Indonesia.Maka dari itu harus ada sesuatu yang melindungi ideologi tersebut yaitu hukum.

  Secara sederhana yang dimaksud negara hukum adalah negara yang penyeleggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di dalamnya negara dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban

   hukum. (Mustafa Kamal Pasha,2003).

  Menurut Van Apeldoorn tujuan hukum ialah mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil.Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta dan sebagainya terhadap yang merugikannya. Kepentingan dari perorangan dan kepentingan golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan selalu menyebabkan pertikaian.Bahkan peperangan antara semua orang melawan semua orang, jika hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk mempertahankan kedamaian.

  Hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya karena

   hukum hanya dapat mencapai tujuan (mengatur pergaulan hidup secara damai) jika ia menuju peraturan yang adil. Artinya, peraturan yang mengandung keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi sehingga setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya.

  Sebagai negara yang lahir pada zaman modern, maka Indonesia juga menyatakan diri sebagai negara hukum.Ketentuan Indonesia adalah negra hukum dapat dilihat dalam Pembukaan, Batang Tubuh, dan penjelasan UUD 1945.

  1. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memuat dalam alenia pertama kata “peri-keadilan”, dalam alenia kedua istilah “adil”, serta dalam alinea keempat perkataan-perkataan “keadilan sosial”, dan “kemanusiaan yang adil”. Semua istilah ini berindikasi pada pengertian negara hukum karena bukankah salah satu tujuan hukum itu ialah untuk mencapai keadilan. Kemudian dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia keempat ditegaskan: “… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”.

  Penganutan pahan konstitusionalisme atau sistem konstitusional, sebagai yang kita saksikan nanti merupakan prinsip negara hukum.

  2. Batang Tubuh UUD 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia adalah Negara

  

  hukum. Kemudian Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah. Ketentuan ini berarti bahwa presiden dalam menjalankan tugasnya harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan dalam

  25

26 UUD 1945. Ketentuan ini juga diperjelas oleh pasal 27 UUD 1945 yang

  menetapkan segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan pemeintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal ini selain menjamin prinsip equality before the law, hak demokrasi yang fundamental, juga menegaskan kewajiban warga negara untuk menjungjung tinggi hukum, suatu persyaratan langgengnya negara hukum.

  3. Penjelasan UUD 1945, yang merupakan penjelasan otentik dan menurut hukum tata Negara Indonesia, mempunyai nilai yuridis, dengan huruf besar menyebutkan Negara Indonesia berdasarkan hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat). Ketentuan terakhir ini memperjelas, apa yang secara tersirat dan tersurat telah dinyatakan dalam

   pembukaan dan batang tubuh UUD 1945.

  Dari perumusan dalam Undang-Undang Dasar tersebut jelas bahwa Negara Indonesia menganut prinsip-prinsip Negara hukum yang umum berlaku.

G. Metode Penelitian

  Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif berupa studi pustaka (library research) yang dilakukan dengan 26 penelusuran bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Adapun bahan 27 Ketentuan pasal 4 UUD 1945 Nukthoh Arfawie Kurde, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hukum primer yang diteliti adalah bahan hukum yang terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan peraturan perundang- undangan lainnya yang pernah dan/atau masih diberlakukan di Indonesia. Bahan hukum sekundernya berupa buku-buku hukum ataupun buku lain yang terkait dengan tulisan ini, dan bahan hukum tersiernya adalah kamus dan artikel.

H. Sistematika Penulisan

  Bab I : PENDAHULUAN Dalam Bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

  Bab II : PEMERINTAH DAERAH Dalam Bab II akan dibahas mengenai Pembagian Kekuasaan Yang Diberikan Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang diatur pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; Tugas,wewenang, kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah; fungsi kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan Pemberhentian Kepala Daerah.

  Bab III : PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA Dalam Bab III ini akan dibahas mengenai Dasar Yuridis Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah; lembaga pelaksana pemilukada; sistem Pemilukada ditinjau dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota; Kelebihan dan Kekurangan sistem Pemilukada Berdasarkan Pemilihan Tidak Langsung Oleh DPRD dan Berdasarkan Pemilihan Langsung Oleh Rakyat.

  Bab IV : IMPLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA PEMERINTAH Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai Hubungan Kewenangan Kepala Daerah Dengan DPRD; Pertanggungjawaban Kepala Daerah terhadap Pemerintah ditinjau dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN

  Dalam Bab V ini adalah merupakan hasil pembahasan dari keseluruhan skripsi yang dibuat dalam bentuk kesimpulan yang disertai dengan saran-saran dari penulis.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Penerapan Iso 9001:2000 Kaitannya Dengan Harga Cpo Dan Keuntungan (Kasus : Pt Perkebunan Nusantara Iii (Persero) Kebun Sei Meranti Kabupaten. Labuhan Batu Selatan)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Atas Upaya Reformasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Dalam Menciptakan Tatanan Negara-Negara Di Dunia Yang Berdaulat, Damai Dan Adil

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Patogen Tanaman - Uji Kemampuan Bakteri Kitinolitik dari Nepenthes tobaica dan Nepenthes gracilis dalam Menghambat Pertumbuhan Beberapa Jamur Patogen Tanaman

0 0 7

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori Setiap Penelitian memerlukan kejelasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah-masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang membuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masala

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Persepsi Mahasiswa Terhadap Pemberitaan Tv Swasta

0 0 7

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Hukum Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan - Analisis Yuridis Terhadap Batas Waktu Di Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa Rumah (Studi Kasus Putusan Perkara Perdata No.577/Pdt.G/2013/ Pn-Mdn)

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Terhadap Batas Waktu Di Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa Rumah (Studi Kasus Putusan Perkara Perdata No.577/Pdt.G/2013/ Pn-Mdn)

0 0 16

BAB II PENGATURAN LEGISLATOR PEREMPUAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Landasan Yuridis Partisipasi Perempuan dalam Lembaga Perwakilan Rakyat - Peranan Legislator Perempuan Dalam Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dan Anggaran (Studi Pada Leg

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranan Legislator Perempuan Dalam Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dan Anggaran (Studi Pada Legislator Perempuan Terpilih Di Kota Binjai 2009-2014)

0 0 24

BAB II PEMERINTAH DAERAH A. Pemberian Kekuasaan Yang Diberikan Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah - Pelaksanaan Sistem Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban Terhadap Pemerintah Ditinjau Dari Undang-

0 0 30