BAB II PEMERINTAH DAERAH A. Pemberian Kekuasaan Yang Diberikan Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah - Pelaksanaan Sistem Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban Terhadap Pemerintah Ditinjau Dari Undang-

  

BAB II

PEMERINTAH DAERAH A.

Pemberian Kekuasaan Yang Diberikan Pemerintah Pusat Kepada

Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum

  pembentukan Pemerintahan Daerah dan penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah.

  Dalam menentukan kewenangan yang dimiliki oleh daerah, berlaku teori residu, kewenangan daerah merupakan sisa dari semua kewenangan setelah dikurangi lima kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat. Dengan demikian berarti kewenangan yang dimiliki daerah tidak terhingga, sehingga setiap daerah dapat menyelenggarakan kewenangan sebanyak-banyaknya tergantung kebutuhan dan kemampuan daerah yang bersangkutan.

  Pada dasarnya pembentukan daerah dimaksudkan untuk meningkatkan kemandirian pada daerah serta sebagai pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan politik di daerah. Perjalanan otonomi daerah ditandai dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dinyatakan pada tanggal 4 mei 1999. Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 terjadi akibat pasca reformasi perubahan UUD 1945 mulai dari perubahan pertama sampai perubahan keempat.

  Sejalan dengan tuntutan reformasi, tiga tahun setelah implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap undang-undang yang berakhir pada lahirnya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang juga mengatur tentang pemerintahan daerah. Perubahan ini juga memperhatikan perubahan Undang-undang terkait dibidang politik, diantaranya Undang-undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR DPD dan DPRD, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan lain-lain.

  Dengan perkembangan politik dalam masa kini maka Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga perlu diganti. Maka lahir Undang-Undang Nomor

  23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang baru. Namun dalam perjalanannya Undang-Undang ini tidak bertahan lama dengan munculnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

  Kehadiran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tidak terlepas dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung dan untuk memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah yang berlandaskan kedaulatan rakyat dan demokrasi. Maka perlu dilakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai tugas dan wewenang DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

28 Pemerintahan Daerah.

  Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan

   asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.

  Pasal 1 butir

  7 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa asas desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi yang mengacu pada prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan otonomi daerah. Dalam asas ini daerah berhak untuk menjalankan segala urusan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang diberikan oleh pemerintah pusat namun masih dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan

  

  umum. Maksudnya adalah pelimpahan wewenang pemerintahan yang 28 sebenarnya kewenangan itu ada ditangan pemerintah pusat, yakni menyangkut

  Penjelasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang 29 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan. 30 Ketentuan pasal 5 ayat 4 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. penetapan strategi kebijakan dan pencapaian program kegiatannya, diberikan kepada gubernur atau instansi vertical didaerah berdasarkan arahan kebijaksanaan umum dari pemerintah pusat, sedangkan sektor pembiayaannya tetap

   dilaksanakan oleh pemerintah pusat.

  Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi

  

  kewenangan daerah provinsi. Maksudnya adalah bahwa tugas pembantuan kepada pemerintahan desa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemeriintah kabupaten atau kota. Hal ini perlu disadari bahwa dalam kenyataan praktik menurut Undang-Undang Nomor

  22 Tahun 1999 bahwa pemerintahan desa diberikan wewenang untuk menggali potensi di daerahnya sendiri bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), namun pertumbuhan desa itu tidak merata, serta tidak sesuai dengan harapan justru pemerintahan desa tidak dapat menjalankan fungsinya karena keterbatasan

  

  penggalian untuk sumber kas desa. Maka dari itu tujuan pemberian tugas pembantuan adalah mempelancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan serta membantu pengembangan pembangunan bagi daerah.

  Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, Pemerintahan daerah diberikan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh 31 undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.Dalam rangka 32 Sunarno Siswanto, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 7-8. 33 Ketentuan pasal pasal 1 butir 11 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. melaksanakan otonomi luas di daerah, maka pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.Peraturan daerah adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota. Pengaturan tentang Peraturan Daerah (Perda) tersebut tertera pada pasal 236 sampai pasal 245 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan pengaturan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tertera pada pasal 246 sampai pada pasal 248 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

  Perda merupakan hasil kerja bersama antara Gubernur/Bupati/Walikota dengan DPRD, karena itu tata cara membentuk Perda harus ditinjau dari beberapa unsur pemerintahan tersebut, yaitu unsur DPRD adalah Peraturan Daerah merupakan sutu bentuk produk legislatif tingkat daerah, karena itu tidak dapat terlepas dari DPRD. Keikutsertaan DPRD membentuk Perda bertalian dengan wewenang DPRD dibidang legislatif atau yang secara tidak langsung dapat dipergunakan sebagai penunjang fungsi legislatif, yaitu hak penyelidikan, hak inisiatif, hak amandemen, persetujuan atas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda).Unsur Partisipasi adalah partisipasi dimaksudkan sebagai keikutsertaan pihak-pihak luar DPRD dan Pemerintah Daerah dalam menyusun

   dan membentuk Ranperda atau Perda.

  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan 34 atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah melimpahkan

  Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Penerbit Mandar wewenang pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Pembagian urusan pemerintahan di Indonesia, pada hakikatnya dibagi dalam 3 kategori, yakni Urusan Pemerintahan

   Absolut, Urusan Pemerintahan Konkuren, dan Urusan Pemerintahan Umum.

  1. Urusan Pemerintahan Absolut

  Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan absolut

  

  meliputi: a.

  

Politik luar negeri, misalnya mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk

  warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri b.

  

Pertahanan, misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata,

  menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara.

  c.

  

Keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara,

  menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang, kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara.

  d.

   Yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan 35 jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman 36 Ketentuan pasal 9 butir 1 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang- undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional e.

  

Moneter dan fiskal nasional, kebijakan makro ekonomi, misalnya mencetak

  uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang, dan sebagainya.

  f.

  

Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara

  nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan, dan sebagainya. Urusan agama Daerah dapat memberikan hibah untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan keagamaan sebagai upaya meningkatkan keikutsertaan daerah dalam menumbuh kembangkan kehidupan beragama.

  Dalam menjalankan urusan pemerintahan ini, pemerintah pusat dapat melaksanakan sendiri atau melimpahkan wewenang kepada instansi vertikal yang ada di daerah atau gubernur sebagai wakil pemerintah pusat berdasarkan asas dekonsentrasi.Instansi vertikal merupakan perangkat kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang mengurus urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada daerah otonom dalam wilayah tertentu dalam rangka dekonsentrasi, sehingga dalam pembentukan instansi vertikal harus ada persetujuan dari Gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat. Namun apabila dalam pembentukan instansi vertikal oleh kementerian yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka tidak perlu memerlukan persetujuan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

  Kewenangan pemerintah pusat adalah semua kewenangan pemerintahan sebagai akibat pelimpahan dari rakyat.Namun pemerintahan harus diselenggarakan secara desentralisasi maka sebagian kewenangn tersebut harus diserahkan kepada daerah.Dengan demikian pemerintah pusat hanya memiliki kewenangan 6 (enam) bidang urusan pemerintahan. Sedaangkan kewenangan selain 6 (enam) bidang itu menjadi kewenangan daerah provinsi dan kabupaten/kota. Kewenangan yang dipegang pusat adalah kewenangan yang bersifat nasional.Sedngkan kewenangan yang diserahkan kepada daerah adalah kewenangan yang bersifat lokalitas (merupakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat setempat).Daerah diberi kebebasan untuk menemukan kewenangan

   yang bersifat lokalitas tersebut menurut prakarsanya sendiri.

2. Urusan Pemerintahan Konkuren

  Urusan pemerintahan konkuren merupakan urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota.Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.Dengan demikian, pada setiap urusan yang bersifat konkuren ini senantiasa ada bagian urusan yang menjadi wewenang pemerintah pusat dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, danada pula bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota. Untuk mewujudkan pembagian urusan yang konkuren secara proposional antara pemerintah pusat, daerah provinsi, daerah kabupaten atau kota disusunlah kriteria yang meliputi 37 eksternalistis, akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian

  Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Edisi Revisi, PT hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antara tingkat pemerintahan. Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas:

1. Urusan Pemerintahan Wajib 2.

  Urusan Pemerintahan Pilihan Urusan pemerintahan wajib dibagi lagi atas urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar adalah urusan pemerintahan wajib yang sebagian substansinya merupakan pelayanan dasar, yang meliputi: a.

  Pendidikan b.

  Kesehatan c. Pekerjaan umum dan penataan ruang d.

  Perumahan rakyat dan kawasan permukiman e. Ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat f. sosial.

  Sedangkan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar meliputi: a.

  Tenaga kerja b.

  Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak c. Pangan d.

  Pertanahan e. Lingkungan hidup f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil g.

  Pemberdayaan Masyarakat dan Desa h.

  Pengendalian penduduk dan keluarga berencana i. Perhubungan j. Komunikasi dan informatika k.

  Koperasi, usaha kecil, dan menengah l. Penanaman modal m.

  Kepemudaan dan olah raga n. Statistik o. Persandian p. Kebudayaan q. Perpustakaan r. Kearsipan

  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memprioritaskan pelaksanaan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sebagai pedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh

38 Pemerintah Pusat.

  Disamping urusan wajib, provinsi juga mempunyai urusan yang bersifat pilihan.Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputu urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi daerah

  38

  

  yang bersangkutan. Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi urusan pemerintahan pilihan sebagaimana dimaksud meliputi: a.

  Kelautan dan perikanan b.

  Pariwisata c. Pertanian d.

  Kehutanan e. Energi dan Sumber Daya Mineral f. Perdagangan g.

  Perindustrian h. Transmigrasi

  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menganut asas dekonsentrasi yang melimpahkan wewenang pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal diwilayah tertentu.

  Dalam asas dekonsentrasi yang diserahkan adalah wewenang administrasi/implementasi kebijakan sedangkan wewenang politiknya tetap menjadi kewenangan pusat.Karena diserahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat hanyalah kewenangan administrasi, maka terjadi hubungan hirarki antara pemerintah pusat dengan wilayah administrasi.Dengan demikian 39 wilayah administrasi provinsi adalah bawahan/subordinat pemerintah pusat dan posisinya tergantung pada pemerintah pusat.Disamping itu juga menganut asas desentralisasi, maka provinsi menjadi daerah otonom (local self government).Implikasi structural dari diterapkannya asas dekonsentrasi dan sekaligus desentralisasi membuat provinsi menjadi wilayah administrasi sekaligus

   daerah otonom.

3. Urusan pemerintahan umum

  Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan.

  Urusan pemerintahan umum meliputi: a.

  Pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia b. Pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa c. Pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas keamanan lokal, regional, dan nasional d. Penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang undangan e. Koordinasi pelaksanaan tugas antar instansi pemerintahan yang ada di wilayah 40 daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan f.

  Pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dan g.

  Pelaksanaan semua urusan pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan daerah dan tidak dilaksanakan oleh instansi vertikal.

  Urusan pemerintahan umum dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing dan dibantu oleh instansi vertikal. Dalam melaksanakan urusan ini gubernur bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri, dan bupati/wali kota bertanggung jawab kepada menteri melalui gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

B. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

  Kepala daerah adalah pimpinan lembaga yang melaksanakan peraturan perundangan.Dalam wujud konkritnya, lembaga pelaksana kebijakan daerah adalah organisasi pemerintahan.Kepala daerah menyelenggarakan pemerintahan didaerahnya. Kepala daerah provinsi disebut gubernur, kepala daerah kabupaten disebut bupati, dan kepala daerah kota disebut walikota.

  Untuk daerah provinsi, lembaga pelaksana kebijakan daerah adalah pemerintah provinsi yang dipimpin oleh gubernur.Dalam lingkup sempit tugas pokok gubernur sebagai representasi lembaga pelaksana kebijakan yang dibuat gubernur lebih luas lagi yaitu melaksanakan semua peraturan perundang- undangan baik yang dibuat bersama DPRD provinsi, DPR dan Presiden, maupun

   lembaga eksekutif pusat sebagai operasionalisasi undang-undang.

  Gubernur yang karena jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi yang bersangkutan, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan kabupaten dan kota. Wakil pemerintah sebagaimana dimaksud adalah perangkat pemerintah pusat dalam rangka dekonsentrasi.

  Lembaga pelaksana kebijakan daerah kabupaten adalah pemerintah kabupaten yang dipimpin oleh bupati.Pemerintah kabupaten bukan bawahan provinsi tapi sesama daerah otonom.Bedanya wilayahnya lebih kecil dari provinsi, wilayahnya dibawah koordinasi suatu provinsi, sistem pemerintahannya hanya berasaskan desentralisasi.Hubungannya adalah hubungan koordinatif, maksudnya pemerintah kabupaten yang daerahnya termasuk ke dalam suatu provinsi tertentu merupakan daerah otonom dibawah koordinasi pemerintah provinsi yang

   bersangkutan.

  Daerah otonom yang setara dengan kabupaten adalah pemerintah kota yang dipimpin oleh wali kota dan berasaskan desentralisasi. Yang membedakan adalah pemerintah kota bersifat perkotaan sedangkan pemerintah kabupaten 41 bersifat pedesaan. Seperti halnya pemerintah kabupaten, pemerintah kota juga 42 Hanif Nurcholis, Op Cit, hal. 215.

  bukan bawahan dari pemerintah provinsi. Pemerintah kota adalah daerah otonom lain dibawah koordinasi pemerintah provinsi, artinya pemerintah kota yang berada dalam suatu wilayah provinsi merupakan daerah otonom dalam wilayah

  

  Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota dipilih secara demokratis. Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

1. Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

  Berdasarkan Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah- daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota.

  Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota memiliki kepala daerah sebagai kepala pemerintahan. Kepala daerah provinsi disebut Gubernur, kepala daerah kabupaten disebut Bupati dan kepala daerah kota disebut Walikota. Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dibantu oleh satu orang wakil dalam melaksanakan desentralisasi yang merupakan penyerahan kewenangan urusan pemerintahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

  43

  Dalam pelaksanaan otonomi daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak hanya memiliki hak, tetapi juga memiliki kewajiban didalamnya.Artinya, seorang kepala daerah dalam implementasi pola kepemimpinannya seharusnya tidak hanya berorientasi pada tuntutan untuk memperoleh hak dan kewenangan yang sebesar-besarnya, tanpa menghiraukan makna otonomi daerah itu sendiri yang lahir dari suatu kebutuhan akan efisiensi dan efektivitas manajemen penyelenggaraan pemerintahan, yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan berkualitas kepada masyarakat.

  Pada ketentuan pasal 65 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah dalam menjalankan pemerintahan daerah mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: a.

  Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; b.

  Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; c. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan

  Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD; d.

  Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama; e. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f.

  Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah ; dan g.

  Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

  Dalam melaksanakan tugas tersebut, kepala daerah juga memiliki wewenang sebagai berikut: a.

  Mengajukan rancangan Perda; b.

  Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah; d.

  Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat; e.

  Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

  Dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh kepala daerah, kepala daerah dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya apabila sedang menjalani masa tahanan. Apabila kepala daerah sedang dalam proses menjalankan masa tahanan ataupun tidak bisa hadir sementara waktu, maka wakil kepala daerah yang akan melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah. Jika kepala daerah sedang menjalani masa tahanan, namun tidak ada wakil kepala daerah ataupun wakil kepala daerahnya juga sedang menjalani masa tahanan maka sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah.

  Pada ketentuan pasal 66 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Wakil Kepala Daerah dalam menjalankan pemerintahan daerah mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: a.

  Membantu kepala daerah dalam: 1.

  Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; 2. Mengkoordinasikan kegiatan Perangkat Daerah dan menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan;

  3. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah provinsi bagi wakil gubernur; dan

  4. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah kabupaten/kota, kelurahan, dan/atau Desa bagi wakil bupati/wali kota; b. Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah; c.

  Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara; dan d.

  Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

  Dalam menjalankan tugasnya wakil kepala daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah.Apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 bulan secara terus-menerus dalam masa jabatannya.

  Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban: a.

  Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b.

  Menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Mengembangkan kehidupan demokrasi; d.

  Menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; e.

  Menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik; f. Melaksanakan program strategis nasional; dan g.

  Menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan semua Perangkat Daerah.

2. Fungsi Kepala Daerah

  Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang dalam penyelenggaraan pemerintahannya didasarkan kepada dua azas pokok, yaitu azas keahlian dan azas territorial. Azas keahlian dipakai dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan presiden sebagai pimpinan eksekutif tertinggi, mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada menteri / kepala departemen dan kepala lebaga non departemen.Azas territorial adalah tugas dan kewenangan penyelenggaraan pemerintahan didelegasikan kepada territorial / atau daerah yaitu presiden sebagai pimpinan eksekutif tertinggi, mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada gubernur atau kepala daerah.Dalam azas territorial ini meliputi azas desentralisasi dan azas dekonsentrasi yang masing-masing menjelmakan daerahnya menjadi

  

daerah otonom dan wilayah administratif.

  Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan. Prinsip kewenangan negara kesatuan tidak sama antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah. Kewenangan hanya dimiliki oleh pemerintahan pusat, sedangkan kewenangan pemerintahan daerah setelah diserahkan oleh pemerintah pusat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  Penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan berdasarkan azas desentralisasi, dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.Pemerintahan yang melibatkan keterlibatan berbagai pihak dalam suatu daerah berdasarkan aspirasi masyarakat daerah, maka urusan pemerintahan yang menjadi wewenang pemerintahan pusat diserahkan sebagian kepada pemerintahan daerah untuk diurus sebagai urusan rumah tangga sendiri.Penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya disebut dengan desentralisasi.

  Dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana merupakan daerah dan masing- masing mempunyai pemerintahan daerah.Daerah provinsi selain berstatus sebagai 44 daerah juga merupakan wilayah administratif yang menjadi wilayah kerja bagi

  

H.R. Sjahnan, Pelaksanaan Tata Pemerintahan dan Otonomi Menurut UUD 1945 di Indonesia, gubernur sebagai wakil pemerintah pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah daerah provinsi.

  Sedangkan daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai daerah juga merupakan wilayah administratif yang menjadi wilayah kerja bagi bupati/wali kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah daerah kabupaten/kota.

  Keberadaan fungsi kepala daerah sesuai dengan desentralisasi dalam pelaksanaan otonomi daerah, diharapkan mampu dan memahami perubahan yang terjadi secara cepat untuk mengatur, menyusun, menetapkan dan mengesahkan peraturan daerah (Perda) dan peraturan kepala daerah (Perkada) serta kebijakan lainnya dalam melayani masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah provinsi, kabupaten/kota dan tugas pembantuan. Dalam kewenangan kepala daerah tersebut bertujuan untuk mengurus semua urusan yang terkait langsung dengan urusan yang benar-benar dibutuhkan oleh daerah sesuai dengan potensi dan kekhususan derah.

  Selain menjalankan tugas, pada ketentuan pasal 65 butir (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas, kepala daerah juga memiliki wewenang sebagai berikut: a.

  Mengajukan rancangan Perda b.

  Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah d.

  Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh daerah dan/atau masyarakat e.

  Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan Peraturan daerah merupakan payung hukum tertinggi dalam mengatur urusan pemerintahan bagi daerah.Peraturan daerah mengatur substansi bagi kepentingan daerah yang berisi norma-norma perintah dan larangan. Norma perintah dimaksud adalah perbuatan-perbuatan yang semestinya harus dilakukan oleh masyarakat, sedangkan norma larangan yaitu perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh masyarakat. Norma perintah dan larangan merupakan norma wajib bagi masyarakat daerah dalam rangka kepala daerah mengatur urusan bidang pemerintahan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

  Fungsi mengurus berkaitan penyelenggaraan pemerintah daerah yang dilakukan oleh kepala daerah adalah segala tindakan-tindakan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dalam bentuk peraturan kepala daerah, keputusan kepala daerah serta keputusan bersama antara kepala daerah dan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dalam upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.Dalam penyusunan peraturan daerah maupun peraturan kepala daerah keputusan peraturan tersebut dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Bertentangan dengan kepentingan umum dimaksudkan adalah yang berakibat terganggunya pelayanan umum dan ketentraman/ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat diskriminatif.Dengan demikian peraturan daerah merupakan penjabaran dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas

   daerah masing-masing.

  Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum.

  Maksudnya adalah pelimpahan wewenang pemerintahan yang sebenarnya kewenangan itu ada ditangan pemerintah pusat, yakni menyangkut penetapan strategi kebijakan dan pencapaian program kegiatannya, diberikan kepada gubernur atau instansi vertical didaerah berdasarkan arahan kebijaksanaan umum dari pemerintah pusat, sedangkan sektor pembiayaannya tetap dilaksanakan oleh

   pemerintah pusat.

  Menurut Soehino, dalam pelaksanaan dekonsentrasi, pemerintah pusat menempatkan pejabat-pejabatnya di daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintah pusat merupakan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabat-pejabat pemerintah pusat yang bertindak sebagai wakil dan di tempatkan

  

  di daerah. Dalam pelaksanaan asas dekonsentrasi menurut fungsi dan wewenang pejabat dekonsentrasi yang melekat pada jabatan Gubernur selaku kepala daerah

  

  ialah: a. 45 Mengaktualisasikan nilai Pancasila

  

I Nengah Suriata, Fungsi Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Sesuai Dengan Prinsip-Prinsip Demokrasi , Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar, 46 2011, hal. 113-114. 47 Sunarno Siswanto, Op Cit, hal. 7-8. 48 I Nengah Suriata, Op Cit, hal. 132. b.

  Mengkoordinasi manajemen wilayah c. Memfasilitasi kerjasama dan mengatasi konflik d.

  Melantik bupati/walikota e. Memelihara hubungan antar daerah f. Memfasilitasi perencanaan dan penegakan perundang-undangan g.

  Menyelenggarakan tuga-tugas lain (urusan pemerintahan) h. Merencanakan pemindahan kabupaten/kota i. Melakukan penegakan administrasi pengawasan j. Memberi pertimbangan pembentukan dan pemekaran wilayah

  Kepala daerah merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan. Dalam klasifikasi urusan pemerintahan, pada ketentuan pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan pemerintahan terdiri dari urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum yang berdasarkan asas otonom. Maka dari itu kepala daerah berfungsi sebagai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang berasal dari pemerintah.

  Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang- Undang Dasar 1945, maka kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah terhadap pemerintahan daerah mempunyai hak untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan, menurut azas otonomi dan tugas pembantuan, yang bertujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dengan mempertimbangkan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

  Dalam sistem presidential, presiden sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan, pada dasarnya tidak dapat diberhentikan sebelum berakhir masa jabatannya, kecuali dengan alasan-alasan tertentu.Hal ini juga berlaku bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah. Seorang kepala daerah dan wakil kepala daerah

  

  pada dasarnya tidak dapat diberhentikan sebelum berakhirnya masa jabatannya, terkecuali sebagaimana diatur dalam pasal 78 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu apabila: Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena: a.

  Meninggal dunia b.

  Permintaan sendiri c. Diberhentikan

  Pemberhentian Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah karena diberhentikan dapat dilakukan karena: a.

  Berakhir masa jabatannya b.

  Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan c.

  Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah d.

  Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b (UU Nomor 23 Tahun 2014 49 tentang Pemerintahan Daerah) e.

  Melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j f.

  Melakukan perbuatan tercela; g.

  Diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan; h.

  Menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau i. Mendapatkan sanksi pemberhentian.

  Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah karena meninggal,permintaan sendiri dan diberhentikan (hanya pada huruf a dan b) diumumkan oleh pimpinan DPRD dalam rapat paripurna dan diusulkan oleh pimpinan DPRD kepada Presiden melalui Menteri untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk bupati dan/atau wakil bupati atau walikota dan/atau wakil wali kota untuk

   mendapatkan penetapan pemberhentian.

  Dalam hal pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, pimpinan DPRD tidak dimaksudkan untuk mengambil keputusan pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah. Namun dalam hal ini presiden yang memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur atas usul menteri, dan menteri memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota atas usul gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Begitu juga terhadap 50 bupati dan walikota, gubernur tidak dimaksudkan untuk mengambil keputusan dalam hal pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

  Mengenai pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah karena dinyatakan melanggar sumpah atau janji jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan melanggar larangan bagi

  

  kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, dilaksanakan dengan ketentuan: a.

  Pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diusulkan kepada presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta kepada menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota berdasarkan putusan Mahkamah Agung atas pendapat DPRD bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud untuk menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan, atau melanggar larangan bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i , huruf j , dan/atau melakukan perbuatan tercela.

  b.

  Pendapat DPRD sebagaimana dimaksud pada huruf a diputuskan melalui Rapat Paripurna DPRD yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

  c.

  Mahkamah Agung wajib memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPRD tersebut paling lambat tiga puluh hari setelah permintaan DPRD 51 diterima Mahkamah Agung dan putusannya bersifat final. d.

  Apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah terbukti melanggar sumpah/janji jabatan, tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b, atau melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, huruf j, dan/atau melakukan perbuatan tercela, pimpinan DPRD menyampaikan usul kepada presiden untuk pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur dan kepada menteri untuk pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota.

  e.

  Presiden wajib memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur paling lambat tiga puluh hari sejak presiden menerima usul pemberhentian tersebut dari pimpinan DPRD.

  f.

  Menteri wajib memberhentikan bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota paling lambat tiga puluh hari sejak menteri menerima usul pemberhentian tersebut dari pimpinan DPRD.

  Dengan adanya ketentuan sebagaimana diatur pada pasal 80 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, seorang kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tidak dapat lagi diberhentikan secara sewenang-wenang oleh DPRD melalui voting, tanpa adanya suatu proses hukum, untuk membuktikan kesalahan dari kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang bersangkutan. Ketentuan ini mirip dengan proses impeachment sebagaimana berlaku di Amerika Serikat.

   Seorang kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan

  sementara oleh presiden tanpa melalui usulan DPRD apabila, kepala daerah 52 dan/atau wakil kepala daerah didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  Putusan pengadilan yang yang dimaksud adalah putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan. Apabila kepala daerah diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, jabatan kepala daerah digantikan oleh wakil kepala daerah sampai pada berakhirnya masa jabatannya dan proses pelaksanaannya dilakukan berdasarkan keputusan rapat paripurna DPRD dan disahkan oleh presiden. Sebaliknya apabila wakil kepala daerah yang sisa masa jabatannya lebih delapan belas bulan diberhentikan, kepala daerah mengusulkan dua orang calon wakil kepala daerah, untuk dipilih oleh rapat paripurna DPRD, berdasarkan usul partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan

   kepala daerah dan wakil kepala daerah.

  Dalam hal apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD telah melalui proses peradilan, ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan, maka paling lambat 30 hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan pengadilan, Presiden mengaktifan kembali dan merehabilitasi gubernur dan/atau 53 wakil gubernur yang bersangkutan, dan menteri mengaktifkan kembali dan merehabilitasi bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota yang bersangkutan. Merehabilitasi dalam ketentuan ini adalah pemulihan nama baik dan pemenuhan hak keuangan.

  Apabila diperlukan tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah, yang diduga terlibat dalam suatu tindak pidana, tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan terhadap gubernur dan/atau wakil gubernur memerlukan persetujuan tertulis dari Presiden dan terhadap bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota memerlukan persetujuan tertulis dari Menteri. Jika persetujuan tertulis tidak diberikan oleh Presiden atau Menteri dalam waktu paling lama 30 hari, terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilaksanakan. Peretujuan tertulis Presiden atau Menteri dalam hal ini tidak diperlukan apabila: a.

  Tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan b.

  Disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara. Setelah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan telah dilakukan, penyidik wajib melaporkan kepada Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur dan kepada Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota paling lambat dalam waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) - Optimalisasi Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Penerapan Iso 9001:2000 Kaitannya Dengan Harga Cpo Dan Keuntungan (Kasus : Pt Perkebunan Nusantara Iii (Persero) Kebun Sei Meranti Kabupaten. Labuhan Batu Selatan)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Atas Upaya Reformasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Dalam Menciptakan Tatanan Negara-Negara Di Dunia Yang Berdaulat, Damai Dan Adil

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Patogen Tanaman - Uji Kemampuan Bakteri Kitinolitik dari Nepenthes tobaica dan Nepenthes gracilis dalam Menghambat Pertumbuhan Beberapa Jamur Patogen Tanaman

0 0 7

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori Setiap Penelitian memerlukan kejelasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah-masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang membuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masala

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Persepsi Mahasiswa Terhadap Pemberitaan Tv Swasta

0 0 7

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Hukum Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan - Analisis Yuridis Terhadap Batas Waktu Di Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa Rumah (Studi Kasus Putusan Perkara Perdata No.577/Pdt.G/2013/ Pn-Mdn)

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Terhadap Batas Waktu Di Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa Rumah (Studi Kasus Putusan Perkara Perdata No.577/Pdt.G/2013/ Pn-Mdn)

0 0 16

BAB II PENGATURAN LEGISLATOR PEREMPUAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Landasan Yuridis Partisipasi Perempuan dalam Lembaga Perwakilan Rakyat - Peranan Legislator Perempuan Dalam Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dan Anggaran (Studi Pada Leg

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Peranan Legislator Perempuan Dalam Pelaksanaan Fungsi Legislasi Dan Anggaran (Studi Pada Legislator Perempuan Terpilih Di Kota Binjai 2009-2014)

0 0 24