BAB II PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT A. Pengertian dan Syarat-Syarat Kepailitan - Analisis Yuridis Terhadap Penahanan Debitur Pailit dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

BAB II PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT A. Pengertian dan Syarat-Syarat Kepailitan Secara tata bahasa, kepailitan berarti berarti segala hal yang berhubungan

  dengan pailit. Kata pailit menandakan ketidakmampuan untuk membayar serang debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo atau yang dikenal dalam bahasa Inggris dengan “banckrupty”. Sedangkan terhadap perusahaan debitur yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan

  

  insolvensi. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum, atas seluruh harta kekayaan dari orang yang berutang, untuk dijual di muka umum, guna pembayaran utang-utangnya kepada semua kreditur, dan dibayar menurut perbandingan jumlah piutang masing -masing.

  Konsep dasar kepailitan sebenarnya bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1132 KUHPerdata. Pasal 1131 KUHPerdata menyatakan bahwa semua barang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi jaminan bagi perikatan-perikatan perorangan debitur itu, sedangkan Pasal 1132 KUHPerdata menyatakan bahwa kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu 14 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis dan Kepailitan(Jakarta: PT.

  Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 62. menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

  Adapun asas yang terkandung dalam kedua pasal di atas adalah:

   1.

  Apabila si debitur tidak membayar utangnya dengan sukarela atau tidak membayarnya, walaupun telah ada keputusan pengadilan yang menghukumnya supaya melunasi utangnya, atau karena tidak mampu untuk membayar seluruh utangnya, maka semua harta bendanya disita untuk dijual dan hasil penjualan itu dibagi-bagikan antara semua krediturnya secara

  ponds-ponds-gewijze , artinya menurut perimbangan, yaitu menurut besar

  kecilnya piutang masing-masing kreditur, kecuali apabila di antara para kreditur itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

  2. Semua kreditur mempunyai hak yang sama.

  3. Tidak ada nomor urut dari para kreditur yang didasarkan atas saat timbulnya piutang-piutang mereka.

  Syarat-syarat permohonan pailitdinyatakan pada Pasal 2 ayat (1)UUK dan PKPU, yaitu debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas setidaknya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonann satu atau lebih krediturnya.

  Ketentuan di atas mensyaratkan bahwa untuk mempailitikan debitur harus: 1. Mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditur;

15 Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran(Jakarta: Pradnya Paramita, 1974), hlm.7.

  Keharusan adanya dua atau lebih kreditur dikenal sebagai concursus

  

creditorium . Syarat ini menegaskan bahwa dalam kepailitan dihindari sita

  individual, karena jika hanya terdapat 1 kreditur, maka tidak akan sesuai dengan eksistensi hukum kepailitan yang mengatur bagaimana cara membagi harta kekayaan debitur di antara para krediturnya.

  Fred B. G. Tumbuan berpendapat bahwa keharusan ini sesuai dengan

  Pasal 1132 KUHPerdata, yang pada dasarnya menetapkan bahwa pembagian kekayaan debitur di antara krediturnya harus dilaksanakan secara pari passu pro

   parte.

  2. Tidak membayar lunas setidaknya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih; a.

  Pengertian “tidak membayar”; Pengertian tidak membayar dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu:

  1) Insolvent (tidak mampu membayar), adalah suatu keadaan dimana aset lebih kecil daripada utang.

  2) Solvent (mampu membayar namun tidak mau membayar), adalah suatu keadaan dimana perusahaan sehat, dimana aset lebih besar daripada utang.

  Yang menjadi pertimbangan Pengadilan Niaga untuk menyatakan suatu debitur pailit, tidak saja oleh karena ketidakmampuan debitur 16 tersebut untuk membayar utang-utangnya, tetapi juga termasuk

  Fred B.G. Tumbuan, “Mencermati Pokok-pokok Undang-Undang Kepailitan yang diubah Perpu No. 1/1998”, Newsletter No. 33/IX/Juni/1998 (diakses pada tanggal 21 Oktober 2014). ketidakmauan debitur untuk melunasi utang-utang tersebut seperti yang

   telah diperjanjikan.

  b.

  Pengertian “lunas”

  Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU dalam perubahannya menambah kata “lunas” setelah kata “tidak membayar” untuk mengatasi kelemahan- kelemahan dalam praktek, seperti debitur yang sudah membayar tetapi tidak lunas tidak dapat dipailitkan, karena apabila jika pelunasannya lama, maka hal itu akan merugikan krediturnya.

  c.

  Pengertian “utang” Tidak adanya pengertian utang dalam Undang-Undang Nomor 4

  Tahun 1998 merupakan salah satu kekosongan yang terdapat dalam undang-undang ini. Kelemahan ini kemudian diperbaiki dalam UUK dan PKPU :

  “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara langsung maupun yangakan timbul di kemudian hari atau kontijen,yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.”

  Secara normatif, makna utang di sini sangat luas. Utang yang terjadi bukan hanya karena perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit saja, tetapi juga kewajiban membayar sejumlah uang yang timbul dari perjanjian lainnya, antara lain seperti perjanjian sewa-menyewa, perjanjian 17 jual beli, perjanjian pemborongan, perjanjian tukar-menukar, perjanjian

  Ricardo Simanjuntak, “Rancangan Perubahan Undang-Undang Kepailitan dalam Perspektif Pengacara (Komentar Terhadap Perubahan Undang-Undang Kepailitan)”,Jurnal Hukum Bisnis, Vol 17, Januari 2002. sewa-beli, dan lain-lain. Demikian juga halnya kewajiban membayar sejumlah uang yang timbul karena undang-undang adalah utang. Misalnya pajak yang belum dibayar kepada negara adalah utang. Selain itu, kewajiban membayar uang berdasarkan putusan pengadilan termasuk putusan badan arbitrase yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

   termasuk juga utang.

  d.

  Pengertian “telah jatuh waktu dan dapat ditagih” Sutan Remy berpendapat bahwa pengertian “jatuh waktu” berbeda dengan “dapat ditagih”, dimana utang yang telah jatuh waktu adalah utang yang telah expired dengan sendirinya, tetapi utang yang telah dapat ditagih

   belum tentu telah “jatuh waktu”.

  Utang yang telah jatuh tempo, dapat terjadi karena beberapa hal,

  pertama , jatuh tempo biasa, yakni jatuh tempo sebagaimana yang

  disepakati bersama antar kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit;

  kedua , jatuh tempo yang dipercepat,yakni jatuh tempo yang mendahului

  jatuh tempo biasa karena debitur melanggar isi perjanjian, sehingga pernagihannya diakselerasi. Debitur diwajibkan mencicil utangnya setiap bulan termasuk bunga dan biaya-biaya lainnya. Apabila debitur tidak membayar angsuran cicilan kreditnya tiga bulan berturut-turut, maka jatuh tempo dapat dipercepat; ketiga, jatuh tempo karena pengenaan 18 sanksi/denda oleh instansi yang berwenang; keempat, jatuh tempo karena 19 Syamsudin Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia (Jakarta: Tianusa,2012), hlm.91.

  Sultan Remi Syahdeini, Hukum Kepailitan, Memahami Faillessementsverordening Juncto Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm.

  63. putusan pengadilan atau putusan badan arbitrase. Berdasarkan kebiasaan yang berlaku di antara debitur dan kreditur, atau dapat juga dipakai

   sebagai dasar jatuh tempo surat tegoran atau somasi.

  Tidak semua utang dapat ditagih. Utang yang dapat ditagih adalah utang yang legal. Utang yang timbul berdasarkan perjanjian atau undang- undang. Bukan utang yang illegal utang yang timbul dengan cara melawan hukum tidak dapat ditagih melalui mekanisme dan prosedur hukum

   kepailitan.

  Undang-Undang Kepailitan dan PKPU membentuk suatu peradilan khusus yang berwenang menangani perkara kepailitan, yaitu Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan peradilan umum. Proses permohonan putusan pernyataan pailit diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 UUK dan PKPU. Prosesnya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.

  Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan dan panitera yang mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan.

2. Pemohon juga harus menyertakan berkas-berkas yang menjadi syarat-syarat

  

  pengajuan, antara lain: a.

  Surat permohonan bermaterai yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga.

  b.

  Kartu advokat. 20 21 Syamsudin Sinaga, Op.Cit., hlm. 92. Ibid , hlm. 93.

   (diakses pada tanggal 28 Februari 2015). c.

  Bukti yang menunjukkan adanya perikatan (perjanjian jual-beli, hutang- piutang, putusan pengadilan, commercial paper, faktur, kuitansi, dan lain- lain.

  d.

  Surat kuasa khusus.

  e.

  Tanda daftar perusahaan yang dilegalisir oleh kantor perdagangan.

  f.

  Perincian hutang yang tidak dibayar.

  g.

  Terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi (disumpah) jika menyangkut bahasa asing.

  h.

  Nama dan alamat masing–masing kreditur / debitur.

  Sistematika surat permohonan pernyataan pailit pada dasarnya sama dengan surat gugatan biasa, hanya saja dalam kepailitan perlu ditambahkan pengangkatan kurator dan hakim pengawas.

  3. Pengadilan akan mempelajari dan menetapkan hari sidang dalam tempo paling lambat 3 hari dan sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailiy diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. Putusan atas permohonan pernyataan pailit, menurut Pasal 8 ayat (5) UUK dan PKPU, harus ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan.

B. Akibat Hukum Pernyataan Pailit

  Putusan kepailitan adalah bersifat serta merta dan konstitutif yaitu

  

  meniadakan keadaan dan menciptakan keadaan hukum baru. engan pailitnya pihak debitur, banyak akibat yuridis yang diberlakukan kepadanya oleh undang- undang. Akibat-akibat yuridis tersebut berlaku kepada debitur dengan 2 (dua)

  

  model pemberlakuan, yaitu: 1.

  Berlaku demi hukum Beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum (by the operation of

  law ) segera setelah pernyataan pailit dinyatakan atau setelah pernyataan pailit

  mempunyai kekuatan hukum tetap ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal ini, pengadilan niaga, hakim pengawas, kurator, kreditur, dan pihak lain yang terlibat dalam proses kepailitan tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut.

  2. Berlaku secara rule of season Selain akibat yuridis hukum kepailitan yang berlaku demi hukum, terdapat akibat hukum tertentu dari kepailitan yang berlaku secara rule of reason. Maksud dari pemberlakuan model ini adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu setelah mempunyai alasan yang wajar untuk diberlakukan.

  Beberapa akibat hukum terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur:

  1. Akibat kepailitan terhadap debitur pailit dan hartanya 23 24 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan Edisi Revisi (Malang: UMM Press, 2007), hlm. 103.

  Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hlm.61-62. Akibat kepailitan hanyalah terhadap kekayaan debitur, dimana debitur tidaklah berada dibawah pengampuan. Debitur tidaklah kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum menyangkut dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum tersebut menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada. Apabila menyangkut harta benda yang akan diperolehnya, debitur tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima hartabenda yang akan diperolehnya itu kemudian menjadi bagian dari harta

  

  pailitnya. Sejak tanggal putusan pernyataan pailit itu untuk diucapkan, debitur demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk harta pailit.

  Proses kepailitan menghindari terjadinya berbagai kemungkinan faktual dan yuridis yang mungkin timbul dalam kegiatan khusus untuk mendapatkan barang-barang milik debitur. Kepailitan adalah sita umum atas barang-barang

  

  milik debitur untuk kepentingan kreditur secara bersama. Semua barang dieksekusi dan hasilnya dikurangi biaya eksekusi dibagi-bagi di antara kreditur dengan mengingat hak-hak istimewa yang diakui oleh undang-undang.

2. Akibat hukum terhadap seluruh perikatan yang dibuat oleh debitur pailit

  Semua perikatan debitur yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit, tidak lagi dapat membayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit (Pasal 25 UUK dan PKPU). Tuntutan mengenai hak dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau kurator.

  Dalam hal tuntutan tersebut diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitur 25 26 Sultan Remi Syahdeini, Op.Cit., hlm. 257.

  MR. J. B. Huizink, Insolventie, alih bahasa Linus Dolujawa (Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hlm.1. pailit maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitur pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit (Pasal 26 UUK dan PKPU).

  Selama berlangsungnya kepailitan, tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan terhadap debitur pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan (Pasal 27 UUK dan PKPU).

3. Akibat hukum bagi kreditur

  Pada dasarnya, kedudukan para kreditur sama (paritas creditorum) dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi budelnya pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu pro rata

  parte ). Namun asas tersebut dapat dikecualikan yakni untuk golongan kreditur

  yang memenang hak anggunan atas kebendaan dan golongan kreditur yang haknya didahulukan berdasarkan UUK dan PKPU dan peraturan perundang- undangan lainnya. Oleh karenanya, kreditur dapat dikelompokkan sebagai

  

  berikut: a.

  Kreditur separatis Merupakan kreditur pemegang hak jaminan kebendaan, yang dapat bertindak sendiri yang tidak terkena akibat putusan pernyataan pailit debitur, sehingga hak-hak eksekusi kreditur separatis ini tetap dapat dijalankan seperti tidak ada kepailitan debitur. Kreditur separatis dapat 27 menjual sendiri barang-barang yang menjadi jaminan, seolah-olah tidak

  Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2005), hlm. 43-52. ada kepailitan. Debitur mengambil hasil penjualan ini sebesar piutangnya, sedangkan jika ada sisanya disetorkan ke kas kurator. Jika hasil penjualan tersebut tidak mencukupi, maka kreditur separatis itu, untuk tagihan yang belum dibayar dapat memasukkan kekurangannya sebagai kurator

  

  bersaing. Adapun yang termasuk hak-hak jaminan kebendaan yang memberikan hak menjual secara lelang dan memperoleh pelunasan secara mendahului yaitu gadai, hipotek jaminan fidusia.

  b.

  Kreditur preferen/istimewa Merupakan kreditur yang piutangnya mempunyai kedudukan istimewa dan mendapat hak untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu dari penjualan harta pailit. Kreditur ini berada dibawah pemegang hak tanggungan dan gadai. Menurut Pasal 1133 KUHPerdata, hak istimewa adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.

  c.

  Kreditur konkuren Kreditur konkuren/bersaing memiliki kedudukan yang sama dan berhak memperoleh hasil penjualan harta kekayaan debitur, baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari setelah sebelumnya dikurangi dengan kewajiban membayar piutang kepada para kreditur pemegang hak jaminan dan para kreditur dengan hak istimewa secara proporsional menurut perbandingan besarnya piutang masing-masing 28 kreditur.

  Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 60 ayat (3).

  4. Akibat hukum terhadap eksekusi atas harta kekayaan debitur pailit Menurut Pasal 31 UUK dan PKPU, putusan pernyataan pailit mempunyai akibat bahwa segala putusan hakim menyangkut setiap bagian harta kekayaan debitur yang telah diadakan sebelum diputuskannya pernyataan pailit harus segera dihentikan dan sejak saat yang sama pula tidak satu putusan pun mengenai hukuman paksaan badan dapat dilaksanakan. Segala putusan mengenai penyitaan, baik yang sudah maupun yang belum dilaksanakan, dibatalkan demi hukum, bila dianggap perlu, hakim pengawas dapat menegaskan hal itu dengan memerintahkan pencoretan.

  Jika dilihat, dalam pasal tersebut dapat dilihat bahwa setelah ada pernyataan pailit, semua putusan hakim mengenai suatu bagian kekayaan debitur apakah penyitaan atau penjualan, menjadi terhenti. Semua sita jaminan maupun sita eksekutorial menjadi gugur, bahkan sekalipun pelaksanaan putusan hakim sudah dimulai, maka pelaksanaan itu harus dihentikan. Menurut Pasal 33 UUK dan PKPU, apabila hari pelelangan untuk memenuhi putusan hakim sudah ditetapkan, kurator atas kuasa hakim pengawas dapat melanjutkan pelelangan barang tersebut dan hasilnya masuk dalam harta pailit.

  5. Akibat kepailitan bagi pasangan debitur pailit Debitur pailit yang pada saat dinyatakan pailit sudah terikat dalam suatu perkawinan dan adanya persatuan harta, kepailitan juga dapat memberikan akibat hukum terhadap pasangannya (suami/istrinya). Dalam hal suami atau istri yang dinyatakan pailit, istri atau suaminya berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Jika benda milik istri atau suami telah dijual suami/istri dan harganya belum dibayar atau uang hasil penjualan belum tercampur dalam harta pailit, maka istri atau suami berhak mengambil kembali uang hasil penjualan tersebut.

  Berdasarkan pada uraian-uraian diatas jelaslah bahwa meskipun seseorang telah dinyatakan pailit, orang tersebut masih mendapat perlindungan hukum.

  Dengan perkataan lain bahwa seseorang dinyatakan paiit masih dapat bertindak bilamana suatu tindakan yang ditujukan kepadanya akan mengakibatkan kerugian morilnya. Disamping itu pula, hal-hal yang membawa keuntungan bagi harta hartamasih dapat dilakukan oleh si pailit, karena dengan keuntungan yang diperoleh tersebut diharapkan dapat melunasi utang-utangnya yang sekaligus mempercepat proses pailit berakhir, dan selanjutnya pengembalian hak untuk mengurus harta kekayaan sendiri sebagaimana sebelum adanya pernyataan pailit.

C. Pengurusan Harta Pailit

  Pengurusan adalah mengumumkan ikhwal kepailitan, melakukan penyegelan harta pailit, pencatatan/pendaftaran harta pailit, melanjutkan usaha debitur, membuka surat-surat telegram debitur pailit, mengalihkkan harta pailit. melakukan penyimpanan harta pailit, mengadakan perdamaian guna menjamin suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara.

  Sejak diucapkannya putusan pailit, debitur yang dinyatakan pailit sudah kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta pailit. Penguasaan dan pengurusan pailit diserahkan kepada kurator. Di dalam penguasaan dan pengurusan harta pailit tersebut yang terlibat tidak hanya kurator,tetapi masih ada pihak lainnya. Pihak-pihak yang terkait dengan pengurusan harta pailit tersebut adalah: 1.

  Hakim pengawas Kurator mempunyai tugas utama yaitu melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Agar kurator menjalankan tugasnya tersebut sesuai dengan aturan hak dan tidak sewenang-wenang, maka perlu ada bentuk pengawasan terhadap tindak-tindakan kurator. Disinilah perlunya peranan hakim pengawas untuk mengawasi setiap tindakan kurator. Dalam putusan pernyataan pailit harus diangkat seorang hakim pengawas yang ditunjuk oleh hakim Pengadilan Niaga.

  Tugas hakim pengawas ialah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh kurator, dan sebelum memutuskan sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit, Pengadilan Niaga wajib mendengar nasihat terlebih dahulu dari hakim pengawas. Tugas-tugas

  

  dan kewenangan hakim pengawas adalah sebagai berikut: a.

  Memimpin rapat verifikasi; b.

  Mengawasi tindakan dari kurator dalam melaksanakan tugasnya; memberikan nasihat dan peringatan kepada kurator atas pelaksanaan tugas tersebut; c. Menyetujui atau menolak daftar-daftar tagihan yang diajukan oleh para 29 kreditur; Rahayu Hartini, Op.Cit., hlm. 127. d.

  Meneruskan tagihan-tagihan yang tidak dapat diselesaikannya dalam rapat verifikasi kepada hakim Pengadilan Niaga yang memutus perkara itu; e.

  Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan kepailitan (misalnya: tentang keadaan budel, perilaku pailit dan sebagainya); f. Memberikan izin atau menolak permohonan si pailit untuk berpergian (meninggalkan tempat) kediamannya.

  Ketentuan mengenai hakim pengawas dalam kepailitan terletak pada UUK dan PKPU pada bagian ketiga paragraf 1 Pasal 65-68.

2. Kurator

  Kurator merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan dalam suatu proses perkara pailit. Dan karena peranannya yang besar dan tugasnya yang berat, maka tidak sembarangan orang dapat menjadi pihak kurator. Dalam Pasal 69 UUK dan PKPU disebutkan, tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit.

  Karena itu pula maka persyaratan dan prosedur untuk dapat menjadi kurator ini oleh UUK dan PKPU diatur secara relatif ketat. Sewaktu masih berlakunya peraturan kepailitan zaman Belanda, hanya Balai Harta Peninggalan (BHP) saja yang dapat menjadi kurator tersebut. Dalam Pasal 70 ayat (1) UUK dan PKPU disebutkan, yang dapat bertindak menjadi kurator sekarang adalah sebagai berikut : a.

  Balai Harta Peninggalan (BHP).

  b.

  Kurator lainnya.

  Untuk jenis kurator lainnya, dalam Pasal 70 ayat (2), (a), (b) UUK dan PKPU disebutkan, yaitu kurator yang bukan Balai Harta Peninggalan adalah mereka yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu : a.

  Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang mempunyai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta pailit.

  b.

  Telah terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.

  Dalam penjelasan Pasal 70 ayat(2) huruf (a) UUK dan PKPU disebutkan, yang dimaksud dengan keahlian khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan kurator dan pengurus. Dalam penjelasan Pasal 70 ayat(2) huruf (b) UUK dan PKPU disebutkan, yang dimaksud dengan terdaftar adalah telah memenuhi syarat-syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan anggota aktif organisasi profesi kurator dan pengurus.

  Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan maka debitur pailit tidak lagi berhak melakukan pengurusan atas harta kekayaannya. Oleh karena itu, untuk melindungi kepentingan, baik debitur pailit sendiri maupun pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan debitur pailit sebelum pernyataan pailit dijatuhkan, UUK dan PKPU telah menunjuk kurator sebagai satu-satunya pihak yang akan menangani seluruh kegiatan pengurusan dan pemberesan harta pailit, meskipun terhadap putusan kemudian diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

  Tugas kurator pengurus dapat dilihat pada job description dari kurator pengurus, karena setidaknya ada 3 jenis penugasan yang dapat diberikan kepada kurator pengurus dalam hal proses kepailitan, yaitu: a.

  Sebagai kurator sementara Kurator sementara ditunjuk dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan debitur melakukan tindakan yang mungkin dapat merugikan hartanya, selama jalannya proses beracara pada pengadilan sebelum debitur dinyatakan pailit. Tugas utama kurator sementara adalah untuk: 1)

  Mengawasi pengelolaan usaha debitur; dan 2)

  Mengawasi pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau pengagunan kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan kurator (Pasal 7 UUK dan PKPU).Secara umum tugas kurator sementara tidak banyak berbeda dengan pengurus, namun karena pertimbangan keterbatasan kewenangan dan efektivitas yang ada pada kurator sementara, maka sampai saat ini sedikit sekali terjadi penunjukan kurator sementara.

  b.

  Sebagai pengurus Pengurus ditunjuk dalam hal adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Tugas pengurus hanya sebatas menyelenggarakan pengadministrasian proses PKPU, seperti misalnya melakukan pengumuman, mengundang rapat-rapat kreditur, ditambah dengan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan usaha yang dilakukan oleh debitur dengan tujuan agar debitur tidak melakukan hal-hal yang mungkin dapat merugikan hartanya.Perlu diketahui bahwa dalam PKPU debitur masih memiliki kewenangan untuk mengurus hartanya sehingga kewenangan pengurus sebatas hanya mengawasi belaka.

  c.

  Sebagai kurator Kurator ditunjuk pada saat debitur dinyatakan pailit, sebagai akibat dari keadaan pailit, maka debitur kehilangan hak untuk mengurus harta kekayaannya, dan oleh karena itu kewenangan pengelolaan harta pailit jatuh ke tangan kurator. Dari berbagai jenis tugas bagi kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan, maka dapat disarikan bahwa kurator memiliki beberapa tugas utama, yaitu: 1)

  Tugas administratif Dalam kapasitas administratifnya, kurator bertugas untukmengadministrasikan proses-proses yang terjadi dalam kepailitan, misalnya melakukan pengumuman (Pasal 13 ayat (4) UUK dan PKPU); mengundang rapat-rapat kreditur ; mengamankan harta kekayaan debitur pailit; melakukan inventarisasi harta pailit (Pasal 91 UUK dan PKPU); serta membuat laporan rutin kepada hakim pengawas (Pasal 70 ayat (1) UUK dan PKPU). Dalam menjalankan kapasitas administratifnya kurator memiliki kewenangan antara lain:

  a) Kewenangan untuk melakukan upaya paksa seperti paksa badan (Pasal 84 ayat (1)UUK dan PKPU).

  b) Melakukan penyegelan (bila perlu) (Pasal 90 ayat (1) UUK dan PKPU).

  2) Tugas mengurus/mengelola harta pailit

  Selama proses kepailitan belum sampai pada keadaan insolvensi (pailit), maka kurator dapat melanjutkan pengelolaan usaha-usaha debitur pailit sebagaimana layaknya organ perseroan (direksi) atas ijin rapat kreditur (Pasal 95 ayat (1)UUK dan PKPU). Pengelolaan hanya dapat dilakukan apabila debitur pailit masih memiliki suatu usaha yang masih berjalan. Kewenangan yang diberikan dalam menjalankan pengelolaan ini termasuk diantaranya : a)

  Kewenangan untuk membuka seluruh korespondensi yang ditujukan kepada debitur pailit (Pasal 14 junto Pasal 96 UUK dan PKPU).

  b) Kewenangan untuk meminjam dana pihak ketiga dengan dijamin dengan harta pailit yang belum dibebani demi kelangsungan usaha

  (Pasal 67 ayat (4) UUK dan PKPU).

  c) Kewenangan khusus untuk mengakhiri sewa, memutuskan hubungan kerja, dan perjanjian lainnya.

  3) Tugas melakukan penjualan dan pemberesan

  Tugas yang paling utama bagi kurator adalah untuk melakukan pemberesan. Maksudnya pemberesan di sini adalah suatu keadaan dimana kurator melakukan pembayaran kepada para kreditur konkuren dari hasil penjualan harta pailit.

3. Panitia kreditur

  Pada prinsipnya, suatu panitia kreditur adalah pihak yang mewakili pihak kreditur, sehingga panitia kreditur tentu akan memperjuangkan segala kepentingan hukum dari pihak kreditur. Ada dua macam panitia kreditur yang diperkenalkan oleh UUK dan PKPU, yaitu: a.

  Panitia kreditur sementara Dalam Pasal 79 UUK dan PKPU disebutkan, dalam putusan pailit atau dengan penetapan kemudian, pengadilan dapat membentuk panitia kreditur (sementara) yang terdiri dari satu sampai tiga orang yang dipilih dari kreditur yang dikenal dengan maksud memberikan nasihat kepada kurator.

  Yang dimaksud dengan kreditur yang sudah dikenal adalah kreditur yang sudah mendaftarkan diri untuk diverifikasi.

  b.

  Panitia kreditur tetap

  Pasal 72 UUK dan PKPU menyatakan bahwa setelah pencocokan utang selesai dilakukan, hakim pengawas wajib menawarkan pada para kreditur untuk membentuk panitia kreditur tetap.

D. Pemberesan Harta Pailit

  Pemberesan merupakan salah satu tugas yang dilakukan oleh kurator terhadap pengurusan harta debitur pailit. Dalam Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UUK dan PKPU dijelaskan bahwa yang dimaksud pemberesan adalah penguangan aktiva untuk membayar atau melunasi utang. Pemberesan baru dapat dilakukan setelah debitur berada dalam keadaan insolvensi, dimana insolvensi baru dapat

  

  terjadi bila: 1.

  Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian.

  2. Apabila ada penawaran perdamaian oleh si pailit maupun oleh kurator, tetapi tidak disetujui oleh para kreditur dalam rapat verifikasi (pencocokan piutang).

  3. Apabila terdapat perdamaian dan disetujui oleh para kreditur dalam rapat verifikasi tetapi tidak mendapat homogolasi (pengesahan) oleh hakim pemutusan kepailitan.

  Berikut ini diuraikan tentang hal-hal yang dilakukan dalam tahap pemberesan harta pailit :

  1. Mengusulkan agar perusahaan debitur pailit dilanjutkan Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian atau jika rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, kurator atau kreditur yang hadir dalam rapat dapat mengusulkan supaya perusahaan debitur

  

  pailit dilanjutkan. Usulan untuk melanjutkan perusahaan dalam rapat tersebut wajib diterima, apabila usul tersebut disetujui oleh kreditur yang mewakili lebih dari ½ dari semua piutang yang diakui dan diterima sementara, yang tidak dijamin dengan hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan

  30 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 178 ayat (1). 31 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 179 ayat (1).

32 Namun, kelanjutan perusahaan dapat dihentikan oleh hakim pengawas atas permintaan kreditur atau kurator.

  ataskebendaan lainnya.

   2.

  Mengusulkan dan melaksanakan penjualan harta pailit Dengan memperhatikan ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUK dan PKPU disebutkan, kurator harus memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit, tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan debitur:

   a.

  Usul untuk mengurus perusahaan debitur tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam undang-undang ini atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak.

  b.

  Pengurusan terhadap perusahaan dihentikan, namun dalam hal perusahaan dilanjutkan dapat dilakukan penjualan benda termasuk harta pailit, yang tidak diperlukan dalam meneruskan perushaan. Debitur pailit dapat diberikan sekedar perabot rumah dan perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, atau perabot kantor yang ditentukan oleh hakim pengawas.

  Terhadap semua harta kekayaan pailit tersebut harus dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  

  32 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 180 ayat (1). 33 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 183 ayat (1). 34 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailiatn dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 184. 35 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailiatn dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 185 ayat (1).

  Dalam hal penjualan di muka umum tidak dapat tercapai, maka

   dapat dilakukan penjualan di bawah tangan dengan izin dari hakim pengawas.

  Sedangkan terhadap semua barang yang tidak segera atau sama sekali tidak dapat dibereskan, maka kurator yang memutuskantindakan yang harus dilakukan

   terhadap barang tersebut dengan izin dari hakim pengawas.

  3. Mengadakan rapat kreditur Setelah harta pailit berada dalam keadaan insolvensi, maka hakim pengawas dapat mengadakan suatu rapat kreditur pada hari, jam, dan tempat yang ditentukan untuk mendengar mereka seperlunya mengenai cara pemberesan harta

  

  pailit dan jika perlu mengadakan pencocokan piutang. Apabila hakim pengawas berpendapat terdapat cukup uang tunai, kurator diperintahkan untuk melakukan

   pembagian kepada kreditur yang piutangnya telah dicocokkan.

  4. Membuat daftar pembagian Mengenai masalah daftar pembagian, maka kurator wajib menyusun suatu daftar pembagian untuk dimintakan persetujuan kepada hakim

  

  pengawas. Kurator membuat daftar pembagian yang berisi jumlah uang yang diterima dan yang dikeluarkan, termasuk didalamnya upah kurator, nama-nama kreditur dan jumlah tagihannya yang telah disahkan, pembayaran-pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan-tagihan itu atau bagian yang wajib diterimakan kepada kreditur. 36 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 185 ayat (2). 37 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 185 ayat (3). 38 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 187 ayat (1). 39 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 188. 40 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 189 ayat (1).

  Daftar pembagian tersebut dapat dibuat sekali atau lebih dari sekali dengan memperhatikan kebutuhan. Daftar pembagian yang telah disetujui oleh hakim pengawas wajib disediakan di kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat oleh kreditur selama tenggang waktu yang ditetapkan oleh hakim pengawas pada waktu daftar tersebut disetujui dan diumumkan oleh kurator dalam surat kabar

   harian sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) UUK dan PKPU.

  Daftar pembagian tersebut dapat dilawan oleh kreditur dengan mengajukan surat keberatan dengan disertai alasan kepada paniteraan pengadilan

  

  dengan menerima tanda bukti penerimaan. Hakim pengawas akan menetapkan hari memeriksa perlawanan di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum Dalam sidang tersebut, hakim pengawas memberikan laporan tertulis, sedangkan kurator dan setiap kreditur atau kuasanya dapat mendukung atau membantah daftar pembagian tersebut dengan mengemukakan alasannya dan pengadilan paling lambat dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari wajib memberikan putusan yang

  

  disertai dengan pertimbagan hukum yang cukup. Terhadap putusan pengadilan

   tersebut dapat diajukan permohonan kasasi.

  Setelah kurator selesai dalam melaksanakan pembayaran kepada masing- masing kreditur berdasarkan daftar pembagian, maka berakhirlah

  41 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 192. 42 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 193 ayat (1). 43 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 194. 44 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 196 ayat (1).

  

  kepailitan. Kurator melakukan pengumuman mengenai berakhirnya kepailitan

   dalam berita negara republik indonesia dan surat kabar harian.

5. Membuat daftar perhitungan dan pertanggungjawaban pengurusan dan pemberesan kepailitan kepada hakim pengawas.

  Kurator wajib memberikan pertanggungjawaban mengenai pengurusan dan pemberesan yang telah dilakukannya kepada hakim pengawas paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya kepailitan. Semua buku dan dokumen mengenai harta pailit wajib diserahkan kepada debitur dengan tanda bukti

   penerimaannya.

  Sesudah diadakan pembagian penutup, ada pembagian yang tadinya dicadangkan jatuh kembali dalam harta pailit atau apabila ternyata masih terdapat bagian harta pailit yang sewaktu diadakan pemberesan tidak diketahui, maka atas perintah pengadilan, kurator membereskan dan membaginya berdasarkan daftar

  

  pembagian dahulu. Selanjutnya, kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelaliannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan

   yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

  Tugas dan kewenangan sebagaimana diuraikan di atas dilakukan dengan menganut asas independen dan tidak memihak hanya pada kepentingan kreditur sendiri atau semata-mata untuk kepentingan debitur. Apabila kurator dalam 45 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 201 dan Pasal 202 ayat (1). 46 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 202 ayat (2). 47 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 202 ayat (3) dan ayat (4). 48 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 203. 49 Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 72. menjalankan tugasnya tidak independen maka para pihak dapatmengajukan penggantian kurator.

  E.

  

Kedudukan Hukum Debitur Setelah Berakhirnya Pemberesan Harta

Pailit

  Suatu pemberesan harta pailit baru dapat dilakukansetelah debitur dalam keadaan insolvensi. Suatu kepailitan dapat berakhir karena :

  1. Kepailitan dicabut karena harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan (Pasal 18 UUK dan PKPU).

  2. Perdamaian yang telah ditawarkan oleh debitur atau kreditur telah diterima dan disahkan oleh hakim pengawas.

  3. Apabila harta pailit telah dijual seluruhnya dan hasil penjualan tersebut telah dibagi seluruhnya kepada kreditur.

  4. Apabila putusan pailit dibatalkan di tingkat kasasi atau peninjauan kembali.

  Setelah dilakukan pemberesan terhadap harta pailit, maka kemungkinan akan terjadi suatu kondisi bahwa harta pailit tersebut mencukupi untuk membayar utang-utang debitur kepada para krediturnya atau sebaliknya harta pailit tidak dapat mencukupi pelunasan terhadap utang-utang debitur kepada para kreditur.

  Bila harta pailit mampu mencukupi pembayaran utang-utang debitur pailit kepada para krediturnya, maka langkah selanjutnya adalah rehabilitasi.

  Rehabilitasi adalah pemulihan nama baik debitur yang semula dinyatakan pailit, melalui putusan pengadilan yang menerangkan bahwa debitur telah memenuhi

  

  kewajibannya. Permohonan rehabilitasi harus diumumkan paling sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian yang ditunjuk oleh Pengadilan Niaga. Dalam jangka waktu 60 hari (enam puluh hari) setelah permohonan rehabilitasi diumumkan paling sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian, setiap kreditur yang diakui dapat mengajukan keberatan terhadap permohonan tersebut, dengan mengajukan surat keberatan, disertai alasan di kepaniteraan pengadilan dan panitera harus memberikan tanda terima.

  Keberatan tersebut hanya dapat diajukan apabila persyaratan surat permohonan tersebut dilampirkan bukti yang menyatakan bahwa semua kreditur

   yang diakui sudah memperoleh pembayaran secara memuaskan tidak terpenuhi.

  Yang dimaksud dengan pembayaran yang memuaskan adalah bahwa kredituryang diakui tidak akan mengajukan tagihan lagi terhadap debitur, sekalipun mereka

   mungkin tidak menerima pembayaran atas seluruh tagihannya.

  Setelah berakhirnya jangka 60 (enam puluh) hari tersebut, terlepas apakah kreditur mengajukan atau tidak mengajukan keberatan, pengadilan harus memutuskan apakah mengabulkan atau menolak permohonan tersebut.Putusan pengadilan tersebut adalah putusan final dan binding, dalam arti tidak terbuka upaya hukum apapun termasuk banding atau kasasi. Putusan yang mengabulkan rehabulitasi tersebut wajib diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan harus didaftar dalam daftar umum. 50 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 215. 51 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 216. 52 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Penjelasan Pasal 216.

  Tujuan utama rehabilitasi adalah untuk mengembalikan debitur pailit ke keadaan semula seperti sebelum jatuh pailit. Dengan berakhirnya kepailitan, dengan sendirinya debitur pailit kembali ke keadaan semula tanpa perlu adanya permohonan rehabilitasi. Dengan adanya rehabilitasi secara resmi tersebut, debitur pailit akan memperoleh kepercayaan umum kembali dan dapat melanjutkan usahanya tanpa beban. Dari UUK dan PKPU bahwa kepailitan sebagai sita umum dengan putusan pernyataan Pengadilan Niaga hanya mengenai harta kekayaan debitur pailit, bukan terhadap orang atau pribadinya sebagai subyek hukum.

  Dengan tidak membedakan antara debitur yang jujur atau tidak jujur, dimungkinkan dalam keadaan debitur tidak memenuhi kewajiban para kreditur dan debitur.

  Permohonan rehabilitasi diajukan kepada Pengadilan Niaga yang semula memeriksa kepailitan yang bersangkutan. Akan tetapi, tidak terhadap semua kepailitan dapat dimintakan rehabilitasi. Hanya terhadap putusan kepailitan di bawah ini yang dapat diajukan rehabilitasi, yaitu sebagai berikut:

  1. Apabila kepailitan diakhiri dengan suatu perdamaian.

  2. Apabila diakhiri setelah utangnya dibayar penuh.

  3. Apabila kepailitan tersebut dijatuhkan atas harta benda debitur.

  Dengan demikian, jika kreditur tidak dapat membayar lunas atau tidak terjadi perdamaian, terhadap hal tersebut tidak berlaku rehabilitasi. Namun, kepailitan dapat berakhir dan debitur pailit memperoleh kembali wewenangnya untuk melakukan tindakan pengurusan dan pemilikan (daden van beheer er daden

  van eigendom ). Oleh karena itu, jika debitur berusaha lagi setelah pailit dihapus, kreditur tetap dapat meminta sisa utangnya dibayar penuh, tanpa perlu mengajukan gugatan baru, tetapi hanya minta dijalankan putusan pailit yang

  

  sudah ada sampai semua utangnya yang telah diverifikasi dibayar lunas. ebab, suatu pengakuan utang dalam kepailitan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan pengadilan. Jadi, hanya tinggal memohon

   pengeksekusiannya.

  Bagi kreditur yang piutang-piutang yang belum dibayar lunas, para kreditur tetap mempunyai hak menuntut. Hal ini sesuai dengan Pasal 204 UUK dan PKPU yang menentukan bahwa dengan mengikatnya daftar pembagian penutup, maka kreditur memperoleh kembali hak-hak ekseskusi, mengenai piutang mereka yang belum dibayar, yang juga dipertegas oleh Pasal 1131 KUHPerdata bahwa debitur memiliki kewajiban untuk membayar seluruh utang- utangnya yang masih belum dibayar sampai lunas. Oleh karena itu, jika debitur dikemudian hari memperoleh harta lagi, maka kreditur-kreditur ini masih mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan kembali sisa piutangnya tersebut.

  Berbeda dengan hukum di banyak negara lain (seperti Amerika Serikat misalnya, maka hukum di Indonesia tidak mengenal apa yang disebut dengan

  discharge, yakni pembebasan debitur (terutama debitur pribadi) dari sisa utang

  dalam kepailitan. Karenanya, debitur dapat dengan tenang berusaha lagi, seperti yang berlaku dalam hukum kepailitan di beberapa negara lain.

  53 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 204. 54 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 205.

  Permasalahan yang timbul terkait hal ini adalah apabila jika setelah berakhirnya pailit setelah perdamaian (dengan rehabilitasi atau tidak), kemudian debitur mendapatkan lagi harta (dengan jalan apapun), apakah debitur masih berkewajiban untuk membayar utang? Banyak yang berpendapat bahwa sisa utang debitur adalah perikatan wajar (naturlijke verbintenis). Perikatan wajar/alamiah adalah perikatan yang pemenuhan prestasinya tidak dapat digugat di muka pengadilan, seperti uang dalam perjudian. Maksudnya, debitur boleh (tidak harus) membayar utang-utang tersebut. Akan tetapi, sekali debitur sudah

   membayarnya, debitur tidak dapat lagi membatalkan pembayaran tersebut.

  55 Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1359 ayat (2).

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Oleh Penyedia Jasa Keuangan Bank Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 0 25

BAB II DESKRIPSI LOKASI DAN ELIT KAB. LANGKAT II.1. Sejarah Kab. Langkat II.1.1. Masa Pemerintahan Belanda dan Jepang - Peran Elit Lokal Dalam Pemenangan Pemilu Legislatif 2014(Studi Deskriptif Elit Partai Golkar Di Kabupaten Langkat)

1 2 28

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang - Peran Elit Lokal Dalam Pemenangan Pemilu Legislatif 2014(Studi Deskriptif Elit Partai Golkar Di Kabupaten Langkat)

0 0 40

c. Pendidikan :  SLTA sederajat - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Kecerdasan Emotional Terhadap Keberhasilan Usaha pada Studi Foto

0 0 12

BAB II LANDASAN TEORI - Perbandingan Metode Deteksi Tepi Canny, Robert dan Laplacian of Gaussian Pada Hasil Citra Camera 360

0 0 13

PERBANDINGAN METODE DETEKSI TEPI CANNY, ROBERT DAN LAPLACIAN OF GAUSSIAN PADA HASIL CITRA CAMERA 360 SKRIPSI TIFANY BR SEMBIRING 111401027

0 0 13

2.1 Kecamatan Medan Selayang - Perilaku Perempuan Dalam Menentukan Pilihan Politik Pada Umum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan 2014

0 1 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Perilaku Perempuan Dalam Menentukan Pilihan Politik Pada Umum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan 2014

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 1 35

BAB II TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah - Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

0 0 28