BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Dewan Komisaris dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility Dengan Kepemilikan Institusional Sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Manufaktur
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini, perkembangan bisnis yang semakin pesat menuntut perusahaan harus berkompetisi dalam mempertahankan usahanya, maka pada saat itu pula perusahaan berlomba-lomba untuk memberikan informasi yang menyangkut tentang segala kegiatan perusahaannya. Informasi merupakan suatu kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan calon investor untuk pengambilan keputusan. Adanya informasi yang lengkap dan akurat dapat membantu investor untuk melakukan pengambilan keputusan secara tepat sehingga hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Bagi para investor, informasi yang disampaikan oleh manajemen perusahaan dijadikan sebagai alat analisis dan pengawasan terhadap kinerja manajemen perusahaan. Sementara bagi manajemen, keterbukaan informasi dimaksudkan untuk menunjukkan keseriusan dalam mengelola perusahaan secara profesional, sehingga dapat mempengaruhi para investor dalam mengambil keputusan investasi (Hadi dan Sabeni, 2002:6). Informasi yang didapat investor dari manajemen perusahaan yaitu berupa laporan keuangan tahunan.
Menurut Guthrie dan Mathews (dalam Sembiring, 2005:5), salah satu jenis informasi pengungkapan sukarela yang sering diminta untuk diungkapkan perusahaan saat ini adalah informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan muncul dikarenakan adanya tuntutan dari masyarakat dan para pengguna laporan keuangan terhadap dampak dari kegiatan bisnis perusahaan. Pada prinsipnya Corporate Social Responsibility (tanggung jawab sosial perusahaan) merupakan suatu komitmen berkelanjutan dari perusahaan untuk bertanggung jawab secara ekonomi, sosial, dan lingkungan, serta para pemangku kepentingan (stakeholders). Corporate Social Responsibility timbul sebagai akibat dari adanya keberadaan perusahaan-perusahaan yang aktivitasnya selain memberi banyak manfaat tetapi, menimbulkan banyak dampak negatif.
Tanggung jawab sosial dari perusahaan merujuk pada semua hubungan yang terjadi antara sebuah perusahaan dengan stakeholders, termasuk di dalamnya adalah pelanggan atau customers, pegawai, komunitas, pemilik atau investor, pemerintah, supplier bahkan juga competitor. Global Compact Initiative (2002) menyebut pemahaman ini dengan 3P (profit, people, planet), yaitu tujuan bisnis tidak hanya mencari laba (profit), tetapi juga mensejahterakan orang (people), dan menjamin keberlanjutan hidup dalam planet ini (Nugroho, 2007).
Pandangan dalam dunia usaha di mana perusahaan hanya bertujuan untuk mendapatkan laba yang setinggi-tingginya tanpa memperhatikan dampak yang muncul dalam kegiatan usahanya kini sudah tidak dapat diterima lagi. Karena perkembangan dunia usaha saat ini menuntut perusahaan untuk meningkatkan perhatiannya kepada lingkungan sosial. Perusahaan diharapkan tidak hanya mementingkankepentingan manajemen dan pemilik modal (investor dan kreditor) tetapi juga karyawan, konsumen, masyarakat dan lingkungannya (Purnasiwi, 2011). Semakin ketatnya persaingan, banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan program corporate social responsibility sebagai bagian dari strategi bisnisnya.
Di Indonesia, praktik corporate social responsibility telah mendapat perhatian yang cukup besar Utama (2007:9), menyatakan bahwa perkembangan
corporate social responsibility terkait dengan semakin parahnya kerusakan
lingkungan yang terjadi di Indonesia maupun dunia, mulai dari penggundulan hutan, polusi udara dan air, hingga perubahan iklim.
Beberapa fenomena kasus di Indonesia yang terkait dengan permasalahan yang muncul dikarenakan perusahaan dalam melaksanakan operasinya kurang memperhatikan kondisi dan lingkungan sekitarnya, khususnya perusahaan yang aktivitasnya berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam. Sebagai contoh, PT. Freeport Indonesia salah satu perusahaan tambang terbesar di Indonesia yang berlokasi di Papua, yang memulai operasinya sejak tahun 1969, sampai dengan saat ini tidak lepas dari konflik berkepanjangan dengan masyarakat lokal, baik dengan tanah ulayat, pelanggaran adat, maupun kesenjangan sosial dan ekonomi yang terjadi (Wibisono 2007:15).
Kasus pencemaran Teluk Buyat, yaitu pembuangan tailing ke dasar laut yang mengakibatkan tercemarnya laut, sehingga berkurangnya tangkapan ikan dan menurunnya kualitas kesehatan masyarakat lokat akibat operasional PT. Newmon Minahasa Raya tidak hanya menjadi masalah nasional melainkan masalah internasional (Fauzi, 2008).
Dari kasus tersebut terlihat masih ada perusahaan yang belum peduli terhadap kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, dikeluarkannya beberapa peraturan pemerintah yang mendorong praktik dan pengungkapan corporate
social responsibility di Indonesia. Salah satunya adalah Undang-Undang
Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007, pasal 66 dan 74. Pasal 66 ayat (2) bagian c berisi bahwa selain menyampaikan laporan keuangan, perusahaan juga diwajibkan melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.Pada
pasal 74 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas berisi tentang perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan segala sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Berbagai penelitian yang terkait dengan pengungkapan Corporate Social
Responsibility perusahaan menunjukkan terdapatnya beragam faktor. Tipe industri
telah diidentifikasi sebagai faktor potensial yang mempengaruhi praktek pengungkapan sosial perusahaan. Dalam penelitian Devina (2004) variabel tipe industri yang dikelompokkan ke dalam industri high-profile dan industri low-
profile memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan Corporate
Social Responsibility . Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang bertipe high- profile akan berupaya untuk memperluas lingkup pengungkapan sosial.Sedangkan hasil penelitian dari Adawiyah (2013:94) yang menyatakan bahwa tipe industri tidak memiliki pengaruh terhadap pengungkapan Corporate Social
Responsibility .
Ukuran dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak.
Komposisi individu yang bekerja sebagai anggota dewan komisaris merupakan hal penting dalam memonitor aktivitas manajemen secara efektif (Fama dan Jesen,
1983). Hubungan antara, dewan komisaris dengan pengungkapan Corporate
Social Responsibility juga menunjukkaan hasil yang tidak konsisten. Penelitian
yang dilakukan oleh Sembiring (2005) dan Safitri (2010) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan Corporate
Social Responsibility . Sedangkan hasil penelitian dari Jurica Lucyanda dan Lady
Gracia Prilia (2012), menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap pengungkapan corporate social responsibility.
Penelitian yang menghubungkan pengungkapan corporate social
responsibility dengan profitabilitas telah banyak dilakukan. Diantaranya oleh
Devina (2004) dan Diba (2012), menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara profitabilitas dengan pengungkapan corporate social
responsibility . Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2006),
menyatakan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan corporate social responsibility .
Penelitian ini mengacu pada penelitian Ira Robiah Adawiyah (2013) yang telah terlebih dahulu meneliti tentang pengaruh tipe industri, ukuran perusahaan, profitabilitas dan leverage terhadap pengungkapan corporate social responsibility (studi empiris pada perusahaan go public yang terdaftar di Jakarta Islamic Index periode 2008-2012). Ada beberapa variabel pada penelitian sebelumnya yang tidak digunakan adalah ukuran perusahaan dan leverage.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Ira Robiah Adawiyah (2013) terletak pada variabel, sampel, dan tahun penelitian. Penelitian ini menggunakan variabel tipe industri, ukuran dewan komisaris, profitabilitas, dan juga terdapat variabel moderating kepemilikan institusional.
Dengan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Tipe Industri, Ukuran Dewan Komisaris, dan
Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility dengan Kepemilikan Institusional sebagai Variabel Moderating pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah Tipe Industri, Ukuran Dewan Komisaris, dan Profitabilitas berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap Pengungkapan
Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2013? 2. Apakah Kepemilikan Institusional sebagai variabel moderating mampu memoderasi hubungan antara Tipe Industri, Ukuran Dewan Komisaris, dan Profitabilitas dengan Pengungkapan Corporate Social
Responsibility Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2012-2013?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1.
Untuk menguji dan menganalisis pengaruh dari tipe industri, ukuran dewan komisaris, dan profitabilitas baik secara simultan maupun parsial terhadap pengungkapan corporate social responsibility pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012- 2013.
2. Untuk menguji dan menganalisis hubungan antara tipe industri, ukuran dewan komisaris, dan profitabilitas terhadap pengungkapan corporate
social responsibility dengan kepemilikan institusional sebagai variabel
moderating pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012-2013.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapatmemberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, untuk mendapatkan pemahaman mengenai pengungkapan
corporate social responsibility serta untuk mengetahui seberapa besar
tanggung jawab perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab sosialnya.
2. Bagi perusahaan, untuk memberikan sumbangan pengetahuan mengenai betapa pentingnya penerapan corporate socialresponsibility pada perusahaan serta dapat menjadi pertimbangan untuk pembuatan kebijakan di dalam perusahaan.
3. Bagi akademisi, untuk memberikan acuan penelitian selanjutnya di bidang akuntansi terutama tentang corporate social responsibility di masa yang akan datang.