2.1 Teori 2.1.1 Teori Neo-Fungsionalisme (transnational cooperation) - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Penanganan People Smuggling oleh Sekretariat NCB-Interpol Indonesia dan Australian Federal Police Tahun 2015 – 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini peneliti menjelaskan teori Neo-Fungsionalisme khususnya

  konsep transnational cooperation dan konsep-konsep yang mendukung dalam penelitian ini berupa konsep national interest dan Transnational Organized Crime (TOC).

2.1 Teori

2.1.1 Teori Neo-Fungsionalisme (transnational cooperation)

  Neo-Fungsionalisme adalah bagian dari teori integrasi regional yang menempatkan penekanan utama pada peran aktor non-negara terutama “sekretariat” organisasi regional, asosiasi kepentingan dan gerakan sosial yang telah terbentuk di tingkat wilayah dalam memberikan dinamika untuk intergrasi lebih lanjut. Negara anggota tetap menjadi aktor penting dalam prosesnya. Mereka akan menetapkan persyaratan kesepakatan awal, namun tidak menentukan arah dan tingkat perubahan selanjutnya. Menurut teori ini, integrasi regional bersifat sporadis dan adanya proses konflik, namun dalam demokrasi dan refresentasi pluralistik, pemerintah nasional akan semakin terjerat dalam tekanan regional dan akhirnya konflik diselesaikan dengan memperluas cakupan dan memberikan wewenang kepada organisasi regional yang telah dibuat. Pada akhirnya warga akan mulai mengalihkan harapan mereka ke wilayah tersebut (Schmitter, 2002: 2).

  Dalam teori intergrasi tersebut terdapat sebuah karya David Mitrany yang menekankan pada peranan aktor aktor non-negara terutama “sekretariat” organisasi regional yang terlibat dalam beberapa kepentingan yang membantu dalam meningkatkan terjadinya sebuah intergrasi. Dalam teori intergrasi David Mitrany menekankan sebuah konsep yaitu “transnational cooperation” tahun 1943, dimana menurutnya “transnational cooperation” sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi negara-negara khususnya di daerah Eropa pasca perang untuk merekontruksi negara dan mempersiapkan negara-negara tersebut untuk memasuki babak baru dalam dunia internasional. Inti dari konsep “transnational cooperation” adalah “ramification” yang memiliki arti layaknya sejenis “kap” yang diatasnya ada sebuah kerjasama dalam sektor pemerintah dan kemudian akan diperluas dengan beberapa sektor lainnya. Seiring berjalannya waktu negara akan lebih melekat dalam proses intergrasi dan akan memerlukan “biaya” untuk meningkatkan kerjasama (Dunne, 2011: 106)

  Manfaat positif yang bisa didapatkan dari konsep “transnational

  cooperation

  ” menurut para ilmuwan di tahun 1960an dan 1970an lebih ditujukan kepada para pedagang yang mendapatkan banyak keuntungan, namun sisi negatif yang harus dihadapi adalah kedaulatan negara-negara akan terancam. Dari sudut pandang kelompok pluralis perpolitikan dunia tidak lagi menjadi arena yang eksklusif untuk beberapa negara di belahan dunia lainnya. Robert Keohane dan Joseph Nye menambahkan bahwa sentralitas aktor lainnya seperti interest groups, transnational corporations dan International Non-

  

Governmental Organizations (INGOs) harus diperhatikan karena posisi

  mereka akan semakin mendapatkan peranan penting dan hubungan internasional akan menjadi saluran interaksi antar berbagai aktor. Namun, meskipun konsep ini secara mutlak penting untuk di lihat dalam teori liberal khususnya dalam hubungan internasional, konsep

  “transnational cooperation” masih jarang untuk diperbincangkan dan banyak para pemikir masih menggunakan pemikiran pluralisme untuk mengelaborasikan interdepedensi diantara negara-negara, ini disebabkan oleh pluralisme memiliki keterkaitan yang sangat erat dalam perluasan kapitalisme dan kemunculan budaya-budaya global.

  Peneliti memilih menggunakan pendekatan liberal khususnya melalui karya David Mitrany yaitu salah satu bagian dalam teori intergrasi yaitu “transnational cooperation" untuk membantu peneliti dalam menganalisis upaya kerjasama yang dilakukan oleh Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia dan Australia dalam penanganan kasus “People Smuggling”.

2.2 Konsep

2.2.1 National Interest

  Hans Morgenthau melalui konsep “national interest” berangkat dari konstitusi Amerika Serikat tentang kesejahteraan umum dan proses hukum serta termasuk

  “a residual meaning” yang tetap ada dalam konsep tersebut,

  sehingga pada akhirnya ada dua faktor yang terdapat dalam konsep “national

  

interest ” yaitu rasional dan kebutuhan. Dalam konsep “national interest

  negara di lihat sebuah produk yang dapat berubah-ubah selama dunia diatur secara politis.

  Unsur utama dalam konsep “national interest” adalah kelangsungan hidup negara tersebut dan yang ada didalamnya, sehingga kebijakan luar negeri didukung dengan beranjak dari upaya mempertahankan kelangsungan hidup itu sendiri (Pham, 2008).

  Hans Morgenthau mempercayai bahwa negara di dunia tidak ada yang memiliki kekuatan (power) tanpa batas, oleh karena itu setiap kebijakan harus menghormati kekuatan dan kepentingan negara lain. Selain itu Morgentahu menekankan bahwa ini tidak hanya sekedar kebutuhan politik tetapi juga merupakan kewajiban moral bagi sebuah negara dalam menjalin hubungannya dengan negara lain dengan berpegang pada satu panduan, satu standar dalam berpikir dan satu peraturan dalam bertindak yang disebut national interest (Pham, 2008). Dengan melihat situasi dan kondisi dunia yang begitu dinamis membuat kemungkinan perubahan akan tetap terjadi secara terus menerus sehingga pada akhirnya lingkungan akan memainkan peran utama yang membentukan kepentingan yang akan menentukan aksi politik.

  Sedangkan menurut Donald E. Nuchterlain konsep “national interest” adalah sebuah upaya untuk menyampaikan kepentingan yang menjadi kebutuhan oleh suatu negara dalam hubungan eksternalnya dengan negara- negara luar, selain itu Donald E. Nuchterlain beranggapan bahwa konsep “national interest” memberikan kontribusi besar untuk membentuk “outward

  looking

  ” suatu negara dan ia juga membagi konsep “national interest” menjadi empat butir, yaitu:

1. Defense Interest adalah kepentingan yang ditujukan untuk melindungi

  Negara atau rakyat dari ancaman fisik (kekerasan) dari negara lain atau perlindungan ancaman terhadap sistem suatu negara.

  2. Economic Interest adalah kepentingan dalam bidang ekonomi berupa penambahan nilai secara ekonomi dalam hubungannya dengan negara lain dimana transaksi perdagangan yang dilakukan dengan negara lain akan memberikan keuntungan.

  3. World Order Interest adalah kepentingan tata dunia dengan memberikan jaminan pemeliharaan terhadap sistem politik dan ekonomi internasional agar suatu negara dapat merasakan keamanan sehingga rakyat dan badan usahanya dapat beroperasi dengan aman diluar pengawasan negara.

  4. Ideological Interest adalah perlindungan terhadap serangkaian nilai-nilai tertentu yang dapat dipercaya dan dapat dipegang masyarakat dari suatu negara yang berdaulat. Baik Indonesia maupun Australia dalam kerjasamanya memiliki kepentingan masing-masing yang mewakili kehendak masyarakat sipil, tentunya tujan utama adalah kesejahteraan dan oleh karena itu maka harus ada sebuah bentuk kerjasama yang berisi upaya untuk menangani kasus People

  

Smuggling yang masih saja terjadi sampai pada saat ini dan juga telah

memberikan kerugian kepada kedua belah pihak yaitu Indonesia dan Australia.

  Kerjasama yang telah ada atau yang akan direalisasikan tentunya akan mengalami perubahan mengingat dunia mengalami perkembangan dan bersifat dinamis sehingga pada akhirnya perkembangan tersebut akan mempengaruhi serta mengambil peran utama di dalam kepentingan kedua negara tersebut dan penanganan kasus People Smuggling.

2.2.2 Transnational Organized Crime

  Transnational Organized Crime (TOC) adalah bentuk pelanggaran yang

  tergolong kejahatan terorganisir. Pengembangan arti tersebut tidak berhenti melainkan selalu mengalami pembaharuan seperti yang terjadi di abad ke 20 ini dimana tiap-tiap negara mulai memberikan arti TOC. Pada akhir tahun 2003 yang lalu PBB mengeluarkan sebuah k onvensi yaitu “United Nations

  

Convention Against Transnational Organised Crime , dimana dalam konvensi

  tersebut berisi sebuah kesepakatan-kesepakatan mengenai pemberantasan tindak pidana TOC, namun tidak berisikan definisi pasti tentang TOC melainkan berisi penjelasan mengenai definisi kelompok-kelompok penjahat teroganisir, kerena menurut sudut pandang konvensi tersebut pendefinisian terhadap kelompok diperlukan untuk menghukum para pelaku TOC oleh para penegak hukum baik masing-masing negara atau secara internasional (UNODC, 2004:5). Adapun definisi dari kelompok TOC menurut Konvensi tersebut adalah sekelompok yang berisikan tiga atau lebih orang yang dibentuk secara acak dimana mereka beroperasi dalam waktu yang ditentukan dan bertindak sesuai dengan tujuan atau melakukan suatu tindak kejahatan yang memiliki masa tahanan paling sedikit empat tahun penjara.

  Para pelaku TOC didominasi oleh tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari kejahatan transnasional yang mereka lakukan dan maksud dari transnasional tersebut adalah suatu bentuk operasi kejahatan yang dilakukan secara luas yang tidak hanya terjadi di satu negara melainkan direncanakan dan dikendalikan oleh beberapa aktor yang berada di negara lain. TOC pada awal mulanya berupa Arms Smuggling, Sea Piracy, Terrorism, Cybercrime, Illicit

  

Drugs dan Trafficking In Persons. Dengan seiringnya perkembangan zaman

  dan dipengaruhi oleh globalisasi menyebabkan adanya penambahan terhadap bentuk kejahatan yaitu International Economic Crime, Money Laundering dan dan yang terbaru ini adalah Wildlife and Timber Crime yang

  People Smuggling

  merupakan inisiasi dari Thailand dalam pertemuan SOMTC ke 16 di Jakarta tahun 2016 yang lalu.

  Penelitian ini berfokus dan membahas mengenai People Smuggling yang merupakan salah satu bagian dari Transnational Organized Crime. Menurut

  

Australian Institute of Criminology People Smuggling (PS) adalah upaya yang

  dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan secara massive dari tujuan yang bukan secara sah sebagai warga negara tersebut atau illegal (United

  

Nations Convention on Transnational Organized Crime , Protocol to Prevent,

Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children

(the Trafficking Protocol, Pasal 3)). Pada kasus People Smuggling korban yang

  tertangkap dan diamankan di Indonesia ini sendiri merupakan imigran gelap yang hendak menuju ke Australia agar mendapatkan suaka dari negera tersebut. Australia memiliki UU “anti-smuggling” yang sangat ketat dimana akan dijatuhkan pidana selama 20 tahun.

2.3 Penelitian Terdahulu No Penelitian Hasil Penelitian

  1 UPAYA

  • Penelitian ini merupakan PEMERINTAH sebuah kajian keamanan yang

  INDONESIA DALAM MENANGANI menganalisis tentang upaya

  MASALAH Pemerintah Indonesia dalam

  IMIGRAN ILEGAL YANG MENUJU menangani masalah Imigran

  AUSTRALIA TAHUN Ilegal yang menuju Australia

  2012-2015. Jurnal Online Mahasiswa tahun 2012-2015. Universitas Riau 2016

  • Dalam hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: Diperlukan serangkaian tindakan dan upaya dari Pemerintah Republik Indonesia dalam menangani masuknya imigran ilegal ke Indonesia, yaitu adanya pengawasan oleh Lembaga Negara Republik Indonesia terutama oleh Kepolisian Republik Indonesia, pihak

  Imigrasi dan Kementerian Luar Negeri, pemerintah Indonesia melakukan dialog bilateral dan kerjasama dengan Australia dalam menangani permasalahan imigran ilegal dengan menyepakati Bali Process dan menerima bantuan

  “Aus AID” untuk imigran illegal, pemerintah Indonesia melakukan kerjasama dengan Badan PBB yang menangani masalah pengungsi internasional (UNHCR) dalam mengawasi imigran

  illegal yang masuk ke

  Indonesia, dan pemerintah Indonesia melakukan kerjasama dengan lembaga

  Internasional Organization

  (IOM) dalam

  for Migratrion

  melakukan pengawasan, pendataan dan preventif terhadap imigran ilegal yang transit ke Indonesia .

  2 PERANAN

  • Penelitian ini melihat hal yang

  INDONESIA DALAM melatarbelangkangi Indonesia MENANGANI MASALAH LALU sebagai negara transit aksi

  LINTAS IMIGRAN kejahatan penyelundupan GELAP KE AUSTRALIA. Skripsi

  Universitas Hasanudin manusia ke Australia dan Makasar 2014. bentuk upaya yang dilakukan oleh Indonesia dalam mengatasi aksi kejahatan penyelundupan manusia tersebut.

  • Dalam hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: Indonesia memiliki daya tarik sebagai tempat transit para imigran gelap untuk menuju Australia, UNHCR tidak begitu tertarik dengan permasalahan imigran gelap sehingga tindak kejahatan tersebut menjadi bernilai tinggi. Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah meningkatkan kerjasama dengan Australia dan lembaga internasional dibidang migrasi, seperti UNHCR,

  IOM, dan BASARNAS dari Indonesia.

  3 Tindak Pidana

  • Penelitian merupakan salah Kejahatan satu penelitian yang lebih

  Penyelundupan berfokus melihat bagaimana Manusia (People Indonesia dan Australia

  Smuggling) di memiliki tanggung jawab Indonesia: Tanggug kasus People Smuggling.

  Jawab Indonesia dan

  • Dalam hasil penelitian ini Australia. Jurnal menyimpulkan bahwa:

  Hukum Internasional Pihak Indonesia dan Australia Universitas Padjajaran, belum sepenuhnya Bandung. melaksanakan kewajiban yang didasarkan pada UNTOC (United Nations

  Convention against Transnational Organised Crime ) dan Palermo Protocol

  untuk mencegah dan memberantas tindak kejahatan People Smuggling dan sebagai bentuk tanggung jawab. Selain itu diperlukan adanya upaya serius di masing-masing negara dan juga kerja sama yang bersifat

  bilateral , regional dan internasional.

  Dalam penelitian ini terdapat perbedaan dari penelitian sebelumnya, yaitu dari penelitian terdahulu yang pertama dimana peneliti tersebut mengulas dalam periode 2012-2015, berbeda dengan penelitian ini peneliti menggunakan data dari pihak yang terkait didalamnya dari tahun 2015-2017, selain itu peneliti tidak hanya melihat upaya penanganan kasus People Smuggling dari pihak Indonesia tetapi juga melihat dari pihak Australia yang dianalisis dengan menggunakan konsep national interest.

  Demikian pula pada penelitian yang kedua, dimana hanya mengulas upaya penanganan kasus di tahun 2014. Dalam penelitian ini peneliti memberikan informasi yang terbaru baik mengenai kasus ataupun upaya yang dilakukan oleh kedua belah pihak, terlebih adanya trend modus operandi terbaru yang digunakan para pelaku sehingga pihak Sekretariat NCB-INTERPOL Indonesia dan Australian Federal Police (AFP) membuat upaya penanganan terhadap tindak kejahatan People Smuggling.

  Dalam penelitian ini perbedaan yang mendasar dalam pengolahan penelitian dengan menggunakan sudut pandang yang berbeda yaitu menggunakan pandangan dari ilmu Hubungan Internasional yang terdiri dari teori Neo- Fungsionalisme (transnational cooperation) dan konsep national interest yang peneliti gunakan untuk melihat esensi dari upaya penanganan kasus yang dilakukan oleh kedua belah pihak.

2.4 Kerangka Berpikir

  Transnational Organized Crime (TOC)

  

People Smuggling

(Kasus 2015-2017) Sekretariat NCB-INTERPOL

  Australian Federal Police (AFP) Indonesia

  • Teori Neo-Fungsionalisme

  (transnational cooperation ).

  • Konsep national interest dan Transnational Organized Crime ( TOC).

  Upaya penanganan kasus People

  

Smuggling

  Hasil

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Kohesi Kelompok Appolidalam Membangun Kolektivitas Kelompok sebagai Bentuk Bargaining terhadap Pasar Beras Organik = Cohesion Analysis of Appoli Group in Building Group’s Collectivity

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Kohesi Kelompok Appolidalam Membangun Kolektivitas Kelompok sebagai Bentuk Bargaining terhadap Pasar Beras Organik = Cohesion Analysis of Appoli Group in Building Group’s Collectivity

0 0 59

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayan berkarakter

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Perempuan Menyikapi Perdagangan Manusia (Human Trafficking) Sebagai Masalah Kemanusiaan

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Model Logo Konseling Untuk Memperbaiki Karakter Spiritual Low Selfesteem Perempuan Korban Trafficking

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Agama Terhadap Pembinaan Karakter Bangsa : Tinjauan dari Perspektif Agama Kristen

1 1 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Model Penentuan Kandungan AsamUrat pada Urine Menggunakan Spektroskopi Inframerah Dekat dan Metode Parsial Least Squares Regression

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Creative Writing Final Project Here I Am in The A.M.

0 2 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: An Annotated Translation of Metaphor, Simile and Hyperbole in Betsy Byars’ “The Summer of The Swans” Novel

0 1 70

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Penanganan People Smuggling oleh Sekretariat NCB-Interpol Indonesia dan Australian Federal Police Tahun 2015 – 2017

0 0 7