BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Pengertian Literasi Informasi - Evaluasi Literasi Informasi Dengan Menggunakan Empowering 8 Pada Pengguna Perpustakaan Universitas HKBP Nommensen Medan

BAB II KAJIAN TEORITIS

2.1. Pengertian Literasi Informasi

  Definisi tentang literasi informasi sangat banyak dan terus berkembang sesuai kondisi waktu dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam rumusan yang sederhana literasi informasi adalah kemampuan mencari, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif.

  Hakekat dari literasi informasi adalah seperangkat keterampilan yang diperlukan untuk mencari, menelusur, menganalisis, dan memanfaatkan informasi (Bundy, 2001).

  Literasi informasi sering disebut juga dengan keberaksaraan informasi atau kemelekan informasi. Dalam bidang ilmu perpustakaan dan informasi, literasi informasi sering dikaitkan dengan kemampuan mengakses dan memanfaatkan secara benar informasi yang tersedia. Pengertian literasi informasi secara umum adalah kemelekan atau keberaksaraan informasi. Menurut kamus Bahasa Inggris pengertian literacy adalah kemelekan huruf atau kemampuan membaca dan

  information adalah informasi. Maka literasi informasi adalah kemelekan terhadap

  informasi. Walaupun istilah literasi informasi belum begitu familiar dan menjadi istilah yang asing di kalangan masyarakat. Seseorang dikatakan melek informasi berarti literat terhadap informasi. Walaupun saat ini literasi informasi biasanya selalu dikaitkan dengan penggunaan perpustakaan dan penggunaan teknologi informasi.

  7 Pengertian literasi informasi menurut American Library Association (ALA) :

  “information literacy is a set of abilities requiring individuals to recognize when information is needed and have the ability to locate, evaluate, and use effective needed information”.

  Artinya, literasi informasi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi informasi yang dibutuhkannya, mengakses dan menemukan informasi, mengevaluasi informasi, dan menggunakan informasi seara efektif dan etis.

  Literasi informasi pertama kali ditemukan oleh pemimpin American

  Information Industry Association Paul G.Zurkowski pada tahun 1974 dalam

  proposalnya yang ditujukan kepada The National Commission on Libraries and

  Information Science (NCLIS) di Amerika Serikat. Paul Zurkowski menggunakan

  ungkapan literasi informasi untuk menggambarkan "teknik dan kemampuan" yang dikenal dengan istilah literasi informasi yaitu kemampuan untuk memanfaatkan berbagai alat-alat informasi serta sumber-sumber informasi primer untuk memecahkan masalah mereka. Istilah literasi informasi selalu dikaitkan dengan

  computer literacy, library skills dan critical thinking yang merupakan sebagai pendukung terhadap perkembangan literasi informasi.

  Konsep literasi informasi sebenarnya telah diartikan dan dilakukan dalam berbagai cara sejak awal tahun tujuh puluhan. Semula istilah yang sering digunakan adalah seperti study skills, research skills, dan library skills dan cenderung digunakan dalam konteks kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, literasi informasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pendidikan dan/atau pembelajaran. Sedangkan dalam lingkungan kerja sering digunakan istilah information competencies dan information proficiencies. Akan tetapi, apapun istilah yang digunakan, bahwa berbagai istilah tersebut tetap merujuk kepada kemampuan mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi secara efektif. Kalaupun istilah yang digunakan untuk menyatakan kemampuan ini berbeda-beda, hal itu tergantung kepada lingkungannya. Sebagai contoh, sampai dengan tahun 1980-an istilah literasi informasi belum begitu dikenal di Indonesia, istilah yang dikenal adalah keterampilan perpustakaan (library skill) karena pada masa itu penggunaan sumberdaya informasi elektronik khususnya internet masih langka. Akan tetapi setelah akhir tahun 1990-an penggunaan sumberdaya informasi elektronik khususnya internet di perguruan tinggi sudah membudaya sehingga istilah literasi informasi semakin populer.

  Berdasarkan berbagai defenisi literasi informasi yang diuraikan di atas maka defenisi literasi informasi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mencari, menemukan, menganalisis, mengevaluasi, mengkomunikasikan informasi yang berfungsi dalam pemenuhan kebutuhan informasi yang akan memecahkan berbagai masalah. Literasi informasi juga didukung oleh peranan perpustakaan dalam memperkenalkan istilah literasi informasi dan memperoleh kemampuan literasi informasi tersebut. Penguasaan teknologi informasi juga akan sangat memudahkan seseorang memiliki literasi informasi. Oleh karena itu literasi informasi merupakan proses pembelajaran seumur hidup yang akan menjadi bekal seseorang dalam mencari informasi bukan hanya dalam pendidikan.

2.2. Manfaat dan Tujuan Literasi Informasi

2.2.1. Manfaat literasi informasi

  Jelaslah bahwa dengan memiliki literasi informasi kita memiliki kemudahan-kemudahan dalam melakukan berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan informasi. Menurut Gunawan (2008:3) literasi informasi bermanfaat dalam persaingan di era globalisasi informasi sehingga pintar saja tidak cukup tetapi yang utama adalah kemampuan dalam belajar secara terus-menerus.

  Menurut Adam (2009:1) bahwa terdapat beberapa manfaat literasi informasi yaitu:

  1. Membantu mengambil keputusan.

  Literasi informasi berperan dalam membantu memecahkan suatu persoalan. Kita harus mengambil keputusan ketika memecahkan masalah, sehingga dalam mengambil keputusan tersebut seseorang harus memiliki informasi yang cukup.

  2. Menjadi manusia pembelajar di era ekonomi pengetahuan.

  Kemampuan literasi informasi memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kemampuan seseorang menjadi manusia pembelajar. Semakin terampil dalam mencari, menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi, semakin terbukalah kemampuan untuk selalu melakukan pembelajaran sehingga dapat belajar secara mandiri.

  3. Menciptakan pengetahuan baru Suatu negara dikatakan berhasil apabila mampu menciptakan pengetahuan baru. Seseorang yang memiliki literasi informasi akan mampu memilih informasi mana yang benar dan mana yang salah, sehingga tidak mudah saja percaya dengan informasi yang diperoleh.

  Menurut Hancock (2004:1) manfaat literasi informasi adalah: 1.

  Untuk pelajar Pelajar dan guru akan dapat menguasai pelajaran mereka dalam proses belajar mengajar dan siswa tidak akan tergantung kepada guru karena dapat belajar secara mandiri dengan kemampuan literasi informasi yang dimiliki. Hal ini dapat dilihat dari penampilan dan kegiatan mereka di lingkungan belajar. Mahasiswa yang literat juga akan berusaha belajar mengenai berbagai sumber daya informasi dan cara penggunaan sumber- sumber informasi.

  2. Untuk masyarakat

  Literasi informasi bagi masyarakat sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari mereka dan dalam lingkungan pekerjaan. Mereka mengidentifikasi informasi yang paling berguna saat membuat keputusan misalnya saat mencari bisnis atau mengelola bisnis dan berbagi informasi dengan orang lain 3. Untuk pekerja

  Kemampuan dalam menghitung dan membaca belum cukup dalam dunia pekerjaan, karena pada saat ini terjadi ledakan informasi sehingga pekerja harus mampu menyortir dan mengevaluasi informasi yang diperoleh. Bagi pekerja, dengan memiliki literasi informasi akan mendukung dalam melaksanakan pekerjaan, memecahkan berbagai masalah terhadap pekerjaan yang dihadapi dan dalam membuat kebijakan.

  Berdasarkan beberapa pendapat yang diuraikan di atas maka dapat dikatakan bahwa literasi informasi bermanfaat di era globalisasi informasi bagi semua orang baik pelajar, pekerja, dan dalam lingkungan masyarakat. Setiap orang yang memiliki literasi informasi maka dapat menciptakan pengetahuan baru dengan menggabungkannya dengan pengetahuan yang sebelumnya ada dan memudahkan dalam pengambilan keputusan ketika menghadapi berbagai masalah maupun ketika membuat suatu kebijakan.

2.2.2. Tujuan literasi informasi

  Literasi informasi merupakan kemampuan yang sangat penting dimiliki seseorang terutama dalam dunia perguruan tinggi karena pada saat ini semua orang dihadapkan dengan berbagai jenis sumber informasi yang berkembang sangat pesat, namun belum tentu semua informasi yang ada dan diciptakan tersebut dapat dipercaya dan sesuai dengan kebutuhan informasi para pencari informasi. Literasi informasi akan memudahkan seseorang untuk belajar secara mandiri dimana pun berada dan berinteraksi dengan berbagai informasi.

  Literasi informasi juga sangat berguna dalam dunia perguruan tinggi untuk mendukung pendidikan dan dalam implementasi kurikulum berbasis kompetensi yang mengharuskan peserta didik untuk menemukan informasi bagi dirinya sendiri dan memanfaatkan berbagai sumber informasi. Selain itu dengan memiliki literasi informasi maka para peserta didik mampu berpikir secara kritis dan logis serta tidak mudah percaya terhadap informasi yang diperoleh sehingga perlu mengevaluasi terlebih dahulu informasi yang diperoleh sebelum menggunakannya.

  Menurut Doyle yang di kutip oleh Wijetunge (2005:33) dengan memiliki keterampilan literasi informasi maka seorang individu mampu:

  1. Menentukan informasi yang akurat dan lengkap yang akan menjadi dasar dalam membuat keputusan.

  2. Menentukan batasan informasi yang dibutuhkan.

  3. Memformulasikan kebutuhan informasi.

  4. Mengidentifikasi sumber informasi potensial.

  5. Mengembangkan strategi penelusuran yang sukses.

  6. Mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien.

  7. Mengevaluasi informasi.

  8. Mengorganisasikan informasi.

  9. Menggabungkan informasi yang dipilih menjadi dasar pengetahuan seseorang.

  10. Menggunakan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan tertentu. Literasi informasi dibutuhkan di era globalisasi informasi agar pengguna memiliki kemampuan untuk menggunakan informasi dan teknologi komunikasi dan aplikasinya untuk mengakses dan membuat informasi. Misalnya kemampuan dalam menggunakan alat penelusuran internet. Berdasarkan tujuan yang diuraikan di atas, maka literasi informasi memiliki tujuan dalam membantu seseorang dalam memenuhi kebutuhan informasinya baik untuk kehidupan pribadi (pendidikan, kesehatan, pekerjaan) maupun lingkungan masyarakat.

2.3. Keterampilam Literasi Informasi

  The American Library Association (ALA) mendefinisikan literasi

  informasi sebagai istilah yang diterapkan terhadap keterampilan- keterampilan informasi untuk memecahkan masalah, yang terdiri dari tujuh keterampilan, yaitu:

  1. Mendefinisikan kebutuhan informasi, yaitu kemampuan seseorang dalam mengetahui bahwa pengetahuan yang dimilikinya tentang sesuatu subyek tertentu adalah tidak mencukupi. Namun, dia sadar bahwa disekililingnya ada banyak sumber-sumber yang tersedia dan dapat dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai masalahnya.

  2. Menetapkan strategi pencarian, yaitu sebuah proses sebelum pencarian yang dengannya seseorang mampu mengorganisir data yang saat ini telah diketahuinya kedalam beberapa kategori atau subjek, mengidentifikasi sumber-sumber yang berpotensi tentang bahan tambahan ke dalam kategori-kategori atau subjek dan menetukan kriteria untuk sumber- sumber yang potensial, kemuktahiran, bentuk/format, dan sebagainya.

  3. Mengumpulkan sumber-sumber, yaitu kemampuan seseorang dalam melakukan proses pengumpulan berbagai sumber yang diperlukan baik dalam bentuk tercetak dan non-tercetak, online dan komputerisasi, interview antar pakar, permohonan dokumen-dokumen pemerintah yang cocok, konsultasi dengan para pustakawan dan para pakar lainnya untuk saran-saran tentang sumber-sumber tambahan yang diperlukan

  4. Menilai dan memahami informasi, yaitu proses mengorganisir dan menyaring dan meneliti kata kunci dan topik-topik terkait, mengevaluasi otoritas dari sumber-sumber, mengidentifikasi kesalahan-kesalahan, pandangan-pandangan beberapa keberpihakan, dan kemudian kalau perlu, memperjelas kembali pertanyaan untuk pencarian informasi yang dibutuhkannya.

  5. Menerjemahkan informasi melibatkan analisa, sintesa, evaluasi dan pengorganisasian data terseleksi untuk penggunaan dan kemudian menarik sebuah kesimpulan dari semua yang terkait dengan penelitian tersebut.

  6. Mengkomunikasikan informasi, yaitu berbagai informasi dengan cara memberikan manfaat kepada orang lain dari pertanyaan riset, dalam bentuk laporan, poster, grafik, atau yang lainnya.

  7. Mengevaluasi produk prosesnya, yaitu melakukan evaluasi terhadap produk dan proses penelitian yang dilakukannya. Keterampilan dalam mengevaluasi tersebut akan dapat menentukan sejauh mana baiknya data yang diperoleh memenuhi apa yang menjadi tujuan dari pada suatu penelitian yang dikerjakannya. (Arga, 2009)

2.4. Manfaat Kompetensi Literasi Informasi pada Pendidikan Tinggi

  Perkembangan Teknologi Infomasi dan Komunikasi(TIK)membuat informasi begitu melimpah dan mudah untuk diakses serta dimanfaatkan.

  Kelimpahruahan, kecepatan serta kemudahan memperoleh informasi hanya akan diperoleh jika pencari informasi memiliki kompetensi dalam literasi informasi.

  Bahkan American Library Association (ALA, 1989) telah mempertimbangkan bahwa literasi informasi merupakan hasil utama mahasiswa di pendidikan tinggi.

  Manfaat kompetensi literasi informasi dalam pendidikan tinggi menurut California State University yang dikutip oleh Hasugian (2009, 204) yaitu:

  1. Menyediakan metode yang telah teruji untuk dapat memandu mahasiswa kepada berbagai sumber informasi yang terus berkembang.

  Sekarang ini individu berhadapan dengan informasi yang beragam dan berlimpah. Informasi tersedia melalui perpustakaan, sumber-sumber komunitas, organisasi khusus, media, dan internet.

2. Mendukung usaha nasional untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

  Lingkungan belajar yang proaktif mensyaratkan setiap mahasiswa memiliki kompetensi literasi informasi. Dengan keahlian informasi tersebut maka mahasiswa akan selalu dapat mengikuti perkembangan bidang ilmu yang dipelajarinya.

  3. Menyediakan perangkat tambahan untuk memperkuat isi perkuliahan.

  Dengan kompetensi literasi informasi yang dimilikinya, maka mahasiswa dapat mencari bahan-bahan yang berhubungan dengan perkuliahan sehingga dapat menunjang perkuliahan tersebut. 4. pembelajaran seumur hidup. Meningkatkan

  Meningkatkan pembelajaran seumur hidup adalah misi utama dari institusi pendidikan tinggi dengan memastikan bahwa setiap individu memiliki kemampuan intelektual dalam berpikir secara kritis yang ditunjang dengan kompetensi informasi yang dimilikinya maka individu dapat melakukan pembelajaran seumur hidup secara mandiri.

  Candy (Candy, Crebert, dan O’Leary 1994) mengatakan “Access to, and

  critical use of information and of information technology is absolutely vital to lifelong learning, and accordingly no graduate —can be judged educated unless he or she is information literate”.

  Dari pernyataan tersebut Candy, Crebert, dan O’Leary mengungkapkan bahwa seseorang tidak dapat dinyatakan lulus, bilamana ia belum menyandang status sebagai information literate person. Maksudnya, untuk melakukan hal yang demikian, lembaga pendidikan tinggi harus menetapkan literasi informasi sebagai sebuah standar kompetensi (sebagai syarat) yang wajib dimiliki oleh setiap peserta didik sebelum meninggalkan universitas (Iman 2013, 82). Dari beberapa pernyataan yang dikembangkan mengenai literasi informasi dan dunia pendidikan tinggi, diketahui bahwa kompetensi literasi informasi memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan tinggi, hal ini sesuai dengan Kasowitz-Scheer (Kasowitz-Scheer dan Pasqualoni 2002) yang secara garis besar menyatakan bahwa terdapat sejumlah perguruan tinggi di Amerika Serikat, diantaranya State University of New York, University of Oregon, Montana State University, dan University of Maryland University College (UMUC) yang mempunyai kelas literasi informasi pada tahun pertama perkuliahan, dengan maksud memperkenalkan langkah-langkah dalam proses penelitian dan strategi untuk mencari berbagai sumber daya elektronik secara efektif. Kelas ini juga memberikan kesempatan untuk berlatih mengevaluasi dan mengutip hasil penelitian.

2.5. Standar Literasi Informasi bagi Pendidikan Tinggi

  Rumusan tentang standar kompetensi literasi informasi untuk pendidikan tinggi dilakukan oleh Komite Standar ACRL dan disetujui oleh Dewan Direksi Association of College and Research Libraries (ACRL) pada 18 Januari 2000. ACRL telah mengeluarkan lima standar literasi informasi dalam dunia perguruan tinggi dan kelima standar tersebut memiliki 22 indikator. Standar literasi ini berisi daftar sejumlah kemampuan yang digunakan dalam menentukan kemampuan seseorang dalam memahami informasi. Dalam standar ini terdapat cara bagaimana mahasiswa dapat berinteraksi dengan informasi. Standar ini juga digunakan oleh fakultas, pustakawan, dan staf lainnya dalam mengembangkan metode untuk mengukur pembelajaran mahasiswa sesuai dengan misi institusi tersebut. Standar kompetensi literasi informasi dari ACRL (2000, 8) tersebut yaitu: 1.

  Mahasiswa yang literat informasi mampu menentukan jenis dan sifat informasi yang dibutuhkan.

  a.

  Mahasiswa mendefinisikan dan menyampaikan kebutuhan informasinya.

  b.

  Mahasiswa mengidentifikasi berbagai jenis dan bentuk sumber informasi yang potensial.

  c.

  Mahasiswa mempertimbangkan biaya dan keuntungan yang diperoleh dari informasi yang dibutuhkan.

  d.

  Mahasiswa mengevaluasi kembali sifat dan batasan informasi yang dibutuhkan.

  2. Mahasiswa yang literat informasi mengakses kebutuhan informasi secara efektif dan efisien.

  a.

  Mahasiswa memilih metode penelitian dan sistem temu kembali informasi yang paling tepat untuk mengakses informasi yang dibutuhkan.

  b.

  Mahasiswa membangun dan menerapkan strategi penelusuran yang efektif.

  c.

  Mahasiswa melakukan sistem temu kembali secara online atau pribadi dengan menggunakan berbagai metode.

  d.

  Mahasiswa memperbaiki strategi penelusuran jika diperlukan. e.

  Mahasiswa mengutip, mencatat dan mengolah informasi dan sumber- sumbernya.

  3. Mahasiswa yang literat mengevaluasi informasi dan sumber-sumber secara kritis dan menjadikan informasi yang dipilih sebagai dasar pengetahuan.

  a.

  Meringkas ide utama yang dikutip dari informasi yang dikumpulkan.

  b.

  Mahasiswa menentukan dan menerapkan kriteria awal untuk mengevaluasi informasi dan sumber-sumbernya.

  c.

  Mahasiswa mampu mensintesis ide utama untuk membangun konsep baru.

  d.

  Mahasiswa membandingkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama untuk menentukan nilah tambah, kontradiksi, atau karakteristik informasi unik lainnya dari informasi.

  e.

  Mahasiswa menentukan apakah pengetahuan baru memberi dampak terhadap sistem nilai individu dan mengambil langkah-langkah untuk menyatukan perbedaan.

  f. Mahasiswa menentukan bila query perlu direvisi.

  4. Mahasiswa yang literat menggunakan dan mengkomunikasikan informasi dengan efektif dan efisien.

  a.

  Mahasiswa menerapkan informasi baru dan yang lama untuk merencanakan dan menciptakan hasil.

  b.

  Mahasiswa merevisi proses pengembangan untuk hasil.

  c.

  Mahasiswa mengkomunikasikan hasil secara efektif kepada orang lain.

  5. Mahasiswa yang literat informasi memahami isu ekonomi, hukum dan sosial sekitar penggunaan dan pengaksesan informasi secara etis dan hukum a.

  Mahasiswa memahami isu-isu ekonomi, hukum dan aspek sosial mengenai informasi dan teknologi informasi.

  b.

  Mahasiswa mematuhi hukum, peraturan, kebijakan intitusi, dan etika yang berhubungan dengan pengaksesan dan penggunaan sumber informasi c.

  Mahasiswa mengetahui penggunaan sumber-sumber informasi dalam mengkomunikasikan informasi.

2.6.Literasi Informasi dalam Perpustakaan

  Dunia perpustakaan Indonesia sebenarnya telah lama mengenal dan melakukan aktivitas yang berkenaan dengan literasi informasi, meskipun dengan istilah yang berbeda. Sekarang, penggunaan istilah literasi informasi menjadi lebih populer, karena telah terjadi perubahan agenda dalam dunia pendidikan dan juga karena adanya perkembangan hybrid library menjadi digital library (Salmubi 2007).

  Pendapat lain dikemukakan oleh Pendit (2008), sebagai berikut: Pada perpustakaan, konsep literasi informasi pada perpustakaan, konsep literasi informasi sendiri bermula dari pendidikan pemakai di perpustakaan. Prinsip kegiatan yang ada dalam pendidikan pemakai sama dengan apa yang akan dikembangkan melalui program-program literasi informasi, yaitu mengembangkan kemampuan pengguna dalam menetapkan hakikat dan rentang informasi yang dibutuhkan, mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien, mengevaluasi informasi dan sumbernya secara kritis, menggunakan informasi untuk keperluan tertentu.

  Perpustakaan perguruan tinggi pada umumnya membekali mahasiswa dengan literasi yang berkaitan dengan kegiatan perpustakaan yaitu cara mengakses koleksi perpustakaan. Peningkatan layanan biasanya lebih tertuju pada fasilitas komputer atau laboratorium komputer, koneksi internet nirkabel, jenis koleksi, dan sistem informasi perpustakaan. Dengan fasilitas IT tersebut, kemampuan yang menjadi sorotan adalah literasi komputer. Mahasiswa diarahkan memiliki kemampuan mengoperasikan komputer, sehingga paling tidak, masalah penggunaan OPAC terselesaikan. Beberapa keterampilan yang biasanya diajarkan perpustakaan adalah:

  1. Orientasi perpustakaan; cara menggunakan koleksi dan memanfaatkan layanan perpustakaan.

  2. Pengoperasian komputer dan internet.

  3. Penelusuran artikel pada online database yang dilanggan.

  4. Pemanfaatan layanan online kampus: email, forum mahasiswa, file , e-class dan sebagainya.

  transfer 2.7 . Model Literasi InformasiEmpowering Eight (E8)

  Pada tahun 2004 diadakan workshop mengenai literasi informasi di Kolombo yang kemudian dilanjutkan pada tahun 2005 di Patiala. Workshop ini dihadiri oleh beberapa negara yaitu Indonesia, India, Bangladesh, Maldiva, Malaysia, Nepal, Pakistan, Singapura, Sri Lanka, Vietnam dan Thailand. Dan hasil dari seminar ini melahirkan konsep baru dari model literasi informasi yaitu

  Empeworing 8 . Model literasi ini banyak digunakan di negara-negara Asia karena

  mencerminkan kondisi orang Asia. Dan sekarang model ini menjadi hak milik intelektual NILIS (International Workshop on Information Skill for Learning) Sri Langka.

  Model ini terdiri dari 8 tahapan keterampilan atau kemampuan yang harus dikuasai oleh seseorang (Basuki, 2013). Keterampilan tersebut adalah

  1. Identifity

  5. Creat 2.

  6. Present Explore 3.

  7. Assess Select 4.

  8. Apply Organise Tahapan Empowering 8dapat di ilustrasikan seperti gambar dibawah ini:

Gambar 2.1. Tahapan Empowering 8

  Setiap keterampilan Empowering 8 terdiri dari beberapa langkah yang harus dikerjakan oleh setiap orang. Dari Gambar 2.1 di atas terlihat bahwa setelah tahap 8 dicapai, maka kita akan kembali lagi ketahap 1. Hal ini dapat dianalogikan seperti seseorang yang sudah mendapat “sesuatu” yang baru akan menggunakannya kembali untuk menghasilkan hal yang baru lagi. Demikian seterusnya, sehingga proses ini akan berulang kembali. Jika hal ini digambarkan akan seperti spiral yang akan terus berputar.

  Berbeda dengan model- model literasi lain kekuatan model ini adalah pada tahapan penilaian dan penerapan, karena pada tahapan ini dapatmerefleksikan apa yang telah di capai dengan kendala atau kesulitan yang akan di hadapi. Berikut merupakan langkah- langkah dari Empowering 8 Tabel 2.1: Komponen dan Hasil Pembelajaran Empowering 8

  

Langkah Memberdayakan Mahasiswa Akan Mampu

8 Komponen Mendemostrasikan Sebuah Kemampuan Untuk:

  1 Mengidentifikasi a.

  Tentukan topik atau subjeknya b.

  Memastikan dan memahami pesertanya c. Pilih format yang relevan untuk hasil yang sudah selesai atau produk jadi d.

  Menentukan kata-kata kunci e. Merencanakan sebuah strategi f. Mengidentifikasi berbagai sumber dimana informasi dapat ditemukan.

  2 Memeriksa a.

  Menentukan sumber-sumber yang sesuai dengan topik yang dipilih b. Menemukan informasi yang sesuai dengan topik yang dipilih c.

  Mengadakan wawancara, kunjungan lapangan atau penelitian diluar lapangan lain

  3 Memilih a.

  Memilih informasi yang relevan b.

  Menemukan sumber-sumber mana yang paling mudah, paling sulit, atau tepat c. Merekam informasi yang relevan dengan membuat catatan atau membuat susunan visual seperti bagan, grafik, dan skema, dan lain- lain d.

  Mengidentifikasi tahapan-tahapan di dalam proses e.

  Mengumpulkan kutipan yang sesuai

  4 Mengatur a.

  Memilah-milah informasi b.

  Membedakan antara fakta, opini dan fiksi

  c. Memeriksa prasangka di dalam sumber- sumber d.

  Mengurutkan informasi dalam urutan yang logis atau tepat e. Menggunakan susunan visual untuk membandingkan atau membedakan informasi

  5 Menciptakan a.

  Menyiapkan informasi dengan kata-kata sendiri dalam cara yang sesuai b.

  Memeriksa ulang dan mengedit, sendiri atau dengan kelompok c.

  Menyelesaikan format bibliografi

  6 Menyajikan a.

  Berlatih untuk mempresentasikan b.

  Membagi informasi dengan peserta yang tepat c.

  Menunjukkan informasi dalam sebuah format yang tepat untuk memuaskan peserta d. Mengatur dan menggunakan peralatan dengan benar

  7 Menilai a.

  Menerima umpan balik dari mahasiswa lain b.

  Penilaian diri pada penampilan mahasiswa dalam menjawab tugas penilain dosen c.

  Merefleksikan seberapa baik yang sudah mereka kerjakan d.

  Menemukan apakah ada skill/ keterampilan baru yang dipelajari e. Mempertimbangkan halbaik apa yang bisa dilakukan dilain waktu

  8 Menerapkan a.

  Menggunakan umpan balik dan penilaian untuk kegiatan belajar/tugas selanjutnya b.

  Berusaha untuk menggunakan pengetahuan yang diperoleh dalam berbagai situasi baru c.

  Menentukan dalam pelajaran apa skill/keterampilan bisa digunakan d. Menambahkan hasil kedalam produk- produk portofolio (Wijetunge, 2005:36) e. Meninjau ulang umpan balik dan penilain yang diberikan

  Berdasarkan pendapat yang diuraikan di atas diketahui bahwa model

  Empeworing 8 terdiri dari delapan tahapan yaitu mengidentifikasi masalah yang

  meliputi identifikasi topik, audien, format informasi, kata kunci, strategi penelusuran dan sumber sumber informasi, eksplorasi meliputi kegiatan dalam memilih dan menemukan sumber informasi yang sesuai dengan topik yang dapat dilakukan dengan interview, memilih informasi yang relevan, mengorganisir informasi meliputi menyusun informasi secara logis, menciptakan informasi yang dapat dilakukan dengan menciptakan informasi sendiri, merevisi dan membuat daftar bibliografi, menyajikan yaitu menyebarkan informasi yang diperoleh kepada peserta, menaksir yaitu menerima masukan dari orang lain dan menentukan apa yang terbaik dimasa yang akan datang, terakhir menerapkan yaitu menerapkan informasi tersebut dalam berbagai situasi misal pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain.

Dokumen yang terkait

Peranan Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Meningkatkan Kemandirian Masyarakat Melalui Credit Union Sumber Rejeki Pinang Baris Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan SKRIPSI

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon - Respon Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) Terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Di Desa Landuh Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 51

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Respon Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) Terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Di Desa Landuh Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

1 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan - Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

0 6 33

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia Muda di Kelurahan Sawit Seberang Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Andaliman - Pengaruh Pemberian Ekstrak Segar Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Mencit Jantan (Mus musculus L.)

0 0 7

5 BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pengertian dan Prinsip Arsitektur Informasi

0 0 27

Desain Arsitektur Informasi Situs Web Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang - Persentase Tutupan dan Bentuk Pertumbuhan Karang Hidup di Perairan Pulau Ungge Kabupaten Tapanuli Tengah

0 3 9

Evaluasi Literasi Informasi Dengan Menggunakan Empowering 8 Pada Pengguna Perpustakaan Universitas HKBP Nommensen Medan

1 0 11