Analisis Penataan Logical Channel Number (LCN) pada Siaran Digital Free-To-Air di Indonesia analysis of regulating the logical channel number for digital-free-to-air broadcasting in indonesia

Riza Azmi

Puslitbang Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Jl. Medan Merdeka Barat No.9 Jakarta 10110 [email protected]

Naskah diterima: 4 Juli 2012; Naskah disetujui: 27 Agustus 2012

Abstract — Logical Channel Number (LCN) is a virtual channel to broadcast programs based on Digital TV Digital Video Broadcasting (DVB), which sequence number the service provided by the organizers muxer. Implementation of LCN in the form of DVB-T broadcast remote control number to the range of 1 to 999. LCN numbering management urgency is located on LCN arrangements should be unique, because if there is duplication canal occurs, then the receiver can not receive broadcast in entirety. Due to limited capacity, the need for regulators to mediate the role of LCN and committed demand teerhadap umbrella LCN numbering arrangements in Indonesia. In order to resolve this issue, this study tried to examine how regulation Logical Channel Number to broadcast digital Free- To-Air in Indonesia? By looking at the options-options that obtained from the benchmark in other countries that regulate LCN as North America, Japan, Italy, Australia, and English study concluded the criteria for setting options LCN in Indonesia. By using Process Analytical Hierarcy this study provide LCN consensus arrangements to see inconsistency error below 10%. As Group Decission using GMM.

Keywords — keywords written in 3-5 words both in bahasa Indonesia and English

Abstrak — Logical Channel Number (LCN) adalah kanal virtual pada program siaran pada siaran TV Digital berbasis Digital Video Broadcasting (DVB) yang urutan nomornya diberikan oleh penyelenggara jasa Muxer. Implementasi LCN pada siaran DVB-T berupa nomor remote control dengan rentang 1 sampai dengan 999. Urgensi pengelolaan penomoran LCN ini terletak pada pengaturan LCN yang harus bersifat unik, karena jika terjadi duplikasi kanal terjadi, maka receiver tidak dapat menerima siaran secara utuh. Dikarenakan sifatnya yang terbatas, maka perlunya peran regulator untuk menengahi permintaan LCN dan melakukan payung hukum teerhadap pengaturan penomoran LCN di Indonesia. Dalam rangka hal tersebut, penelitian ini mencoba mengkaji bagaimana penataan Logical Channel Number untuk siaran digital Free-To-Air di Indonesia? Dengan meninjau opsi-opsi yang didapat dari

benchmark di negara lain yang mengatur LCN seperti Amerika Utara, Jepang, Italia, Australia, dan Inggris penelitian ini merumuskan opsi kriteria untuk pengaturan LCN di Indonesia. Dengan menggunakan Analytical Hierarcy Process penelitian ini memberikan konsensus pengaturan LCN dengan melihat inconsistency error dibawah 10%. Adapun Group Decission dengan menggunakan GMM.

Keywords — Logical Channel Number, Analytical Hierarcy

Process, Free-to-Air, Televisi Digital

I. P ENDAHULUAN

Standar Penyiaran Digital di Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Permen Kominfo No.7 Tahun 2007 tentang Penetapan Standar Penyiaran Digital Terrestrial untuk Telivisi Tidak Bergerak di Indonesia mengambil DVB-T (Digital Video Broadcasting Terestrial) sebagai standar siaran terestrial tidak berbayar. Secara garis besar penyelenggaraan migrasi untuk siaran TV Digital ini dituangkan ke dalam Permenkominfo No.22 /PER/M.KOMINFO/11/2011 tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digitat Terrestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air), sebagai pengganti Permen Kominfo No.39 Tahun tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digitat Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air). Dalam Peraturan Menteri tersebut ditetapkan bahwa migrasi siaran analog ke digital dibagi kedalam beberapa fase yang tergantung kepada zona wilayah. Namum, dalam peraturan tersebut, belum ditetapkannya beberapa hal teknis seperti viersi DVB yang dipakai serta standar pendukung lain seperti Logical Channal Number pada DVB.

Logical Channel Number (LCN) adalah kanal virtual pada program siaran pada siaran TV Digital berbasis Digital Video Broadcasting (DVB) yang urutan nomornya diberikan oleh penyelenggara jasa Muxer. Implementasi LCN pada siaran

DVB-T berupa nomor kanal remote dengan rentang 1 sampai dengan 999. Berbeda dengan siaran analog dimana pengguna layananlah yang menetapkan program siaran pada kanal

II. L ANDASAN T EORI DAN G AMBARAN U MUM nomer tertentu pada receivernya (televisi), pada siaran digital berbasis DVB penyelenggara jasa muxer lah yang

A. Logical Channel Number

menetapkan suatu siaran pada nomor kanal tertentu pada Set- Top-Box sehingga konten siaran dapat seragam pada suatu area jangkauan penyelenggara jasa muxer. LCN sendiri ditentukan untuk mempermudah receiver digital (misalnya set-top-box) saat mendemux program dan menempatkannya di nomor siaran tertentu (ordering the service). Sehingga, LCN

tersebut haruslah

penyelenggaran jasa muxer atau pada Network ID yang sama. Urgensi pengelolaan penomoran LCN ini terletak pada pengaturan LCN yang harus bersifat unik, karena jika terjadi duplikasi kanal terjadi, maka receiver tidak dapat menerima siaran secara utuh. Dalam hal ini peran regulator untuk menengahi permintaan LCN dan melakukan payung hukum teerhadap pengaturan penomoran LCN di Indonesia. Selain itu, LCN dapat berfungsi sebagai sumber Pendapatan Negara

Bukan Pajak, dimana regulator mengeluarkan lisensi dalam Gambar 1. Ilustrasi Mapping LCN pada Remote Control penggunaan LCN.

Logical Channel Number (LCN) adalah kanal virtual pada Seperti halnya frekuensi, penomoran LCN bersifat terbatas.

program siaran pada siaran TV Digital berbasis Digital Video ETSI

Broadcasting (DVB) yang urutan nomornya diberikan oleh mengalokasikan 1000 nomor untuk LCN, yaitu dari 1 sampai

dalam standar

penyelenggara jasa Muxer. Implementasi LCN pada siaran dengan 999. Dengan terbatasnya nomor kanal tersebut, ada DVB-T berupa nomor kanal remote dengan rentang 1 sampai

beberapa mekanisme yang dapat dilakukan untuk pemberian dengan 999. Di Jepang LCN dikenal dengan sebutan lisensi izin, misalnya dengan melakukan mekanisme First

―remocon id‖ atau ―Remote Control Identifier‖. Hal ini Come First Serve, Beauty Contest ataupun Lelang. Sementara

disebabkan LCN digunakan sebagai penanda konten pada itu, diperlukan mekanisme pemberian lisensi penggunaan remote control siaran, seperti dilihat pada ilustrasi Gambar 1. Logical Channel Number apakah lisensi diberikan secara

T ABEL 1 S YNTAX N ETWORK I NFORMATION T ABLE Nasional, ataukah Perwilayah (per Network ID atau per- penyelenggara jasa muxer). Selain itu, apakah pengaturan

Syntax

Bits Keterangan

numbering LCN menganut Sub-Kanal sebagaimana yang

network_information_section(){

terjadi di Australia, ataukah nomor secara Continuous. Hal

8 uimsbf lainnya pada pengaturan LCN adalah instansi yang

table_id

1 bslbf berwenang, yaitu apakah pengaturan LCN diserahkan ke

section_syntax_indicator

reserved_future_use

1 bslbf

2 badan atau regulator khusus sebagaimana yang terjadi di bslbf

reserved

12 Australia uimsbf ataukah masih melekat pada kewenangan

section_length

16 uimsbf Kementarian Kominfo. Sehingga, dari hal tersebut diatas,

network_id

2 bslbf perlu dilakukan penelitian dalam rangka penataan Logical

reserved

5 uimsbf Channel Number untuk siaran digital free-to-air di Indonesia

version_number

1 bslbf LCN pada prinsipnya hanyalah pengaturan pada remote

current_next_indicator

8 uimsbf control televisi, namun pada prakteknya, LCN terlalu penting

section_number

8 uimsbf untuk diabaikan pengaturannya. Pada kasus pengaturan LCN

last_section_number

4 bslbf di Italia, new commer memprotes pengaturan LCN yang

reserved_future_use

12 uimsbf ditempatkan pada LCN 3-digit, sementara TV eksisiting

network_descriptors_length

for(i=0;i<N;i++){

ditempatkan pada LCN 1-digit (SKY Italia vs. everybody –

descriptor()

The TV remote battle goes on, not only on television, 2012).

4 bslbf Sementara, asosiasi televisi dan radio di Australia (ASTRA-

reserved_future_use

12 uimsbf Australian Subscription Television and Radio Standard),

transport_stream_loop_length

for(i=0;i<N;i++){

16 uimsbf Communications and Media Authority) bahwa LCN

mengusulkan kepada

transport_stream_id

16 uimsbf merupakan hal yang wajib distandarisasi. Dari hal-hal tersebut,

original_network_id

4 bslbf pengaturan LCN merupakan sesuatu yang dapat dikatakan

reserved_future_use

12 uimsbf

penting, sehingga studi ini akan menjawab permasalahan

transport_descriptors_length

yaitu: ―Bagaimana penataan Logical Channel Number untuk

for(j=0;j<N;j++){

siaran digital Free-To-Air di Indonesia?‖

CRC_32

B. Pengaturan Logical Chanel Number di Beberapa Negara

LCN melakukan mapping dari siaran yang diterima dan

di Dunia

mengurutkannya berdasarkan nomor yang diberikan. LCN

1) Amerika Utara

diberikan oleh penyelenggara jasa multiplexer (muxer). Hal ini dikarenakan, struktur data LCN-descriptor (informasi LCN)

Standar siaran Televisi Digital di Amerika Utara yaitu sendiri berada dibawah secondary-loop Network Information NTSC. Pengeturan untuk logical channel number pada negara Table (NIT) (Tabel 1).

ini mengacu pada Dokumen ATSC "A/65", pada Annex B Format LCN sendiri dikirimkan dalam bentuk struktur

tentang Additional Constraints on Virtual Channel Table for data. Adapun struktur data yang ditetapkan ETSI dapat dilihat the U.S. (Normative). Secara garis besar pengaturan LCN pada Tabel 2.

sebagai berikut:

1. Sub-kanal hanya diperbolehkan pada kanal 70-99, hal ini T ABEL 2 S YNTAX L OGICAL C HANNEL D ESCRIPTOR dikarenakan kanal 69 merupakan kanal analog terakhir

2. Kanal dibawah kanal 70 dengan syarat tidak digunakan logical_channel_descriptor(){

terkecuali kanal 0,1 dan 37.

descriptor_tag

a. Siaran analog (ATSC) yang masih menempati kanal descriptor_length

8 uimsbf

yang mereka miliki sebelumnya for (i=0; i<N;i++){

8 uimsbf

b. Penyelenggara siaran baru (NTSC) menempati kanal service_id

lain selain dimiliki kanal siaran analog sebelumnya visible_service_flag

Penyelenggara siaran baru (NTSC) namun telah

memiliki lisensi ATSC dapat menempati kanal siaran logical_channel_number

analog dengan azas respirokal, yang berarti }

penyelenggara siaran analog yang sudah menempati }

kanal tertentu dapat menempatkan siarannya di kanal Adapun penjelasan masing-masing syntax blok struktur

baru begitu pula sebaliknya.

sebagai berikut:

1. descriptor_tag: adalah ID yang telah ditentukan ETSI dengan penanda 0x83. ID ini tidak bisa digantikan

2) Jepang

Jepang mengambil ISDB-T sebagai standar televisi digital. nilainya

Di Jepang, Logical Channel Number diasosiasikan sebagai

2. service_id: adalah ID dari multiplexer (service) yang "remote control key ID" atau "remocon key ID". Jepang meng-assign LCN. Adapun panjang maksimalnya adalah sendiri mengatur LCN berdasarkan 3 digit, sehingga jika 16-bit (uimsbf).

diasumsikan NHK Jepang memiliki alokasi nomor 2 secara

3. visible_service_flag: berisi 1-bit dimana jika di-assign 1 nasional, maka LCN yang mereka miliki yaitu 021. Jika NHK berarti LCN di-enable dan jika di-assign 0 berarti LCN Jepang memiliki sub program, maka nomor yang ada akan

tidak dijalankan atau dalam mode manual user diurutkan 022, 023 dan seterusnya sampai dengan maksimum navigation , hal ini berarti user yang meng-assign siaran

8 sub program atau 028.

pada nomor tertentu.

4. reserved: diset 1 (default).

5. logical_channel_number: berisi nomor remote control id dengan panjang 10-bit.

3) Filipina Pengaturan LCN oleh DMOL memiliki kriteria sebagai Filipina mengambil ISDB-T sebagai standar televisi digital.

berikut:

Di Filipina, Logical Channel number menggunakan sub-kanal 1. Channel Provider.(konten provider) wajib menentukan seperti di Amerika namun implementasinya masih pada tahap

kanal sesuai ―Genre‖. Adapun range alokasi berdasarkan uji coba.

Genre sebagai berikut:

a. General entertainment (TV)

4) Italia

b. High Definition (TV)

Italia mengambil DVB-T sebagai standar televisi digital.

c. Children (TV)

Logical Channel number di Italia diatur oleh Italian TLC

d. News (TV)

Authority, badan regulasi semi pemerintahan seperti BRTI.

e. Adult (TV)

Adapun alokasi LCN diatur 1 digit LCN

untuk

f. Text and MHEG services

penyelenggaran analog eksisting yang akan melakukan

g. Local (TV)

migrasi ke DVB-T dan untuk penelenggara baru ditempatkan

h. Radio

ke 3 digit LCN berdasarkan proses Firs Come First Serve.

2. Range LCN dibedakan berdasarkan ―Public Service Channel‖ dan bukan. Adapun ―Public Service Channel‖

5) Australia meliputi segala sesuatu yang diatur dalam Undang- Australia menggunakan standar DVB. Logical Channel

Undangan Komunikasi tahun 2003 pasal 310 (Section Number di Australia diatur oleh Free TV Australia yang

310 of the Communications Act 2003) tertulis dalam Operational Practice OP-41 tentang Logical 3. Nomor LCN yang diberikan disertai apakah program

Channel Descriptor. Adapun secara rinci alokasinya dapat yang akan diisi memiliki kesamaan Channel Provider dilihat pada Tabel 3.

(Assosoated Channel). Adapun Assosiated Channel Penerapan

mengidentifikasi layanan dan direkomendasikan semua

a. Brand kanal yang memiliki kemiripan. layanan Digital Televisi mengalokasikan Logical Channel

b. Kanan dikontrol/diperoleh dari satu perushaaan yang Number nya. LCN di Australia diatur dengan filosofi ―push

sama

the button ‖ yaitu:

c. Memiliki tingkat corss-promotion yang sama

1. 1 digit (1-9) atau a single push button Alokasi nomor digunakan untuk siaran nasional,

7) Negara-negara yang tidak menggunakan Logical Channel terkecuali LCN 4 tidak digunakan untuk siaran karena

Number

dialokasikan untuk panduan televisi digital. Adapun Beberapa negara yang menyatakan tidak menggunakan alokasinya digunakan untuk siaran seperti berikut:

atau mengatur LCN yaitu Eropa, Afrika dan Timur Tengah.

1 = TEN Network;

C. Analytical Hierarcy Process

2 = ABC;

3 = SBS;

1) Tentang Analtical Hierarcy Process

4 = tidak digunakan (panduan umum) Analtical Hierarcy Process (AHP) merupakan metode

5 = TEN Affiliate; dalam pengambilan keputusan dikembangkan oleh Thomas L.

6 = Seven Affiliate Saaty pada tahun 1970. Dalam membantu mengambil

7 = Seven; keputusan AHP tidak serta merta memberikan keputusan yang

8 = Nine Affiliate; benar dan paling tepat namun keputusan itu ditemukan dari

9 = NINE satu yang paling sesuai dengan tujuan responden dan menurut

2. 2 digit (10-99) atau a double push button pemahaman responden tentang masalah. AHP menyediakan

2 digit digunakan untuk sub-siaran misalnya untuk ABC kerangka kerja yang komprehensif dan rasional untuk pada nomor 2 menggunakan 20 untuk ABC News atau 21

penataan masalah keputusan, untuk mewakili dan mengukur untuk ABC Sport dan lainnya.

3. 3 digit (100-999) atau a triple push button dengan tujuan secara keseluruhan, dan untuk mengevaluasi

unsur-unsurnya, untuk menghubungkan elemen-elemen

3 digit digunakan untuk mengatasi wilayah irisan solusi alternatif. Dalam AHP fitur yang sangat membantu penyiaran multiplekser. Misalnya, pada multiplekser A

adalah inconsistency ratio yang diturunkan dari matrix terdapat siaran ABC Sport di kanal 20 dan di berpasang (Saaty, 2003).

Multiplekser B terdapat siaran ABC Sport juga di kanal

2) Tahapan-Tahapan dalam Analtical Hierarcy Process salah satu multiplekser menduplikasi siaran kanal,

20, maka untuk mengatasi kebingungan di set-top-box,

Tujuan (Goal) misalnya Multiplekser B menempatkan ABC Sport di

kanal 200.

Proses AHP

4. Aturan lainnya

(top-down)

LCN dimulai dari 450 sampai dengan 499 digunakan

Kriteria 2 Kriteria 3 untuk trial-service.

Kriteria 1

6) Inggris Ingris mengabil DVB-T sebagai standar untuk televisi

digital mereka. Logical Channel Number diatur oleh DTT

Sub-Kriteria 3 Multiplex Operators Limited (―DMOL‖) (DMOL, 2010).

Sub-Kriteria 1

Sub-Kriteria 2

Gambar 2. Struktur Analtical Hierarcy Process

3) AHP Decission Concensus dengan Geometric Mean

Alternatif

Measurement

(Aczel & Saaty, 1983) dan (Basak & Saaty, 1993) menyarankan untuk melihat konsensus dari suatu kelompok

Alternatif 1

Alternatif 3

dengan menggunakan rata-rata geometrik (Geometric Mean Measurement / GMM ). Kelebihan dari metode ini adalah

perhitungan yang simple dan dapat mengakomodasi titik berat kecenderungan masing-masing responden. Namun, disisi lain,

Alternatif 2

Alternatif 4

metode ini memiliki kelemahan dimana seluruh jawaban

Gambar 3 Pemilihan Alternatif dalam Analtical Hierarcy Process dicampur menjadi satu tanpa melihat kecenderungan masing- Dalam memilih metode AHP, sebuah masalah dipecah

masing responden atau preserve the ranking (Saaty, 1994) secara terstruktur berdasarkan kriteria yang ingin diperoleh

Ada beberapa teknik dalam memutuskan konsensus dalam (Gambar 2). Kriteria yang paling sesuai dilihat dengan AHP yaitu menggunakan metode GMM konvergensi (Ohya & membandingkan kesemua opsi

Kinoshita, 2009), menggunakan metode Bayesian (Altuzarra, diantaranya

yang ada, termasuk

sub-kriteria Moreno-Jimenez, & Salvador), Row Geometric Prioritazion dibawahnya. Proses penentuan pada AHP dilakukan secara (Escobar, Aguaron, & Moreno-Jimenez, 2004); AHP with Top-Down atau dimulai dari Goal sampai dengan menentukan

membandingkan

beberapa

Fuzzy (Kreng & Wu, An Enhanced Analytical Hierarchical sub-kriteria. Adapun pada AHP, sub-kriteria adalah hal yang Process for Group Decision) atau Algoritma Genetik (Costa, opsional.

2007), Masing-masing metode dalam Group Aggregation ini Setelah menemukan kriteria dan sub-kriteria yang sesuai,

telah dibahas oleh (Yedla & Shrestha, 2007), Untuk masalah salah satu langkah lanjutan adalah menentukan alternatif, atau kesederhanaan, pada penelitian ini digunakan teknik klasik objek yang akan dipilih berdasarkan kreteria yang ada

GMM dari Saaty. Adapun cara merata-ratakan jawaban (Gambar 3). Pada pemilihan alternatif ini, proses tidak berdasarkan metode GMM yaitu sebagai berikut: dilakukan secara Top-Down namun masing-masing alternatif

memiliki kesempatan/peluang atau level yang sama.

Secara rinci (Saaty, 2008) merumuskan tahapan-tahapan Dimana G adalah rata-rata Geometrik dan x adalah dalam menentukan keputusan yang sesuai pada metode AHP

serangkaian nilai yang dirata-rata, sementara n adalah jumlah yaitu:

yang ingin dirata-ratakan.

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan jenis solusi yang dicari.

III. M ETODE P ENELITIAN

2. Mementukan kriteria dan subkriteria solusi berdasarkan

pengukuran dan definisi hirarki dimulai dari goal (tujuan) sampai kepada

Berisi

rancangan/model,

operasional variabel, sampel dan data, tempat dan waktu, alternatif solusi.

teknik pengumpulan data, dan teknik/metode analisis data.

3. Menentukan nilai prioritas kriteria dan subkriteria

Contoh:

dengan membandingkan masing-masing solusi.

4. Menentukan pembobotan berdasarkan skala prioritas

A. Pendekatan Penelitian

dimulai dari hierarki paling tinggi sampai dengan level Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif untuk paling bawah, sehingga diperoleh pilihan yang

melihat kecenderungan opsi pengambilan keputusan. diinginkan. Dalam membandingkan antara kriteria satu dan kriteria

B. Teknik Penelitian

lainnya, (Saaty, 2008) menggunakan skala 1-9, dimana jika Penelitian dilakukan dengan teknik penelitian survey nilai A dibandingkan dengan B adalah x maka B dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada regulator dibandingkan dengan A adalah invers dari x.

dan ekspertise bidang TV digital.

T ABEL 4 T INGKA I NTENSITAS AHP (S AATY , 2008) C. Informan

Tingkat

Informan pada penelitian ini dibagi menjadi 4 yaitu:

Intensitas Keterangan

1. Pihak Regulator: Kementerian Kominfo yakni

Kepentingan

Direktorat Penyiaran, Direktorat Telekomunikasi

1 Tingkat Kepentingan sama kuat Khusus dan Sub Dit. Penomoran

2. Pihak Akademisi: Perekayasa Televisi Digital dari

2 Tingkat Kepentingan lemah

BPPT dan Peneliti dari ITS

3 Tigkat Kepentingan Moderat

3. Pihak Industri Set-Top-Box: Polytron dan PT.

4 Tingkat Kepentingan Sedikit diatas Moderat

Panggung

4. Pihak Industri Televisi: Trans7, SCTV, MetroTV,

5 Tingkat Kepentingan Kuat

TvOne dan ANTV

6 Tingkat Kepentingan Sedikit diatas Kuat

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

7 Tingkat Kepentingan Sangat Kuat

8 Tingkat Kepentingan Sangat Sangat Kuat Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Jakarta, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur mengingat informan dari pihak

9 Tingkat Perbedaan Kepentingan yang Ekstrim regulator, akademisi dan industri set-top-box dan industri TV

a. Beauty Contest: mekanisme pemilihan pengguna bulan April sampai dengan Mei 2012.

dengan melihat pengguna LCN mana memiliki kriteria terbaik.

b. Lelang: pengguna yang menawar dengan harga Sumber Data Primer diperoleh dengan melakukan

E. Teknik Pengumpulan Data

tertinggi mendapatkan LCN strategis misalkan kuesioner. Adapun kuesioner yang digunakan berbasis AHP

single-digit

digunakan untuk melihat pendapat akhir (item of consensus)

c. Lotre: jika ada 2 atau lebih pengguna, maka pada opsi penataan Logical Channel Number pada siaran

digunakan sistem undian untuk menentukan siapa digital free-to-air. Adapun untuk mengukur konsensus dengan

yang berhak menempati ID tertentu menggunakan teknik rata-rata

d. First Come First Serve: pengguna yang pertama (Geometric Mean Measurement). Adapun sumber data

geometris pada AHP

mendapatkan LCN yang sekunder diperoleh

mendaftar,

berhak

dari tinjauan pustaka

mengenai

diinginkan.

pengaturan LCN di negara lain.

5. PNBP

a.

F. Tidak Dikenakan PNBP: LCN tidak dikenakan

Rancangan Opsi Kriteria AHP

PNBP

b. Dikenakan PNBP kepada Penyelenggara Jasa Muxer: Process (AHP). Adapun AHP digunakan untuk menghasilkan

Data dianalisis dengan menggunakan Analitical Hierarcy

PNBP dikenakan kepada Muxer yang secara teknis pendapat akhir dari opsi-opsi yang diberikan (item of

memberikan langsung LCN.

consensus ) terhadap penataan Logical Channel Number pada

c. Dikenakan PNBP kepada Penyelenggara Konten: siaran digital free-to-air. Informan memilih satu diantara

PNBP dikenakan kepada Penyelengagra Konten sekian opsi yang diberikan. Adapun berdasarkan hasil studi

sebagai user terakhir. Penyelenggara konten yang literatur, opsi pengaturan LCN pada tahap pertama meliputi:

dimaksud adalah Lembaga Penyiaran Penyelenggara

1. Pengaturan LCN

Program Siaran.

a. Tidak Diatur: visible_service_flag diset menjadi 0

6. Metode Pengaturan

atau menjadi manual user navigation, hal ini berarti

a. Diatur oleh Muxer: Muxer sepenuhnya mengatur user yang meng-assign siaran pada remote control.

penomoran LCN

b. Metode Push-The-Button: alokasi penomornan visible_service_flag diset menjadi 1 dan keseluruhan

b. Diatur oleh Pemerintah cq. Kemenkominfo:

hirarki single-push-button, proses diatur pemerintah.

dibagi

berdasarkan

double-push-button dan triple-push-button dimana

c. Diatur namun diserahkan ke mekanisme pasar: single-push-button merupakan induk kategori atau visible_service_flag diset menjadi 1 namun proses

perusahaan, double-push-button untuk siaran, dan pemberian LCN diserahkan ke penyelenggara jasa

triple-push-button untuk mengatasi konflik. muxer.

c. Alokasi Nasional dan Lokal: Alokasi LCN dibagi

2. Pengaturan menjadi slot-slot yang dibedakan secara nasional dan

a. Fixed: User tidak bisa mengubah posisi nomor siaran lokal. Misalnya, 1-100 untuk siaran yang berlaku yang telah diberikan

nasional dan sisanya untuk siaran lokal.

d. First Come, First Serve: LCN tidak dialokasikan dapat

b. Flexibel: User menerima nomor siaran namun masih

khusus, namun perolehannya berdasarkan siapa yang pengguna

paling cepat mendapatkan nomor.

3. Pengaturan Alokasi LCN

e. Per-Genre:

Alokasi

ditentukan pemerintah

a. Sepenuhnya diatur oleh Multiplexer: Hal ini berdasarkan genre atau jenis konten, misalnya 1-100 membebaskan Penyelenggara Jasa Muxer untuk

untuk anak-anak, 101-200 untuk berita dan mengalokasikan LCN.

seterusnya.

f. Digit awal untuk siaran sejenis: LCN ditetapkan 3- pengaturan berifat ketat, dimana Pemerintah dapat

b. Diatur oleh Pemerintah: Hal ini menyebabkan

digit untuk semua penyelenggara konten dan digit menyeragamkan LCN yang berlaku secara nasional.

awal untuk siaran sejenis (genre).

7. Rentang Waktu Penggunaan LCN Multiplexer untuk diatur: Hal ini memberikan

c. Alokasi diberikan oleh Sub. Dit Penomoran kepada

a. Selama Siaran Berlangsung: izin penggunaan LCN kemudahan bagi Pemerintah dalam hal pengaturan,

digunakan selama siaran berlangsung karena Pemerintah hanya memberikan alokasi LCN

b. Perkontrak: Dalam jangka waktu tertentu (misalnya kepada Penyelenggara Jasa Muxer, sementara

dalam kontrak 2 tahun), hal ini menyebabkan LCN siasanya, Penyelenggara Konten meminta nomor

yang dipakai tidak seragam rentang waktu LCNnya dari Muxer

penggunaannya.

c. Perperiode: penggunaan LCN dibatasi dalam periode Pemerintah memberikan lisensi kepada Badan

d. Diserahkan Badan Regulasi lain diluar kominfo:

tertentu misalnya dalam periode 5 tahunan, LCN Regulasi tersendiri misalnya Asosiasi Televisi

dievaluasi dan pengguna wajib meregistrasi ulang Digital untuk mengatur LCN. Hal ini terjadi di

LCNnya

negara Australia dan Ingris.

8. Evaluasi Penggunaan LCN

4. Mekanisme Pemberian Nomor LCN

a. Perkontrak: LCN dievaluasi berdasarkna jangka waktu kontrak penggunaan LCN dan ketentuan pada isi kontrak.

dan hasil Inconsistency Score dari Expert Choice ® memberikan nilai yang lebih rasional dibandingkan metode

9. Vacated LCN AHP classic. Adapun Inconsistency Score ini untuk melihat

a. LCN dikembalikan: LCN dikembalikan lagi seberapa besar ketidakkonsistenan keputusan informan peruntukannya ke pemerintah jika tidak dipakai

terhadap alternatif pilihan yang diberikan. Adapun hasil

b. LCN menjadi milik penyelenggara muxer: LCN pengumpulan data diolah sebagai berikut. tidak dikembalikan namun dikelola dan menjadi tanggung jawab Multiplexer dengan laporan ke

1) Analisis Data

pemerintah Analisis data dilakukan dengan melakukan rekap pendapat

metode yang dipakai tidak dikembalikan dan menjadi milik penyelenggara

c. LCN menjadi milik penyelenggara konten: LCN

menggunakan Geometric Mean Measurement. Analisis data konten

juga dilakukan dengan melakukan clustering informan. Adapun kelompok clustering dibagi menjadi pihak regulator,

IV. H ASIL P ENELITIAN DAN P EMBAHASAN pihak akademisi, pihak industri set-top-box dan pihak industri Pengumpulan data dilakukan pada bulan April sampai

televisi.

dengan Mei 2012 dengan dengan profil informan sebagai

2) Konsensus Umum

berikut, informan dipilih berdasarkan pengetahuannya dan tupoksinya dalam regulasi tentang televisi digital, Adapun

T ABEL 5 K ONSENSUS P ENGATURAN LCN DI I NDONESIA

rekap kuesioner dapat dilihat pada Tabel 4-1. Pada Tabel 4-1 Tujuan

Konsensus

Inkonsistensi

nilai pecahan melambangkan nilai resiprocal perbandingan

Jawaban

Diatur namun diserahkan 18,62% dapat dilihat pada bagian 3.7.

dari kode pertanyaan. Penjelsana tentang Kode Pertanyaan

Pengaturan LCN

ke mekanisme pasar Informan 1:

Kepala

0,00% Multimedia, Pusat Teknologi Informasi dan

Pengaturan pada

Flexible

Remote Control

Alokasi diberikan oleh 27,17% Informan 2:

Komunikasi, BPPT (Dr. Irwan Rawal Husdi)

Pengaturan Alokasi

Sub. Dit Penomoran Standardisasi, BPPT (Dr. Hary Budiarto) kepada Multiplexer untuk

Informan 3: Kepala

5,07% Infrastruktur, DitJen PPI (Anang Achmad

Sub

Direktorat

Pengembangan Mekanisme

Lotre

Pemberian Nomor

Latif)

LCN

Informan 4: Kasi Database Penyelenggaraan Radio dan

Dikenakan PNBP kepada 0,27% Televisi, DitJen PPI (M. Feriandi Mirza)

Penerimaan Negara

Penyelenggara Konten Informan 5:

Bukan Pajak

Kasi Penomoran Informatika, DitJen PPI

Alokasi Nasional dan 5,91% (Muhammad Razief Rifai)

Metode Pengaturan

Lokal

Informan 6: Dosen pada Pasca Sarjana Institut Teknologi

5,11% Sepuluh

Rentang Waktu

Selama Siaran

Penggunaan LCN

Berlangsung

0,00% Informan 7: Penggunaan LCN Manager Research and Development, PT.

LCN menjadi milik Hartono Istana Technology / Polytron 0,02% penyelenggara muxer

Vacated LCN

(Markus Setya Budi) Informan 8:

Direktur Research and Development, PT.

*Sumber: Data diolah

Panggung Electric / Akari (Budi) *Keterangan: background merah pada Tabel menandakan incosistency Informan 9:

(Hardijanto jawaban atau belum adanya kesepakatan antarmasing-masing responden. Saroso)

Inconsistency Value diambil batas 10% berdasarkan (Saaty, 2008). Informan 10: Praktisi Televisi dan Manager Transmisi

Adapun hasil konsensus jawaban pengaturan LCN di Trans7 (Budi Setiawan)

Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5 Konsensus yang terdapat Informan 11: Corporate

pada Tabel 5 merupakan nilai prosentase prioritas tertinggi Soeratmadjie)

dibandingkan dengan pilihan jawaban yang lain. Pada Tabel 5, Informan 12: Manager Transmisi ANTV

dapat dilihat bahwa ke-13 decission maker belum sepakat Sitindaon)

(Bonipasius

mengenai Pengaturan LCN di Indonesia, namun jika Informan 13: Corporate Secretary TvOne (Doddy Rahmat

dilakukan analisis prioritas, Pengaturan LCN lebih berat Djatnika)

kepada pengaturan yang diserahkan ke mekanisme pasar, sementara untuk pengaturan LCN pada Remote Control

A. Pengolahan Data disepakati secara Flexible atau pemirsa dapat mengubah

Data pada penelitian ini dianalisis per-responden dengan menggunakan Expert Choice ®

posisi kanal yang telah ditetapkan. Adapun untuk mekanisme . Untuk melihat konsistensi pengalokasian nomor LCN dipilih bahwa alokasi diberikan

jawaban dengan melihat

Inconsistency Score

yang

kepada multiplexer untuk diatur. Namun pada pengaturan alokasi ini terdapat inkonsistensi jawaban lebih dari 10%.

dikeluarkan Expert Choice. Alasan pemilihan Expert Choice ®

dikarenakan AHP memiliki metode perhitungan masing- Menurut (Saaty, 2008), inkonsistensi diusahakan dibawah masing baik AHP konvensional ataupun AHP produk tertentu

10% untuk mendapatkan pilihan terbaik, sehingga pada item

T ABEL 6. R EKAP P ER -K ELOMPOK P RIORITAS ―P ENGATURAN LCN‖

Priorities Respect to Goal:

Priority Vector (Persentage)

Pengaturan LCN

Regulator

Akademisi

Industri STB

Industri TV Keseluruhan

Tidak Diatur

38,13% 18,75% Diatur oleh Pemerintah cq. Kemenkominfo

17,93% 37,88% Diatur namun diserahkan ke mekanisme pasar 31,15%

43,94% 43,37% Lambda Max

3,22 Consistency Index (CI)

23,13% 10,80% Consistency Ratio (CR)

6,77% 18,62% *Sumber: data diolah ini, terdapat kebimbangan dan ketidaksepakatan terhadap analisis dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu Kelompok

pilihan yang diambil, namun kecenderungannya pada Regulato yang mencakup Responden 3, Responden 4, dan penyerahan alokasi ke multiplexer. Sementara itu mekanisme

Responden 5; Kelompok Akademisi yang mencakup pemberian nomor LCN disepakati secara Lotre, atau sistem

Responden 1, Responden 2, dan Responden 6; Kelompok undian. Pada item PNBP, informan berkonsensus bahwa LCN Industri STB yang mencakup Responden 7 dan Responden 8;

T ABEL 7. R EKAP P ER -K ELOMPOK P RIORITAS ―P ENGATURAN LCN PADA R EMOTE C ONTROL ”

Priorities Respect to Goal:

Priority Vector (Persentage)

Pengaturan pada Remote Control

Regulator

Akademisi

Industri STB

Industri TV Keseluruhan

83,11% Lambda Max

2,00 Consistency Index (CI)

0,00% Consistency Ratio (CR)

0,00% *Sumber: data diolah

dikenakan PNBP namun ditetapkan kepada penyelenggara serta Kelompok Industri TV yang mencakup Responden 9, jasa konten. Untuk metode pengaturan alokasi LCN,

Responden 10, Responden 11, Responden 12, dan Responden disepakati alokasi nasional dan alokasi lokal. Untuk 13. penggunaan LCN, informan menyepakati LCN digunakan

Tabel 6 merupakan hasil rekap prioritas kecenderungan selama siaran berlangsung, dengan evaluasi yang dilakukan

Pengaturan LCN. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa Regulator, berdasarkan kontrak penggunaan LCN, misalnya LCN pada Akademisi dan Industri STB sepakat bahwa pengaturan LCN kontrak akan dievaluasi per-3 tahun. Dalam hal LCN yang diatur oleh pemerintah, hanya Industri TV yang menyatakan tidak dipakai (siaran tidak beroperasi), informan menyepakati

bahwa LCN diatur namun pengaturannya secara bebas. Jika bahwa LCN dikembalikan ke pemerintah.

dilihat secara keseluruhan pengaturan LCN berkencederungan kepada pendapat Industri

TV, namun jika dilihat 3)

Analisis Konsensus Per-Kelompok inkonsistensinya yang melebihi 10%, maka dapat disimpulkan Pada bagian ini, dijabarkan analisis preferensi pengaturan

bahwa belum sepakatnya informan mengenai pengaturan LCN untuk masing-masing kelompok. Pada penelitian ini, LCN ini.

T ABEL 8. R EKAP P ER -K ELOMPOK P RIORITAS ―P ENAGTURAN A LOKASI LCN‖

Priorities Respect to Goal: Priority Vector (Persentage) Pengaturan Alokasi LCN

Industri Keseluruha

STB

TV n

25,96% 19,55% Diatur oleh Pemerintah

Sepenuhnya diatur oleh Multiplexer

20,37% 26,29% Alokasi diberikan oleh Sub. Dit Penomoran kepada Multiplexer untuk diatur

49,23% 43,59% Diserahkan Badan Regulasi lain diluar kominfo

4,45% 10,57% Lambda Max

4,82 4,73 Consistency Index (CI)

27,42% 24,46% Consistency Ratio (CR)

30,46% 27,17% *Sumber: data diolah

T ABEL 9. R EKAP P ER -K ELOMPOK P RIORITAS ―M EKANISME P EMBERIAN N OMOR LC N‖

Priorities Respect to Goal:

Priority Vector (Persentage)

Mekanisme Pemberian Nomor LCN

Regulator

Akademisi

Industri STB

Industri TV Keseluruhan

19,27% Lelang

Beauty Contest

38,70% First Come, First Serve

18,74% Lambda Max

4,14 Consistency Index (CI)

4,56% Consistency Ratio (CR)

5,07% *Sumber: data diolah

Tabel 7 merupakan hasil rekap prioritas kecenderungan kepada multiplxer. Dari perbedaan keempat kecenderungan Pengaturan LCN pada Remote Control. Pada Tabel 7 dapat kelompok tersebut, berakibat bahwa pendapat keseluruhan dilihat bahwa Regulator, Akademisi, Industri STB dan

memiliki konsistensi ratio diatas 10% yaitu sekitar 27,17%. Industri TV sepakat bahwa Pengaturan LCN pada Remote Dengan prioritas tertinggi alokasi LCN diberikan oleh Sub. Control bersifat flexible. Hal ini berarti pemberian LCN

Dit Penomoran kepada Multiplexer untuk diatur hanyalah bersifat default atau bawaan saat scanning otomatis

Tabel 9 merupakan hasil rekap prioritas kecenderungan pada pencarian pertama kali namun preferensi selanjutnya

mekanisme pemberian nomor LCN. Dalam mekanisme dapat diubah oleh pemirsa tergantung kesukaan masing- pemberian LCN ini masing-masing kelompok belum sepakat masing.

yakni Regulator, Industri STB dan Industri TV, namun jika T ABEL 10. R EKAP P ER -K ELOMPOK P RIORITAS ―P ENERIMAAN N EGARA B UKAN P AJAK UNTUK LCN‖

Priorities Respect to Goal: Priority Vector (Persentage) Penerimaan Negara Bukan Pajak

Regulator

Akademisi

Industri STB

Industri TV Keseluruhan

Tidak Dikenakan PNBP

65,25% 34,18% Dikenakan PNBP kepada Penyelenggara Jasa Muxer

9,59% 26,09% Dikenakan PNBP kepada Penyelenggara Konten

25,17% 39,73% Lambda Max

3,00 Consistency Index (CI)

4,64% 0,16% Consistency Ratio (CR)

8,00% 0,27% *Sumber: data diolah

Tabel 8 merupakan hasil rekap prioritas kecenderungan dilihat secara keseluruhan semua pihak sepakat bahwa Pengaturan Alokasi LCN. Pada pengaturan Alokasi LCN ini

pemberian LCN dilakukan dengan mekanisme Lotre. dapat dilihat bahwa antara Regulator, Akademisi, Industri

Tabel 10 merupakan hasil rekap Penerimaan Negara Bukan STB dan Industri

TV berbeda-beda kecenderungan Pajak untuk LCN. Dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak pengaturan Alokasi LCN. Di sisi regulator, responden sepakat

untuk LCN Regulator sepakat bahwa LCN dikenakan PNBP bahwa Alokasi LCN diberikan oleh pemerintah, sementara

namun untuk penyelenggara jasa Muxer, sementara akademisi sepakat bahwa alokasi LCN diberikan pemerintah Akademisi dan Industri STB memilih untuk dikenakan kepada multiplexer, sedangkan industri STB sepat bahwa

Kepada Penylenggara Jasa Konten, namun jika dilihat pengaturan alokasi LCN diserahkan ke badan regulasi lain

inconsistency ration, masing-masing kelompok terlihat belum terpisah dari Kominfo, seperti halnya yang berlaku di

memiliki kata sepakat. Pada Industri TV, masing-masing Australia. Jika dilihat kecenderungan Industri TV, belum ada

responden sepakat bahwa Tidak Dikenakan PNBP sama skali kata sepakat mengenai pemberian alokasi LCN ini, hal ini untuk LCN ini. Jika dilakukan rata-rata secara geometris, dapat dilihat dari inkonsistensi rasio diatas 10% yaitu sekitar

maka secara keseluruhan kecenderungan untuk pengenaan 30.46%, namun jika dilihat prioritas terttinggi yaitu

PNBP terhadap LCN pada penyelenggara konten. pengaturan alokasi diatur pemerintah dan alokasi diberikan

T ABEL 11. R EKAP P ER -K ELOMPOK P RIORITAS ―M ETODE P ENGATURAN LCN‖

Priorities Respect to Goal:

Priority Vector (Persentage)

Metode Pengaturan

Regulator

Akademisi

Industri STB

Industri TV Keseluruhan

Diatur oleh Muxer

18,39% Metode Push-The-Button

12,00% Alokasi Nasional dan Lokal

27,91% First Come, First Serve

15,60% Digit awal untuk siaran sejenis

13,29% Lambda Max

6,37 Consistency Index (CI)

7,33% Consistency Ratio (CR)

5,91% *Sumber: data diolah Tabel 11 merupakan hasil rekap untuk metode pengaturan

namun jika dilihat inkonsistenscy ratio yang cukup tinggi LCN. Kecenderungan pada Regulator bahwa metode yaitu sebesar 37, 03% maka belum ada kesepakatan jawaban pengaturan dengan pengaturan per-Genre, namun jika dilihat (concencus) terhadap metode ini. Dengan melakukan rata-rata inkonsistensi jawaban sebesar 21,70%, regulator belum

hasil jawaban keseluruhan secara geometris, maka dapat sepenuhnya sepakat terhadap hal ini. Pada kelompok dilihat bahwa kesepakatan (concensus) pada alokasi nasional akademisi sepakat bahwa pengaturan dilakukan dengan

dan lokal. Alokasi nasional dan lokal ini berarti bahwa, alokasi nasional dan lokal, hal ini berarti, pengaturan LCN beberapa range alokasi LCN dibagi menjadi 2 yaitu alokasi

T ABEL 12. R EKAP P ER -K ELOMPOK P RIORITAS ―R ENTANG W AKTU P ENGGUNAAN LCN‖

Priorities Respect to Goal:

Priority Vector (Persentage)

Rentang Waktu Penggunaan LCN

Regulator

Akademisi

Industri STB

Industri TV Keseluruhan

43,93% Perkontrak

Selama Siaran Berlangsung

34,26% Lambda Max

3,06 Consistency Index (CI)

2,96% Consistency Ratio (CR)

5,11% *Sumber: data diolah akan diberikan alokasi khusus untuk siaran-siaran yang secara pertama untuk berlaku seluruh Indonesia dan alokasi yang

nasional memiliki LCN yang sama, sedangkan sisanya untuk lain untuk yang tidak berlaku secara nasional, atau hanya alokasi LCN yang ditentukan berbeda masing-masing region. siaran daerah, misalnya dengan membagi singlet-digit dan Untuk kelompok industri STB, semua sepakat bahwa metode double –digit untuk alokasi nasional. Hal ini dikarenakan pengaturan LCN secara-genre, hal ini dapat dimengerti jika muxer dalam 1 wilayah sejumlah 5 muxer dikali maksimal 12 menggunakan per-genre akan mempermudah untuk standar kanal, maka terdapat 60 alokasi LCN, sementara 3 digit untuk produksi pembuatan Set-Top-Box, dikarenakan LCN akan di alokasi lokal. grup pembagiannya saat melakukan pembuatan STB. Pada

Tabel 12 merupakan rekap terhadap rentang waktu kelompok Industri TV, kecenderungan diatur oleh muxer, penggunaan LCN. Di kelompok regulator kecenderungan

T ABEL 13. R EKAP P ER -K ELOMPOK P RIORITAS ―E VALUASI P ENGGUNAAN LCN‖

Priorities Respect to Goal:

Priority Vector (Persentage)

Evaluasi Penggunaan LCN

Regulator

Akademisi

Industri STB

Industri TV Keseluruhan

45,80% Lambda Max

2,00 Consistency Index (CI)

0,00% Consistency Ratio (CR)

0,00% *Sumber: data diolah

T ABEL 14. R EKAP P ER -K ELOMPOK P RIORITAS ―V ACATED LCN‖

Priorities Respect to Goal:

Priority Vector (Persentage)

Vacated LCN

Regulator

Akademisi

Industri STB

Industri TV Keseluruhan

LCN dikembalikan

33,50% LCN menjadi milik penyelenggara muxer

46,29% LCN menjadi milik penyelenggara konten

20,22% Lambda Max

3,00 Consistency Index (CI)

0,01% Consistency Ratio (CR)

0,02% *Sumber: data diolah pada rentang waktu perperiode, namun belum memiliki kata

Penerimaan Negara Bukan Pajak preferensi responden sepakat dengan melihat inconsistency ratio diatas 10%. dibebankan kepada Penyelenggara Konten. Untuk metode Sementara untuk akademisi sepat pada rentang waktu alokasi pengaturan LCN preferensi responden lebih ke metode perperiode. Di sisi Industri STB menyepakati bahwa rentang

alokasi Nasional dan lokal. Dalam hal rentang waktu waktu dilakukan secara kontrak. Jika dilihat pendapat industri

Penggunaan LCN disepakati yaitu selama siaran berlangsung. TV, mereka lebih cenderung pada penggunaan LCN selama

Untuk evaluasi penggunaan LCN preferensi responden siaran berlangsung, namun masing-masing responden dalam dilakukan berdasarkan kontrak dan utuk perlakuan terhadap kelompok ini belum memiliki kesepakatan yang bulat

Vacated LCN yaitu LCN tidak dikembalikan ke pemerintah terhadap hal ini dengan melihat inconsistency ratio sebesar

namun dikelola lagi oleh penylenggara jasa muxer. 32,93%. Dengan melakukan rata-rata jawaban secara

Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan juga jika geopmetris, didapat bahwa rentang waktu penggunaan LCN

dilihat dari sisi informan pada penelitian ini masih lebih sekapat kearah selama siaran berlangsung.

banyak pada penyelenggara konten incumbent dan sisi jumlah Tabel 13 merupakan rekap evaluasi penggunaan LCN.

informan yang ada lebih banyak ke penyelenggara konten. Masing-masing responden pada kelompok Regulator dan Dari hal tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah informan dapat Akademisi sepakat bahwa evaluasi dilakukan secara periode,

mempengaruhi kecendurungan konsensus secara keseluruhan, sementara industri STB dan industri TV sepakat dilakukan

di mana untuk jika dilihat lebih lanjut bahwa regulator lebih evaluasi berdasarkan kontrak penggunaan LCN. Jika kearah high regulated, sementara industri televisi lebih kearah dilakukan rata-rata secara geometris maka didapat bahwa less regulated, sehingga hasil keseluruhan cenderung kearah evaluasi dilakukan perkontrak.

less regulated untuk LCN.

Tabel 14 merupakan rekap evaluasi perlakuan terhadap

LCN yang tidak digunakan lagi atau kososng (Vacated LCN). B. Saran / Rekomendasi

Kelompok regulator sepakat bahwa LCN dikembalikan ke Jika dilihat dari hasil penelitian ini, beberapa opsi masih pemerintah, sementara pada kelompok akademisi dan industri

kesepakatan bulat dilihat dari TV berpendapat bahwa LCN yang ada diserahkan ke muxer

belum

mendapatkan

inconsistency value , sehingga untuk lebih mendapatkan untuk

konsensus yang bulat, rekomendasi dari penelitian ini yaitu kecenderungan untuk Vacated LCN dikembalikan kepada pemerintah hendaknya melakukan diskusi tatap muka atau

dikelola kembali.

pemerintah namun belum ada kata sepakat. Jika dirata-rata Focus Group Discussion tentang pengaturan LCN di keseluruhan jawaban responde secara geometris, terdapat

Indonesia dengan mengundang stakeholder pertelevisian kesepakatan bahwa Vacated LCN dikelola kembali oleh diantaranya dari kelompok regulator, akademisi, industri set- penyelenggara muxer.

top-box dan industri tv. Hal ini dikarenakan tatap muka langsung serta diskusi lebih mampu menghasilkan konsensus

V. S IMPULAN DAN S ARAN dan kesepakatan bersama dibandingkan melakukan rata-rata isian hasil kuesioner. Selain itu, dikarenakan hendaknya

A. Kesimpulan dengan mengundang informan yang juga new-comer selain

Dari penelitian ini, dapat dilihat bahwa beberapa negara industri-industri incumbent dalam menentukan LCN. melakukan utilisasi terhadap Logical Channel Number yaitu

Amerika Utara, Jepang, Italia, Australia, dan Inggris dengan aturan yang disesuaikan masing-masing negara. Pada

D AFTAR P USTAKA penelitian ini mencoba mengkaji bagaimana opsi yang sesuai

SKY Italia vs. everybody – The TV remote battle goes on, not only on untuk penerapan LCN. Adapun hasil penelitian ini, konsensus television . (2012, March 8). Dipetik March 22, 2012, dari Italy Media

pengaturan LCN sebagai berikut: pengaturan LCN pada Creativenation: http://www.italymediacreativenation.org/blog/?p=83 Remote Control disepakati bersifat Flexible atau pemirsa

Aczel, J., & Saaty, T. L. (1983). Procedures for Synthesising Ratio dibebaskan untuk mengubah kembali LCN yang ditentukan.

Judgements. Journal of Mathematical Psychology, 93-102. Untuk

pengaturan alokasi

Altuzarra, A., Moreno-Jimenez, J. M., & Salvador, M. (t.thn.). Searching For Kemkominfo memberikan LCN kepada Multiplexer untuk Consensus In Ahp-Group Decision Making. A Bayesian Perspective.

kemudian dikelola. Dalam hal mekanisme perolehan nomor LCN preferensi responden ke metode Lotre, sementara untuk

ASTRA. (2008). ASTRA Comments: ACMA Discussion Paper - Development

and Technology: of Digital Television Codes and Standards - December 2007. Pyrmont:

http://eshare.stut.edu.tw/EshareFile/2010_5/2010_5_6375652f.pdf Australian Subscription Television and Radio Association.

Lai, V. S., Wong, B. K., & Cheung, W. (2002). Group Decision Making in a ATSC. (2009). ATSC Standard: Program and System Information Protocol

Multiple Creteria Environtment: A Case Using the AHP Software Selection. for Terrestrial Broadcast and Cable (PSIP). Washington: Advanced

European Journal of Operation Research Volume 137 , 134-144. Television Systems Committee, Inc.

Ohya, T., & Kinoshita, E. (2009). The Geometric Mean Concurrent Basak, I., & Saaty, T. L. (1993). Group Decision Making Using the Analytic

Convergence Method. Proceedings Of The International Symposium On The Hierarchy Process. Mathematical and Computer Modeling, 101-109.

Analytic Hierarchy Process.

Costa, J. F. (2007). Usage Of Genetic Algorithms To Deal With Pedrycz, W., & Song, M. (2011). Analytic Hierarchy Process (AHP) In Inconsistency Problem In Analytic Hierarchy Process. ISAHP 2007. Viña Del

Group Decision Making And Its Optimization With An Allocation Of Mar, Chile: ISAHP.

Information Granularity. IEEE Transaction on Fuzzy System Volume 9 No.13. DMOL. (2010). DTT Multiplex Operators Limited LCN Policy Version 4.0,

Saaty, T. L. (1994). Homogeneity and Clustering in AHP Ensures the 17th March 2010. London.

Validity of the Scale. European Journal of Operations Research 72, 598-601. Escobar, M., Aguaron, J., & Moreno-Jimenez, J. (2004). A Note on AHP

Saaty, T. L. (2003). Decision-Making with the AHP: Why is the Principal Group Consistency for the Row Geometric Mean Priorization Procedure.

Eigenvector Necessary. European Journal of Operational Research 145, European Journal of Operational Research Volume 153 , 318 –322.

8131.

Europian Commision. (2011). IT-Country Chapter-16th Report: Italy. Saaty, T. L. (2008). Decision making with the analytic hierarchy process. Europian Commision.

International Journal of Services Sciences Volume 1 No.1 , 83-98. Free TV Australia. (2010). Free TV Australia Operational Practice OP-41:

Tsita, K. G., & Pilavachi, P. A. (t.thn.). Evaluation Of Alternative Fuels For Logical Channel Descriptor and Allocation of Logical Channel Numbers . The Greek Road Transport Sector Using The Analytic Hierarchy Process.

Australia: Free TV Australia. Yedla, S., & Shrestha, R. M. (2007). Application of Analytic Hierarchy

Dokumen yang terkait

Daily flight activity rhythms of Tetragonula laeviceps (Smith) (Hymenoptera: Apidae) in Bogor

0 0 9

Kesiapan Industri Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Mendukung WiMAX the readiness of information and communications Technology (ict) industries in supporting wimax

0 0 14

Biologi dan statistik demografi Thrips parvispinus Karny (Thysanoptera: Thripidae) pada tanaman cabai (Capsicum annuum Linnaeus)

0 0 10

Kesiapan Operator Seluler dalam Mengimplementasikan Teknologi Long Term Evolution (LTE) cellular operator readiness for implementing long term evolution (lte) technology

0 0 18

Analisis Kesiapan Penyelenggara Jaringan Internet di Indonesia dalam Migrasi ke IPv6 analysis of the readiness of internet service providers in migrating to ipv6 in indonesia

0 0 10

Studi Awal Teknologi WIFI Untuk Diimplementasikan Pada Pembuatan Prototipe Sistem Remote Terminal Unit Multi Sensor Dengan Energi Mandiri Preliminary Study for Wifi Technology Prototyping System Implemented In Remote Terminal Units Multi Sensor With Indep

0 1 16

Analisis Kesiapan Industri Manufaktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Dalam Negeri Untuk Mendukung Implementasi Green-ICT Pada Sektor Telekomunikasi analysis of domestic information and communication technologies (ict) manufacture industry readin

0 2 12

Efektivitas Penggunaan Frekuensi Radio Pada Penyelenggaraan Radio Siaran Swasta effectiveness of the use of radio frequency on private radio broadcasting

0 0 12

Analisis Kelayakan Penggunaan OpenBTS di Daerah Bencana di Indonesia analysis of feasibility of openBTS utilization on disaster area in indonesia

0 0 12

Studi kesiapan penyelenggaraan layanan Near Field Communication (NFC) komersial di Indonesia Study of Implementation Readines of Commercial Near Field Communication (NFC) Service in Indonesia

0 0 14