Optimasi Komposisi Makanan Bagi Penderita Obesitas Pada Orang Dewasa Menggunakan Algoritme Particle Swarm Optimization (PSO)
Vol. 2, No. 12, Desember 2018, hlm. 7120-7129 http://j-ptiik.ub.ac.id
Optimasi Komposisi Makanan Bagi Penderita Obesitas Pada Orang
Dewasa Menggunakan Algoritme Particle Swarm Optimization (PSO)
1 2 3 Shinta Anggun Larasati , Imam Cholissodin , MarjiProgram Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya 1 2 3 Email: shintaanggunlarasati@gmail.com, imamcs@ub.ac.id, marji@ub.ac.id
Abstrak
Obesitas terjadi dikarenakan adanya penumpukan lemak dalam tubuh yang sangat tinggi. Sehingga menyebabkan berat badan menjadi tidak ideal. Obesitas juga dapat menimbulkan komplikasi penyakit, beberapa diantaranya dapat membahayakan nyawa. Untuk mendapatkan berat badan ideal serta biaya yang dikeluarkan minimum, penderita perlu mengendalikan banyaknya asupan makanan yaitu dengan cara mengatur komposisi makanan yang masuk kedalam tubuh. Penelitian yang dilakukan adalah optimasi komposisi makanan bagi penderita obesitas pada orang dewasa menggunakan algoritme
Particle Swarm Optimization (PSO). Dalam penelitian ini, pembentukkan partikel awal dilakukan secara
random berdasarkan jumlah makanan yang ada sehingga tidak perlu mengkonversikan ke dalam indeks
makanan. Hasil yang akan ditampilkan oleh program adalah berat badan aktual, berat badan ideal, status gizi, kebutuhan energi, kebutuhan protein, kebutuhan lemak dan kebutuhan karbohidrat. Sedangkan hasil pengujian didapatkan parameter yang optimal diantaranya adalah jumlah partikel = 80, jumlah iterasi berdasarkan uji konvergensi sebesar 703, = 0,4, = 0,7 c 1i = 1,5 dan c 1f = 0,3, c 2 i = 0,3 dan c 2f = 1,5. Hasil dari program dengan parameter tersebut pasien pertama menghasilkan rata-rata selisih data aktual dengan data dari program sebesar -2,08% dan dapat mengurangi biaya pengeluaran sampai dengan 6,85%. Sedangkan pada pasien kedua menghasilkan rata-rata selisih data aktual dengan data dari program sebesar -1,06% dan dapat mengurangi biaya pengeluaran sampai dengan 5,93%.
Kata kunci: Algoritme Particle Swarm Optimization (PSO), Obesitas, Dewasa, Komposisi Makanan.
Abstract
Obesity occurs due to buildup of fat in the body is very high. Thus causing weight gain be not ideal.
Obesity can also cause disease complications, some of which can endanger lives. To get the ideal body
weight and the minimum cost incurred, the patient needs to control the amount of food intake is by
regulating the composition of food that enters the body. The research was done by optimizing food
composition for obese people in adults using Particle Swarm Optimization Algorithm (PSO). In this
study, the initial particle formation of the particle random based on the amount of food so there is no
need to convert that into food index. The results displayed by the program is actual body weight, ideal
weight, nutritional status, energy needs, the needs of protein, fat and carbohydrate needs needs. While
the test results obtained the optimal parameters such as the number of particles = 80, the number of
iterations based on testing convergence of 703, = 0,4, = 0,7 c 1i = 1,5 and c 1f = 0,3, c 2i = 0,3
and c 2f = 1,5. The results of the program with the first patient parameters produce an average difference
between the actual data with the data from the program registration -2,08% and it can reduce the cost
of expenditure up to 6,85%. While the second patient the average of the actual data difference with data
from the program amounted to -1,06% and it can reduce the cost of expenditure up to 5,93%.Keywords: Particle Swarm Optimization Algorithm (PSO), Obesity, Adult, Food Composition.
ideal. Sejumlah komplikasi penyakit e dapat 1.
PENDAHULUAN timbul akibat d obesitas, bahkan beberapa di antaranya dapat e membahayakan nyawa.
Obesitas d merupakan penumpukan lemak Obesitas atau kelebihan n berat badan ini kerap yang sangat tinggi di dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan o berat badan berada di luar batas
Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya
7120
- – buahan, minyak lemak, susu dan biaya pengeluaran dalam sehari. Untuk hasil yang didapatkan sistem mampu memberikan komposisi bahan makanan terbaik serta harga semininal mungkin.
2. DASAR TEORI
IMT = ( ) ( )
IMT akan digunakan untuk mengukur ideal atau tidaknya berat badan seseorang. Menurut WHO tahun 2000 cara perhitungan nilai IMT didapatkan dari pengukuran berat badan dalam kilogram dan tinggi dalam meter lalu dimasukkan ke dalam Persamaan 1.
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator sederhana yang menunjukkan status gizi.
2.2.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)
2.2 Perhitungan Asupan Gizi
Obesitas merupakan kelebihan lemak dalam tubuh yang umumnya terjadi penimbunan dalam jaringan bawah kulit, sekitar organ tubuh (Misnadierly, 2007). Seseorang dikatakan obesitas dengan melihat Indeks Massa Tubuh (IMT). Obesitas terjadi jika kelebihan berat badan 20% karena lemak pada pria dan 25% pada wanita (Ganong, 2002).
2.1 Obesitas
algoritme Particle Swarm Optimization (PSO) dapat menyelesaikan permasalahan yang kompleks berdasarkan keberhasilan dalam penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.
terjadi di negara maju dan berkembang, termasuk diantaranya adalah c Indonesia.
Particle Swarm Optimization (PSO). Dengan menggunakan
Dari permasalahan di atas k maka, k dibuatlah sistem untuk optimasi i komposisi makanan bagi penderita obesitas pada orang dewasa dengan menggunakan algoritme
diterapkan dalam bidang kesehatan namun algoritme ini juga dapat diterapkan dalam bidang pertanian atau penjadwalan mata kuliah dalam Instansi. Seperti yang dilakukan oleh peneliti Sengupta, et. al (2017) dengan objek Penyakit pada tanaman padi dan peneliti Rachman, et. al (2012) dengan objek Penjadwalan Kuliah.
Swarm Optimization (PSO) tidak hanya dapat
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Eliantara, et. al (2016) membahas tentang kebutuhan gizi keluarga. Penyelesaian algoritme
Untuk permasalahan serupa sudah pernah dibahas oleh peneliti sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Diani, et. al (2017) dengan objek Bahan Makanan bagi Penderita Rawat Jalan Penyakit Jantung. Peneliti menggunakan algoritme Swarm Optimization (PSO) untuk menyelesaikan permasalahan yang diangkat. Adapun data yang digunakan yaitu jumlah makanan yang dikonsumsi yaitu jumlah makanan sumber karbohidrat, sumber protein hewani, sumber protein nabati, jumlah sayuran, jumlah buah
Keadaan obesitas terjadi ketika terlalu banyaknya asupan makanan namun aktivitas fisik yang dilakukan terlalu sedikit, ataupun keduanya (Misnadierly, 2007). Dengan demikian setiap orang perlu memperhatikan banyaknya asupan makanan yang disesuaikan dengan kebutuhan tenaga sehari-hari dan aktivitas fisik yang dilakukan. Keadaan obesitas ditentukan dengan mengklasifikasikan status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Seseorang dianggap menderita obesitas jika(IMT), memiliki berat lebih dari 30 kg/m 2 . Dari permasalahan tersebut diperlukan diet untuk mengendalikan banyaknya asupan makanan yaitu dengan cara mengatur komposisi makanan sehingga penderita akan mendapatkan berat badan yang ideal. Karena kurangnya pengetahuan dan sulitnya dalam memvariasi komposisi makanan serta jumlah biaya yang harus dikeluarkan maka alternative yang diperlukan adalah mengembangkan perangkat lunak yang dapat merekomendasi komposisi makanan bagi penderita obesitas pada a orang s dewasa dengan variasi menu selama beberapa hari dengan biaya yang minimum.
Menurut Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, Indonesia c dengan prevalensi penduduk laki-laki c dewasa usia lebih dari 18 tahun terkena penyakit Obesitas c sebanyak 19,7%. Selisih 5,8% dari tahun 2007 yang semula 13,9% dan selisih 11,9% pada tahun 2010 yang semula 7,8%. Tidak hanya penduduk laki-laki saja yang mengalami kenaikan persentase jumlah penyakit obesitas. Namun c penduduk wanita juga mengalami kenaikan presentase jumlah penyakit c obesitas. Hal ini c terbukti pada Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, Indonesia dengan prevalensi c penduduk wanita dewasa usia lebih dari 18 tahun terkena obesitas sebanyak 32,9%. Selisih 19% c dari tahun 2007 yang semula 13,9% dan selisih 17,4% dari tahun 2010 yang semula 15,5%.
(1) Keterangan: BB (kg) : Berat badan dalam satuan kilogram. TB (m) : Tinggi badan dalam satuan meter.
( ) = 25%
ℎ ( ) = 60%
2.2.4 Algoritme Particle Swarm Optimization (PSO)
(9)
9
(8)
4
Kemudian penilaian berat badan berdasarkan IMT dapat menggunakan batas ambang seperti yang terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi IMT Yang Diusulkan Untuk Penduduk Asia Dewasa Klasifikasi
IMT (kg/m 2 ) Berat Badan Kurang < 18,5 Berat Badan Normal 18,5 – 22,9
Berat Badan Lebih:
( ) = 15%
(7)
4
- Beresiko
- – 29,9
- – 24,9
- Obesitas I
- Obesitas II >30
2.2.2 Angka Metabolisme Basal (AMB)
- – 15. Rumus Pemutakhiran Kecepatan (Velocity) dapat dilihat dalam persamaan (10) dibawah ini:
- 1 = .
- 1
- – 100) – 10% (TB – 100)
2. Gemuk (IMT > 23-24,9) menggunakan BB ideal yang ada dalam Persamaan 2.
BB Ideal = (TB
, : Posisi dari partikel.
2
2 × (
, −
, )
(10) Keterangan:
,
: Bobot inersia.
c 1 : Nilai koefisien akselerasi ke-1. c 2 : Nilai koefisiean akselerasi ke-2. 1 : Nilai random [0 ; 1]. 2 : Nilai random [0 ; 1].
:Nilai Pbest terbaik dari seluruh populasi partikel.
, : Posisi dengan nilai fitness terbaik. ,
, −
i : Partikel. j : Dimensi. t : Iterasi.
Dalam implementasi PSO, terkadang ditemukan kecepatan partikel bergerak ke nilai yang besar dengan cepat. Oleh karena itu, diperlukan teknik pembatasan velocity clamping. Menurut Walczak & Marini, batasan lower dan
upper kecepatan yang digunakan dalam proses
ini berdasarkan nilai minimum dan maksimum pada setiap dimensi, dimana dapat dilihat pada Persamaan 11 – 12.
= −
(11)
= −
2 ∈ 0,1
(12) Keterangan:
vmin j : Batas bawah. vmax j : Batas atas.
, ) +
,
1 × (
Setelah diketahui IMT penderita untuk mencari Angka Metabolisme Basal (AMB). BB yang digunakan dapat dibedakan menjadi: 1.
(4)
Laki-laki = 66,5 + (13,7 x BB) + (5 x TB)
Metabolisme Basal (AMB) dapat menggunakan rumus Harris Benedict (1919) dapat dilihat pada Persamaan 4 dan 5.
(3) Selanjutnya untuk menentukan Angka
BB Adjusted = BB Ideal + [(BB
,
Normal (IMT 18,5 – 22,9) menggunakan BB asli.
25
Perempuan = 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB)
23
Algoritme Particle Swarm Optimization (PSO) diperkenalkan oleh Kennedy dan Eberhart pada tahun 1995, proses algoritmenya yang meniru proses yang terjadi dalam kehidupan populasi burung (flock of bird) dan ikan (school
of fish ) dalam bertahan hidup. Untuk rumus yang
digunakan pada algoritme PSO dapat dilihat pada Persamaan 10
(2) 3. Obesitas (IMT >25) menggunakan BB Adjusted yang ada dalam Persamaan 3.
- 1 : Kecepatan.
- – BB Ideal) x 25%]
- – (6,8 x U)
- – (4,7 x U) (5)
Keterangan: BB : Berat Badan dalam kg. TB : Tinggi Badan dalam cm. U : Umur dalam tahun.
2.2.3 Aktivitas Fisik
Setelah mendapatkan nilai AMB kemudian mencari Total Energi Expenditure (TEE). Nilai kebutuhan energi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan Energi Menurut Aktivitas Aktivitas Gender Laki – laki Perempuan
Sangat ringan 1,30 1,30 Ringan 1,65 1,55 Sedang 1,76 1,70 Berat 2,10 2,00
Jumlah energi atau kalori yang dibutuhkan yang sesuai dengan aktivitas sehari-hari dapat dihitung dengan Persamaan 6.
TEE = AMB x Aktivitas Fisik
(6) Langkah selanjutnya menghitung jumlah karbohidrat, protein, dan lemak yang dibutuhkan pada Persamaan (7), (8), dan (9) sebagai berikut:
: Nilai maksimum pada setiap dimensi.
2.2.6 Nilai Fitness
Nilai fitness digunakan sebagai acuan untuk : Nilai minimum pada setiap dimensi. menentukan Gbest dan Pbest pada langkah : Konstanta. selanjutnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Persamaan 13 dan Persamaan 14 berikut ini Eliantara (2016) dengan menggunakan metode merupakan batasan kecepatan atau threshold
Particle Swarm Optimization (PSO) nilai fitness
yang digunakan (Marini & Walczak, 2015): didapatkan dari Persamaan 19.
t+1 t+1 Jika maka
1 v > vmax v = vmax i,j j i,j j
= . 1 +
(13)
1
(19)
. 2 +
- 1 +1
Jika maka < − = − , ,
(14) Dimana const1 dan const2 merupakan
Rumus pemutakhiran Posisi dapat dilihat dalam penyeimbang nilai fitness. Ketidakseimbangan persamaan 15. dapat diatasi dengan penggunaan konstanta
- 1 +1 const1 dan const2, dimana konstanta const1
(15) = +
, , ,
digunakan untuk pembagian PenaltiGizi Keterangan: sedangkan const2 digunakan untuk pembagian
- 1
: Posisi partikel ke-i pada iterasi ke-
,
total harga dengan nilai konstanta const1 = (t+1). 100000 dan konstanta const2 = 1000000. : Posisi partikel ke-i pada iterasi ke-t.
, 3.
PERANCANGAN
- 1
: Kecepatan partikel ke-i pada iterasi
, Mulai ke-(t+1).
2.2.5 Variant Particle Swarm Time
Data penderita obesitas, Optimization parameter PSO
Time variant yang digunakan adalah Time Varying Acceleration Coefficients (TVAC) dan Hitung Kebutuhan Gizi Time Varying Inertia Weight (TVIW). Bobot
Inisialisasi Populasi Awal w yang adaptif untuk setiap Iterasi, sehingga
inertia diperbaharui untuk mendapatkan nilai
nilainya bisa dinamis dan mampu meningkatkan
For i= 1 to itermax
hasil optimasi yang diharapkan, semakin besar nilai Iterasinya, maka nilai w akan semakin kecil,
Pemutakhiran Kecepatan
dan sebaliknya. Detail uraiannya seperti pada Persamaan 16 TVIW (Chen at all, 2011):
( − ) Pemutakhiran Posisi dan
(16)
= + ( − ) Hitung fitness
Keterangan: : Nilai maksimum bobot inertia w.
Pemutakhiran Pbest : Nilai minimum bobot inertia w.
: Iterasi awal dari algoritme.
Pemutakhiran Gbest : Nilai maksimum Iterasi. 1 2 Menurut Chen, dan adalah koefisien i
percepatan untuk keseimbangan yang lebih baik antara global eksplorasi x dan x lokal x eksploitasi. Konsep ini x akan diadopsi untuk solusi pencarian 1 Partikel Terbaik yang lebih baik. Inti TVAC adalah menurunkan dari nilai inisial 1 sampai 1 , saat 2 menaikan dari 2 sampai 2 berdasarkan Selesai
Persamaan 17 dan persamaan 18 TVAC secara
Gambar 1. Diagram Alir Proses Penyelesaian
matematika (Chen at all, 2011):
Masalah Dengan Algoritme Particle Swarm Optimization (PSO)
(17)
= ( − ) +
1
1
1
1
(18)
= ( − ) +
2
2
2
2 Berdasarkan Gambar 1. langkah
- – langkah yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan
Particle Swarm Optimization (PSO) adalah: digunakan jika penderita mengalami obesitas.
Selanjutnya menentukan Angka Metabolisme 1. Basal (AMB). Untuk menentukan Angka
Inisialisasi parameter awal 2.
Metabolisme Basal (AMB) berdasarkan jenis Menghitung kebutuhan energi harian penderita. kelamin dapat menggunakan rumus Harris
3. Benedict (1919). Karena contoh kasus adalah Inisialisasi populasi awal 4. perempuan maka menggunakan Persamaan 5. Pemutakhiran kecepatan.
Jika kecepatan partikel bergerak ke Setelah mendapatkan nilai AMB kemudian nilai yang besar dengan cepat, maka akan mencari Total Energi Expenditure (TEE) yang dilakukan velocity clampling. dibutuhkan. Bobot dari aktivitas fisik dapat 5. dilihat pada Tabel 2. Kemudian untuk
Pemutakhiran posisi dan menghitung nilai fitness. menghitung TEE dapat menggunakan
6. Persamaan 6. Setelah menghitung Total Energi Pemutakhiran Pbest.
7. Expenditure (TEE) langkah terakhir yaitu Pemutakhiran Gbest.
8. menghitung jumlah karbohidrat, protein, dan
Ulangi langkah 3-7 hingga sejumlah itermax. lemak yang dibutuhkan dengan menggunakan Persamaan 7 sampai 9.
9. Output partikel terbaik.
3.3 Inisialisasi Populasi Awal
3.1
3.3.1 Input Data Inisialisasi Kecepatan
Berikut ini merupakan contoh data penderita Pada setiap partikel akan bernilai nol (0) dapat dilihat pada Tabel 3. nilai kecepatan awalnya (v).
Tabel 3. Data Penderitta Obesitas Umur BB TB Jenis Aktivitas
3.3.2 (tahun) (kg) (cm) kelamin fisik / Inisialisasi Partikel pekerjaan
Masing-masing jenis makanan akan diwakili satu dimensi oleh setiap partikel sehingga
31 88 158 perempuan ringan
terdapat 126 dimensi berdasarkan dari 7 hari 3 Berikut ini merupakan contoh parameter kali makan dan 6 jenis makanan. Jenis makanan
PSO dapat dilihat pada Tabel 4. berjumlah 99 berdasarkan jenis Makanan Pokok sebanyak 15, Protein Hewani sebanyak 21,
Tabel 4. Parameter PSO
Protein Nabati sebanyak 21, Sayuran sebanyak
Jumlah c 1 c 2 rand 1 rand 2
25, Buah-buahan sebanyak 13 dan susu
partikel sebanyak 4. Partikel dapat dilihat pada Tabel 5.
3 [0.25;0.5] [0.50;2.5] 0.295 0.131 Tabel 5. Inisialisasi Partikel 108 817
Dimensi Partikel Itermax wmin wmax k
MP PH B SU … Partikel ke-1
11
9
13
1
2
0.4
0.9
0.2 Partikel ke-2
6
18
12
4 Partikel ke-3
4
15
11
2
3.2 Menghitung Kebutuhan Gizi Penderita
Langkah pertama yaitu menghitung IMT Keterangan: terlebih dahulu dengan Persamaan 1. Setelah MP : Makanan Pokok. mendapatkan hasil dari IMT lihat Tabel 2, PH : Protein Hewani. penderita ini termasuk dalam kategori obesitas, B : Buah – Buahan. maka rumus yang digunakan menggunakan SU : Susu. Persamaan 3. Namun untuk menggunakan Persamaan tersebut, sebelumnya mencari berat
3.3.3 Inisialisasi Pbest Dan Gbest
Nilai Pbest pada awal Iterasi bernilai sama badan ideal. Untuk mencari berat badan ideal dapat menggunakan Persamaan 2. dengan posisi awal partikel. Pada Tabel 6.
Setelah berat badan ideal diketahui maka menunjukkan nilai Pbest. selanjutnya adalah menghitung BB Adjusted
Tabel 6. Inisialisasi Pbest
- 0,98 1,77 -1,4 … -0,19 0,3 Partikel ke-2 Partikel
3.3.4 Pemutakhiran Kecepatan
Setelah melakukan pemutakhiran kecepatan yang disertai pembatasan kecepatan minimum dan maksimum tahap selanjutnya adalah pemutakhiran posisi. Untuk menghitung pemutakhiran posisi menggunakan Persamaan
- 2,5 = 1,5
0.59 Partikel ke-2 … Partikel ke-3
0.39
0.19
2 Partikel ke-3 4,39 15,59
2 vminS -2,4 vminB -1,2 vminSU -0,3 vmaxS 2,4 vmaxB 1,2 vmaxSU 0,3
Berdasarkan batasan kecepatan tersebut maka kecepatan berubah sesuai dengan Persamaan 13 sampai dengan Persamaan 14. Berikut ini hasil dari velocity clamping kecepatan pada Iterasi ke-1 akan ditunjukkan pada Tabel 10.
Tabel 10. Kecepatan Dibatasi Pada Iterasi ke-1 Partikel Kecepatan Yang Sudah Dibatasi
Partikel ke-1
ke-3 0,39 0,59 -1,4 0,19 0,3
3.3.5 Pemutakhiran Posisi dan Hitung Fitness
15. Dibawah ini contoh perhitungan manual pemutakhiran posisi:
- 1
- ,
- 1 1,1 0+1
Partikel Iterasai ke-1 Partikel ke-1
,
= ,
= 11 + (−0,98) 1,1 0+1
= 10,01137
Tabel 11. menunjukkan contoh hasil pemutakhiran posisi pada perhitungan manual.
Tabel 11. Contoh Hasil Pemutakhiran Posisi Iterasi Ke-1 Partikel Iterasi ke-1
Partikel ke-1 10,01 10,77
… 12,80 1,3 Partikel ke-2
6
1.77 …
1,1 0+1 = 1.4 ∗ 0 + 1.5 ∗ 0,295108 ∗ (11 − 11) + 1.5 ∗ 0.131817 ∗ (6 − 11)
1,1 0+1 = -0,98863 Tabel 8. Pemutakhiran Kecepatan Pada Iterasi Ke-1
Untuk menghitung pemutakhiran kecepatan, langkah yang harus dilakukan adalah menghitung nilai
Partikel Posisi Fitness Partikel ke-1
11
9 … 13 1 290.4745 Partikel ke-2
6
18 … 12 4 1179.474 Partikel ke-3
4
15 … 11 2 226.975
Sedangkan untuk nilai Gbest berasal dari nilai fitness Pbest dengan nilai yang tertinggi. Pada Tabel 7. menunjukkan nilai Gbest.
Tabel 7. Inisialisasi Gbest Partikel Posisi Fitness
Partikel ke-2 6 18 … 12 4 1179.474
. Untuk menghitung nilai (TVIW) dapat menggunakan Persamaan 16.
12
= 0,4 + (0,9 − 0,4) (2−1)
2 = 1,4
Setelah diketahui nilai w maka langkah selanjutnya adalah mencari nilai c1 dan c2. Untuk menghitung c1 dan c2 dapat menggunakan Persamaan 17 dan 18.
1 = (0,5 − 2,5)
1
2
2 = (2,5 − 0,5)
1 2 + 0,5 = 1,5
Setelah mendapatkan nilai , c1, dan c2 lalu menghitung kecepatan menggunakan Persamaan
10:
- 0.98
- 0.19
18 …
0.39 Dikarenakan ada beberapa kecepatan yang
Tabel 9. Nilai Batasan Kecepatan Atau Threshold vminMP -1,4 vminPH -2 vminPN -2 vmaxMP 1,4 vmaxPH 2 vmaxPN
… 11,19 2,3
Setelah melakukan tahapan Pemutakhiran Posisi langkah selanjutnya adalah menghitung nilai fitness posisi terbaru. Perhitungan fitness dapat dilakukan dengan melihat Persamaan (19).
(1) =
1 510.,812 100000 +
1 37520 1000000 + 18 = 240,4192
(2) =
1 87,4579 100000 +
1 49833 1000000 + 16 = 1179,474
keluar dari batas kecepatan yang ditentukan sehingga menghasilkan posisi partikel yang jauh dari posisi tetangga dan individu terbaik maka dilakukan pembatasan kecepatan minimum dan maksimum atau threshold. Batasan kecepatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
0.59 …
3.3.6 Pemutakhiran Pbest dan Gbest
- – rata fitness yang semakin besar. Hal tersebut dikarenakan banyaknya jumlah partikel merepresentasikan solusi optimal yang dapat dipilih lebih bervariasi (Khusna, et., 2016).
9 … 13 1 290,4745 Partikel ke-
Partikel ke-2
2
6
18 … 12 4 1179,474 Partikel ke-
3 4, 39 15,
59 … 11, 19 2,
3 226,975
Berdasarkan Tabel 14. merupakan hasil dari pemutakhiran nilai Gbest.
Tabel 14. Pemutakhiran Nilai Gbest Partikel Posisi Fitness
6
1
18 … 12 4 1179.474 4.
Gambar 2. Pengujian Jumlah Partikel
Berdasarkan Grafik Hasil Pengujian Jumlah Partikel, didapatkan rata-rata nilai fitness terendah sebesar 29,03684 ketika jumlah partikel 10. Rata-rata nilai fitness tertinggi sebesar 30,40055 ketika jumlah partikel 80. Pada grafik tersebut memperlihatkan jika semakin besar jumlah partikel maka akan menghasilkan rata
Pada grafik tersebut juga memperlihatkan terjadinya penurunan nilai rata
4.2 Pengujian Bobot Inertia
Dilakukan percobaan selama 10 kali dengan kombinasi bobot inertia maksimum dan minimum pada rentang 0,4 sampai 0,9. Parameter yang digunakan yaitu jumlah partikel = 80, jumlah iterasi = 100, = rentang 0,4 sampai 0,9, = rentang 0,4 sampai 0,9, c 1 =
Jumlah Partikel
29,04 29,40 29,65 29,86
29,93 30,07 30,24 30,40
11
Partikel ke-
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 R ata - R ata Fi tn es s
Tabel 13. Hasil Pemutakhiran Pbest Iterasi ke-1 Partikel Posisi Fitness
(3) =
1 183,035 100000 +
1 43788 1000000 + 16 = 585,1809
Tabel 12. menunjukkan contoh hasil fitness pada perhitungan manual.
Tabel 12. Nilai Fitness Terbaru Partikel Iterasi ke-1 fitnes s
Partikel ke-1 10,
01 10,
77 …
12,8 1,3 240,4 192
Partikel ke-2
6
18 …
12
2 1179, 474 Partikel ke-3 4,
39 15,
59 …
11,1
9 2,3 585,1 809
Untuk mendapatkan nilai Pbest adalah dengan cara membandingkan nilai fitness Pbest saat ini dengan nilai fitness Pbest sebelumnya.
Pemutakhiran Gbest merupakan langkah untuk mengetahui nilai terbesar dari Pbest terbaru.
Berdasarkan Tabel 13. merupakan hasil dari pemutakhiran nilai Pbest.
30,18 30,13 28,25 28,75 29,25 29,75 30,25 30,75
- – rata fitness. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena jumlah partikel yang digunakan semakin besar. Selain itu, adanya nilai random pada rumus pembangkitan populasi partikel. Hal ini dikarenakan, nilai random tidak bisa menjamin partikel yang dibangkitkan akan semakin bagus atau bisa jadi sebaliknya.
PENGUJIAN DAN ANALISIS
4.1 Pengujian Jumlah Partikel
[2,5 ; 0,5], c 2 = [0,5 ; 2,5], k = 0,2. Pengujian bobot inertia dilakukan untuk mengetahui kombinasi dan . Gambar 3. menunjukkan hasil pengujian bobot inertia.
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan pada jumlah partikel terhadap nilai fitness maksimum yang dihasilkan. Grafik Hasil Pengujian Jumlah Partikel ditunjukkan pada Gambar 2.
Dilakukan percobaan selama 10 kali dengan kelipatan jumlah partikel 10 sampai 100. Kemudian nilai rata
- – rata hasil dari fitness akan dibandingkan. Parameter yang digunakan yaitu jumlah iterasi sebesar 100, = 0,4, = 0,7, c 1 = [2,5 ; 0,5], c 2 = [0,5 ; 2,5], k = 0,2.
Berdasarkan Grafik Hasil Pengujian Bobot Inertia, Didapatkan Kombinasi Bobot Inertia Terbaik Sebesar 0,4 dan Sebesar 0,7 Dengan Rata-Rata Fitness Sebesar 30,32865.
Pengujian konvergensi dilakukan dengan menggunakan seluruh parameter terbaik yang telah diperoleh dari pengujian sebelumnya, kecuali jumlah Iterasi. Selain itu, pengujian dilakukan sebanyak 10 kali percobaan. Gambar 5. menunjukkan hasil pengujian konvergensi.
30 30,5 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 F itn e ss Iterasi Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3 Percobaan 4 Percobaan 5 Percobaan 6 Percobaan 7 Percobaan 8 Percobaan 9 Percobaan 10 C 1i C 1f C 2i C 2f
29 29,5
28 28,5
27 27,5
26 26,5
1.5 0.2 2 0.3 2.5 0.4 1.5 0.5 1.5 0.2 2 0.3 2.5 0.4 1.5 0.5 1 1 1.5 1.5 2 2 2.5 2.5 R at a - R at a F it ne ss
30,22 30,18 30,19 30,36 30,31 30,18 30,28 30,08 30,00 30,09 30,18 30,27 30,36 30,45 1 1 1.5 1.5 2 2 2.5 2.5
Gambar 5. Hasil Pengujian Konfergensi 30,25 30,32 30,09 30,21 30,11 30,18 30,13 30,20 30,09 30,18 30 30,09 30,27 30,36 0.7 0.7 0.7 0.8 0.8 0.8 0.9 0.9 0.9 0.3 0.4 0.5 0.3 0.4 0.5 0.3 0.4 0.5 R at a - R at a F it ne ss Bobot Inertia ( ) dan ( in)
4.4 Pengujian Konvergensi
Bobot Inertia digunakan untuk mengatur eksplorasi dan eksploitasi partikel.
Hal ini dikarenakan partikel cenderung melakukan eksplorasi pada saat awal proses optimasi lalu diakhir proses optimasi partikel cenderung melakukan eksploitasi.
Sedangkan nilai c 2 yang dihasilkan akan bertambah seiring dengan bertambahnya iterasi.
Jika nilai tersebut dimasukkan kedalam Persamaan 17 dan Persamaan 18, nilai c 1 yang diperoleh mengecil seiring bertambahnya iterasi.
berguna untuk mengontrol jarak perpindahan yang dipengaruhi oleh global best.
personal best . Sedangkan Nilai c 2
Berdasarkan Grafik Hasil Pengujian Koefisien Akselerasi, didapatkan kombinasi Koefisien Akselerasi 1 c 1i sebesar 1,5 dan c 1f sebesar 0,3 dan Koefisien Akselerasi 2 c 2i sebesar 0,3 dan c 2f sebesar 1,5. Nilai c 1 dan c 2 berguna untuk mengatur pergerakan partikel pada iterasi. Nilai c 1 berguna untuk mengontrol jarak perpindahan yang dipengaruhi oleh posisi
Gambar 4. Hasil Pengujian Koefisien Akselarasi.
Dilakukan percobaan selama 10. Parameter yang digunakan yaitu jumlah partikel = 80, jumlah iterasi sebesar 100, = 0.4, = 0,9, c 1 = rentang 2,5 sampai 0,5, c 2 = rentang 0,5 sampai 2,5, k = 0,2. Pengujian Koefisien Akselerasi dilakukan untuk mengetahui kombinasi koefisien akselerasi 1 yang terdiri dari c 1i dan c 1f dan koefisien akselerasi 2 yang terdiri dari c 2i dan c 2f untuk mengetahui solusi yang optimal. Gambar 4. menunjukkan hasil pengujian koefisien akselarasi.
Semakin besar nilai maka keragaman partikel akan mengarah ke arah eksplorasi. Begitu pun sebaliknya, semakin kecil nilai maka keragaman partikel akan mengarah ke arah eksploitasi dan jika nilai terlalu kecil akan membuat eksplorasi partikel akan rentan untuk menghilang.
4.3 Pengujian Koefisien Akselerasi
Berdasarkan data aktual penderita diatas, maka dapat dihitung masing - masing kebutuhan gizi serta kandungan gizi makanan perharinya. Dengan rata
Tabel 14. Data Aktual Penderita Obesitas No Jenis Kela min Um ur BB (kg) TB (cm) Pekerjaan/A ktifitas fisik
Pada percobaan pertama nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 620 ke atas. Namun hal ini tidak terjadi pada saat percobaan berikutnya. Pada percobaan kedua nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 130 ke atas. Pada percobaan ketiga nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 469 ke atas. Pada percobaan keempat nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 235 ke atas. Pada percobaan kelima nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 365 ke atas. Pada percobaan keenam nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 20 ke atas. Pada percobaan ketujuh nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 209 ke atas. Pada percobaan kedelapan nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 460 ke atas. Pada percobaan kesembilan nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 488 ke atas. Pada percobaan kesepuluh nilai fitness stabil atau konvergen pada saat iterasi sebesar 703 ke atas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai
IRT/Ringan
2 Perem puan 43 95 165
1 Laki - laki 24 79 157 Konstruksi Tower/sedang
- – rata total pengeluaran harian yaitu sebesar Rp50.000 yang didapat dari hasil observasi. Tabel 15. merupakan tabel kebutuhan gizi dari masing – masing penderita.
Jumlah Partikel : 80 Jumlah Iterasi : 703 (didapatkan berdasarkan hasil konvergensi)
60 325,29 81,32 60,23
komposisi makanan bagi penderita obesitas
Optimization (PSO) untuk optimasi
Implementasi algoritme Particle Swarm
Berdasarkan hasil analisis pengujian. maka dapat ditarik beberapa kesimpulan. sebagai berikut: 1.
6. KESIMPULAN
rata
kebutuhan gizi dengan kandungan gizi hasil rekomendasi sistem penderita ke-1 memiliki
Berdasarkan perhitungan selisih
17 378,92 94,73 70,17 2 58,5 2168,
wmin : 0,4 wmax : 0,7 c 1 : [1,5 ; 0,3] c 2 : [0,3 ; 1,5] k : 0,2
N o Berat badan ideal Ener gy (kkal) Karbo hidrat (g) Prote in (g) Lem ak (g) 1 51,3 2526,
Tabel 15. Kebutuhan Gizi Dari Masing – Masing Penderita.
fitness terbaik sebesar 29.71605976, telah
mencapai optimum global (konvergen) pada saat iterasinya sebesar 703 pada percobaan kesepuluh.
Berdasarkan pada grafik diatas dapat diketahui bahwa adanya proses perbaikan yang jelas dan berjenjang yang dimulai ketika iterasi kecil hingga besar. Hai ini menandakan bahwa konvergensi dini tidak terjadi pada saat iterasi kecil. Sehingga pada saat iterasi sebesar 703 merupakan iterasi yang cukup ideal bagi PSO dengan menggunakan parameter terbaik.
- – rata selisih energi sebesar 5,71%, rata – rata selisih karbohidrat sebesar 3,91%, rata
- – rata selisih protein sebesar -21,24% dan >– rata selisih lemak sebesar 8,93%. Sedangkan penderita ke-2 memiliki rata
- – rata selisih energi sebesar 3,27%,
- – rata selisih karbohidrat sebesar -0,64%, rata
- – rata selisih protein sebesar
- 11,89%, dan rata
- – rata selisih lemak sebesar 5,02%. Berdasarkan batas toleransi yang diberikan oleh pakar yakni sebesar ±10%. Sehingga hasil rekomendasi sistem untuk kebutuhan kalori, karbohidrat dan lemak dapat memenuhi kebutuhan gizi kedua penderita obesitas. Namun untuk kandungan protein hasil rekomendasi sistem belum memenuhi standart pakar yang sudah ditentukan.
5. ANALISIS GLOBAL HASIL PENGUJIAN
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan terdapat beberapa parameter yang dianggap optimal dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Parameter tersebut adalah:
Jumlah Hari : 7 Parameter diatas digunakan untuk pengujian terhadap data aktual penderita obesitas. Tabel 14. merupakan data aktual penderita obesitas yang didapat melalui observasi di daerah Karangploso kota Malang.
Optimasi Pemenuhan Kebutuhan Gizi Keluarga Menggunakan Particle swarm optimization. Politeknik Negeri Banjarmasin. 9-10 Nopember 2016.
No. 11. pp: 1385-1394. Eliantara. Cholissodin. & Indriati. 2016.
Program Studi Teknik Informatika Politeknik Caltex Riau. Pekanbaru. Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Penerapan Metode Particle swarm optimization Pada Optimasi Penjadwalan Kuliah . Jurnal Teknik Informatika. Vol 1 September 2012.
Rachman. Syarif. & Sari. 2012. Analisa dan
Resiko beberapa Penyakit . Jakarta: Pustaka Obor Populer.
Misnadiarly. 2007. Obesitas sebagai Faktor
IEEE Chemometrics and Intelligent La- boratory Systems. 13.
Universitas Brawijaya. Malang. Marini. F.. & Walczak. B.. 2015. Particle swarm optimization (PSO). A tutorial.
Particle Swarm Optimization Untuk Optimasi Pemerataan Guru Mata Pelajaran Di Kabupaten Lumajang . S1.
. Part 1 LNAI 6634 Page 249-264. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Khusna R.A.. 2016. Implementasi Algoritme
Nearest Neighbor Method Based on Parallel Particle Swarm Optimation for Bankruptcy Prediction
Jakarta : EGC. pp: 255-256. 259. 261. HL Chen. at all. 2011. An Adaptive Fuzzy K-
Ganong. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
pada orang dewasa dapat dilakukan dengan cara pembentukkan partikel awal secara
(PSO) . Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer. Vol. 1.
2. Dari hasil pengujian tersebut. Didapatkan
Jakarta: PT Gramedi Pustaka Utama. Sengupta. & K. Das. 2017. Particle Swarm
Optimization Based Incremental Classifier Design for Rice Disease Prediction. Computers and Electronics in Agriculture. pp: 443
program dengan parameter tersebut pasien pertama menghasilkan rata-rata selisih data aktual dengan data dari program sebesar - 2,08% dan dapat mengurangi biaya pengeluaran sampai dengan 6,85%. Sedangkan pada pasien kedua menghasilkan rata-rata selisih data aktual dengan data dari program sebesar -1,06% dan dapat mengurangi biaya pengeluaran sampai dengan 5,93%.
fitness sebesar 29,71605976. Hasil dari
dalam penelitian ini terjadi konvergen pada saat Iterasi mencapai 703 dengan nilai
konvergen (optimum global). Dimana
Iterasi terbaik yang telah mencapai
konvergensi digunakan untuk mengetahui
80. Kombinasi bobot inertia terbaik = 0,4 dan = 0,7 dengan rata-rata fitness sebesar 30,32865. Pada pengujian koefisien akselerasi didapatkan kombinasi Koefisien Akselerasi 1 c 1i sebesar 1,5 dan c 1f sebesar 0,3 dan Koefisien Akselerasi 2 c 2i sebesar 0,3 dan c 2f sebesar 1,5. Pengujian
parameter PSO yang paling optimal diantaranya, jumlah partikel =
optimasi komposisi makanan bagi penderita obesitas pada orang dewasa terbukti dengan baik untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Particle Swarm Optimization (PSO) untuk
ada sehingga tidak perlu mengkonversikan ke dalam indeks makanan. Setelah itu dapat diketahui berat kandungan gizi dan harganya. Tahap selanjutnya dengan menghitung Fitness . Nilai fitness didapatkan dari selisih kebutuhan gizi yang diperlukan dengan kandungan gizi yang direkomdesaikan dengan total harga dan variasi. Setelah mendapatkan nilai fitness setiap partikel maka langkah selanjutnya yaitu Pemutakhiran Kecepatan. Pemutakhiran Posisi. Pemutakhiran Pbest dan Gbest. Berdasarkan Langkah-langkah tersebut. Maka implementasi algoritme
random berdasarkan jumlah makanan yang
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. RS Dr.Cipto Mangunkusumo. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru.
- –451. Sugondo S. 2006. Obesitas. In: Sudoyo A.W.
Komposisi Bahan Makanan bagi Penderita Rawat Jalan Penyakit Jantung dengan Menggunakan Algoritme Particle swarm optimization
dkk (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI. pp: 1919-1925.
DAFTAR PUSTAKA
Diani. Cholissodin. & Suprapto. 2017. Optimasi