MEMAKNAI KEARIFAN LOKAL PADA PERUSAHAAN KELUARGA HARTA (SUGIH TANPA BANDHA) = UTANG (TULUNG-TINULUNG) + MODAL (TUNA SATAK BATHI SANAK) + KATENTREMAN ATI

  

MEMAKNAI KEARIFAN LOKAL PADA PERUSAHAAN KELUARGA

HARTA (SUGIH TANPA BANDHA) =

UTANG (TULUNG-TINULUNG) + MODAL (TUNA SATAK BATHI SANAK)

  • + KATENTREMAN ATI

    Titik Setyaningsih

  Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract

  This study aims to get the meaning of local wisdom implementation in accounting equation and accounting transactions. This study used Case Study Research (CSR) approach. A single case study approach was choosen because data from one company was enough to achieve the research objective. The research objective was to find out the problems of implementation local wisdom value. Therefore, descriptive practice- oriented research was conducted. Data were gathered through observation and open interview with owner of company X.

  The finding shows local wisdom value can be implemented at company X eventhough the owner recoqnize there are implemented only in a few transactions. Accounting equation based on local wisdom value become more valuable because we can get the meaning of “katentreman ati”(real happiness).We have to dignify local wisdom value to achieve good governance principles.

  The limitation of this study is data collection only gathered from one company. In addition, the real observation about participant’s activities is limited only several transactions.

  However, this study raises two interesting problems to think about implementation local wisdom value: exploration local genius and alternative local wisdom mind set in accounting. Thereby, the local wisdom value could be well implemented in accounting.

  Keyword: local wisdom value, accounting equation, accounting transaction, descriptive practice-oriented research.

  PENDAHULUAN

  Akuntansi (accounting) adalah sistem informasi yang mengukur aktivitas bisnis, memroses data menjadi laporan, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada para pengambil keputusan. Akuntansi merupakan “bahasa bisnis”. Semakin baik seseorang memahami bahasa akuntansi maka semakin baik ia dapat mengelola bisnisnya (Horngren dan Harrison, 2007).

  Menurut Sartini (2004) kearifan lokal adalah gagasan-gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.

  Apabila dalam usahanya memupuk keuntungan atas bisnis yang digelutinya perusahaan menimbulkan gejala sosial yang merugikan masyarakat, maka secara sosial perusahaan akan berhadapan dengan masyarakat, apakah itu masyarakat luas maupun mereka yang terlibat di dalam perusahaan. Bisnis yang berkelanjutan adalah selain perusahaan mengupayakan meraih keuntungan, perusahaan harus memperhatikan dampak usahanya terhadap lingkungan dan mempertanggungjawabkan usahanya kepada masyarakat (Savitz & Weber dalam Fauzi et al 2013).

  Pelaporan akuntansi yang menyesatkan pernah dilaporkan oleh Enron Corporation. Demikian juga WorldCom, sebuah penyedia layanan telepon jarak jauh terkemuka telah mengakui suatu pos sebagai beban padahal sebenarnya adalah aktiva. Skandal tersebut dan yang lainnya telah menggoyahkan komunitas bisnis dan merusak kepercayaan investor. Hal ini membuat pemerintah Amerika Serikat mengambil tindakan strategis yaitu dengan memberlakukan Sarbanes-Oxley Act yang menyatakan bahwa memalsukan laporan keuangan merupakan tindakan kriminal. Praktik yang etis merupakan pelaksanaan bisnis yang baik.

  Kejujuran selalu lebih baik dari kebohongan dan hal ini berlaku baik di dalam akuntansi, bisnis, maupun dalam kehidupan (Horngren dan Harrison, 2007).

  Transaksi ilegal antara manajemen Bank Mizuho dengan mafia yang paling ditakuti di Jepang (Yakuza) membuat kekhawatiran publik Jepang (Kompas.com, 2013). Transaksi itu meskipun kecil dikhawatirkan mengulang ambruknya Yamaichi pada tahun 1997 yang pernah melakukan transaksi tobashi dengan Yakuza sehingga tidak membukukan utang senilai 200 miliar (Setyaningsih, 1999).

  Kasus yang paling disorot akhir-akhir ini di Indonesia adalah kasus bail out Bank Century yang masih dalam proses penyelesaian KPK. Jusuf Kalla menilai bahwa bail out Bank Century adalah kebijakan yang salah dan tidak memiliki landasan aturan. Kalla juga mengatakan bahwa Bank Century dirampok pemiliknya sendiri jadi pemiliknyalah yang harus

  Kasus di atas menunjukkan perlunya pemahaman nilai kearifan lokal dalam akuntansi. Kearifan lokal memiliki andil dalam bertransaksi. Pertanggungjawaban usaha yang dijalankan oleh perusahaan terhadap masyarakat menuntut adanya penghargaan pada nilai-nilai kearifan lokal, sehingga ada keharmonisan antara usaha, masyarakat, lingkungan dan Tuhan.

  Penelitian kearifan lokal dalam bidang akuntansi telah dilakukan oleh beberapa peneliti (Hanif et al 2013, Wibowo 2014). Temuan Hanif et al (2013) menunjukkan grup restoran Padang X memiliki keunikan tersendiri dalam tata kelolanya. Sistem bagi hasil terlaksana dengan baik dengan mengutamakan prinsip good governance. Piti (uang) satu rupiah adalah milik bersama, sehingga mengikat perilaku mereka untuk saling bekerjasama untuk mencapai tujuan organisasi. Wibowo (2014) menelaah kearifan lokal lumbung desa atau bank padi sebagai social safety nets bagi masyarakat pedesaan untuk meningkatkan sistem ketahanan pangan masyarakat desa dengan nilai gotong-royong dan mengutamakan tujuan kemakmuran bersama melalui peningkatan good governance.

  Penelitian ini berusaha untuk mencari makna kearifan lokal terutama dalam pelaksanaan transaksi serta persamaan akuntansinya di perusahaan keluarga. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menjelaskan implikasi hasil jika suatu transaksi dilandasi dengan nilai kearifan lokal dan jika suatu transaksi terjadi dengan mengabaikan nilai kearifan lokal. Harapannya adalah agar dapat digali nilai kearifan lokal untuk memberi makna pada aktivitas bisnis yang kita jalankan dan persamaan akuntansi yang selama ini telah kita terapkan sehingga bisnis yang berjalan tidak saja mengembangkan sisi ekonomi, sosial dan masyarakat serta bertanggungjawab kepada Tuhan, namun juga mampu mengembangkan kebudayaan luhur bangsa.

  TINJAUAN PUSTAKA Teori Akuntansi

  Akuntansi (accounting) adalah sistem informasi yang mengukur aktivitas bisnis, memroses data menjadi laporan, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada para pengambil keputusan. Akuntansi merupakan “bahasa bisnis”. Semakin baik seseorang memahami bahasa akuntansi maka semakin baik ia dapat mengelola bisnisnya (Horngren dan Harrison, 2007).

  Teori akuntansi mulai mengalami pergeseran dari normatif ke positif. Watt & Zimmerman (1986) mengembangkan pendekatan positif yang lebih berorientasi pada penelitian empiris dan menjustifikasi berbagai teknik atau metode akuntansi yang sekarang digunakan atau mencari model baru untuk pengembangan teori akuntansi di kemudian hari. Penjelasan atau prediksi dilakukan menurut kesesuaiannya dengan observasi dengan dunia nyata.

  Berbagai pendekatan digunakan untuk memformulasi sebuah teori akuntansi. Berdasarkan kelebihan dan kelemahan masing-masing pendekatan, kita dapat mengharapkan teori akuntansi yang terpadu. Pandangan ini mungkin akan dilanjutkan oleh semua orang yang percaya bahwa kemajuan dalam akuntansi akan terjadi melalui akumulasi gagasan-gagasan atau evolusi. Pandangan seperti itu mensyaratkan penerimaan sebagian besar pendekatan yang diusulkan sebagai penyumbang potensial bagi sebuah teori akuntansi yang final, terpadu, atau komprehensif.

  Akuntansi: suatu ilmu yang multiparadigma

  Jika akuntansi berada dalam tahap krisis, maka menjadi mungkin untuk mengidentifikasi berbagai paradigma yang saling bersaing. Dengan kata lain, akuntansi adalah sebuah sains multiparadigmatik, yang masing-masing saling bersaing untuk menguasai disiplin akuntansi.

  Masing-masing paradigma akuntansi yang ada akan berisi contoh, teori, dan metodenya sendiri. Secara lebih spesifik, “masing-masing paradigma akuntansi yang saling bersaing saat ini cenderung untuk menspesifikasi domain empiris di mana sebuah teori akuntansi harus berada”. Teori Positif dikritik oleh beberapa peneliti yang dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu (1) kritik terhadap filosofi, positif menganut bahwa peneliti berada di luar area penelitian serta memaksimalkan utility-nya. Hal ini tidak mungkin terjadi karena peneliti selalu berada pada area yang ditelitinya dan maksimalitas utility tidak mungkin dicapai hanya sebatas pada kepuasan (2) kritik terhadap metodologi, teori positif menganut pendekatan bahwa maksimalisasi keuntungan dapat diperoleh melalui harga keseimbangan pasar. Hal ini tidak mungkin karena penelitian dengan harga keseimbangan pasar sangat sedikit pengaruhnya terhadap kontribusi penelitian akuntansi. (3) kritik terhadap penelitian dengan pendekatan ekonomi, yaitu pemaksimalisasi individu yang tidak mungkin atau tidak mudah untuk menghitungnya (Januarti, 2004).

  Etika dan Dimensi Bisnis

  Etika pada intinya mempelajari perilaku dan tindakan seseorang dan kelompok atau lembaga yang dianggap baik atau tidak baik. Menurut Agoes dan Ardana (2009) inti dari etika manusia utuh adalah keseimbangan pada (1) kepentingan pribadi, kepentingan masyarakat, dan kepentingan Tuhan; (2) keseimbangan modal materi, modal sosial, dan modal spiritual; (3) kebahagiaan lahir (duniawi), kesejahteraan masyarakat, dan kebahagiaan batin atau surgawi; serta keseimbangan antara hak (individu) dengan kewajiban kepada masyarakat dan Tuhan.

  Etis tidaknya bisnis meliputi dimensi ekonomi, etika, hukum, sosial dan spiritual. Dimensi ekonomi memandang bisnis sebagai kegiatan produktif untuk mencari keuntungan. Aktivitas bisnis dalam merealisasikan keuntungan harus bisa dipertanggungjawabkan sehingga tidak merugikan masyarakat dan tidak merusak lingkungan (dimensi etis). Dimensi hukum mensyaratkan perusahaan harus tunduk pada peraturan perundangan yang berlaku dalam suatu negara. Sebagai dimensi sosial, perusahaan harus bisa menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat dan mampu melayani kebutuhan masyarakat. Kegiatan bisnis juga ibadah (God devotion); bisnis bertujuan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat (prosperous society); dan dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin kelestarian alam (Peschke S.V.D dalam Agoes dan Ardana, 2009).

  Kearifan Lokal dan Hakikat Manusia Utuh

  Kearifan lokal (local wisdom) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang bersifat bijaksana, penuh kearifan dan bernilai yang tertanam dan diikuti oleh warga masyarakatnya (Kartawinata, 2011). Dalam konsep antropologi, kearifan lokal dikenal pula sebagai pengetahuan setempat, atau kecerdasan setempat, yang menjadi dasar identitas kebudayaan.

  Menurut Sartini (2004) kearifan lokal adalah gagasan-gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.

  Tujuan kearifan lokal memiliki orientasi pada aspek lahir dan batin meliputi semua aspek kehidupan yaitu dalam kaitannya dengan ekonomi, politik, religius, sosial dan sebagainya. Sementara itu, orientasi lahir yang mendasari budaya “luar” didasarkan pada kapitalisme, individualism , dan intelektualisme (Suratno dan Heniy, 2009).

  Teori teonom dikemukakan oleh Peschke S.V.D dalam Agoes dan Ardana (2009) yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Tuhan. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak atau aturan Tuhan.

  Covey (2005) telah mengingatkan bahwa untuk membangun manusia berkarakter, diperlukan pengembangan kompetensi secara utuh dan seimbang terhadap empat kemampuan manusia yaitu tubuh (physic quotient or PQ); intelektual (intellectual quotient or IQ); hati (emotional quotient or EQ); dan jiwa/roh (spiritual quotient or SQ). Sedangkan Menurut Nafis (2006) hakikat manusia utuh yaitu menjaga keseimbangan psiko etika, sosio etika dan teo etika.

  Suratno dan Heniy (2009) menegaskan perlunya mengkaji kembali apakah budaya “luar” lebih sesuai dengan kehidupan dan perlunya masyarakat memiliki pemahaman yang utuh terhadap kodrat atau jati diri seseorang sebagai makhluk pribadi, makhluk sosial, dan makhluk ciptaan Tuhan. Oleh sebab itu, setiap tindakan manusia harus selalu berorientasi pada hasil yang mampu memberikan kenikmatan secara lahir terlebih secara batin. Kearifan lokal adalah budaya luhur yang mendukung teori etika dan akan menghasilkan kecerdasan lokal.

  Adanya kecerdasan lokal (local genius) suatu masyarakat akan turut memajukan kebudayaan asing untuk disesuaikan zaman serta tuntutan kebutuhan masyarakat. Kecerdasan lokal tumbuh dari tradisi yang dikembangkan dan berjalan sebelumnya. Unsur-unsur kebudayaan yang tidak diterima masyarakat sesuai hukum kebudayaan akan ditinggalkan. Masyarakat Jawa dikenal toleran dan memiliki alasan pembenaran atas setiap kejadian (Kompas, 22 Mei 2014).

  Good Governance (Tata Kelola yang Baik)

  Menurut National Committee on Governance (NCG, 2006) mempublikasikan Kode Indonesia tentang Tata Kelola Perusahaan yang baik yang meliputi lima prinsip yaitu transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), responsiblitas (responsibility), independensi (independency), dan kesetaraan (fairness). Kelima prinsip tersebut berjalan secara integral.

  Transparansi artinya kewajiban bagi pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi kepada semua pemangku kepentingan. Akuntabilitas adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang bisa dipercaya. Responsibilitas merupakan prinsip dimana pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagi wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya. Independensi yaitu keadaan dimana pengelola dalam mengambil keputusan bersifat professional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan dan bebas dari tekanan mana pun yang bertentangan dengan perundang-undangan dan prinsip- prinsip pengelolaan yang sehat. Kesetaraan mengandung arti para pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, dan pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat, dan yang lainnya).

  Penelitian Terdahulu

  Temuan Hanif et al (2013) menunjukkan grup restoran Padang X memiliki keunikan tersendiri dalam tata kelolanya. Sistem bagi hasil terlaksana dengan baik dengan mengutamakan prinsip good governance sehingga semua anggota organisasi restoran memiliki informasi yang simetri mulai dari bagian cuci piring sampai pada jajaran manajemen dan investor memiliki akses yang sama terhadap informasi keuangan. Piti (uang) satu rupiah adalah milik bersama, sehingga mengikat perilaku mereka untuk saling bekerjasama untuk mencapai tujuan organisasi.

  Wibowo (2014) telah menelaah kearifan lokal lumbung desa atau bank padi sebagai

  

social safety nets bagi masyarakat pedesaan untuk meningkatkan sistem ketahanan pangan

  masyarakat desa dengan nilai gotong-royong dan mengutamakan tujuan kemakmuran bersama melalui peningkatan good governance. Lumbung desa dapat meningkatkan ketahanan pangan

METODE PENELITIAN

  Metode kualitatif dipakai dalam penelitian ini untuk mengeksplorasi pengertian yang lebih baik mengenai fenomena. Kelebihan dari metode kualitatif adalah kemampuan menganalisa lingkungan secara natural (Sekaran 2003).

  Cresswell (2010) menjelaskan ada lima tipe penelitian kualitatif yaitu studi fenomenologi, studi etnografi, grounded theory qualitative research, studi biografi, dan studi kasus (case study). Penelitian ini menggunakan studi kasus dan bersifat single case study. Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Paradigma interpretif memfokuskan pada pola pikir, etika, dan perilaku manusia dianggap sebagai suatu tindakan yang melibatkan niat, kesadaran, dan alasan tertentu yang tergantung pada makna dan interpretasi manusia dalam memahami dan memandang fenomena sosial (Bungin, 2007:46).

  Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan observasi mendalam terhadap aktivitas organisasi.

  Tahapan pengumpulan informasi sebagai berikut: 1.

   Focus Group Discussion (FGD).

  FGD ini melibatkan nara sumber yang terkait dengan kearifan lokal. Pelaksanaan FGD diharapkan agar bisa mengidentifikasi berbagai persoalan kontekstual terkait dengan nilai-nilai kearifan lokal.

2. Observasi

  Observasi dimaksudkan untuk mengumpulkan data primer dan sekunder dengan

  melihat secara langsung aktivitas manajemen perusahaan, pelanggan, pemasok dan pihak lain yang terkait dengan transaksi akuntansi perusahaan.

  Analisis Data.

  Penelitian ini merupakan Practice-oriented research. Dalam penelitian ini tidak ada hipotesis yang perlu dicari maupun diuji, maka penelitian semacam ini disebut descriptive

  practice-oriented research (Dul dan Tony, 2008).

  Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berorientasi praktik (practice-oriented

  

research) karena bertujuan memberi kontribusi pengalaman untuk mencari solusi atau

  mengklarifikasi penerapan transaksi akuntansi melalui pemahaman nilai-nilai kearifan lokal oleh perusahaan keluarga. Penelitian dilakukan tanpa perlu menemukan dan menguji hipotesis, dengan pertimbangan penentuan hipotesis akan membatasi penelitian, padahal penulis bermaksud mengeksplorasi pemahaman dan kendala penerapan nilai-nilai kearifan lokal itu sendiri.

  Triangulasi data dilakukan dengan membandingkan interview dengan data observasi. Triangulasi juga dilakukan dengan membandingkan hasil temuan dengan teori.

HASIL DAN PEMBAHASAN PERSAMAAN AKUNTANSI BERBASIS KEARIFAN LOKAL

  Alat dasar akuntansi adalah persamaan akuntansi (accounting equation). Persamaan akuntansi ini mengukur sumber daya perusahaan dan klaim atas sumber daya tersebut. Aktiva (assets) adalah sumber daya ekonomi yang diharapkan memberikan manfaat kepada perusahaan di masa depan. Klaim terhadap aktiva berasal dari dua sumber yaitu kewajiban dan ekuitas pemilik (modal). Kewajiban (liabilities) adalah utang yang harus dibayar kepada pihak luar, yang disebut kreditor. Klaim pemilik terhadap aktiva perusahaan disebut ekuitas pemilik (owners equity), atau modal (capital). Klaim pihak internal ini sudah ada sejak pemilik menginvestasikan aktiva dalam perusahaan (Horngren dan Harrison, 2007).

  Ajaran leluhur dalam kearifan lokal bermaksud untuk menyelaraskan pola pikir (mind set) dengan nilai-nilai luhur bangsa terutama masyarakat. Harta (sugih tanpa bandha) secara kasat mata sepertinya tidak mungkin berarti “kaya tetapi tidak berharta”. Orang jawa memiliki sikap hidup samadya (sewajarnya atau secukupnya), yang menggambarkan tidak adanya orientasi pada harta benda, atau ngoyak kadonyan (mengejar harta) secara berlebihan. Sikap luhur itu menyangkut peran sosial dari seseorang. Orang yang berbudi luhur adalah orang-orang yang memiliki andil atau manfaat bagi kehidupan orang lain (Supardi dan Heniy, 2009).

  Perusahaan keluarga mengelola usaha dengan prinsip gotong-royong antar sesama anggota keluarga. Harta dalam perusahaan bisa berwujud kas, piutang, persediaan, perlengkapan kantor, peralatan, kendaraan, tanah, bangunan dan berbagai akun lainnya namun ditujukan untuk kemaslahatan anggota keluarga pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Keyakinan pada kehidupan berikutnya membawa pada keyakinan bahwa harta tidak akan dibawa mati, jadi diinvestasikan kembali pada kebajikan.

  Bagi orang Jawa, harta bukan segala-galanya. Kebahagiaan bukan hanya ditentukan dengan banyaknya harta. Kebahagiaan yang sangat besar nilainya dan tidak dapat diukur orang per orang adalah ketentraman hidup.

  Tuna satak bathi sanak” berarti bathi (untung atau laba) selaras dengan sugih tanpa

bandha dalam urusan dagang tidak selamanya berupa bathi dhuwit atau bathi satak (laba uang).

  Bagi seorang pedagang yang dalam Bahasa Jawa disebut bakul, mendapat saudara atau rekanan dalam berusaha pun dihitung sebagai laba. Sebagai pedagang, ia berupaya membahagiakan pembeli agar terjalin hubungan yang harmonis dan lestari. Seorang pedagang lebih memilih laba sedikit tetapi mendapat saudara yang banyak (Suratno dan Heniy, 2009). Hal ini yang menjadi modal untuk membangun usaha.

  Bekal tuna satak bathi sanak membangun jaringan pelanggan agar loyal terhadap perusahaan. Pelanggan yang semakin banyak tentu akan menambah nilai perusahaan dan kepercayaan terhadap produk yang dipasarkan akan terbina. Sikap seperti ini membuat kas

  Usaha selain memerlukan modal terkadang harus berutang. Utang konvensional ke bank tentu menimbulkan konsekuensi pembayaran bunga pinjaman. Utang dalam kearifan lokal masyarakat jawa bisa dilakukan dengan untaian ”urip tulung tinulung” yang artinya tolong- menolong. Hal ini berarti bahwa dalam hidup seseorang harus saling tolong-menolong dengan sesama baik dalam kondisi menderita maupun bahagia. Tujuannya adalah untuk meringankan beban seseorang atau meringankan beban bersama.

  Utang yang didasari niat tulung-tinulung tidak menuntut bunga pinjaman dengan patokan tertentu seperti bank. Utang seperti ini menghargai niat mengembalikan utang dengan waktu dan jumlah sesuai kemampuan peminjam. Misalnya ketika kita meminjam usaha dari sanak

  

sedhulur , pinjaman semacam ini bisa dikembalikan tanpa bunga. Kalaupun dikembalikan lebih

  dari pinjaman, kelebihan pengembalian pinjaman itu disesuaikan kemampuan si peminjam dengan dilandasi ikhlas serta tidak memberatkan saudara.

  Menurut cerita wayang purwa Pandhu Sraya (bantuan), orang yang bijak akan selalu mengajarkan ilmu pengetahuannya kepada orang lain sehingga menjadi pandai mengatasi kesulitan hidup yang dihadapi (Probohardjono, 1989). Suratno dan Heniy (2009) mengemukakan pihak yang membantu atau memberikan pinjaman sebaiknya ia tidak berpikiran bahwa pinjaman atau bantuan itu harus dibalas atau dikembalikan kepadanya. Ia harus ikhlas dan rila legawa ketika membantu dan menolong orang lain. Ketika ada orang yang tidak mampu membalas kebaikan yang pernah kita berikan padanya, alangkah baiknya kita memaknai kebaikan kita tersebut sebagai tanaman yang akan kita petik buahnya di kelak kemudian hari.

  Tabel 1 Di sini

  Tabel 1 menunjukkan perbedaan persamaan akuntansi yang tercapai dengan berbasis pada kearifan lokal yaitu tercapainya katentreman ati. Orang jawa memiliki keyakinan bahwa

  

sapa nandur bakal ngundhuh (siapa menanam akan memetik). Praktik akuntansi yang

  dilaksanakan dengan didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal akan mencapai kebahagiaan lahir dan batin yang bisa dituai di dunia dan akhirat, artinya tidak hanya dipertanggungjawabkan di masyarakat dan lingkungan yang saat ini sedang berlangsung, namun juga dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.

  Persamaan akuntansi berdasarkan kearifan lokal mendukung prinsip GCG terutama prinsip pertanggungjawaban dan teori teonom yang mengaitkan semua hal terjadi karena ada kekuatan Tuhan. Kecerdasan dan kearifan lokal mendukung hakikat manusia utuh (Covey, 2005; Nafis 2006). Hal yang membedakan adalah hakikat manusia utuh berdasarkan kearifan lokal (local wisdom) melahirkan kecerdasan lokal (local jenius) sebagai wujud pengabdian kepada Tuhan (God devotion). Kecerdasan lokal menyatukan semua unsur baik PQ, IQ, EQ dan SQ (Gambar 1).

TRANSAKSI BERBASIS KEARIFAN LOKAL DAN TANPA KEARIFAN LOKAL

  Observasi terhadap bentuk kearifan lokal dilakukan pada perusahaan X. Perusahaan ini adalah perusahaan keluarga yang pemiliknya adalah orang jawa asli. Penghayatan nilai-nilai kearifan lokal didapatkan karena ada kedekatan hubungan pemilik dengan nara sumber di Keraton Surakarta.

  Hanya beberapa ilustrasi transaksi yang diperkenankan karena memang pada dasarnya pemilik perusahaan X belum merasa sepenuhnya mampu menjalankan nilai-nilai kearifan lokal jawa yang sangat banyak, luhur dan bijaksana. Pemilik masih mengkombinasikan transaksi akuntansi konvensional dan kearifan lokal yang dia mampu untuk dilaksanakan. Beberapa ilustrasi transaksi tersebut adalah: 1.

   Keputusan untuk tidak membeli mesin finishing

  Perusahaan bergerak pada usaha percetakan dan perdagangan. Untuk menghasilkan buku jadi diperlukan mesin finishing. Bila mesin ini dibeli maka akan mampu mengefisienkan biaya untuk menghasilkan buku jadi yang siap dipasarkan. Walau sudah diberi penawaran harga yang terjangkau, kas perusahaan juga tersedia untuk membeli, namun pemilik tetap saja bersikukuh tidak membeli mesin.

  Pemilik menyadari bahwa masyarakat sekitar masih banyak yang menganggur. Perusahaan menaruh lembaran buku ke rumah-rumah warga yang bersedia menjilid buku. Warga menjilid buku dan menyetorkan hasil jilidan ke perusahaan. Upah menjilid sesuai buku jadi. Data biaya finishing diperoleh mulai Januari sampai April 2014.

  Tabel 2 Di sini

  Tabel 2 menunjukkan adanya perhatian yang diberikan oleh pemilik perusahaan untuk memberdayakan sebanyak 9 warga yang semula menganggur menjadi pekerja. Nilai kearifan lokal rata-rata per warga adalah Rp 575.166, 67. Sedangkan apabila pemilik mengambil keputusan untuk membeli mesin maka akan diperoleh nilai efisiensi biaya usaha sebesar 51% lebih hemat daripada menggunakan manual, namun harus menghentikan aliran penghasilan 7 warga sehingga nilai kearifan lokal di sini dianggap tidak ada. Berdasarkan pertimbangan inilah maka pemilik membuat keputusan untuk tidak membeli mesin tersebut. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan pemilik yang mengemukakan bahwa:

  “Saya ingin perusahaan bisa menjadi proyek padat karya bagi masyarakat sekitar. Sudah lama Saya diberi penawaran mesin finishing, tapi tidak Saya ambil. Masih banyak warga sekitar yang menggantungkan hidup dari jilidan. Meskipun itu berarti ongkos penyelesaian finishing lebih besar, ya biar saja. Nyuwun gantos mawon dumateng Gusti

  Allah (Nanti juga diganti Allah Swt).”

  Pertimbangan pemilik tersebut mendukung prinsip GCG yaitu prinsip akuntabilitas, kemandirian, kesetaraan dan pertanggungjawaban. Pemilik berusaha membangun hubungan baik terhadap masyarakat sekitar walaupun ongkos usaha tidak seefisien yang diharapkan (tuna

  . Akuntabilitas perusahaan X dalam jangka pendek barangkali belum tercapai

  satak bathi sanak)

  secara efektif dan efisien, namun akuntabilitas jangka panjang akan tercapai karena hubungan baik dengan masyarakat merupakan investasi yang lebih bernilai. Keputusan ini juga mendukung teori teo etika (Nafis, 2006) yang mengembalikan semua transaksi yang dikelola perusahaan sebagai sarana ibadah kepada Tuhan (spiritual).

2. Transaksi utang kepada saudara (sanak sadhulur)

  Pemilik perusahaan X memiliki utang bank dan utang usaha. Utang usaha juga diperoleh dari pinjaman saudara (sadhulur), transaksi ini dicatat dalam utang istimewa. Yang menarik adalah transaksi utang sanak sadhulur (saudara) ini tidak mensyaratkan bunga sehingga lebih fleksibel dan lebih murah daripada utang bank. Pengembalian pinjaman didasari oleh rasa saling percaya. Apabila ada kelebihan pinjaman, itu pun dilakukan sesuai kemampuan pemilik dan bukan merupakan suatu kewajiban. Pemilik juga memiliki utang usaha dengan mantan rekan kerja (kanca) dan juga pada sahabat yang punya usaha.

  Tabel 3 Di sini

  Perusahaan X diharuskan membayar bunga atas utang bank Rp 774.962.811, 00. Bunga bank diasumsikan 12% per tahun dan dihitung selama 4 bulan yaitu Januari, Pebruari, Maret, dan April 2014 sehingga diperoleh bunga bank sebesar Rp 30.998.512, 46. Utang ke sahabat dan/atau rekanan berwujud kerjasama dalam hal pengadaan kertas, kalkir, dan cetak luar sejumlah Rp 290.552.642, 00 tidak mensyaratkan adanya bunga. Utang sanak sedhulur (saudara) sebesar Rp 36.290.100, 00 bersifat menolong dan pengembalian pinjaman juga tidak mensyaratkan bunga. Sehingga nilai kearifan lokal yang berakar dari tulung-tinulung (tolong- menolong) adalah Rp 326.842.742, 00 (Tabel 3).

  Pemilik berusaha terus mengelola dan mengembangkan jaringan tulung-tinulung dan berupaya agar utang bank semakin berkurang dengan meningkatkan loyalitas pelanggan. Hal ini ditegaskan dalam indepth interview berikut:

  “Saya berusaha memahami bahwa ada nilai kearifan lokal yang belum Saya capai yaitu

  nrima ing pandum yang berarti sesuai kemampuan, sehingga jika mampu mengelola nilai

  ini dengan benar maka hidup tidak harus ngege mangsa utawa kemrungsung (tergesa- gesa) untuk membesarkan usaha lewat utang bank yang konsekuensinya ada pembayaran bunga. Angsuran utang bank beserta bunganya ora nentremke ati (membuat hati tidak tentram).”

  Ketentraman hati akan tercapai jika mampu menyesuaikan kemampuan diri, yaitu mengelola keuangan sendiri, sedhulur lan kanca (saudara dan sahabat), tanpa dikejar-kejar membayar bunga. Ke depan, nrima ing pandum berwujud usaha berdikari tanpa utang. Sehingga tercapai harapan kearifan lokal yaitu kebahagiaan (katentreman ati) seutuhnya.

  Penelitian ini mendukung temuan Wibowo (2014) yang mengemukakan suatu sistem dapat berjalan dengan menjunjung nilai kearifan lokal (gotong-royong) dan meningkatkan tata kelola yang baik. Nilai kearifan tulung-tinulung ternyata mampu mengurangi beban perusahaan X sehingga tidak terbebani bunga untuk utang kanca dan utang sanak sadhulur.

3. Pembentukan agen penjual

  Agen penjual dibentuk secara terbuka dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seseorang untuk bisa mandiri. Agen penjual direkrut perusahaan X dengan memberikan barang dagang dengan plafon sesuai nilai jaminan sertifikat dan BPKB jika pengambilan barang dilakukan secara kredit. Ini berarti pemilik perusahaan X berusaha membantu seseorang untuk menambah penghasilan atau menciptakan penghasilan baru.

  Tabel 4 Di sini

  Tabel 4 menunjukkan penjualan yang terjadi selama 4 bulan (Januari, Pebruari, Maret, April 2014) yang dilakukan oleh 21 agen penjual perusahaan X. Pemilik perusahaan membentuk jiwa kewirausahaan dengan membantu agen meraih penghasilan, sehingga nilai kearifan lokal yang dicapai perusahaan X untuk setiap agen per bulan rata-rata sebesar Rp 8.355.570, 00.

  Agen penjual diberi target menyelesaikan pinjaman maksimal 6 bulan. Karakter agen penjual dievaluasi 6 bulan sekali. Apabila dalam 6 bulan agen tidak bisa menyelesaikan pembayaran maka agen tidak diberi barang dagang, tetapi bila penyelesaian pembayaran barang dagang masih meninggalkan sisa piutang kurang dari 10% pengambilan maka agen penjual diberikan barang dagang sesuai kebijaksanaan perusahaan. Menariknya meskipun ada keterlambatan penyelesaian piutang, agen penjual tidak dibebani bunga dan penyelesaian piutang diatur secara kekeluargaan.

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai kearifan lokal dapat diterapkan dalam bisnis khususnya praktik akuntansi. Nilai kearifan lokal yang diterapkan dalam transaksi akuntansi perusahaan diharapkan bisa menjadi pilihan alternatif perusahaan untuk menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat terutama bagi perusahaan yang tumbuh di lingkungan masyarakat jawa. Penelitian ini mendukung teori etika dan memberi makna pada hakikat manusia utuh. Penelitian ini memberikan nilai pembeda yaitu adanya katentreman ati yang tidak diungkap dalam akuntansi konvensional. Beberapa prinsip GCG bisa kemandirian, tanggungjawab, akuntabilitas dan kesetaraan. Selain itu, penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya (Hanief et al 2013, Wibowo 2014) yaitu menghargai nilai kearifan lokal menuju tata kelola yang baik dalam perusahaan.

  Keterbatasan penelitian ini adalah hasil penelitian tidak bisa digeneralisasikan secara umum. Nilai kearifan lokal masih mungkin dikembangkan dengan eksplorasi indikator penilaian yang bisa dibandingkan melalui multiple case study. Penelitian mendatang perlu mengeksplorasi dimensi katentreman ati sehingga dapat menjelaskan kecerdasan lokal (local genius).