PANDU HW YANG AKTIF DI KOMNAS HAM

M Habib Chirzin
PANDU HW YANG AKTIF DI KOMNAS HAM

Bagi kalangan LSM dan Pemuda Muhammadiyah angkatan pasca perode kepemimpinan Drs
Soetrisno Muhdam (alm), nama Habib Chirzin tentu tidak asing lagi. Maklum, ia pernah menjadi
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah dan menjadi Ketua Hubungan Luar Negeri PP
Muhammadiyah. Namanya kurang kedengaran lagi sampai kemudian dia terpilih menadi
anggota Komnas HAM. Sekarang duduk di Subkomisi Penyuluhan.
Lelaki kelahiran Kotagede ini melewati masa kanak-kanak dan menyerap hawa Muhammadiah
begitu kental. Ia termasuk generasi ketiga aktivis Muhammadiyah di Kotagede. Kakeknya, H
Anwar Rofingi bersama para sahabatnya termasuk perintis berdirinya Muhammadiyah Kotagede.
Ayah, ibu, paman, bibi, kakak, dan adik-adiknya, juga semua sepupu semua aktif di
persyarikatan, sejak dari ortom. Ada yang aktif di IPM, Pemuda Muhammadiyah, NA, Aisyiah,
Muhammadiyah dari tingkat pusat sampai ke cabang.
Sekarang, meski tidak secara formal masuk dalam struktur persyarikatan, kecintaannya kepada
Muhammadiyah tidak pernah padam.
Mengapa? “Sebab ketika kecil saya aktif di Pandu HW,” jawabnya ketika ditemui SM di
rumahnya beberapa waktu lalu.
Bagi orang yang pernah memandu dan menjadi penggerak Pandu HW, terutama pada masa awalawal kehidupannya, yakni pada masa formasi kehidupan HW yakni mengenai pendidikan watak,
karakter, perilaku dan pembentukan nilai-nilai moral yang sangat mengesan. Juga pelan-pelan
membuat rasa cinta kepada tanah air dan persyarkatan mendalam.

“Saya sendiri masuk dan aktif di Pandu HW itu sejak saya kelas nol, masih memakai celana
kodok dan ikut latihan Athfal, meskipun waktu itu saya sendiri belum hafal tentang kegiatan
Pandu HW, tetapi nilai-nilai itu tertanam betul dalam benak saya dan hingga sekarang saya masih
terkesan dan hafal betul ajaran Pandu HW.”
Misalnya, Pandu HW itu setia, dan kesetiaan itu merupakan nilai-nilai dasar dalam kehidupan,
baik dalam keluarga, sesama anggota, masyarakat, dan lingkungannya. Disamping itu ada nilainilai kebersamaan, kesepakatan bersama. Dan kesetiaan inilah yang kemudian mendasari dalam
kehidupan bersama, bahwa kita saling percaya. Nah dasar dari kehidupan bersama itu kan saling
percaya artinya pandu HW itu dapat dipercaya, memegang amanah.
“Dan saya pripadi sangat terkesan ketika mengalami kehidupan dimana antarsesama HW itu
saling memberi hormat kalau ketemu di jalan, dan juga kalau anggota pandu HW ketemu dengan
pandu-pandu yang lain juga memberi hormat. Baik ketika ketemu Pandu Kristen, Pandu Katolik,
Pandu KBI, bahkan demikian juga ketikaketemu Pandu Rakyat. Jadi setiap ketemu sesama pandu
kita selalu saling memberikan hormat, jadi ada kode kehormatan yang ditanamkan semenjak
kecil pada pandu HW, bahwa sesama pandu itu sahabat sekalipun mereka berasal dari berbagai
lembaga atau elemen yang berlainan , hal ini kita lakukan sekitar tahun l954-l962,” kenangnya.
Jadi pandu pun setiap hari harus berbuat kebajikan, jadi ketika kita menjadi anggota pandu HW
setiap hari itu selalu ingin melakukan sesuatu yang ada manfaatnya bagi diri kita, keluarga
maupun bagi masyarakat lingkungannya, dan itu tertanam betul hingga sekarang masih ia
lakukan. Bahkan berbuat baik dan amal itu bukan hanya kepada manusia, tetapi kepada tumbuhtumbuhan, pohon dan kepada hewan.
“Ketika saya pulang dari SD Muhammadiyah Bodon, Kotagede, saya setiap pulang dan

berangkat sekolah itu mlipir-mlipir di pinggir kalen, disana jangan-jangan ada pohon tomat,
pepaya, talok atau pohon apa saja yang layu atau mau mati trnjak orang lewat, lalu pohon itu kita
tolong dengan sukarela dan penuh kegembiraan. Bahkan kalau pohon itu betul-betul hampir mati

kita bawa pulang dan kita rawat di rumah hingga pohon tersebut bisa hidup lalu kita rawat.
Kemudian ketika di jalan kita ketemu kutuk (anak ayam) yang kejegur peceren atau kecebur
kalen larena dikejar ayam jago nah itu kita tolong kita angkat dari kalen dan kita bersihkan kita
kasih makan dan kita kembalikan pada induknya,” tuturnya.
Jadi di HW itu itu memang ada rasa handarbeni sejak kecil sudah tertanam dalam jiwa kita,
makanya pandu HW itu setiap saat siap menolong dan berjasa. Kemudian setiap hari anggota
HW harus berbuat kebajikan, jadi kode kehormatan itu dihayati dan diamalkan. Pada waktu itu
memang dasarnya betul-betul atas dasar kesukarelaan, bukan dengan doktrin ala militer seperti
pramuka, jadi dasar yang paling utama adalah sukarela, orang masuk menjadi anggota pandu
HW itu karena pilihan, memang pilihan yang mantab masuk pandu. Karena itu sifat
kesukarelaannya yang di utamakan, dan setiap dua hari sekali latihan..
Sekarang ini dalam pandu HW ada sesuatu yang hilang, yakni sifat sukarela, sikap kepeloporan
dan perintis jalan. Jadi pandu itu harus berani tampil di depan kapan saja, dan mempelopori,
ketika saya masih duduk di kelas lima SD Muhammadiyah, setiap liburan kuartal kita melakukan
camping di Winong, kemudian di dekat kebun binatang Gembiraloka dan acara kemah itu kita
bikin sendiri satu regu 7 orang, bahkan ketika kemah berlangsung para pimpinan-pimpinan

Pandu HW pada datang menengok, juga para orang tua dan sanak saudara. Jadi saking
advonturirnya kelas 5 Sekolah Dasar ternyata sudah mampu mandiri ketika itu, dan punya
keberanian. Jadi hidup di bumi ini memang harus memeiliki keberanian dan advoture.
Jadi HW itu setia, HW itu dapat dipercaya dan harus kita pegang selam hidup, kejujuran adalah
nilai yang paling utama, kemudian kita bawa dalam kehidupan dalam bermuhammadiyah,
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk dalam kehidupan berpolitik. Jadi
pandu HW itu mesti jujur dan amanah, sangat sulit untuk melanggar kejujuran, dalam kehidupan
bermuhammadiyah, bermasyarakat dan berpolitik, dan dalam kehidupan bersaing di tengah
masyarakat bangsa ini maupun dalam kehidupan pergaulan internasional. Kejujuran itu adalah
nila dasar yang harus kita pupuk selamanya.
Itulah antara lain nilai-nilai utama dari pendidikan kepanduan yang ternyata sangat bermanfaat
dan masih fungsional ketika dia menjalankan tugas nasional sebagai anggota Komnas HAM
(ton)
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 14 2004