AGENDA UMAT ISLAM DI ERA GLOBALISASI

AGENDA UMAT ISLAM DI ERA GLOBALISASI
M. Nurdin Juned
Kita sekarang telah berada di alam era globalisasi yang dikenal dengan era keterbukaan. Di alam
keterbukaan ini, maka kita diharapkan memiliki kemampuan membaca tanda-tanda zaman yang
selalu mengalami perubahan dan pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai-nilai dan
pergeseran itu disebabkan adanya ledakan yang sangat dahsyat yang dapat dirasakan oleh sikap
mental dan prilaku manusia yang mengglobal di tengah-tengah masyarakat yang terus berproses.
Adapun ledakan yang kita maksudkan itu ialah adanya arus informasi yang begitu cepat dan
beragam yang kita saksikan dan kita serap secara langsung dalam waktu bersamaan. Baik
informasi yang bersifat internal maupun eksternal yang masuk ke dalam rumah kita masing
masing melalui media elektronik atau media cetak lainnya.
Dari arus informasi yang sangat dahsyat itu, menimbulkan perubahan yang mendasar jika kita
cermati dari kancah kehidupan sosial kemasyarakatan. Di satu sisi adanya informasi yang kita
terima itu membawa kita ke arah yang konstruktif, yaitu menumbuhkan rasa percaya diri dalam
menghadapi era global ini dari semua aspeknya. Menumbuhkan etos kerja yang positif karena
dampak keberhasilan yang telah dicapai, baik fisik material maupun mental spiritual dalam
membangun diri dan bangsanya. Sehingga sikap optimis dalam menghadapi masalah serumit
apapun, rasanya dapat kita atasi dengan mudah selama kita tetap komitmen dengan tujuan
berbangsa dan bernegara. Namun di sisi lain arus informasi yang dahsyat itu membawa kita ke
arah yang destruktif, yaitu kehancuran moral terutama di kalangan generasi muda kita sehingga
menimbulkan berbagai kasus yang sangat mengerikan. Kita merasakan adanya tindakan

kekerasan, perkelahian antar pelajar, maraknya obat-obat terlarang, narkoba, pil koplo dan
sejenisnya, serta sejumlah agenda kebrutalan moral lainnya yang banyak menghiasi lembaran
surat kabar dan majalah ibu kota maupun daerah.
Dari kedua bentuk informasi yang kontradiksi ini, kita telah berada dihadapannya dan tidak bisa
kita hindari atau menghindarkan diri. Dan ini merupakan refleksi dari zaman keterbukaan yang
kita hadapi dewasa ini. Oleh karena itu posisi kita sebagai umat Islam harus mempersiapkan diri
untuk meningkatkan kualitas SDM nya, agar kita tidak selalu terjebak dalam situasi dan kondisi
apapun. Sebaliknya dari kondisi yang kita hadapi ini, kita harus mampu menjadi pelopor sebagai
teladan bagi umat dan bangsa ini, bahkan garda terdepan dalam ikut menyelesaikan konflik yang
terjadi di negeri kita ini dalam mempertahankan kesatuan dan persatuan bangsa.
Adapun kualitas sumber daya manusia yang kita harapkan tersebut di antaranya:
Pertama; Peningkatan pemberdayaan kualitas hidup. Setelah bangsa kita mengalami krisis
moneter beberapa tahun yang lalu, maka dari jumlah penduduk miskin telah mencapai sepertiga
penduduk Indonesia, yang sudah barang tentu mayoritas menimpa umat Islam. Karena realitanya
memang umat Islam baru banyak dalam hitungan, tetapi belum banyak diperhitungkan dalam
setiap kebijakan yang diambil oleh Institusi masyarakat pada umumnya. Sebab yang utama
adalah karena kualitas umat Islam atau SDM nya selama ini masih rendah, baik ekonomi maupun
kesehatannya. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas hidup yang layak, umat Islam harus
secara serius memikirkan tentang memelihara kesehatan dan mengatur ekonomi umat secara
proporsional. Dengan kualitas hidup yang sehat akan menumbuhkan energi yang prima dan

vitalitas yang tinggi, sehingga adanya sikap mental yang mandiri dengan daya juang yang optimal
dalam menghadapi setiap tantangan di era global ini. Kemudian lebih utama lagi kita harus
menata masa depan generasi muda kita, agar mereka dapat menjadi pewaris yang baik sesudah
kita dan tidak akan menjadi beban orang lain. Di dalam Al-Qur'an Allah SwT telah
memperingatkan hambanya:
"Dan hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang
mereka anak-anak (generasi) yang lemah. Mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka…..“ (Q.s An-Nisa': 9).
Selain itu Nabi Muhammad saw dengan tegas pula menyatakan dalam Haditsnya:

“Orang mukmin yang sehat itu lebih baik dan dicintai Allah dari pada orang-orang mukmin yang
lemah.” (Al Hadist).
Kedua; Peningkatan pemberdayaan kualitas keilmuan (intelektual). Peningkatan kualitas
keilmuan atau intelektual, merupakan keharusan bahkan sangat penting dalam mengimbangi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Secara jujur kita akui
kualitas intelektual umat Islam masih rendah, masih di bawah standar umat-umat lainnya. Kita
perhatikan di negara-negara Islam yang ekonominya cukup maju, seperti orang orang di Timur
Tengah karena didukung oleh sumber daya alamnya berupa minyak dan gas bumi. Namun pakar
dan ilmuan yang mengelola sumber daya alamnya itu, mayoritas orang Barat dan Eropa. Artinya
mereka hanya kaya secara ekonomi, tetapi miskin secara intelektual terutama di bidang tehnologi

modern. Di samping itu kita cukup prihatin terhadap kualitas umat Islam Indonesia. Salah satu
neraca yang dapat kita ambil para pakar dan politisi yang menduduki lembaga legislatif ataupun
eksekutif. Kita masih mendengar ada anggota DPR/MPR yang belum banyak berperan dalam
memberikan sumbangannya kepada lembaga tertinggi itu, bahkan masih ada yang bersikap pasif
dalam pembahasan materi yang akan ditetapkan sebagai acuan dari kerja lembaga tersebut.
Begitu juga di bidang peran sosial kemasyarakatan yang belum banyak untuk dapat dijadikan
teladan sebagai figur seorang pemimpin berkarakter dan berwawasan keilmuan.
Kita masih menyaksikan dari kader yang telah tampil belum menunjukkan sifat kedewasaan,
masih adanya sikap egoisme atau keakuan dan emosional yang tidak terkendali. Jika kita cermati
secara normatif, maka salah satu penyebabnya yaitu masih lemahnya sistem dan kualitas
pendidikan. Sebagai indikasinya bahwa berdasarkan penelitian dari UNESCO tentang peringkat
kualitas pendidikan dan 174 negara di dunia ini, Indonesia menempati rangking ke 105. Jauh di
bawah Mexico yang menempati ranking ke 50. Bahkan ironisnya kitapun telah berada di bawah
Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga kita yang terdekat.
Penulis sempat mengikuti Study banding yang diadakan oleh Dewan Masjid Sumatera Selatan di
beberapa negara bagian Malaysia dan Singapura pada tahun 2001 yang lalu, bahwa ditinjau dari
rasio penduduknya setiap 10 orang Malaysia hampir rata-rata ada 4 orang sarjana dengan
bermacam disiplin ilmu. Kemudian dari setiap kampung atau RT/RW kalau di negeri kita ini,
hampir rata-rata ada 3 orang Dokter untuk melayani kesehatan masyarakat. Adapun peringkat
tertinggi kualitas pendidikan di dunia adalah; Kanada, Amerika, dan Norwegia. Tetapi giliran

tingkat korupsi, maka Indonesia menempati peringkat teratas yaitu nomor dua di dunia setelah
yang pertama diduduki Nigeria. Sungguh menyakitkan, memilukan dan memalukan. Padahal kita
mafhum, akan pentingnya kualitas ilmu (intelektual). Sebagaimana orang bijak berkata, bahwa
ilmu pengetahuan adalah kekuasaan. Selama kualitas ilmu (intelektual) kita rendah, selama itu
pula umat Islam akan terdesak dalam percaturan global, bahkan menjadi terkooptasi oleh
kelompok (Negara) lain yang telah maju.
01eh karena itu untuk meningkatkan kualitas keilmuan, maka budaya baca dan semangat keingintahuan terus ditumbuh-kembangkan, utamanya generasi penerus bangsa ini. Nabi Muhammad
saw pernah menyatakan dalam Haditsnya: “Tuntut ilmu pengetahuan itu mulai dari lahir sampai
ke liang kubur”. Karena itu ajaran Islam sangat respek terhadap umatnya dan menjunjung tinggi
siapa saja di antara manusia yang tidak hanya beriman, tetapi juga berilmu pengetahuan. Dalam
hal ini kita perhatikan firman Allah SwT:
"Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang–orang yang
berilmu pengetahuan beberapa derajat ". (Q.s.Al-Mujadalah: 11)
Ketiga; Peningkatan pemberdayaan kualitas moral. Dengan adanya rasa tanggungiawab bersama
sebagai umat dan bangsa ini, kita merasa prihatin sekali atas keterpurukan di bidang tatanan
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, karena dilanda oleh krisis moral. Di awal milenium ke
3 pada tahun 2000 yang lalu kita dapat merekam betapa banyak peristiwa yang terjadi yang
membuat rasa duka dan kecewa karena tindakan pelecehan moral makin menjadi-jadi ke seluruh
sektor kehidupan. Di saat inipun beberapa kasus yang diungkap lewat media cetak dan elektronik


membeberkan krisis moral yang terjadi, berpuluh-puluh dan beratus-ratus bahkan beribu-ribu
tulisan yang mengulas masalah krisis moral bangsa kita dewasa ini.
Di kalangan para elit bangsa hilangnya rasa budaya malu atas perbuatan yang kurang terpuji,
yang merasa tidak bersalah. Padahal perbuatan mereka secara kasap mata telah merugikan umat
dan bangsa ini. Akibat dari banyaknya kasus yang terungkap itu, dan adanya sifat arogan di
kalangan generasi muda serta dan beberapa elit bangsa ini, maka telah menurunkan martabat
bangsa kita di mata dunia Internasional. Salah satu indikasinya makin ragunya para investor
asing yang hendak menanamkan modalnya dan semua sektor pembangunan di negeri kita ini,
karena belum terjaminnya stabilitas keamanan dalam negeri.
Oleh karena itu perlu mengagendakan peningkatan kualitas moral dengan kesalihan, yaitu
dimulai dari berniat, berfikir, berbuat dan bertindak sesuai dengan aturan yang telah ada dan
disepakati bersama di negeri yang kita cintai ini. Sebagai anak bangsa kita sangat mendambakan
anak-anak yang saleh yang mampu memahami jati dirinya. Yaitu generasi yang dapat mengukir
kehidupan ini lebih dinamis dan berpotensi besar dalam meneruskan estafet kepemimpinan umat
dan bangsa di masa yang akan datang. Kemudian sebagai pemimpin umat dan bangsa baik formal
maupun non formal, agar kesalihannya dapat diwujudkan dalam segala bentuk aktivitasnya. Kita
sangat mengharapkan kepada pemimpin umat dan bangsa ini, bukan hanya pandai memberi
contoh yang baik, yang terhenti kepada batas kata-kata yang bijak, namun lebih dari pada itu agar
para pemimpin benar-benar menjadi contoh dan teladan yang baik dan benar yang mengkristal
dalam budaya hidup bermasyarakat. Untuk itu sebagai umat Islam maka kita harus kembali

merujuk kepada keteladanan dan kepemimpinan Nabi Muhammad saw yang telah dijelaskan
Allah SwT dalam Al-Qur'an; "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan
yang baik dan mulia bagimu.....” (Q.s Al-Ahzab: 21).
Kemudian Nabi Muhammad saw pernah mengatakan: Kamu tidak akan dapat membahagiakan
orang banyak dengan harta benda atau kedudukan yang sedang kamu kuasai, akan tetapi kalau
kamu ingin mendatangkan kebahagiaan kepada mereka itu tunjukkanlah sikap dan prilaku yang
bersimpatik dengan disertai moral yang tinggi atau budi pekerti yang mulia. (H.R.Muslim).
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 21 2002