BOOK Ebenhaizer I Nuban Timo Manusia Dalam Perjalanan BAB III

Bab III
Aspek Kedua Perayaan Keselamatan
Aspek Individual
Berkat keselamatan yang menjadi bagian
individu dalam gereja sebagaimana yang dirumuskan
dalam credo ada tiga: pengampunan dosa, kebangkitan
daging
dan
kehidupan
yang
kekal.
Calvin
mengelompokkan itu dalam dua kategori.

Pertama, berkat yang sudah mulai direalisasikan
pada masa kini, yakni sejak seseorang ambil bagian dan
persekutuan tubuh Krustus. Berkat itu adalah
pengampunan dosa (remisionem peccatorum). Kedua,
yang baru akan dinyatakan kelak, yakni ketika Yesus
Kristus datang kembali sebagai bagian orang-orang yang
hidup dalam percaya kepada Yesus Kristus. Berkat itu

adalah: kebangkitan daging (Resurrectionem carnis) dan
kehidupan yang kekal (vitae aeternam).79
Berkat ini disediakan Allah bagi semua manusia
tanpa kecuali. Meskipun begitu demikian kata Calvin
berkat itu hanya bisa diterima oleh orang-orang yang
ambil bagian dalam persekutuan keselamatan. Calvin
menegaskan itu dalam kalimat: “Mereka yang menahan
dirinya dari persekutuan tubuh Kristus dan yang keluar
79

Karl Barth. The Faith of the Church. hlm. 122.

85

dari persekutuan itu tidak mendapat bagian dari berkat
tadi.”80
Hal yang sama ditegaskan juga oleh Alkitab
tetapi dengan nada yang positif sebagaimana kita baca
dalam Yohanes 3:16: “Karena begitu besar kasih Allah
akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya

kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal.81 Hanya orang-orang yang menjadi anggota tubuh
Kristuslah yang dapat menikmati berkat keselamatan di
dalam persekutuan Kerajaan Allah.
Ini tidak bermaksud untuk mempersempit ruang
lingkup keselamatan Allah. Keselamatan Allah itu lebih
besar dari ruang lingkup persekutuan kelihatan yang
bernama gereja. Penekanan pada keberadaan sebagai
anggota gereja untuk memperoleh keselamatan
dimaksud untuk menggarisbawahi pentingnya jawaban
dan penerimaan manusia kepada Allah. Allah bisa dan
mampu menyelamatkan manusia tanpa mendengar
jawaban manusia, tetapi itu sama sekali tidak sejalan
dengan hakikat Allah yang adalah kasih dan
bertentangan dengan isi perjanjian yang dicanangkan
Allah di dalam kekekalan.

80
81


86

Karl Barth. The Faith of the Church. hlm. 135.
Cetak miring merupakan tekanan yang dibuat penulis.

Pengampunan Dosa
Mengawali pokok ini baiklah kami ingatkan hal
berikut. Perjamuan makan bersama (tafelgemeenschap)
bagi orang Timur Tengah Kuno mengandung pesan
yang sangat dalam. Ia mengisyaratkan keakraban dari
para pihak yang ambil bagian dalam perjamuan itu. Di
antara orang-orang yang makan bersama tidak ada
permusuhan, sikap curiga atau hal-hal yang tidak
berkenan.82 Selanjutnya, memakan sesuatu artinya
membuat makanan itu menyatu dengan kita. Makan roti
sama dengan membuat roti itu menjadi satu dengan
hidup kita atau sebaliknya.

Tafelgemeenschap yang dirayakan gereja adalah
moment di mana umat percaya makan roti dan minum

anggur yang secara figuratif menunjuk pada tubuh dan
darah Kristus. Jadi yang terjadi dalam sakramen
perjamuan adalah moment di mana tiap peserta menjadi
satu dengan Yesus Kristus baik dalam hidup maupun
pada saat. Wolfhart Pannenberg menjelaskan itu
demikian: “Setiap kali orang-orang percaya bersekutu
menyatukan dirinya dengan yang kudus itu,
persekutuan yang intim itu punya hubungan dengan
pengampunan dosa. Itu merupakan konsekwensi
langsung dari penyatuan mereka dengan Kristus. Ia
membuat keseluruhan hidup orang-orang percaya
dimurnikan.”83
82
83

D.J. Baarslag. Gelijkenissen des Heeren. hlm. 115.
Wolfhart Pannenbrg. De geloofsbelijdenis. Een uitleg

van de apostolische geloofsbelijdenis door mensen van nu.
Baarn: Ten Have. 1976. hlm. 160.


87

Pengampunan dosa merupakan kenyataan
konkret dari berdiamnya keselamatan Allah yang
dikerjakan Yesus di dalam diri manusia yang
menyatukan hidupnya dengan Yesus Kristus. Inilah
kenyataan terindah yang menjadi bagian dari tiap orang
yang menyatakan diri menerima Yesus Kristus di dalam
hidupnya dan terus-menerus ambil bagian dalam
tafelgemeenschap dengan sikap yang benar dan kudus.
Selain pengampunan dosa ada lagi dua berkat
keselamatan, yakni: kebangkitan daging dan kehidupan
yang kekal.
Tiga berkat keselamatan yang mengarah kepada
individu orang percaya bukan tiga hal yang berdiri
sendiri dan terpisah satu sama lain. Tidak. Ketiganya
merupakan tiga aspek keselamatan yang menjadi milik
tiap orang percaya yang menjawab YA kepada Allah dan
menyatukan hidupnya sebagai anggota tubuh Kristus.

Hubungan ketiga aspek ini bercorak perichoresis.
Kalau dalam credo pengampunan dosa
ditempatkan mendahului kebangkitan daging dan hidup
yang kekal itu hanya mau menekankan hal berikut.
Pengampunan dosa adalah uang muka dari dua yang
akan menyusul. Calvin menjelaskan hal ini dengan
mengatakan pengampunan dosa sudah mulai terjadi
sekarang, sedangkan kebangkitan daging dan hidup
yang kekal baru akan terjadi kelak. Pannenberg
menegaskan hal yang sama. Menurut dia pengampunan
dosa mendahului kebangkitan daging dan hidup kekal

88

sebagai jari yang menunjuk kita dua hal yang
menyusul.84
Pengampunan dosa memiliki dua arti. Pertama,
manusia dibebaskan dari hal-hal yang memisahkan dia
dari Allah. Kami sudah membicarakan tentang
dahsyatnya dosa. Ia mengasingkan manusia dari dirinya

sendiri dan dari Allah. Akibatnya ia menjadi hidup
dalam permusuhan dengan Allah dan kehidupannya
terus dijalani dalam kepalsuan. Berbagai upaya manusia
untuk mendekatkan diri dengan Allah dan sesama
membuat permusuhan dan kepalsuan itu makin
bertambah. Satu-satunya jalan untuk memulihkan
persekutuan manusia dengan Allah dan dengan
sesamanya tidak bisa dilepaskan dari pengampunan
dosa.

Kedua, pembebasan dari dosa juga berarti
manusia memiliki masa depan baru. Dosa membuat
manusia takluk pada maut (Rm. 6:23). Ia menjadi hamba
dosa (Yoh. 8:34). Dengan adanya pengampunan dosa
berarti bahwa manusia diberikan status baru yakni
menjadi hamba kebenaran (Rm. 6:18). Manusia lama
diganti dengan manusia baru.
Pembaharuan status manusia ini berhubungan
erat dengan baptisan. Dalam kekristenan purba
pengampunan dosa dihubungkan secara erat dengan

sakramen baptisan yang menunjuk kepada penyatuan
hidup penerima baptisan dengan Yesus Kristus.85
84
85

Wolfhart Pannenbrg. De geloofsbelijdenis. hlm. 160.
Wolfhart Pannenbrg. De geloofsbelijdenis. hlm. 161.

89

Baptisan menyatukan hidup seseorang dengan kematian
dan kebangkitan Yesus Kristus. Status semula dari
manusia yakni sebagai budak dosa berakhir, mati. Budak
dosa itu dikuburkan bersama-sama dengan Kristus dan
sebagaimana Kristus yang dikuburkan itu bangkit dari
antara orang mati sebagai yang sulung dari mereka yang
meninggal manusia lama tadi ikut pula dibangkitkan
untuk hidup yang baru selaku kebenaran (Rm. 6:3-4).
Baptisan adalam moment di mana kemanusiaan
kita yang lama diganti. Penerima baptisan itu hidup,

tetapi bukan lagi dia yang hidup melainkan Kristus yang
hidup di dalamnya (Gal. 2:20). Ia bukan lagi milik maut
tetapi milik Kristus. Tanda untuk itu adalah nama baru
yang dia terima, nama yang dimasukkan ke dalam
namanya. Atau lebih tepat, namanya dimasukkan ke
dalam nama Allah.
Itulah yang terjadi dengan Abram dan Sarai.
Nama keduanya diperbaharui. Abram menjadi
Abraham, Sarai menjadi Sarah. Nico Ter Linden
menunjukan adanya penambahan huruf H dalam nama
mereka. H menunjuk pada nama Yahwe (Ibr: ehyeh
asyer ehyeh).86 Abraham dan sarah hidup tetapi bukan
lagi mereka yang hidup melainkan Allah yang hidup di
dalam mereka.
Ini juga yang melatarbelakangi terjadinya
pergantian nama dari banyak orang ketika mereka
memutuskan untuk menerima baptisan. Dalam sebuah
Nico Ter Linden. Het verhaal gaat I. Kampen: J.H. Kok.
1997. hlm. 61.
86


90

buku kecil berjudul Bastian: de kleine Timorese, Ds.
Dukstra, ketua sinode GMIT pertama menunjukkan
bahwa pergantian nama penting karena nama semula
diperoleh dari berhala. Nama itu harus diganti karena
dengan baptisan yang bersangkutan menjadi milik Allah
di dalam Kristus.87 Ia bukan lagi hamba dosa. Ia telah
hidup dalam pengampunan.
Betapapun pengampunan dosa berhubungan
erat dengan sakramen baptisan, tetapi gereja menyadari
bahwa pengampunan dosa tidak dibatasi hanya pada saat
seseorang menerima sakramen baptisan. Tidak! Baptisan
sebagai akta pencangkokan hidup seseorang kepada
Yesus Kristus adalah sebuah kiasan (I Pet. 3:21) untuk
kehidupan seluruhnya dari penerima baptisan. Baptisan
hanya terjadi sekali tetapi pengampunan dosa yang
diterima dari Kristus berlangsung sampai yang
bersangkutan meninggal.

Kesimpulan kita akan arti pengampunan dosa
adalah sebagai berikut. Seseorang yang diampuni dosa
oleh Allah ia dibebaskan dari maut dan menerima
jaminan sebagai pewaris kehidupan baru di dalam
kerajaan Allah. Manusia itu berpindah dari kematian
kepada kehidupan. Itu sebabnya dalam credo, segera
setelah rumusan tentang pengampunan dosa menyusul
rumusan kebangkitan daging dan hidup yang kekal.

Ds. Durkstra. Bastian: de kleine Timorese. Baarn: Bosch
en Keuning. 1949. hlm. 61.
87

91

Kebangkitan Daging
Orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus
akan mati. Tetapi kematian tidak akan membuat mereka
binasa, habis atau lenyap (Yoh. 3:16). Mereka akan
dibangkitkan. Akan ada kebangkitan orang mati pada
saat Yesus Kristus datang kembali. Alkitab: PL dan PB
menegaskan hal itu. Penegasan itu tidak hanya berasal
dari para nabi dan rasul. Yesus Kristus sendiri
membenarkan pengajaran itu. (Mt. 22:24-30, Yoh. 5:25,
6:39, 40,44-54; 11:24-24).
Menurut Alkitab kebangkitan adalah peristiwa
yang konkret. Tubuh dan daging yang akan
dibangkitkan. Kalau dunia non-kristen mengajarkan
tentang kehidupan setelah kematian dalam bentuk
kekekalan jiwa, Injil mengajarkan adanya kebangkitan
orang mati.88 Plato mengajarkan tentang kehidupan
kekal sebagai pembebasan dari tubuh. Injil
memberitakan tentang kehidupan kekal sebagai
pembebasan tubuh dari maut.89
Kebangkitan bukan sekedar bersifat spiritual
seperti yang diajarkan Himeneus dan Filetus (2 Tim.
2:18). Tubuh dan daging yang dimakamkan dan yang
hancur di dalam tanah itu akan dicari dan ditemukan
Allah (Pkh. 3:15) untuk dibangkitkan (Yes. 26:19). Allah
tidak akan membiarkan perbuatan tanganNya

Wolfhart Pannenbrg. De geloofsbelijdenis. hlm. 169.
C.A. Van Peursen. “Shepping en Lichamelijkheid.”
Dalam: Kerk en Theologie 9e Jaargang. No.2. April 1975.
Wageningen: H. Veenman & Zonen. hlm. 104.
88

89

92

menghilang (Mz. 138:8). Ia tetap setia untuk selamanya
(Mz. 146:6).
Tentang bagaimana keadaan tubuh pada saat
dibangkitkan? Moltmann mengatakan bahwa keadaan
manusia saat kebangkitan orang mati adalah seperti
malaikat.90 Tetapi tubuh kebangkitan itu dapat kita lihat
pada kebangkitan Yesus Kristus karena Ia adalah yang
sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati.
Kebangkitan manusia akan menyusul (I Kor. 15:20,
23).91
Ada diskontinutas pada tubuh Yesus Kristus
yang bangkit itu. Tubuh itu sama sekali baru. Tetapi toh
ada juga kontinutas. Tubuh Yesus yang bangkit itu
masih sama.92 Fletcher mengatakan: “Kristus yang
bangkit itu adalah tetap Yesus dari Nazaret, sebagaimana
Ia pernah hidup, mengajar, berkarya dan menderita.93
Yesus menampakkan diri kepada murid-murid dalam
rupa yang baru. Itu sebabnya murid-murid ragu-ragu
(Mt. 28:17). Dua murid yang ke Emaus tidak mengenal
Dia (Lk. 24:16,41). Yesus tiba-tiba hadir dan tiba-tiba

J. Moltmann. God in Creation. London: SCM Press.
1985. hlm. 138.
91 Luis Berkhof.
Systematic Theology. hlm. 722.
92
M.E. Brinkman. “ Voorbij de Dood.” Dalam:
Gereformeerd Theologisch Tijdschrift. No. 1. 1996.
Zesennegentigste Jaargang. Februari. Kampen: Uitgeverij Kok.
hlm. 15.
93 Verne H. Fletcher. Lihatlah Sang Manusia. Suatu
Pendekatan Pada Etika Kristen Dasar. Jakarta: BPK Gunung
Mulia. 2007. hlm. 506.
90

93

menghilang dari mereka (Lk. 24:32,36). Dia dapat masuk
ke dalam ruangan sekalipun pintu dan jendela tertutup
rapat (Yoh. 20:19, 26).
Apa yang terjadi pada Yesus yang bangkit, akan
terjadi juga pada kebangkitan manusia.94 Tubuh yang
baru itu masih bisa dikenal tetapi tidak lagi terikat
dengan hal-hal jasmani seperti makan dan minum,
kawin dan dikawinkan (Mt. 22:30). Tubuh yang baru itu
tidak lagi takluk pada hukum-hukum biologis dan tata
ruang. Ia bisa masuk ke dalam ruangan tertutup dan bisa
menghilang begitu saja.95 Origenes menggambarkan
tubuh kebangkitan itu adalah baru, tubuh spiritual (I
Kor. 15:40). Perubahan sifat dan kualitas itu tidak akan
mengubah bentuk fisik dari tubuh itu. Perubahan itu
justru mempertinggi fungsi dan kegunaan dari
keadaanya semula.
Nico Syukur Dister menjelaskan perubahan itu
sebagai berikut. “Dalam hidup sekarang ini di dunia,
dalam hidup yang belum diubah oleh kematian, roh
ditentukan oleh badan, khususnya sejauh badan
membuat roh kita (dalam derajat tertentu) terikat pada
waktu dan tempat, dan dibatasi olehnya. Akan tetapi
dalam kebangkitan, sebaliknya badan ditentukan oleh
roh.”96 Van Peursen menulis begini: “Adam pertama
Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
United Kingdom: The Paternoster Press. 1994. hlm. 763.
95
Ebenhaizer Nuban Timo. Arsip Untuk Sorga.
Kumpulan Khotbah Kematian. Kupang 2010. hlm. 83.
96 Nico Syukur Dister. Teologi Sistematika 2. Ekonomi
Keselamatan.Yogyakarta. 2004. hlm. 578.
94

94

menjadi makhluk yang hidup, sedangkan Adam terakhir
adalah roh yang memberi kehidupan.”97
Kebangkitan tubuh itu berlaku bagi semua orang
tanpa kecuali dan berlangsung serentak.98 Orang benar
dan fasik, yang percaya dan yang tidak percaya akan
mengalami kebangkitan tubuh (Kis. 24:15). Orang benar
dan orang fasik akan sama-sama dibangkitkan untuk
menjalani penghakiman (Why. 20:13-15). Bagi orang
benar dan yang percaya kebangkitan itu adalah
memperoleh upah dari Allah, yakni kehidupan kekal.
Sedanngkan bagi orang fasik dan mereka yang menolak
Kristus kebangkitan adalah saat penghukuman (Yoh.
5:29). Mereka yang menolak Kristus dan hidup dalam
kefasikan akan mengalami kematian kedua (Why. 20:
14-15).
Kebangkitan orang mati akan terjadi pada saat
kedatangan kembali Yesus Kristus. Tentang hari H
kedatangan itu tidak ada seorang pun yang tahu. Juga
bukan tugas manusia untuk menghitung hari H
kedatangan kembali. Tugas manusia adalah menjalani
hidup dalam percaya kepada Yesus, supaya pada saat
kedatangan Yesus Kristus mereka dibangkitkan untuk
dipermuliakan. Moment itu terjadi dalam bentuk
pembacaan nama-nama dari dalam kitab kehidupan oleh
Kristus.

C.A. Van Peursen. “Schepping en Lichamelijkheid.”
hlm. 100.
98 Wolfhart Pannenbrg. De geloofsbelijdenis. hlm. 170.
97

95

Maria dari Magdala adalah teladan untuk itu.
Bersama dengan para perempuan lain, ia pergi ke kubur
Yesus pagi-pagi sekali ketika hari masih gelap di hari
pertama minggu itu. Setelah mendengar kabar dari dua
laki-laki berpakaian putih bahwa Yesus tidak di situ
tetapi sudah bangkit, perempuan lain pulang ke kota.
Maria tetap berdiri di kubur sambil menangis. Sesekali
matanya melihat ke dalam kubur (Yoh. 20:12 dst).
Yesus sudah bangkit. Dia tidak lagi ada di situ.
Tetapi Maria tetap berada di kubur itu. Dia bukan
sekedar ingin bertemu dengan Tuhan yang bangkit. Ia
tetap di situ untuk mendapat kepastian dari Tuhan
bahwa namanya berada dalam daftar orang-orang yang
akan dibangkitkan. Kerinduan Maria itu terwujud. Ia
bukan hanya menjadi orang pertama yang bertemu
Tuhan yang bangkit. Ia juga menjadi orang pertama
yang dipanggil namanya oleh Tuhan yang bangkit.
Kedatangan kembali Yesus Kristus adalah adalah paskah
yang tidak akan berakhir.99

Pandangan Kristen tentang Kematian
Kebangkitan orang mati terjadi pada saat
kedatangan kembali Yesus Kristus. Adanya kebangkitan
mengandaikan adanya kematian. Kalau bagitu apa itu
kematian? Kehidupan dan kematian adalah dua bagian
tak terpisahkan dari keberadaan sebagai ciptaan.
Manusia pada hakikatnya akan mati. Kematian bukan
G.C van Niftrik & B.J. Boland. Dogmatika Masa Kini.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1958. hlm. 237.
99

96

sesuatu yang baru akan terjadi nanti di akhir hidup
seseorang. Tidak! Sejak seseorang lahir bahkan seluruh
masa hidupnya diwarnai oleh kematian. Kirchberger
berkata bahwa hidup manusia bukan kenyataan yang
tidak akan berakhir. Hidup dari mulanya diwarnai oleh
kematian.100 Kematian dalam pengertian ini adalah
peristiwa natural. Ia merupakan sebuah kenyataan
medis-biologis. Semua manusia akan mengalami
kematian dalam arti ini, tidak peduli apakah dia orang
benar atau orang fasik.
Luis Berkhof mengatakan bahwa Alkitab
mengajarkan kepada kita tiga bentuk kematian:
Kematian fisik, kematian spiritual dan kematian
kekal.101 Pertama, kematian fisik. Itu akan dialami setiap
orang dan juga semua ciptaan. Kematian seperti ini tidak
punya hubungan dengan dosa. Jadi adalah keliru kalau
manusia berpikir akan kematian sebagai akibat dari
dosa. Manusia pasti mati dan harus mati entah dia
berdosa atau pun tidak. Kematian adalah hal yang alami,
wajar dan normal bagi ciptaan.102 Sebagai sebuah
kenyataan yang normal dan alami kematian bukan
hukuman melainkan injil. Ia adalah panggilan kepada
manusia untuk masuk dalam persekutuan yang
sungguh-sungguh dengan Kristus. Memperhatikan

Georg Kirchberger. Allah Menggugat. hlm. 289.
Luis Berkhof. Systematic Theology. hlm. 668.
102 Dieter Becker. Pedoman Dogmatika.Suatu Kompedium
Singkat. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2001. hlm. 195.
100

101

97

aspek ini Dieter Becker menyebut kematian sebagai
penebusan.103
Dosa tidak mendatangkan kematian. Dosa
mendatangkan maut (Rm. 6:23). Dosa membuat
kematian dialami bukan lagi sebagai injil dan penebusan
melainkan
sebagai
sebuah
pengalaman
yang
menakutkan,
hukuman
dan
ancaman
yang
mengerikan.104 Oleh karena dosa manusia takut
berhadapan dengan kematian sebab dia melihat
kematian sebagai keterpisahan dengan Allah dan
terjatuh dalam genggaman maut. Puisi berjudul
Kematian Rangkap Tiga yang ditulis oleh Victor E. van
Vriesland berikut kiranya memberi gambaran tentang
bagimana kematian itu.105
Kali pertama aku mati secara fisik
Tubuhku menghilang dari pandangan
Daging dan tulang-tulangku berangsur-angsur lapuk
di dalam tanah
Orang tidak bakal menemukan sedikitpun sisa di
dalam kubur
Aku berasal dari debu dan harus kembali kepada
debu
Selanjutnya, aku mati di dalam hati kekasihkekasihku

Dieter Becker. Pedoman Dogmatika. hlm. 196.
M.E. Brinkman. “ Voorbij de Dood.” hlm. 12.
105 Baers & Henau. God is Groot. Kampen: J.H. Kok. 985.
hlm.497.
103

104

98

Memang kenangan terhadapku masih bertahan
beberapa lama
Tetapi seperti sebuah luka, kalau sudah sembuh
Masih ada bekasnya. Tetapi lama-kelamaan hilang
juga
Juga dalam hati mereka, aku tidak lagi ditemukan
Akhirnya, aku mati dalam ingatan dan kenangan
mereka
Inilah kuburanku yang ketiga, yang terakhir dan
yang paling dingin
Pada saat kuburan ketiga ini ditutup, habislah sudah
cerita hidupku
Kadang-kadang, pada waktu pemakaman namaku
memang disebut
Tetapi tidak lebih dari sekedar sebutan
Ada yang melambaikan tangan sebagai tanda
perpisahan
Begitu aku tiba di jalan menikung, tidak ada lagi yang
melihatku
Demikianlah aku tergusur dari pandangan
Dari cinta dan juga dari ingatan mereka

Dosa berujung kepada maut yang terwakili
dalam puisi tadi. Sebaliknya, orang berdosa yang telah
mempersilahkan Kristus hidup di dalam dirinya dan
membuat dirinya berada di dalam Kristus kematian
baginya adalah sebuah pintu gerbang yang membawa
dia ke dalam persekutuan abadi dengan Kristus, leluhur
mula-mula dari semua manusia. Alkitab menggunakan
ungkapan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya. (Kej.
99

25: 8, 17, 35:29, 49:33, Bil. 20:24, 27:13). Inilah yang
dimaksud oleh Becker dengan kematian sebagai
penebusan.

Kedua, kematian spiritual. Pandangan Kristen
tentang kematian tidak hanya berhenti pada kematian
fisik. Selain kematian dalam arti medis-biologis, Alkitab
juga mendefinisikan kematian sebagai sebuah kenyataan
etis-teologis, yaitu satu keadaan di mana manusia
memutuskan hubungan dengan Allah dan sesama.
Dimensi etis-teologis dari kematian menunjuk kepada
sikap pemberontakan manusia terhadap Allah dan
menolak tunduk pada firman, ketetapan dan perintahperintah Allah. Kematian dalam arti inilah yang
disebabkan oleh dosa. Alkitab menamakan kematian ini
maut. Secara medis-biologis seseorang berada dalam
keadaan hidup, tetapi karena dia menjauhkan diri dari
Allah dan tidak memperhatikan hukum, ketetapan dan
perintah Allah dalam hidup individu dan masyarakat,
orang itu sesungguhnya mati, yakni dia sudah berada
dalam kuasa maut. Ia masih hidup secara biologis tetapi
secara teologis, spiritual ia sudah mati.106
Ketiga, kematian kekal. Itu baru akan terjadi
nanti ketika Kristus datang kembali. Kematian tipe ini
berlaku bagi mereka yang menolak percaya kepada
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamatnya.
Sebagai lawan dari kematian kekal, ada kehidupan kekal

Alfred A. Glenn. Taking Your Faith to Work. Twelve
Practical Doctrines. Grand Rapids: Baker Book House. 1980.
106

hlm. 95.

100

yang disediakan Allah bagi mereka yang percaya kepada
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat.
Jadi kesaksian Alkitab tentang kematian dapat
kita rampung dalam butir-butir berikut. Pertama,
kematian bukan akibat dosa. Kematian menurut Alkitab
adalah masa selang, waktu antara di mana manusia
beroleh kesempatan untuk diperbaharui oleh Allah bagi
kehidupan baru, kehidupan yang lebih sempurna.
Waktu antara yang bernama kematian dapat kita
pahami kalau melihat seekor ulat yang berubah menjadi
kupu-kupu. Perubahan itu tidak serta-merta. Si ulat
perlu menjalani waktu sebagai kepompong. Ilustrasi ini
secara implisit disebutkan Paulus dalam I Korintus 15:35
dst.

Kedua,

dosa membuat kematian menjadi
pengalaman yang berat dan menakutkan. Sebab ia
menyebabkan terjadinya perpisahan bukan hanya
dengan keluarga dan karib kerabat, tetapi dengan Allah
sumber hidup. Dosa membuat manusia bukan hanya
mati, tetapi terbuang ke dalam kekuasaan maut, yakni
terputus dari perhatian dan pengasihan Allah.

Ketiga, bagi orang yang percaya kepada Yesus
Kristus kematian tidak lagi menjadi saat yang
menakutkan, karena maut sudah dikalahkan. Mereka
yang mati di dalam Kristus boleh beristrahat dengan
tenang karena mereka tidak jatuh ke tangan maut tetapi
akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia (I
Tes. 4:14). Keberadaan bersama-sama Allah baru akan
terjadi nanti, pada kedatangan kembali Yesus Kristus,
tetapi ketika yang bersangkutan mati ia tetap berada
101

dalam jangkauan kuasa keselamatan dan kasih Allah.
Selama masa itu belum tiba, mereka yang mati di dalam
Kristus menjalani masa reparasi untuk menerima tubuh
yang baru, tubuh sorgawi yang cocok untuk menerima
kemuliaan yang disediakan Allah sejak kekal bagi
mereka.107

Keempat, bagi orang-orang yang percaya kepada
Kristus kematian adalah akhir dari kehidupan saat ini,
tetapi bukanlah akhir dari segala-galanya. Mereka yang
mati akan dikuburkan, kembali kepada debu tanah dan
menjadi debu tetapi mereka tidak habis, hilang dan
lenyap di dalam tanah.108 Yesus Kristus sudah masuk ke
dalam kubur untuk menganulir kutuk dosa atas tanah
(Kej. 3:17) dan menguduskan kuburan bagi orang-orang
tebusanNya sehingga maut tidak akan menguasai
mereka. Tidak peduli kapan manusia mati, juga tidak
peduli karena apa dan di mana seseorang mati. Juga
tidak peduli cara pemakaman apa yang dibuat bagi si
mati. Kalau ia selama hidupnya percaya kepada Yesus
Kristus maka ia akan dibangkitkan untuk mewarisi
hidup yang kekal.
Kematian tidak boleh kita pahami dalam
pengertian berhenti berada. Paham itu sangat statis.
Memang secara biologis manusia berhenti berada ketika
ia mati, tetapi secara teologis orang yang dianggap telah
tiada itu ternyata berada secara baru. Dalam kematian
manusia lahirah menghilang seluruhnya, tetapi
bersamaan dengan itu berkembanglah manusia batiniah,
107
108

102

Ebenhaizer Nuban Timo. Arsip Untuk Sorga. hlm. 49.
Luis Berkhof. Systematic Theology. hlm. 668.

sebagimana yang ditulis Paulus: “Meskipun manusia
lahiriah kami semakin merosot, namun manusia
batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari” (2 Kor.
4:16).
Percakapan Yesus dengan seorang penjahat di
atas salib juga menegaskan bahwa kematian tidak
membuat si mati berhenti ada. Ia ada secara baru:
“Bersama-sama Yesus di Firdaus” (Lk. 23:43). Dalam
kisah Yesus tentang Lazarus, orang kaya dan Abraham
(Lk. 16) menjadi jelas bahwa kematian bukan
pembinasaan. Juga dalam beberapa kisah nyata tentang
orang yang mati untuk beberapa waktu kemudian hidup
realita kematian disingkapkan bagi kita, yakni mati
bukan berarti berhenti ada, melainkan berada dalam
cara yang baru.
Kematian adalah kehidupan dalam cara yang
baru, berbeda dengan kehidupan yang kita alami
sekarang. Bentuk baru dari kehidupan itu Yesus
namakan tidur (Mt. 9:24; Mk. 5:39; Lk. 8:52; Yoh. 11:1113). Ini adalah satu masa antara, masa di mana manusia
itu beristrahat sambil menantikan kebangkitan (I Raja
2:10, 11:43). Rahner menulis: “Kematian adalah puncak
pasivitas
manusia
yang
menyangkut
seluruh
109
eksistensinya.” Ini membuat manusia itu menderita
sebagai person. Aktivitas manusia dalam kematian
terletak dalam pengharapannya akan tindakan Allah.
Di masa antara itu si mati tidur (Dan. 12:2).
Tidur yang disebut kematian itu perlu karena ini
109

Nico Syukur Dister. Teologi Sistematika 2. hlm. 577.

103

merupakan masa di mana baju kehormatan dari jiwa,
yaitu tubuh dibuka, direparasi dan diformat ulang untuk
cocok bagi kemuliaan sorgawi yang akan dikaruniakan
kepada manusia itu waktu Kristus datang kembali.110
Kebangkitan adalah moment di mana baju yang
direparasi itu dikenakan kembali kepada manusia tadi
untuk satu kehidupan yang sempurna (2 Kor. 5:1). Luis
Berkhof menulis: “Bagi orang percaya, kematian bukan
akhir tetapi permulaan bagi kehidupan yang
sempurna.”111

Keberadaan Manusia Pada Saat Kematian
Ada empat pendapat tentang keberadaan
manusia pada saat kematian.112 Pertama, diskontinutas
yang berkembang antara tubuh dan jiwa. Pengalaman
menunjukkan bahwa ada perbedaan perkembangan
antara tubuh dan jiwa. Perkembangan tubuh makin
melemah seiring bertambahnya usia seseorang,
sementara jiwa menjadi makin kuat. Pada saat kematian
terjadi anima separate, yakni terpisahnya jiwa dari
tubuh. Kematian hanya berlaku pada tubuh dan tidak
pada jiwa. Keberadaan jiwa pada saat mati adalah
tersembunyi dalam Allah. Kesatuan tubuh dan jiwa
tidak disangkali dan penting, tetapi itu tidak merupakan
condition sine qua non bagi kelanjutan eksistensi jiwa.

Dieter Becker. Pedoman Dogmatika. hlm. 195.
Luis Berkhof. Systematic Theology. hlm. 671.
112 M.E. Brinkman. “ Voorbij de Dood.” hlm. 18-19.

110

111

104

Kesatuan itu juga dipahami sebagai yang dirancang
untuk berlangsung selama-lamanya.113
Para anthropolog memperkuat pendapat ini.
Mereka berkesimpulan bahwa kematian hanya berlaku
bagi tubuh sedangkan jiwa bersifat kekal. Jiwa manusia
itu immortal, tidak takluk pada kematian. Pada saat
tubuh mati, jiwa masih berada di sekitar tubuh. Ia baru
akan pergi ke negeri para leluhur jika diantar melalui
satu upacara.114 Kematian adalah sebagai saat di mana
tubuh dan jiwa yang semua adalah satu berpisah. Tubuh
yang fana ini kembali ke tanah yang adalah asalnya.
Sementara jiwa kembali kepada Allah yang daripadanya
dia berasal.
Suku Dayak Ngaju memandang kematian
sebagai pintu gerbang bagi manusia untuk masuk ke
negeri yang sangat luhur, yakni negeri para nenek
moyang mereka.115 Suku Tetun di Belu (Timor)
kehidupan digambarkan seperti bulan; muncul di Barat
menjadi purnama dan berangsur-angsur hilang, tetapi
tidak habis dan lenyap. Ia akan muncul kembali. Di
kalangan suku Meto di Timor roh si mati dianggap
sebagai pergi ke belakang kayu dan belakang batu (hau

M.E. Brinkman. “ Voorbij de Dood.” hlm. 18.
L.P. van den Bosch. “Dood en religie.” hlm. 211.
115
Isabell Jeniva & David Samiyono. Tiwah.

113

114

Penyelenggaraan Upacara Mengantar Arwah Menurut
Budaya Masyarakat Dayak Ngaju. Seri Kebudayaan Fakultas
Teologi UKSW. 2008. hlm. 3.

105

bian fatu bian). Bentuk hidup dan tempatnya saja yang
berbeda. Si mati tidak habis lenyap.116
Manusia tidak mati dalam pengertian habis,
hilang secara total dan definitif. Pada saat mati manusia
tidak menghilang dalam masa lampau. Ia hanya
berpindah saja ke tempat lain dalam ruang besar atau
kosmos ini. Komunikasi dengan si mati sekali-kali
dimungkinkan, meskipun pada umumnya tidak bisa
dilakukan dengan setiap manusia melainkan melalui
medium-medium khas untuk maksud itu. 117
Pendapat ini dianggap bertentangan dengan
kesaksian Alkitab karena mengandaikan adanya
dualisme antara tubuh dan jiwa. Alkitab tidak mengenal
adanya pemisahan antara tubuh dan jiwa pada manusia.
Yang Alkitab katakan tentang manusia ialah bahwa
manusia itu adalah tubuh yang berjiwa atau jiwa yang
bertubuh. Tubuh dan jiwa menunjuk pada manusia
secara utuh.118

Kedua, kontinutas yang berkelanjutan dan
parmanen antara tubuh dan jiwa. Kematian adalah akhir
dari kehidupan. Kematian membuat manusia tidak ada
lagi. Kematian terjadi atas tubuh dan jiwa atau roh.119
Dalam pengakuan iman yang dirumuskan pada tahun
Eben Nuban Timo. Sidik Jari Allah Dalam Budaya.
Maumere: Penerbit Ledalero. 2005. hlm. 41.
117
Olaf Schuuman. Agama-Agama, Kekerasan dan
Perdamaian. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011. hlm. 105.
118 J.L.Ch. Abineno. Pokok-Pokok Penting dari Iman
Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1989. hlm. 240.
119 M.E. Brinkman. “ Voorbij de Dood.” hlm. 18.
116

106

1981 Gereja Toraja mencantumkan rumusan: manusia
mati seutuhnya.120 Rumusan ini didasarkan pada
Kejadian 2:7 yang menegaskan bahwa manusia yang
diciptakan Allah adalah nefesy hayah. Manusia adalah
satu totalitas: tubuh dan jiwa atau roh. Karena itu tubuh
dan jiwa takluk pada kematian. Hanya Tuhan Allah saja
yang tidak takluk pada maut (I Tim. 6:16). Karena
kematian berhubungan dengan tubuh dan roh sekaligus.
Padangan tentang kesatuan yang parmanen
antara tubuh dan jiwa menurut Brinkman dalam sejarah
gereja dianggap sebagai bidat.121 Keberatan kami ialah
kalau memang kesatuan ini bersifat kekal, tidaklah perlu
Allah membentuk manusia dari tanah dan
menghembuskan nafas hidup ke dalam hidung manusia.
Proses penciptaan manusia dari tanah dan ada nafas
yang ditiup Allah menunjukan bahwa sebelum itu
kesatuan tubuh yang dari tanah dan nafas belum
terwujud. Kesatuan tubuh dan jiwa adalah penting,
tetapi tidak parmanen.122

Ketiga, kontinutas yang positif akan kesatuan
tubuh dan jiwa. Kesatuan tubuh dan jiwa mendapat
perhatian untuk berbicara tentang kehidupan. Kalau
tidak ada tubuh maka tidak ada jiwa, karena itu jiwa
membutuhkan sesuatu tempat dia menetap. Dengan
Andarias Kabanga. Formulasi “Manusia Mati
Seutuhnya.” Dalam: A.A. Yewangoe, et.al. Kontekstualisasi
Pemikiran Dogmatika di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung
Mulia. 2004. hlm. 222.
121 M.E. Brinkman. “ Voorbij de Dood.” hlm. 18.
122 Alfred A. Glenn. Taking Your Faith to Work. hlm. 99.
120

107

binasanya tubuh, jiwa mencari tempat tinggal yang
baru. Kesetiaan Allah terletak dalam hal kemurahannya
untuk menjamin adanya tempat tinggal yang baru bagi
jiwa. Allah bertindak untuk mencarikan rumah baru
bagi jiwa. Rumah baru itu adalah dari kenyataan ciptaan
yang ada. Pandangan ini membawa kita pada ajaran
tentang reinkarnasi.123 Gagasan ini jelas tidak sejalan
dengan kesaksian Alkitab.

Keempat, kontinutas yang transformatif dari
kesatuan tubuh dan jiwa. Pendangan ini hampir sejajar
dengan pendapat pertama. Tapi kalau pendapat pertama
hanya mengatakan tentang menurunnya perkembangan
tubuh sementara perkembangan jiwa terus meningkat
serta mengabaikan adanya kebangkitan, pandangan
keempat berbicara transformasi tubuh yang menurun
itu ke dalam bentuk baru yang mulia, sehingga layak
untuk penyatuan kembali di masa depan dengan jiwa
pada saat kebangkitan orang mati.
Kita berhadapan dengan empat pandangan tadi.
Dari keempat pandangan tadi tinggal tiga yang patut
kita gumuli. Padangan ketiga kita tolak karena kurang
serius memperhatikan kesaksian Alkitab tentang
kebangkitan daging. Mana dari ketiga pendapat ini yang
Alkitabiah?124 Sebelum mendiskusikan pertanyaan ini
M.E. Brinkman. “ Voorbij de Dood.” hlm. 19.
Buku-buku dogmatika berbahasa Indonesia yang saya
periksa mengambil sikap terhadap masalah ini. Buku J.L.Ch.
Abineno. Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen. Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 1989 dengan tegas mengatakan bahwa
manusia mati seutuhnya. Buku G. van Niftrik & B.J. Boland:
123

124

108

kami menunjukkan dua kisah nyata yang kami sendiri
alami sehubungan dengan kematian.

November 1994 bersama istri saya berangkat ke
negeri Belanda untuk program studi paskah sarjana di
Theologische Universiteit di Kampen. Kami baru
selesai menikah. 10 April 1996 putri pertama kami
lahir. Kami beri dia nama Fini Tetus. Istri saya
menelpon ibunya di Kupang. Dia berjanji membawa
Fini untuk dipangku Oma setahun kemudian, waktu
saya selesai program magister. Awal Januari 1997
jadwal ujian thesis saya keluar yakni 28 Februari
1997. Empat hari sebelum jadwal ujian tiba, datang
berita dari Kupang bahwa ibu istri saya yang adalah
Oma dari Fini meninggal dunia (24 Februari 1997).
Kesedihan
memenuhi
hati
kami.
Saya
mendorong istri untuk terbang ke Indonesia
menghadiri pemakaman ibunya sementara saya
mempersiapkan diri untuk ujian magister. Setelah
menimbang usul itu istri saya memutuskan
menunggu satu bulan lagi supaya pulang bersama
saya. Terlalu berat baginya untuk pulang lebih
dahulu bersama Fini yang baru berumur 10 bulan.
Perjalanan terlalu jauh. Ia juga mempertimbangkan
jadwal ujian magister saya yang sudah begitu dekat.
Ia tidak ingin saya sendiri menghadapi moment yang
menegangkan itu. Kami memberi kabar ke Kupang
Dogmatika Masa Kini terkesan menghindar masuk dalam
diskusi tentang pokok ini. Buku Dieter Becker: Pedoman
Dogmatika menyebutkan ada pihak yang menolak dan ada
pihak yang menerima pendapat bahwa manusia mati
seutuhnya.

109

bahwa bulan Maret 1997 baru kami kembali ke
Kupang, pulang untuk seterusnya. Kami mohon maaf
karena tidak dapat menghadiri pemakaman mama.
Istri saya sedih karena ibunya tidak pernah melihat
dan mengeding cucu dari anak bungsunya.
Usai ujian magister dan dinyatakan lulus tanpa
perbaikan thesis saya ditawari supervisor untuk
melanjutkan program doktoral. Pihak universitas
sebagai pemberi beasiswa mengijinkan kami pulang
ke Indonesia selama 3 bulan untuk menumpahkan
semua kerinduan dan berbagai kesedihan serta
airmata karena peristiwa duka itu. Kami berangkat ke
Indonesia 1 minggu sebelum peringatan 40 hari
kematian ibu kandung istri saya.
Sebelum berangkat seorang teman di Belanda
menghadiahkan Fini sebuah boneka cantik dan lucu.
Kalau tangan boneka itu ditekan maka boneka itu
akan berkata: “Ik hou van jou mamie!” (Mama, Aku
Cinta Padamu). Fini suka sekali boneka itu terutama
kalau sedang bicara. Kami selalu terus-menerus
menekan tombol di tangan boneka itu untuk
mendengar suara merdu dari mulutnya.
Setelah kurang lebih 29 jam bertolak dari
Amsterdam kami tiba di Kupang. Waktu kira-kira
pukul 15 petang. Semua keluarga menyambut kami di
bandara El Tari. Pertemuan kembali sangat
emosional. Airmata mengalir begitu saja dalam isak
tangis yang syahdu. Malam itu kami menginap di
rumah tua tempat istri saya dibesarkan. Karena
kelelahan kami sudah terlelap saat jarum jam baru
menunjukan pukul 21.00. Boneka kesayangan Fini
kami taruh di atas kofer di sudut kamar tidur yang

110

berjarak kira-kira 2 meter. Tidak ada apa-apa di dekat
boneka itu.
Waktu menunjukkan kira-kira jam 5.00 pagi.
Suasana masih sunyi sepi. Tiba-tiba ada suara yang
sudah akrab di telinga kami: “Ik hou van jou, mamie!”
Itu suara boneka. Kalimat itu diucapkan boneka itu
tiga kali. Saya bangun dari tidur. Tidak ada siapasiapa di sekitar boneka itu. Tapi mengapa boneka itu
berbicara? Harusnya ada seseorang yang pergi
menekan tangan boneka tersebut. Boneka itu diam
sejenak. Lalu dia berbicara, kalimat yang sama tiga
kali. Itu berarti tangan boneka itu ditekan lagi untuk
kali kedua. Tetapi tidak ada siapa-siapa di sekitar
boneka itu.
Saya pergi ke arah boneka itu dan memperbaiki
letaknya. Boneka itu diam. Istri saya memperhatikan
apa yang saya lakukan. Saya kembali ke tempat tidur
untuk berbaring. Begitu saya akan berbaring, boneka
tadi berbicara lagi untuk kali ketiga. Istri saya bangun
dan melihat ke arah boneka itu. Sambil menangis ia
berkata dalam dialek Kupang yang kental: “Mama.
Kotong su datang bawa mama pung cucu. Itu dia di
tempat tidur. Minta maaf mama karena kami tidak
datang waktu mama dikuburkan. Beta sedih sekali
karena mama sonde sempat gendong Fini.” Selesai
istri saya berkata disela-sela tangisannya, ruangan
tempat kami tidur dipenuhi dengan bau harum yang
menyenangkan hati. Istri saya berkata: “Mama,
terima kasih karena sudah datang lihat cucu.” Setelah
bau harum itu pergi, saya mengajak istri saya berdoa.
Pengalaman kedua terjadi sekitar bulan
September 2006. Ibu kandung saya meninggal 3
Agustus 2005. Selama hidupnya, mama memberi

111

perhatian khusus kepada saya. Sejak saya jadi pendeta
apa saja yang saya minta pasti mama penuhi. Kalau
saya memberi kabar akan berkunjung, mama sudah
menyediakan makanan kesukaan saya. Kematian
mama menyebabkan duka yang hebat dalam
keluarga. Itu kematian pertama yang kami alami di
dalam keluarga.
Kira-kira satu tahun setelah mama dimakamkan,
kami memperbaiki kuburan mama. Istilah yang
dipakai di Timor adalah Metzel Kubur, yakni
kuburan dibuat permanen dan dihiasi keramik atau
marmer. Sebulan setelah selesai metzel kubur, saya
mengajak istri mampir ke kuburan mama sebelum
berangkat ke kantor. Kunjungan itu tidak
direncanakan. Ide untuk mampir ke kubur baru
muncul saat kami di perjalanan. Itu sebabnya kami
tidak membawa sapu dan air untuk bersih-bersih
kuburan mama seperti yang biasa kami lakukan.
Begitu tiba di makam, ada kotoran anjing tepat di
atas makam mama. Agaknya ada anjing yang
membuang kotoran di makam mama sehari yang lalu.
Saya melihat kotoran itu, tetapi karena tidak
membawa air dan sapu lidi jadi kami tidak
membersihkan atau membuang kotoran itu. Saya
bilang kepada istri: “Ayo cepat. Kita harus segera ke
kantor karena sudah ada janjian bertemu tamu.”
Kami bergegas ke mobil. Kotoran anjing tetap di atas
makam mama.
Mesin mobil saya hidupkan dan siap berangkat.
Pada saat itu bau tidak sedap, yakni bau kotoran
anjing memenuhi mobil yang kami tumpangi. Saya
menghentikan mobil dan memeriksa sepatu, janganjangan saya menginjak kotoran anjing. Istri saya juga

112

berbuat demikian. Tapi tidak ada apa-apa. Kami
kembali ke mobil dan meneruskan perjalanan. Bau
itu tetap saja ada. Saya menyalakan AC tapi tdak ada
pengaruh. Saya menurunkan semua kaca jendela
mobil. Tapi bau itu tetap mengikuti kami.
Sampai di kantor saya minta sopir untuk mencuci
mobil dan membersihkan seluruh bagian dalam
mobil karena ada bau tak sedap. Waktu jam kantor
usai dan saya kembali ke mobil, bau busuk itu tetap
saja ada di dalam mobil. Sopir melaporkan bahwa dia
sudah mencuci mobil luar dan dalam. Dia juga heran
karena dia tidak merasakan adanya bau tak sedap.
Tetapi istri saya, kedua anak kami dan saya terus
merasakan bau itu. Bau itu bertahan dalam mobil
selama tiga hari.
Tiga hari setelah bau tak sedap itu ada di dalam
mobil, istri saya meminta agar dalam perjalanan ke
kantor singgah di kuburan mama. Diam-diam istri
saya sudah menyediakan sapu lidi, satu jergen air dan
minyak
wangi
odok
lonyo.
Dia
berniat
membersihkan kuburan mama. Sepanjang perjalanan
ke kuburan bau tak sedap itu tetap mengikuti kami.
Sampai di kuburan, saya melihat kotoran anjing tadi
masih tetap di atas makam. Istri saya membuang
kotoran itu, mengepel dan mengeringkan tempat itu
lalu memercikan minyak di atas kubur, sambil
berkata: “Pak, kotong buru-buru ko tidak bersihkan
kubur mama dari kotorang anjing itu. Bau busuk di
dalam mobil selama tiga hari karena kotoran ini.”
Saya termenung mendengar kata-kata istri dan
membantu dia membersihkan rumput yang tumbuh
di situ. Usai membersihkan kubur saya mengajak istri
untuk berdoa di situ. Usai berdoa kami bernyanyi

113

bersama di sisi makam mama: “Ada Kota Yang Indah
Cerah.” Hubungan saya dengan mama tidak berakhir
karena kematian. Hubungan itu tetap. Tetapi saya
tidak ingin memahami hubungan itu lepas dari iman
saya dengan Allah sebagaimana yang mama ajarkan
kepada kami selama hidupnya. Saya membingkai
hubungan kami itu dalam iman kepada Kristus yang
menjanjikan bagi saya dan mama pertemuan kembali
di Rumah Bapa, Kota Allah yang kudus (Ibr. 13:14).
Itulah yang terpikir dalam benak saya ketika kami
mendendangkan kalimat: Indahnya saatnya kita
jumpa di kota permai” yang terkandung dalam lagu
itu. Usai bernyanyi kami kembali ke mobil untuk
berangkat kerja. Bau tak sedap yang ada dalam mobil
selama tiga hari tidak ada lagi. Bau itu hilang seiring
kami membuang kotoran anjing dan membersihkan
kuburan mama.
Sambil mengendarai mobil ke kantor saya
berpikir, mama sudah meninggal kurang lebih satu
setengah tahun. Tubuhnya pasti sudah mulai keropos
di dalam tanah. Kalau jiwa atau roh juga mati
bersama-sama tubuh, bagaimana menerangkan dua
pengalaman tadi? Mengapa boneka kesayangan Fini
berbicara tanpa ada orang yang menekan tangannya
dan
berhenti
berbicara
ketiga
istri
saya
memberitahukan kedatangan kami kepada ibunya
yang sudah meninggal dua bulan lalu? Kalau jiwa juga
ikut mati, penjelasan apa yang pas untuk bau busuk
dalam mobil selama tiga hari dan baru berhenti
setelah makam mama dibersihkan?

Bagaimana keberadaan manusia pada saat mati?
Jawaban pertama: tubuh manusia berhenti ada dan
114

lenyap, tetapi jiwanya tetap ada. Ia kembali kepada
Allah atau masuk ke satu tempat khusus, si mati
menjalani waktu antara untuk menanti penyatuan
kembali dengan tubuh yang lenyap itu pada hari
kedatangan kembali Yesus kristus untuk menjalani
penghakiman. Pada waktu itu ditetapkan secara definitif
kehidupan selanjutnya: mati kekal atau hidup kekal.
Jawaban kedua: sejajar dengan yang pertama.
Yang membedakan keduanya, ialah pendapat kedua,
menekankan transformasi tubuh untuk siap menerima
kemuliaan yang baru pada saat kebangkitan. Tubuh
yang ditransformasi itu kembali bersatu dengan jiwa.
Masa antara adalah kesempatan yang dipakai Allah
untuk transformasi tubuh untuk menerima kemuliaan
dalam kesatuan kembali dengan jiwa.
Jawaban ketiga: manusia mati seutuhnya; tubuh
dan jiwa. Tidak ada yang disebut waktu antara. Adanya
roh atau jiwa si mati yang sering muncul lagi atau
menampakan diri kepada keluarga adalah sesuatu yang
asing. Bahkan ada yang mengatakan bahwa roh dan jiwa
itu adalah iblis yang menyamar dalam rupa si mati
untuk mengganggu iman keluarga.125
Pertanyaan berikut menjadi penting dan
mendesak: “Manakah pandangan yang patut kita

Disebutkan dalam Wilfrid Fini Ruku. Reading of the
Fifth Commandment Contextually (Exodus 20:12). An
Indonesian-Atoni
Meto
Contextual
Hermeneutics.
125

Amsterdam: Vrije Univesiteit. 2008. hlm. 37.

115

pegang? Apakah kematian itu hanya terjadi pada tubuh
ataukah manusia itu mati seutuhnya?”

Alkitab tentang keadaan jiwa pada saat kematian
Manakala kita berpaling pada kesaksian Alkitab
kita menemukan jawaban yang pasti dalam hal berikut:
kematian menandai berakhirnya kehidupan kekinian
manusia sekaligus berakhir pula tubuh alami kita.
Tubuh alami itu akan diperbaharui. Kualitas-kualitas
baru akan diberikan kepadanya. Kami sudah
menunjukkan itu di sub bab terdahulu.
Mengenai pertanyaan: bagaimana dengan jiwa?
Apakah kematian tubuh menyebabkan kehidupan
berakhir ataukah jiwa tetap ada dan hidup? Alkitab juga
memberi petunjuk yang kuat. Yang kekal itu hanya
Allah saja, dalam arti Allah tidak takluk pada maut.
Demikian kata Alkitab (I Tim. 6:15-16). Allah yang
kekal itu tidak ingin memiliki kekekalan itu bagi
diriNya sendiri. Ia berkenan memberikan kekekalan itu
bagi ciptaan.
Di dalam Kristus Ia memberikan kekekalan itu
kepada manusia, yakni orang-orang yang percaya
kepadaNya (Pkh. 3:11, Yoh. 3:16). Jadi makhluk ciptaan
Tuhan juga dapat memiliki hidup yang kekal dari Allah.
Kekekalan makhluk tidak berdiri sendiri. Ia adalah
pemberiaan Allah. Malaikat-malaikat yang adalah
ciptaan atas perkenanan Allah tidak mengalami
kematian. Jiwa adalah kenyataan ciptaan. Karena ia

116

tidak ilahi ia memang harus mati.126 Tetapi jiwa bisa
tidak mati jika Allah berkenan seperti yang terjadi
dengan malaikat. Ini adalah kedaulatan Allah. Kita patut
bersyukur untuk itu.
Pada waktu mendiskusikan karya penciptaan
Allah, kami tegaskan bahwa realita ciptaan Allah itu
tampil berpasang-pasangan. Salah satu yang mau kami
tekankan karena sangat sering diabaikan adalah realita
ciptaan itu kelihatan dan tidak kelihatan. Selain
manusia dan makhluk-makhluk di bumi, Allah juga
adalah pencipta makhluk-makhluk yang tidak kelihatan
di angkasa: malaikat, roh-roh dan penguasa-penguasa
semesta yang tidak kasat mata. Allah memberikan
kehidupan kepada mereka dalam bentuk yang berbeda
dengan yang yang diberikan kepada manusia, yakni
mereka ini tidak mengalami kematian. Apa yang Tuhan
berkenan diberikan kepada ciptaan yang tidak
kelihatan, berlaku juga bagi aspek yang satu ini dari
manusia, yakni jiwa. Oleh kehendak Allah jiwa tetap
hidup. van der Woude menulis: ”Imoratalitas jiwa
bukanlah kualitas yang dimiliki manusia, tetapi melalui
kematian dan atas penetapan Allah imortalitas

126

Pada posisi ini saya sependapat dengan Andarias
Kabanga‟ yakni jiwa adalah kenyataan ciptaan. Allah
menciptakan tubuh dan jiwa kemudiannya menyatukan
keduanya menjadi satu, yakni manusia. Jadi manusia adalah
satu totalitas, tubuh dan jiwa. Lihat, Andarias Kabanga‟.
Manusia Mari Seutuhnya. Yogyakarta: Madia Pressindo. 2002.
hlm. 200.

117

merupakan pemberian yang berasal karya keselamatan
Kristus.”127
Bahwa jiwa bisa tetap ada atau tidak ikut mati
pada saat tubuh mati mengemuka dalam berbagai
fragmen kesaksian Alkitab. Dalam I Samuel 28.
Dikatakan bahwa Samuel sudah mati. Dalam keadaan
terjepit karena harus menghadapi peperangan Saul
bertanya kepada TUHAN, tetapi TUHAN tidak
menjawab dia, baik dengan mimpi, baik dengan Urim,
baik dengan perantaraan para nabi. Maka Saul memilih
jalan yang bertentangan dengan kehendak Allah. Dia
bertemu seorang perempuan yang sanggup memanggil
arwah untuk memanggil Samuel. Sekalipun sudah mati,
tetapi Samuel tetap ada. Dikatakan dalam cerita itu
Samuel muncul.
Andarias Kabanga‟ menegaskan bahwa yang
muncul untuk berbicara itu bukan jiwa (nefesy atau
ruakh) Samuel, tetapi Samuel sendiri. “Aku”-nya Samuel
itulah yang berbicara dengan Saul.128 Kami sepaham
dengan Kabanga‟. Tetapi penegasan berikut dari
perempuan ini: “Aku melihat sesuatu yang ilahi muncul
dari dalam bumi” membuat persoalan menjadi
kompleks. Yang berbicara dengan Saul adalah Samuel,
tetapi dalam wujud yang ilahi. Bentuk Ibraninya: olim
dari olam yang artinya hidup dalam satu rentang waktu
A.S. van der Woude. “Onsterfelijkheid, leven en
dood.” Dalam: Kerk en teologie. 22e jaargang no. 4. Oktober
1971. „S-Gravenhage. Boekencentrum. hlm. 315.
128
Andarias Kabanga‟. Manusia Mari Seutuhnya.
Yogyakarta: Madia Pressindo. 2002. hlm. 203.
127

118

yang lama. Samuel sudah mati, tetapi dia tidak lenyap.
Dia tetap hidup dalam wujud yang baru.
Mengatakan bahwa manusia mati seutuhnya
(tubuh, jiwa atau roh) akan menimbulkan banyak
kesulitan dalam menjelaskan teks Alkitab tadi. Selain itu
ada lagi beberapa fragmen yang patut mendapat
perhatian. Pertama, kesaksian Alkitab mengenai
kematian Yesus. Matius, Markus, Lukas dan Yohanes
memberitakan hal yang sama tentang detik-detik
terakhir kehidupan Yesus. Lukas secara eksplisit
menulis: “Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: "Ya
Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Dan
sesudah berkata demikian Ia menyerahkan nyawa-Nya”
(Mt. 27:50, Mk. 15:37, Lk. 23:46, Yoh. 19:30).Yesus
menyerahkan nyawa kepada Allah Bapa pada saat Ia
mati. Ini memberi kesan kuat bahwa hanya tubuh saja
yang mati. Tubuh itu yang kembali ke tanah. Nafas
hidup pulang kepada Allah karena dia berasal dari Allah
(Kej. 2:7).
Origenes juga berpendapat demikian. Dengan
melihat kepada kematian Yesus Kristus di salib Origenes
percaya bahwa tubuh, jiwa dan roh Yesus Kristus
terpisah untuk sementara waktu ketiga Yesus mati.
Tubuh Yesus dimakamkan, jiwaNya pergi ke dunia
orang mati (hades) sedangkan roh Kristus kembali
kepada Allah Bapa. Bertolak dari situ Origenes berkata
bahwa jiwa manusia tidak mengalami kematian.
Kematian hanya berlaku bagi tubuh. Pada saat tubuh
mati, jiwa menjalani kehidupan dalam satu dimensi

119

yang baru, berbeda dengan pada saat ia masih berdiam
dalam tubuh.129

Kedua, Yesus Kristus hidup jauh hari setelah
Abraham mati. Dalam salah satu pengajaranNya Yesus
bercerita tentang Lazarus dan seorang kaya. Kedua
orang ini mati. Tubuh mereka dikuburkan menurut
kebiasaan orang Yahudi. Yang menarik dari cerita Yesus
Lazarus ada di sorga dan orang kaya tadi di alam maut.
Yesus juga mengatakan bahwa Lazarus ada di pangkuan
Abraham, padahal Abraham sudah mati ribuan tahun
sebelumnya (Lk. 16). Tidaklah mungkin Abraham,
Lazarus dan orang kaya itu bertemu dan berbincangbincang di alam yang lain, kalau manusia mati
seutuhnya. Dalam Matius 10:28 Yesus mengatakan
bahwa jiwa tidak dapat dibunuh.
Stanley J. Grenz menegaskan bahwa kisah ini
bukan sebuah kejadian historis tetapi sebuah
perumpamaan. Karena itu tidak bisa dipakai sebagai
dasar bagi keberlanjutan jiwa pada saat kematian.130
Keberatan kami, kalau benar ini perumpamaan,
mengapa Yesus menggunakan nama pribadi dari orangorang yang pernah hidup? Kalau kita perhatikan semua
perumpamaan, Yesus tidak pernah menyebut nama
pribadi. Cerita Yesus tentang Lazarus, orang kaya dan
Abraham bukan perumpamaan, tetapi kisah historis.
Geoffrey W. Bromiley. Historical Theology. An
introduction. Edinburgh: T&T Clark. 1994. hlm. 47-48. Calvin
juga menganut paham tentang keabadian jiwa.
130 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 771.
129

120

Liem Khiem Yang mengkategorikan kisah ini dalam
perumpamaan yang bersifat exemplum, yakni
perumpamaan yang mengetengahkan peri kehidupan
berbagai orang secara l