BOOK Ebenhaizer I Nuban Timo Manusia Dalam Perjalanan BAB I

Bab I
Dogma Tentang Penyelamatan
Sisi Subyektif dari Karya Pendamaian
Pada bab yang lalu kami membahas secara
panjang lebar ajaran kristen tentang pendamaian.
Sekarang kami beralih ke bab yang baru, yakni ajaran
Kristen tentang penyelamatan. Seperti kami sebutkan
sebelumnya, bab yang sedang kami percakapkan ini
sebenarnya tidak bisa dipisahkan dengan bab
sebelumnya. Kalau kami membahasnya dalam bab
tersendiri itu hanya karena pertimbangan praktis saja,
yakni supaya bab sebelumnya tidak terlalu panjang dan
membosankan pembaca.
Bab ini tidak berbeda dengan bab sebelumnya,
tetapi toh ada bedanya juga. Kalau dalam bab
sebelumnya kami melihat sisi obyektif dari karya
pendamaian maka sekarang perhatian kami mengarah
kepada sisi subyektif dari karya itu. Yang kami
maksudkan dengan sisi obyektif adalah karya yang
terjadi di luar manusia, tanpa manusia atau tidak
melibatkan manusia. Karya itu diselesaikan Allah di

dalam Kristus atas nama manusia dan untuk
keselamatan manusia. Sejauh itu manusia hanya berdiri
sebagai penonton. Penyelesaian karya itu secara obyetif
1

penting dan perlu. Tetapi belum berakhir. Itu harus
dilanjutkan lagi dengan sisi yang subyektif.
Sisi subyektif artinya, manusia tidak lagi
dibiarkan Allah tetap ada sebagai penonton. Manusia
ditarik masuk oleh Allah untuk ambil bagian aktif dalam
karya itu. Ini bukan satu tindakan semena-mena dari
Allah. Allah melakukan itu karena Allah setia pada
diriNya dan pada perjanjian yang sudah ditetapkanNya
sejak kekal, yakni untuk menjadi sekutu umatNya. Dari
kekal sampai kekal Allah adalah Imanuel. Ungkapan
imanuel juga mengandung arti Allah selalu
mengikutsertakan manusia dalam karya-karyaNya.1
Ini juga bukan sesuatu yang sifatnya pemaksaan
kehendak atas manusia. Sebagaimana kita tahu, manusia
barulah menjalani kehidupan yang sejati apabila ia ada

dalam hubungan dengan Allah. Bukankah itu yang
hendak ditegaskan dalam kisah penciptaan? Hanya
karena Allah menghembuskan nafas ke dalam
hidungnya, maka manusia itu menjadi makhluk hidup, a
living being (Kej. 2:7). Terpisah dari Allah manusia
adalah non-being.2
Singkatnya bab yang sekarang kami sediakan
bermaksud untuk membicarakan ajaran tentang
keselamatan, yakni bagaimana pendamaian yang telah
dikerjakan
Allah
di
dalam
Yesus
Kristus

Helmut Thielicke. The Evangelical Faith II. Edinburgh:
T&T Clark. 1997. hlm. 402.
2 Karl Barth. Dogmatics in Outline. London: SCM Press
Ltd. 1966. hlm. 118.

1

2

diimplementasikan atau ditanamkan ke dalam manusia.
Selain dua alasan yang sudah kami sebut di atas alasan
lainnya adalah sebagai berikut. Pembenaran Allah
dalam Kristus tidak mengabaikan atau melangkahi
manusia, melainkan melibatkan dia. Helmut Thielicke
menamakan ini inclusive place-taking sedangkan Luther
menyebutnya prototype. Karya pendamaian Allah di
dalam Kristus adalah prototype dalam arti Yesus
menghadirkan karya pendamaian Allah bagi manusia
sekaligus menghadirkan status baru yang diterima
manusia di hadapan Allah.3

Tempat Dogma Keselamatan dalam Credo
Kalau percakapan tentang sisi subyektif dari
karya pendamaian kami lihat dalam bingkai credo gereja
Kristen maka sekarang kita berada pada artikel ketiga

credo, yakni pengakuan percaya dari gereja kepada Roh
Kudus dan pekerjaanNya. Menurut Yohanes Calvin,
bagian ketiga ini merupakan jawaban atas pertanyaan:
“Apa tujuan dari semua yang sudah dikerjakan Kristus,
pada artikel kedua? Apa maksud dari semua yang sudah
kami katakan dalam bab tentang penciptaan dan
pendamaian?
Jawaban yang Calvin berikan ada empat. Artikel
ketiga dari pengakuan iman gereja dimaksudkan untuk
menegaskan tentang, pertama: Allah adalah tuan. Dia
memberikan keselamatan kepada manusia dan menarik
Dikutip dari Helmut Thielicke. The Evangelical Faith II.
Edinburgh: T&T Clark. 1997. hlm. 404.
3

3

masuk manusia ke dalam keselamatan. Allah dalam
peran seperti ini adalah Roh Kudus. Kedua, Allah
menciptakan tempat, sebuah sarana untuk menjamin

keselamatan dan jalan manusia bagi manusia untuk
masuk ke dalam keselamatan. Tempat atau sarana itu
adalah gereja. Ketiga, keselamatan pemberian Allah itu
berlaku efektif sejak sekarang, yakni pengampunan
dosa. Keempat, keselamatan pemberian Allah yang
berlaku untuk masa depan. Itulah kebangkitan daging
dan kehidupan kekal.4
Jadi dogma tentang keselamatan berada dalam
ruang lingkup pekerjaan Roh Kudus. Dalam ruang
lingkup itu gereja mengakui: “Aku percaya kepada Roh
Kudus.” Ini untuk kali yang ketiga gereja dan orangorang percaya kembali mengucapkan frasa: “Aku
percaya….” Kalimat “Aku percaya…” diucapkan kali
pertama dalam hubungan dengan karya penciptaan yang
dihubungkan dengan pekerjaan Sang Bapa. Kalimat itu
kembali diucapkan secara implisit dalam hubungan
dengan Yesus Kristus untuk merampungkan karya
pendamaian. Pada kali ketiga kalimat tadi diucapkan
dalam hubungan dengan Roh Kudus.
Ini tentu bukan sekedar sebuah kearifan
berbahasa. Bukan juga sebuah seni berujar semata.

Pengulangan frasa ini sampai tiga kali memiliki arti
yang signifikan. Karl Barth menjelaskan signifikasi
pengulangan ini sebagai berikut.

Karl Barth. The Faith of the Church. New York: Living
Age Books. 1958. hlm. 121-122.
4

4

Pada artikel pertama gereja berbicara tentang
Allah. Dalam artikel kedua perhatian diarahkan kepada
Allah-manusia. Sekarang, pada artikel ketiga percakapan
difokuskan kepada manusia.5 Ketiga penekanan ini tidak
bisa dipisahkan. Ketiganya harus dipahami dalam satu
kesatuan. Allah menciptakan manusia untuk tujuan
menjadikan manusia mitra di dalam perjanjian. Untuk
maksud itu Allah bergerak menemui manusia di mana
dia berada untuk membebaskannya dari berbagai ikatan.
Akta pembebasan itu segera diikuti dengan gerakan dari

manusia kepada Allah untuk masuk dalam perjanjian
sebagai mitra Allah. Jadi isi dari percakapan tentang sisi
subyektif dari karya pendamaian tidak lain adalah
mengenai manusia yang berpartisipasi dalam karya
Allah. Manusia berpartisipasi aktif dalam karya Allah.
Artikel ketiga dari credo gereja adalah tentang
manusia yang satu ini, yakni yang ambil bagian aktif
dalam karya pendamaian Allah. Menjadi jelas bahwa
pembenaran, pengudusan dan penugasan manusia yang
dikerjakan Allah dalam Kristus tidak mengabaikan atau
melangkahi manusia, melainkan melibatkan dia secara
aktif dan konstruktif.6 Roh Kudus adalah Allah yang
Karl Barth. Dogmatics in Outline. London: SCM Press
Ltd. 1966. hlm. 137.
6 E.I. Nuban Timo.
I Believe in the Holy Spirit. An
5

attempt to understand the meaning of the third Article of
Christian creed especially Nicene-Constantinapolitan creed as

it is understood by Karl Barth and its significance for
Christian in Indonesia. Doctoral Thesis. Kampen:
Theologische Universiteit van de Gereformeerde Kerken In
Netherlands. 1997. hlm. 53.

5

menjaga adanya kesatuan antara apa yang dikejakan
Allah Bapa dan Yesus Kristus mencapai tujuannya,
yakni manusia menerima pekerjaan itu dan hidup di
dalamnya.

Partisipasi Manusia Dalam Pendamaian
Tidak ada pengampunan dosa tanpa komitmen
untuk tidak berbuat dosa lagi (Yoh. 5:14; 8:11).
Demikianlah kira-kira isi ringkas dari pembahasan kita
dalam bab ini. Pengampunan dosa seperti sudah kami
tunjukan telah terjadi di dalam karya Kristus. Yesus
Kristus memberikan pengampunan dosa itu kepada
manusia secara cuma-cuma. Manusia tak perlu

membayar apa-apa atau berjasa untuk itu (Ef. 2:8).
Meskipun begitu manusia harus mengatakan: YA
kepada pemberian itu. Allah menunggu dengan rindu
jawaban itu. Yesus Kristus kembali ke sorga. Di sana Ia
menanti jawaban manusia atas karyaNya.7 Masa antara
kenaikan Yesus ke sorga dan kedatanganNya kembali
adalah periode yang diberikan kepada manusia untuk
menanggapi karya pendamaian Allah. Van Niftrik –

7

Ingat ajaran penciptaan di mana kami katakan bahwa
setelah selesai karya penciptaan pada hari ke enam, Allah
mendahului manusia masuk ke dalam sabat. Di sana dia
menunggu manusia memimpin segenap ciptaan datang
kepadaNya untuk menggembalikan pujian, hormat dan kuasa
yang sudah Dia berikan kepada mereka.

6


Boland menggambarkan periode ini sebagai masa
kesabaran Allah.8
Tetapi
siapakah
manusia
yang
harus
mengatakan: Ya kepada pemberian Allah tadi? Dari
dirinya sendiri manusia tidak memiliki daya bahkan
juga kehendak untuk menerima keselamatan itu. Roh
itu penurut tetapi daging lemah (Mk. 14:38). Begitu kata
Alkitab tentang manusia yang kepadanya ditawarkan
keselamatan oleh Allah. Paulus yang adalah seorang
rasul Kristus pun berkata dengan jujur: “Sebab bukan
apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku
perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu
yang jahat, yang aku perbuat (Rm. 7:15,19).
Jelas dari ayat-ayat ini, manusia sama sekali
tidak berdaya untuk menerima keselamatan itu. Apakah
dengan itu sia-sia semua yang sudah dikerjakan Allah

bagi manusia? Tidak! Allah berkata: “FirmanKu yang
keluar dari mulutKu: Ia tidak akan kembali kepadaKu
dengan sia-sia, tetapi Ia akan melaksanakan apa yang
Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang
Kusuruhkan kepadaNya (Yes 55:11).
“Allah tidak bekerja setengah-setengah,” kata
Hadiwijono. Ia tidak mau manusia bersikap dingin
terhadap keselamatan pemberianNya.9 Kristus yang
sudah naik ke sorga dan memegang pemerintahan atas
G.C. van Niftrik – B.J. Boland. Dogmatika Masakini.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1958. hlm. 238.
9 Harun Hadiwijono. Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung
Mulia. 1982. hlm. 355.
8

7

segenap ciptaan (Mt. 28:18) mengutus Roh Kudus untuk
memimpin manusia ke dalam kebenaran (Yoh. 16:13)
dan membuat manusia insaf akan dosa, kebenaran dan
penghakiman (Yoh. 16:8-11). Melalui Roh Kudus Yesus
Kristus membuat manusia menerima Dia dan percaya
kepada karya-karyaNya (1 Kor. 12:3). Dengan demikian
manusia itu diberi kuasa untuk menjadi anak-anak
Allah (Yoh. 1:12).
Jadi berbicara tentang sisi subyektif dari karya
pendamaian Allah artinya berada dalam satu medan
yang baru tetapi tidak terlepas dari karya sebelumnya.
Medan yang baru itu menyangkut partisipasi manusia
dalam akta pendamaian Allah.10 Partisipasi ini
dimungkinkan oleh Allah melalui karya Roh Kudus.
Artinya, Roh Kudus yang tampil pada karya penciptaan
sebagai God‟s creative power, kembali memainkan
peran itu lagi dalam akta pendamaian. Ia berperan
memampukan manusia untuk ambil bagian dalam
keselamatan. Ia melakukan itu dengan cara masuk di
dalam manusia, bekerja bersama dan melalui roh
manusia sehingga manusia dapat mengatakan: YA!
kepada Allah.
Jadi karya pendamaian bukanlah melulu
pekerjaan Allah. Pendamaian juga merupakan pekerjaan
manusia. Pekerjaan manusia dibagun di atas dasar
pekerjaan Allah.
Paulus dalam I Korintus 3:11
mengatakan hal itu. Pekerjaan Allah adalah yang primer
pekerjaan manusia adalah sekunder. Ini tidak berarti
Karl Barth. Dogmatics in Outline. London: SCM Press
Ltd. 1966. hlm. 137.
10

8

bahwa Allah mengerjakan 50% dan manusia memberi
kontribusi 50% sisanya. Tidak! Allah mengerjakan 100%
dan manusia juga mengerjakan 100% tetapi hasilnya
bukan 200%. Hasilnya tetap 100%.
Ini disebabkan oleh karya Roh Kudus. Dia
mengatur sehingga Allah tidak berkarya di dataran yang
sama dengan karya manusia.11 Manusia yang ambil
bagian dalam karya pendamaian oleh kuat kuasa Roh
Kudus bukanlah boneka. Roh Kudus bekerja sedemikian
rupa di dalam manusia itu sehingga dia menjadi manusia
yang bebas dalam memberikan jawaban kepada Allah.
Manusia dibebaskan dari segala macam ikatan untuk
menjadi mitra Allah dalam perjanjian.12
Dari latar belakang ini kita bisa mengerti
mengapa Alkitab mengatakan bahwa menghojat Allah
bisa diampuni, menghojat Yesus Kristus bisa diampuni
tetapi menghojat Roh Kudus tidak ada lagi
pengampunan (Mt. 12:31-32; Lk. 12:10). Perbuatan itu
dianggap sebagai dosa yang kekal (Mk. 3:29). Mengapa?
Karena ini adalah kesempatan terakhir dan cara yang
tertinggi dari Allah untuk membuat keselamatan itu
menjadi milik manusia. Yang perlu manusia buat adalah
mengulurkan tangannya untuk menerima keselamatan
itu. Kalau manusia tidak mau menerima keselamatan
itu, habislah ceritanya. Bukan Allah yang tidak mau.
Manusialah yang tidak mau.
Franz Magnis Suseno. Menalar Tuhan. Yoygakarta:
Kanisius. 2006. hlm. 210.
12 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension.... .
hlm. 333.
11

9

Roh Kudus Sebagai yang Mempersekutukan
Dalam membicarakan sisi subyektif dari karya
pendamaian perhatian kita tertuju kepada manusia. Ia
yang dibebaskan dari dosa dan kutuk kematian sekarang
tampil ke depan untuk menerima pendamaian itu
sebagai miliknya. Keberadaannya sebagai manusia baru
yang sudah terjadi pada hari yang ketiga setelah
kematian Yesus haruslah dia wujudkan dan tunjukkan.
Kehidupan baru itu tidak boleh sekedar menjadi sesuatu
kenyataan di luar dirinya. Kehidupan baru itu harus
menjadi sebuah kenyataan di dalam dirinya. Daya atau
energi untuk mewujudkan kehidupan baru itu adalah
dari Roh Kudus.
Roh Kudus yang memampukan manusia dari
dalam diri manusia untuk menjawab: YA kepada Allah
yang sudah lebih dahulu mengatakan YA kepada
manusia dalam karya Kristus. Roh kudus masuk dan
berdiam di dalam manusia itu. Ia menjadi deus in nobis
(Allah di dalam kita). Dari dalam manusia, Ia
menggerakkan manusia untuk menanggapi karya Allah
yang obyektif itu. Atas dasar ini Barth menamakan
karya penyelamatan (redemption) sebagai gratia interna
sedangkan pendamaian (reconciliation) sebagai gratia
externa sedangkan karya penciptaan merupakan
external basis untuk keduanya.13
Karya penyelamatan adalah gratia interna.
Artinya anugerah Allah itu tidak lagi sekedar berada di
Karl Barth. Church Dogmatics I/1. Edinburgh. 1970.
hlm. 452.
13

10

luar manusia. Anugerah itu telah ditanamkan di dalam
manusia, menjadi milik manusia. Atas dasar anugerah
itu manusia hidup untuk mencerminkan keberadaannya
sebagai ciptaan baru. Gratia interna ini ditanamkan di
dalam manusia oleh Roh Kudus.
Pekerjaan ini bukan hal yang baru atau asing
bagi Roh Kudus. Dalam kekekalan Roh Kudus
menjalankan peran ini. Sebagaimana kita katakan dalam
bab satu Roh Kudus adalah pribadi yang keluar dari
Sang Bapa dan Sang Anak sebagai gerakan pengulangan
diri kali ketiga dari Allah. Roh Kudus keluar dari Sang
Bapa menuju kepada Sang Anak dan juga keluar dari
Sang Anak menuju kepada Sang Bapa sehingga Bapa
tinggal di dalam Anak begitu juga Anak tinggal di dalam
Bapa (Yoh. 10:38; 14:20).
Apa yang diperankan Roh Kudus di dalam
Allah, yakni mempersekutukan Sang Bapa dan Sang
Anak
dinyatakan
di
dalam
waktu
yakni
mempersekutukan Allah dan manusia. Ia membuat Sang
Anak tinggal di dalam manusia dan manusia mendapat
bagian di dalam Sang Anak. Yesus Kristus tinggal di
dalam manusia dan manusia tinggal di dalam Yesus
Kristus (Yoh. 14:20; 15:4). Keadaan saling menduduki
dan mendiami antara Yesus Kristus dan manusia
dikerjakan begitu rupa oleh Roh Kudus sehingga
manusia tetap menjadi pribadi yang bebas dalam
menanggapi karya keselamatan Allah. Kebebasan
manusia yang didiami secara penuh oleh Yesus Kristus
dilukiskan Paulus dalam pernyataan berikut: “Aku
hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup,
11

melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan
hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging,
adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah
mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku”
(Gal. 2:20).
Dua hal menjadi jelas. Pertama, manusia yang
dimampukan oleh Allah di dalam Roh Kudus untuk
menerima keselamatan tidak melakukan itu secara
terpaksa. Ia memberikan jawaban itu secara bebas. Roh
Kudus yang berdiam di dalamnya membebaskan dia dari
berbagai ikatan untuk menjawab: YA! kepada Allah.
Roh-roh dunia juga bisa mendiami manusia. Mereka
masuk ke dalam tubuh manusia hanya untuk menyiksa
orang yang kerasukan itu. Roh-roh itu baru akan
melepaskan cengkraman atas korban jika diberi
persembahan berupa korban binatang. Roh-roh masuk
ke dalam manusia untuk menyiksa dan memperbudak.14
Roh Kudus mendiami manusia untuk menyelamatkan
dan membebaskan manusia.

Kedua, betapapun Roh Kudus yang disebutsebut sebagai the acting subject dalam karya
keselamatan, tetapi karya ini merupakan sejarah
Tritunggal. Roh Kudus tidak menanamkan dalam
manusia sesuatu yang baru dan asing (Yoh. 14:26). Ia
mengajarkan dan mengingatkan semua pengajaran yang
Yesus Kristus terima dari sang Bapa. Roh Kudus adalah
Joanne Shetler & Patricia Purvis. Firman itu Datang
Dengan Penuh Kuasa. Bagaimana Allah Melawat dan
Mengubah Satu Suku Bangsa Untuk Selamanya. Jakarta: BPK
14

Gunung Mulia. 1996. hlm. 46.

12

the acting subject dalam karya keselamatan, tetapi Dia
sama sekali tidak menonjolkan diri atau merebut
perhatian. Yang Ia lakukan ialah memperkenalkan Sang
Bapa dan Sang Anak. Apophatisme atau kenosis yang
didemonstrasikan Sang Bapa dan Sang Anak dalam
karya penciptaan dan pendamaian, ternyata juga
dijalankan secara konsekwen oleh Roh Kudus dalam
karya penyelamatan. Prinsip opera trinitatis ad extra
sunt indivisa yang sudah kita katakan berulang-ulang
sekarang ditegaskan kembali dalam hubungan dengan
karya keselamatan.
Satu pertanyaan yang masih perlu kita tuntaskan
adalah: “Manusia manakah yang menjadi alamat karya
keselamatan? Apakah manusia seluruhnya atau hanya
sekelompok kecil saja?” Alkitab memberikan jawaban
yang bersifat dialektis. Mari kita perhatikan penegasan
berikut ini (Yoh. 3:16-18):

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang
tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam
dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan
untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa
percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum;
barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah
hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak
Tunggal Allah.

13

Menurut ayat ini, keselamatan adalah karya
Allah Tritunggal. Allah Bapa mengaruniakan Anak
TunggalNya untuk menyelamatkan bagi dunia. Mereka
yang percaya kepada Yesus Kristus akan beroleh hidup
kekal. Percaya adalah buah karya Roh Kudus. Sebagai
karya Allah Tritunggal keselamatan itu disediakan
kepada semua manusia tanpa kecuali. Allah tidak
diskriminatif (Mt. 5:45). Tetapi toh tidak semua orang
akan beroleh hidup kekal karena hidup kekal itu hanya
akan menjadi bagian dari mereka yang percaya kepada
Yesus Kristus. Yang dimaksud dengan frasa yang
percaya kepada Yesus Kristus secara sederhana dapat
kita artikan sebagai mereka yang mengatakan: YA!
kepada Yesus Kristus.
Jadi jawaban kita terhadap pertanyaan:
“Manusia manakah yang menjadi alamat karya
keselamatan?” ialah semua manusia. Tetapi untuk itu
semua manusia itu harus dimampukan untuk
mengatakan: YA! kepada Yesus Kristus. Bagaimana
tujuan ini direalisasikan?

Jalan Masuk Kepada Keselamatan
Keselamatan yang disediakan Allah adalah
untuk semua manusia tanpa ada pengecualian. Tetapi
tidak semua manusia dapat menikmati keselamatan itu.
Kebenaran ini juga ditegaskan dalam sebuah nyanyian
rohani populer yang berjudul: “Di Dalam Dunia Ada
Dua Jalan.” Syair nyanyian itu selengkapnya adalah
sebagai berikut:
14

Di dalam dunia ada dua jalan
Lebar dan sempit mana kau pilih
Yang lebar bagus jiwamu mati
Yang sempit suci jiwa berglori

Keselamatan manusia yang dalam lagu ini
diungkapkan dalam frasa jiwa berglori ditentukan oleh
pilihan jalan yang akan ditempuh. Ini mengandaikan
bahwa keselamatan memiliki jalan masuknya sendiri.
Hal ini pun ditegaskan Yesus dalam pengajaranNya. Ia
berkata: “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena
lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada
kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya;
karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju
kepada kehidupan, dan sedikit orang yang
mendapatinya" (Mt. 7:13-14).
Jalan yang sempit dan pintu yang sesak itulah
yang harus dipilih manusia untuk dapat masuk ke dalam
keselamatan. Jalan apakah itu? Apakah nama dari pintu
yang sesak itu? Alkitab menolong kita untuk
merumuskan jawabannya. Jalan yang sempit dan pintu
yang sesak itu ternyata menunjuk kepada satu nama
saja: Yesus Kristus. Ia adalah jalan (Yoh. 3:16). Ia juga
adalah pintu (Yoh. 10:9). Jadi untuk memperoleh
keselamatan manusia harus berjalan dalam Kristus dan
masuk melalui Kristus yang adalah pintu itu.
Menjadi jelas bahwa betapa pun percakapan
tentang keselamatan berpusat pada karya Roh Kudus, itu
tidak menjauhkan kita dari Yesus Kristus. Sebaliknya
Roh Kudus justru menuntun kita untuk makin dekat
15

kepada Kristus. Pneumatologi dan Kristologi merupakan
dua pokok yang tidak dapat dipisahkan. Pokok yang satu
berhubungan erat dengan pokok yang lain.
Yesus Kristus adalah jalan sekaligus pintu bagi
manusia untuk masuk ke dalam keselamatan dan ambil
bagian dalam penjanjian sebagai mitra Allah. Dalam
bab-bab terdahulu kami telah membicarakan secara
panjang lebar siapa Yesus Kristus dan karyaNya. Di situ
kami tegaskan bahwa Yesus Kristus bisa ada sendiri
tanpa manusia. Tetapi ia tidak pernah mau ada sendiri.
Ia selalu mau ada bersama-sama manusia. Ia selalu mau
bermitra dengan manusia. Istilah khas yang dipakai
Alkitab untuk itu adalah IMANUEL: Allah berserta kita.
Ungkapan ini sebagaimana sudah kami sebutkan juga
mengandung
arti bahwa
Allah
selalu mau
mengikutsertakan manusia dalam karya-karyaNya.15
Manusia yang dipilih Allah di dalam Yesus
Kristus untuk diikutsertakan dalam karya-karyanya
bukanlah pertama-tama pribadi-pribadi. Tidak! Manusia
yang dipilih Allah adalah persekutuan. J. Greven dalam
ulasannya terhadap buku E. Schillebeeckx menulis
demikian: “Keselamatan yang Yesus sediakan diberikan
kepada persekutuan, secara khusus yang dibentukNya
pada masa hidupNya di dunia dan yang terus
dipeliharaNya sampai kematianNya, yakni komunikasi

Helmut Thielicke. The Evangelical Faith II. Edinburgh:
T&T Clark. 1997. hlm. 402.
15

16

dengan orang-orang berdosa.”16 Manusia sebagaimana
yang disaksikan Alkitab adalah makhluk sosial. Dalam
dogma penciptaan kita menggambarkan kenyataan ini
dengan ungkapan: diciptakan berpasang-pasangan.
Manusia sebagaimana dikehendaki Allah adalah
makhluk yang hidup dalam persekutuan: dengan Allah
dengan sesama dan dengan alam. Tanpa atau di luar
relasi rangkap tiga ini manusia bukan lagi living being
melainkan menjadi non-being.
Yesus Kristus yang adalah imanuel selalu mau
mengikutsertakan manusia dalam karyaNya. Manusia
yang dipanggil Allah menjadi sekutuNya adalah
pertama-tama manusia dalam persekutuan. Jadi kalau
dikatakan bahwa Yesus Kristus adalah jalan dan pintu
kepada keselamatan maka masuk ke dalam keselamatan
melalui jalan dan pintu tadi artinya masuk ke dalam
persekutuan.

Orde keselamatan
Allah dalam cinta kasihNya dan juga
kesetiaanNya pada Perjanjian yang Dia tetapkan sejak
kekal menyediakan keselamatan untuk setiap manusia.
Meskipun begitu, sebagaimana sudah kita katakan tidak
setiap orang layak menerima dan ambil bagian aktif
dalam keselamatan. Hanya mereka yang memberi
jawaban YA! kepada Allah dengan mulutnya dan yang
16

J. Greven. “Jezus, Amen op de Schepping.” Dalam:

Gereformeerd Theologische Tijdschrift. No. 1. Februari 1975 /
Vijfenzeventigste Jaargang. Kampen: J.H. Kok. 1975. hlm. 5.

17

menerima Allah di dalam hatinya yang akan
diselamatkan (Yoh. 3:16, Rm. 10:9-10). Jelasnya,
keselamatan hanya akan menjadi milik dari orang-orang
yang percaya dalam hati dan mengaku dengan mulut
bahwa Allah adalah Tuhan dan juruselamatnya. Untuk
dapat melakukan itu, manusia membutuhkan Roh
Kudus.
Dalam arti ini keselamatan itu adalah anugerah
Allah. Dan sekarang kami tambahkan bahwa
keselamatan yang adalah anugerah itu tidak datang
kepada kita secara acak atau serampangan. Pemberian
keselamatan oleh Allah berlaku menurut orde atau
daftar alir yang ditentukan Allah. Orde itu adalah Allah
- Persekutuan – individu.17 Keselamatan diberikan Allah
bukan pertama-tama kepada pribadi melainkan kepada
gereja atau persekutuan. Harun Hadiwijono menegaskan
hal itu dalam pernyataan berikut: “Menurut Alkitab,
keselamatan yang dikaruniakan oleh Tuhan Allah
dengan perantaraan karya Tuhan Yesus Kristus itu
pertama-tama bukan ditujukan kepada perorangan,
melainkan kepada umat Allah sebagai keseluruhan, atau
kepada umat Allah yang mewujudkan suatu kesatuan.
Yang disebut anak Allah pertama-tama adalah seluruh
persekutuan orang beriman. Akan tetapi oleh karena
tiap orang beriman menjadi anggota umat Allah sebagai
keseluruhan, maka dengan sendirinya tiap orang
beriman juga menjadi bagian dari keselamatan tadi.”18

17
18

18

Karl Barth. The Faith of the Church. hlm. 135.
Harun Hadiwijono. Iman Kristen. hlm. 362.

Kiranya menjadi jelas bahwa keselamatan
diberikan kepada manusia menurut orde berikut: Allah
– persekutuan – individu orang percaya. Gereja
bukanlah bentukan individu-individu yang beriman,
sebagaimana yang diajarkan oleh kaum anabatis.19
Gereja adalah ciptaan Allah. Bukan juga gereja yang
membawa manusia kepada Yesus Kristus sebagaimana
paham yang ada dalam gereja pada abad pertengahan.
Kristuslah yang memberikan gereja kepada manusia
untuk merawat pembenaran, pengudusan dan
penugasan manusia.
Orde ini tercermin juga dalam credo, secara
khusus artikel ketiga yang berbicara tentang penerapan
semua yang sudah dikerjakan Allah di dalam Kristus ke
dalam manusia. Di situ gereja berbicara pertama-tama
tentang Roh Kudus sebagai pemberi atau sumber
keselamatan. Butir yang menyusul adalah gereja, yakni
tempat yang disediakan Allah untuk menjaminkan
keselamatan manusia. Segera setelah itu disebutlah
tentang persekutuan orang-orang kudus. Barulah
sesudah itu percakapan tertuju kepada berkat-berkat
keselamatan yang diarahkan kepada individu atau
pribadi-pribadi: pengampunan dosa yang berlaku sejak
sekarang, kebangkitan daging dan kehidupan kekal yang
baru akan dinyatakan di masa depan.

Agustinus Marthinus Luther Batlajery. The Unity of the
Church According to Calvin and its Meaning for the
Churches in Indonesia. Disertasi. Amsterdam: University of
19

Amsterdam. 2010. hlm. 25.

19

Pendapat bahwa keselamatan ditujukan kepada
pribadi-pribadi
selanjutnya
pribadi-pribadi
itu
mengorganisir gereja merupakan dogmatika falsa,
karena prinsip thinking after revelation tidak
diperhatikan. Yang dilakukan di situ adalah thinking
outside dan thinking before the bible. Orde yang
dihasilkan karena thinking outside ini jelas
mendefinisikan gereja sebagai hasil bentukan dari
orang-orang tertentu yang menganggap diri memiliki
atau mencapai taraf perkembangan iman di atas ratarata. Roh Kudus sebagai pencipta gereja disangkali.
Kalaupun karya Roh Kudus tetap diakui dalam gereja
bentukan itu, kehendak dan keputusan Roh Kudus
biasanya diarahkan untuk mendukung kehendak dan
keputusan individu-individu pendiri gereja itu.
Tidak perlu diragukan lagi, orde ini dengan
konsekwensi tadi jelas menyimpang jauh dari kesaksian
Alkitab akan penyataan Allah. Alkitab, secara khusus
Kitab Kisah Para Rasul memperlihatkan kepada kita
bahwa seorang rasul sekaliber Petrus sekalipun tetap
menaklukkan kehendak dan keputusan pribadi mereka
di bawah kehendak dan keputusan Roh Kudus. Mulanya
Petrus keberatan mendengar suara dalam penglihatan
waktu dia menginap di rumah Simon si penyamak kulit
di Yope, tetapi Petrus kemudian mengalah. Ia mengikuti
kehendak Roh Kudus sekalipun itu bertentangan
dengan pikiran dan pendapatnya (Kis. 10:9-18).
Dalam kelanjutan kisah itu ditunjukkan bahwa
Petrus membaptis Kornelius dengan seisi rumahnya,
karena Roh Kudus telah lebih dahulu turun ke atas
20

semua orang di rumah itu (Kis. 10:44). Pencurahan
keselamatan
kepada
seisi
rumah
Kornelius
(persekutuan)
mendahului
akta
penerimaan
keselamatan oleh individu-individu yang terhisap
sebagai anggota keluarga itu, bukan sebaliknya.

Persekutuan dan Individu
Orde atau tata urutan yang berlaku dalam
keselamatan adalah: Allah – Persekutuan - Individu
yang percaya. Prioritas diberikan kepada persekutuan.
Persekutuan mendapat tekanan yang pertama. Barulah
sesudah itu individu. Dengan kata lain, tubuh Kristus
yang pertama diperhatikan, barulah sesudah itu orang
berbicara tentang anggota-anggota dari tubuh itu. Ini
orde yang dipakai rasul Paulus dalam berbicara tentang
hubungan antara persekutuan dan individu orang
percaya. Penetapan orde ini didasarkan atas fakta
berikut ini.
Pertama,
Allah
yang
menghimpun,
menumbuhkan dan membela gereja adalah Allah yang
hidup dalam persekutuan di dalam diriNya. Allah adalah
esa. Tetapi, keesaan Allah bukan persoalan matematis,
melainkan relasional. Allah yang esa ini hidup dalam
relasi yang dialektis dan dinamis dalam diri. Ia mau
menjadikan sesuatu di luar diriNya sebagai sekutu, sebab
di dalam diriNya sendiri Allah memiliki sekutu. Inilah
dasar teologis dari penetapan orde tadi.
Kedua, menurut Alkitab, keselamatan yang
dikaruniakan Allah dalam Kristus pertama-tama bukan
21

dialamatkan kepada orang perorangan, melainkan
kepada umat Allah sebagai keseluruhan. Yang disebut
anak-anak Allah bukan pertama-tama si A atau si B
menjadi anggota umat Allah sebagai keseluruhan, maka
dengan sendirinya tiap orang beriman juga mendapat
bagian dari keselamatan tadi.20 Ini dasar eklesiologis dari
penetapan orde tadi.
Persekutuan merupakan basis dari pertumbuhan
iman, kasih dan pengharapan dari tiap individu orang
percaya. Dalam hubungan ini persekutuan disebut
sebagai “bentuk fundamental” dari gereja.21 Respon
individu kepada Allah berupa kesediaan untuk hidup
dalam iman, kasih dan harap akan Allah ditempatkan
dalam format persekutuan. Iman, kasih dan harap
kepada Allah adalah soal personal. Tetapi ia hanya bisa
bertumbuh dan mendapat bentuk yang benar kalau
ditumbuhkembangkan dalam persekutuan. Ini berbeda
dengan pandangan kaum kongregasional. Mereka
mengatakan, bahwa gereja merupakan hasil atau produk
dari persekutuan individu-individu, dan bukan
sebaliknya.
Singkatnya, dalam orde keselamatan (ordo
salutis) persekutuan menempati tempat pertama. Dalam
format kehidupan persekutuanlah, dibicarakan tempat
dan fungsi tiap individu orang percaya. Tetapi ini tidak
berarti bahwa kita mempunyai dua bentuk atau dua
kawasan hidup, yakni persekutuan dan individu, publik
Hadiwijono, Iman Kristen, hlm. 362-363.
Karl Barth, Church ogmatics IV/1, Edinburgh: T&T
Clark, 1974, hlm. 740.
20

21

22

dan privat. Ini juga tidak berarti bahwa kehidupan
individu tunduk pada kehidupan persekutuan.
Pandangan seperti ini tidak sejalan dengan prinsip
dogmatik klasik mengenai karya Allah: opera trinitatis
ad extra indivisa (Karya keselamatan Allah Tritunggal
tidak terpisah).
Pandangan yang benar dan sejalan dengan
prinsip dogmatik klasik tadi adalah di bawah ini. Waktu
bicara tentang gereja perhatian kita bukan pertamatama pada tanggung jawab persekutuan barulah pada
tanggung jawab individu. Dalam diskusi tentang gereja
kita berurusan pertama-tama dan terutama dengan
karya Roh Kudus, oknum ketiga dari Allah Tritunggal.
Roh Kudus adalah jalan atau jembatan yang
menghubungkan kehidupan individu dan persekutuan,
dan sebaliknya. Dalam realitas Roh Kudus, orang
percaya sesungguhnya ada dalam transisi. Dia bukanlah
seseorang yang pada waktu tertentu adalah bagian dari
persekutuan dan pada waktu tertentu lainnya adalah
individu. Yang benar ialah Roh Kudus menempatkan
orang percaya dalam satu gerakan yang dinamis dan
berkelanjutan antara kutub kehidupan persekutuan dan
pribadi. Dalam kuasa Roh Kudus orang percaya selalu
ada dalam perjalanan dari kehidupan persekutuan
kepada kehidupan individual dan vice versa. Dalam
kehidupan
persekutuan
ia
terpanggil
untuk
menunjukkan buah-buah imannya, dan sebagai individu
ia mendapat kesempatan untuk menghidupkan
panggilan persekutuan.22
22

Nuban Timo, The Eschatological Dimension, hlm. 300.

23

Gerakan yang dinamis dan berkelanjutan ini
kami namakan gerakan mesianis. Gerakan mesianis
bukan gerakan satu arah saja, yakni dari persekutuan
kepada individu atau dari individu ke persekutuan saja.
Gerakan satu arah: dari individu ke persekutuan atau
persekutuan ke individu adalah gerakan diktatorial atau
main kuasa. Jenis gerakan ini tidak dapat diterima dalam
kehidupan bergereja. Kami menyebut gerakan yang
dinamis dan berkelanjutan tadi gerakan mesianis,
karena ia merefleksikan jalan yang ditempuh Kristus
(mesias itu) dalam karya penyelamatan. Ia bergerak dari
atas (Allah) ke bawah (manusia). Lalu dari bawah
(manusia) ke atas (Allah).
Ini bukan hanya terjadi satu kali saja, tetapi
berkelanjutan. Pengakuan Iman Rasuli mengungkapkan
hal itu dengan jelas. Setelah naik ke surga, duduk di
sebelah kanan Bapa, Kristus tidak menetap untuk
selama-lamanya di sana. Ia seperti kata Pengakuan Iman
Rasuli “akan datang dari sana untuk menghakimi orang
yang hidup dan mati”. Dari Allah Kristus datang kepada
manusia. Lalu Ia pulang kembali kepada Allah.
Kemudian Dia datang lagi dari Allah kepada manusia
untuk membawa manusia kepada Allah.
Dalam gerakan mesianis Allah tidak sendiri. Ia
selalu menarik manusia masuk ke dalam gerakan itu.
Allah turun dari kemuliaan ke dalam kehinaan dengan
mengambil rupa manusia, bahkan menjadi manusia.
Dalam status sebagai Allah yang menjadi manusia Ia
turun sampai ke bagian dunia paling bawah, yakni ke
dalam kerajaan maut. Ia mengambil nasib manusia
24

menjadi nasib-Nya sendiri. Dari titik yang terendah ini,
Kristus bergerak lagi ke atas. Lagi-lagi, Ia lakukan ini
bersama manusia. Ia membawa manusia yang tenggelam
dalam kehinaan yang paling dalam naik sampai ke
hadirat Allah Bapa (Yoh. 3:13, Ef. 4:10). Sungguh
sebuah gerakan dua arah yang dinamis dan
berkesinambungan. Ya, sebuah gerakan yang
membebaskan. Dalam gerakan ini manusia dibebaskan
dari keterasingan dari Allah dan sesama untuk masuk
dalam persekutuan dengan Allah dan sesama. Dalam
persekutuan itu Ia dimampukan untuk menjadi manusia
yang meng-“aku” (menjadi diri sendiri) di hadapan
Allah dan sesama.
Keselamatan diberikan Allah melalui satu orde
atau daftar alir, yakni dari Allah kepada persekutuan
barulah
individu-individu.
Individu
beroleh
keselamatan karena keterikatannya pada persekutuan
keselamatan. Muncul pertanyaan: “Persekutuan macam
apakah yang harus kita masuki untuk ambil bagian aktif
dalam keselamatan?”

Kerajaan Allah Sebagai Persekutuan Keselamatan
Martin Heidegger (1889-1976) filsuf abad ke-20
yang banyak menentukan arah pemikiran teologi
mengatakan bahwa keberadaan manusia dalam
persekutuan adalah sesuatu yang otomatis. Manusia
terlempar ke dalam persekutuan. Artinya itu bukanlah
sebuah pilihan melainkan keharusan, suatu nasib yang
tidak terhindarkan. Manusia tidak pernah ditanya
25

sebelumnya ke dalam persekutuan mana ia dilahirkan.
Bahkan untuk lahir pun ia tidak ditanya terlebih dahulu
persetujuannya.
Heidegger
menyebut
hal
ini
„keterlemparan‟ (Geworfenheit). Manusia terlempar ke
dunia ini. Demikianlah sejak lahir sampai mati manusia
menjalani hidup dalam persekutuan, baik itu dalam
lingkup yang kecil seperti keluarga, marga, maupun
yang besar seperti suku dan masyarakat. Ia tidak dapat
mengelakkan diri darinya. Manusia terlahir di dalam
persekutuan.
Persekutuan yang harus manusia masuki untuk
ambil bagian aktif dalam keselamatan berbeda dengan
yang disebutkan Heidegger. Manusia tidak terlempar ke
dalam persekutuan itu. Manusia dipanggil Allah ke
dalam persekutuan tadi dan ia memberikan jawaban
kepada panggilan itu. Menjadi warga persekutuan
keselamatan bukan suatu nasib yang tak terelakkan,
melainkan satu pilihan yang harus dilakukan.
Persekutuan keselamatan itu dibentuk oleh
Allah menurut gambar dan rupa persekutuan yang ada
dalam Allah. Persekutuan itu sudah ada jauh hari
sebelum manusia ada. Allah adalah raja dan kepala dari
persekutuan itu. Lalu Allah memanggil manusia untuk
menjadi warga dari persekutuan tadi. Menjadi anggota
persekutuan itu artinya ambil bagian dalam
keselamatan. Keberadaan manusia sebagai anggota
persekutuan itu merupakan respons, jawaban terhadap
panggilan tadi. Wujud nyata dari respon manusia untuk
menjadi warga persekutuan keselamatan adalah

26

memberi diri dibaptis dan ikut ambil bagian dalam
sakramen perjamuan kudus.
Nama dari persekutuan itu adalah Kerajaan
Allah. Untuk ambil bagian dalam keselamatan manusia
harus menjadi warga dari Kerajaan Allah. Jalan kepada
kerajaan itu dan pintu dari kerajaan itu adalah Yesus
Kristus. Tapi Alkitab tidak berhenti sampai di situ.
Alkitab bersaksi bahwa Yesus Kristus adalah Kerajaan
Allah sekaligus adalah raja yang memerintah dalam
kerajaan itu. Menjadi jelas sekarang bahwa kerajaan
Allah bukan hasil dari upaya dan kerja keras gereja.
Yang benar justru kebalikannya: gereja ada karena
Kerajaan Allah. Gereja datang dari Kerajaan Allah,
bertugas mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah di
bumi dan berjalan menuju pernyataan yang final dari
Kerajaan itu. Gereja adalah perumpamaan atau wujud
yang kelihatan dari Kerajaan Allah.
Di dalam karya pendamaian yang dikerjakan
Yesus Kristus Allah memanggil manusia untuk masuk ke
dalam Kerajaan Allah. Kami menamakan karya ini sisi
obyektif dari keselamatan. Selanjutnya oleh kuat kuasa
Roh Kudus Allah yang berdiam di dalam manusia
menggerakkan manusia untuk bergerak masuk ke dalam
persekutuan itu dan menjalani hidup sebagai anak-anak
Kerajaan Allah. Tindakan kedua ini kami namakan sisi
subyektif dari karya keselamatan.
Roh Kudus memampukan manusia untuk
menjawab: YA! kepada Kristus dan serentak dengan itu
memimpin mereka ke dalam kerajaan Allah. Ada
banyak definisi tentang kerajaan Allah. Augustinus
27

memandang kerajaan Allah sebagai realitas masa kini
yang berwujud dalam gereja. Gereja Roma Katholik
memahami diri dengan seluruh perangkat hirarkinya
sebagai Kerajaan Allah. Gereja protestan menunjuk
kepada gereja yang tidak kelihatan, yakni persekutuan
orang percaya dulu, kini dan nanti sebagai Kerajaan
Allah.23 Kami memilih definisi yang agak berbeda, yakni
Kerajaan Allah adalah persekutuan hidup di mana
pemerintahan dan kehendak Allah yang diajarkan dan
ditunjukkan Yesus Kristus ditegakkan dan diamini
secara penuh pertama-tama di dalam hati orang-orang
yang percaya kepada Yesus Kristus. Selanjutnya ketaatan
akan pemerintahan dan kehendak Allah itu dinyatakan
dalam realita sosial di mana orang-orang percaya tadi
hidup dan beraktivitas.
Definisi ini menunjukan beberapa indikasi yang
menolong kita mendeteksi di mana dan seperti apa
persekutuan keselamatan yang bernama Kerajaan Allah.
Pertama, kerajaan Allah adalah satu bentuk kehidupan
di mana pemerintahan dan kehendak Allah yang
diajarkan dan ditunjukkan Yesus Kristus ditegakkan dan
diamini secara penuh. Ini mengandaikan bahwa
Kerajaan Allah itu baru akan terwujud secara sempurna
di masa depan. Dalam bab terdahulu kami memakai
istilah regnum potentiae untuk menunjuk kenyataan
masa depan dari Kerajaan Allah.
Kerajaan Allah adalah kenyataan masa depan. Ia
merupakan penampakan yang sempurna dan final dari
Luis Berkhof. Systematic Theology. London: The
Banner of Truth Trust. 1949. hlm. 569.
23

28

dunia baru dan kemanusiaan baru.24 Hal itu masih kita
harapkan. Meskipun begitu adalah keliru kalau kita
berpikir tentang Kerajaan Allah sebagai semata-mata
sebagai realita yang baru akan dinyatakan kelak. Tidak!
Fakta menunjukkan bahwa pada masa kini sudah ada
orang-orang memberlakukan perintah dan kehendak
Allah sebagai pemandu seluruh aktivitas hidupnya.
Memang mereka belum secara penuh dan sempurna
hidup di dalam ketaatan akan kehendak Allah, tetapi
bentuk kehidupan di mana pemerintahan dan kehendak
Allah yang diajarkan dan ditunjukkan Yesus Kristus
ditegakkan dan diamini sudah mulai nyata kini dan di
sini.
Kenyataan ini menuntun kita pada kesimpulan
kedua yakni kerajaan Allah yang adalah realita masa
depan itu sudah mulai menampakan diri dalam kekinian
hidup manusia dan dunia. Dua indikator ini menegaskan
bahwa Kerajaan Allah berkarakter eskhatologis, sebuah
realita masa depan yang sudah mulai menampakan diri
dalam kenyataan diri di masa kini. Kerajaan Allah
adalah peristiwa masa depan yang menyerobot masuk ke
dalam masa kini. Sambil mengkritisi dan melucuti
semua tata kehidupan masa kini, Kerajaan Allah itu
menarik dan memperlengkapi orde-orde dan modus
kehidupan dunia dan manusia masa kini dengan kualitas
kecakapan-kecakapan untuk layak ambil bagian dalam
tuntutan hidup dalam kerajaan Allah yang akan

Karl Barth. Church Dogmatics IV/2. Edinburgh. 1976.
hlm. 623.
24

29

dinyatakan secara sempurna di penghujung sejaran
dunia.

Gereja dan Israel: Perwujudan Sementara dari Kerajaan
Allah
Kerajaan Allah yang merupakan persekutuan
keselamatan ke dalam mana manusia diundang masuk
oleh Allah di dalam Kristus dan dimampukan oleh Roh
Kudus untuk menjawab undangan itu merupakan
bentuk hidup masa depan yang sudah mulai menerobos
masuk ke dalam masa kini. Gereja disebut-sebut sebagai
wujud masa kini dari kerajaan Allah itu. Gereja
bukanlah kerajaan Allah (regnum potentiae). Ia adalah
regnum gratiae, persekutuan yang menerima dan
menegakkan pemerintahan Yesus Kristus secara
spiritual.25 Gereja dan Kerajaan Allah bukanlah
kenyataan yang sama dan identik. Kerajaan Allah lebih
besar dari gereja.26
Meskipun begitu Gereja dan Kerajaan Allah
berkorespondensi satu sama lain. Pada masa kini
Kerajaan Allah tersembunyi dalam Gereja. Sedangkan
pada masa depan gereja akan melebur dalam Kerajaan
Allah. Kami karena itu mencirikan gereja sebagai
provisional representation, perwujudan sementara dari
kerajaan Allah yang akan dinyatakan secara sempurna
Luis Berkhof. Systematic Theology. London: The
Banner of Truth Trust. 1949. hlm. 406.
26 Wolfhart Pannenberg. De geloofs belijdenis. Baarn: Ten
Have1976. hlm. 154.
25

30

dan definitif pada kedatangan kembali Yesus Kristus.27
Atau meminjam istilah van Haarlem, gereja adalah
sakramen dari Kerajaan Allah.28 Artinya gereja melalui
kehadirannya membuat manusia melihat kepada
kerajaan Allah yang akan datang atau yang sudah datang
dan tersembunyi di dalam gereja.
Keselamatan semua manusia yang untuknya
Kristus telah datang, menderita, disalibkan, mati dan
dikuburkan serta bangkit kembali baru akan
diwujudkan secara definitif pada akhir sejarah. Dengan
kata lain jawaban: YA! yang final dan penuh dari
manusia kepada Allah di dalam Kristus baru akan
sepenuhnya diucapkan di dalam Kerajaan Allah. Gereja
ada sebagai provisional representation sebagai tempat di
mana manusia belajar dan melatih diri mengucapkan
kata YA itu dengan hati, mulut dan seluruh hidupnya,
sekaligus memperagakan dan mempertunjukan jawaban
itu kepada dunia dan semua manusia supaya setiap lutut
berteluk dan semua lidah ikut mengaku bahwa Yesus
Kristus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Fil.
2:11).29

E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension.....
hlm. 279.
28 A. Van Haarlem.
“Overwegingen over de Kerk bij
Barth.” Dalam: Kerk en Theologie. Jaargang No. 4 October
1973. hlm. 341.
29 Perhatikan kesejajaran antara apa yang kami katakan di
sini dengan yang sudah kami tegaskan pada bab tentang karya
penciptaan, secara khusus tentang sikap penutur versi yahwist
yang tidak mempersoalkan tanggapan Hawa terhadap seruan
27

31

Gereja adalah provisional representation,
perwujudan sementara dari kerajaan Allah. Tetapi gereja
bukanlah satu-satunya persekutuan yang menjalankan
fungsi provisional representation itu. Di atas kita
katakan bahwa manusia tidak terlempar ke dalam
persekutuan. Ia dipanggil masuk ke dalam persekutuan
itu untuk ambil bagian dalam keselamatan. Alkitab
bersaksi bahwa Allah di dalam Kristus melalui Roh
Kudus tidak hanya memanggil manusia ke dalam gereja.
Ada lagi persekutuan lain yang jalan ke dalamnya dan
pintu masuknya adalah Yesus Kristus. Memang
keberadaan Yesus Kristus sebagai jalan dan pintu dari
persekutuan itu belum eksplist disebutkan. Dalam
persekutuan itu Yesus Kristus sebagai jalan dibungkus
dalam torah dan sebagai pintu ditunjukkan dalam
berbagai ritus korban. Nama persekutuan yang satu itu
adalah Israel. Sebagaimana yang disaksikan Alkitab,
Allah tidak hanya memanggil manusia ke dalam gereja.
Allah juga memanggil manusia ke dalam satu umat lain,
umat perjanjian yakni Israel.
Jadi Israel dan gereja adalah dua persekutuan
yang dibentuk oleh Allah sebagai tempat di mana
manusia diundang oleh Allah untuk ambil bagian aktif
sebagai
kawan-kawan
sekerja
Allah
dalam
merealisasikan atau mendistribusikan keselamatan yang
Dia sediakan bagi dunia dan semua manusia. Israel dan
gereja bukan dua persekutuan yang berdiri sendiri.
Tidak! Israel dan gereja adalah dua bentuk dari satu
sukacita Adam menyambut kehadirannya sebagai penolong
yang sepadan bagi Adam.

32

persekutuan keselamatan, yakni Kerajaan Allah.30
Mereka hadir sebagai provisional representation dari
Kerajaan Allah.
Persamaan
Israel
dan
gereja
tidak
menghilangkan begitu saja perbedaan keduanya.
Perbedaan Israel dan gereja nyata dalam hal berikut ini.
Pertama, sebagai persekutuan yang dibentuk
mendahului gereja, Israel ada sebagai provisional
representation dari Kerajaan Allah untuk memanggil
manusia datang kepada Yesus Kristus. Sedangkan gereja
ada setelah Israel sebagai provisional representation dari
Kerajaan Allah untuk membawa Yesus Kristus kepada
semua manusia. Tugas membawa semua bangsa datang
kepada Yesus Kristus yang diembankan kepada Israel
digambarkan oleh PL sebagai gerakan menuju ke Sion
(Yes. 2:1-4; Mik. 4:1-4). Sementara PB menggambarkan
tugas membawa Yesus Kristus kepada semua bangsa
yang diamanatkan kepada gereja sebagai gerakan
missioner: dari Sion ke ujung bumi (Mt. 28:19; Kis.
1:8).31
Kedua, Israel mengajarkan berbagai hukum,
ketentuan, norma dan kaidah-kaidah yang patut
diperhatikan bangsa-bangsa supaya mereka dapat
bertemu dengan Allah di gunungNya yang kudus untuk
mendengar Firman (Mz. 15:1-5; 24:3-6). Gereja
memperlihatkan kekayaan berkat dan kasih karunia
30
31

Karl Barth. Church Dogmatics. IV/2. 1970. hlm. 480
Ebenhaizer I. Nuban Timo. Umat Allah di Tapal Batas.

Percakapan Dogmatis Tentang Masa Lalu, Masa Kini dan
Masa Depan Gereja. hlm. 77

33

Allah bagi semua bangsa yang menerima Yesus Kristus
yang dibawakan dan diberitakan gereja. Israel
diperlengkapi untuk mengajarkan 10 JANGAN
sedangkan gereja dipercayakan memberitakan 10
BAHAGIA.
Dua tugas yang diperankan oleh Israel dan
Gereja betapa pun berbeda tetapi tidak boleh
dipisahkan. Pemberitaan Israel harus didengarkan
bersama-sama dan terima sebagai satu kesatuan dengan
pemberitaan gereja. Pemberitaan gereja harus dilihat
sebagai pemenuhan dari pemberitaan Israel sedangkan
pemberitaan Israel adalah pengantar untuk masuk ke
dalam pemberitaan Israel.32

Israel Tersembunyi dalam Gereja
Berpartisipasi aktif dalam karya pendamaian
Allah yang sudah diwujudkan di dalam Yesus Kristus
artinya manusia ditarik masuk dalam Israel dan gereja
yang adalah perwujudan sementara dari Kerajaan Allah.
Roh Kudus adalah Allah yang mendiami kita dan
memampukan roh kita untuk berkata kepada Allah: Ya
Abba! Ya Bapa (Rm. 8:15; Gal. 4:6)). Pada masa
Perjanjian Lama Roh itu membuat manusia menjadi
anggota dari persekutuan Israel yang hidup di bawah
bimbingan Torah sambil menanti kedatangan Mesias
(Kej. 6:3; Yes. 44:3, 59:21; Yeh. 36:27, 37:14, 39:29; Hag.
2:6). Pada masa Perjanjian Baru, terutama setelah
kebangkitan Yesus Kristus, Roh itu bekerja secara baru.
32

34

Karl Barth. Church Dogmatics. IV/3. hlm. 406.

Ia memanggil dan menyatukan manusia menjadi satu
umat yang baru, yakni gereja yang hidup dari anugerah.
Perwujudan sementara dari persekutuan
keselamatan (Kerajaan Allah) adalah Israel dan gereja.
Keduanya adalah creatura spiritum sanctum, yakni
persekutuan orang-orang yang dimampukan Allah
melalui RohNya untuk memperlihatkan kemanusiaan
baru yang sudah dinyatakan di dalam Kristus di dunia
lama di mana mereka hidup. Meskipun begitu dalam
percakapan tentang partisipasi manusia dalam
keselamatan, kami akan menfokuskan perhatian pada
gereja. Bukan karena Israel tidaklah penting, tetapi
karena semua yang dinubuatkan dalam Israel telah
digenapi pada peristiwa pentakosta, yakni dalam wujud
gereja yang juga disebut sebagai umat dari perjanjian
yang baru (2 Kor. 3:6; Ibr. 8:8).
Fokus pada gereja tidak berarti mengabaikan
Israel. Gereja sebagai perwujudan baru dari Israel sama
sekali tidak meniadakan Israel. Israel tetap ada setelah
kehadiran gereja. Hanya keberadaannya itu memiliki
wujud yang baru, yakni wujud spiritual: Israel
tersembunyi di dalam gereja, sebagaimana dalam
periode pra pentakosta keberadaan gereja sudah ada
tetapi dalam wujud sebagai yang tersembunyi dalam
Israel.33
Gereja adalah perwujudan Israel secara baru. Ia
adalah creatura spiritum sanctum. Perwujudan
Ebenhaizer I. Nuban Timo. Umat Allah di Tapal Batas.
hlm. 66.
33

35

historisnya sebagai satu umat terjadi pada peristiwa
pentakosta. Ia datang bukan untuk menggantikan Israel,
melainkan untuk menjadi pemenuhan Israel. Bentuk
kehidupan umat Allah dalam Perjanjian Lama bersama
dengan semua pengajaran dan ketentuannya mencapai
penggenapannya dalam gereja. Tokoh terkemuka dari
umat Perjanjian Lama, Musa digenapi di dalam diri
tokoh terkemuka dari umat Perjanjian Baru, Yesus
Kristus. Dasa Titah yang diterima Musa dari Allah di
Sinai dipertegas Yesus dengan Dasa Sabda Bahagia yang
disampaikan di atas sebuah bukit (Bdg. Ul. 18:15). Dasa
titah Musa ditulis di atas loh batu. Dasa Sabda Bahagia
Yesus ditulis dalam loh hati manusia (II Kor. 3:3; Ibr.
8:10). Sunat yang ditetapkan Musa sebagai tanda bagi
setiap umat perjanjian diperluas Yesus dengan baptisan,
supaya perempuan-perempuan pun terhitung di dalam
umat perjanjian yang diperluas itu.34
Demikianlah kami tegaskan sekali lagi,
keberadaan Israel sebagai perwujudan sementara dari
persekutuan keselamatan (Kerajaan Allah) tidak
berakhir dengan kedatangan Gereja. Israel tetap ada
tetapi sebagai yang tersembunyi atau berdiam di dalam
gereja, sama seperti wujud kehadiran gereja di masa
Perjanjian Lama sebagai yang tersembunyi atau berdiam
di Israel.

Ebenhaizer I. Nuban Timo. Hagar dan Putri-Putrinya.
Perempuan Tertindas dalam Alkitab. Jakarta: BPK Gunung
34

Mulia. 2006. hlm. 163.

36

Gereja sebagai Ibu Orang Percaya
Gereja adalah creatura spiritum sanctum. Inilah
keyakinan iman gereja tentang asal-usulnya. Ia dibentuk
oleh Allah di dalam Kristus melalui kuasa Roh Kudus
untuk tiga fungsi. Per