BOOK Ebenhaizer I Nuban Timo Manusia Dalam Perjalanan BAB IV

Bab IV
Dogma Tentang Hal-Hal Terakhir
Nama Eskatologi
Hal-hal terakhir. Itulah pokok percakapan kita
dalam bab ini. Ada berbagai nama yang dikenakan
kepada dogma yang satu ini. Abraham Kuyper
menyebutnya consummatio saeculi. Luis Berkhof
menyebukan juga nama lain, yakni Novissimis.
Meskipun begitu menurut Berkhof nama yang paling
lazim dipakai adalah eskatologi.175
Ada bebarapa referensi Alkitab yang dirujuk
untuk penamaan ini antara lain Yesaya 2:2 dan Mika 4:1
yang berbicara tentang hari-hari terakhir (eschatai
hemerai) atau I Petrus 1:20: zaman terakhir (eschaton
ton chronon) dan I Yohanes 2:18: waktu yang terakhir
(eschate hora).
Terbatasnya rujukan ini yang kami tunjukkan
tidak berarti bahwa eskatologi merupakan tema minor
dalam Alkitab. Tidak! Eskatologi ternyata bukan sekedar
satu tema di antara tema-tema lain dalam Alkitab.
Seluruh kesaksian Alkitab, juga tema-tema yang

terdapat dalam Alkitab bercorak eskatologis, artinya
Luis Berkhof. Systematic Theology. London: The
Banner of Truth Trust. 1949. hlm. 666.
175

157

mengarah ke hal-hal yang akan datang.176 Bahkan
Alkitab sendiri, kata Karl Barth adalah, kitab yang
eskatologis.177
Blackwell Encyclopedia menjelaskan istilah

eskatologi dalam arti percakapan mengenai hal-hal
terakhir, apakah mengenai hidup seseorang atau dunia
dan apa yang biasa dikenal dengan nama penghakiman,
sorga dan neraka.178 Eskatologi adalah percakapan
tentang hal-hal terakhir. Nomenklatur hal-hal terakhir
memberi kesan bahwa hal-hal yang menjadi isi dari
dogma ini baru akan terjadi di penghujung sejarah dan
bersifat kurang penting. Padahal sesungguhnya tidak

begitu.
Apa yang dimaksud dengan hal-hal terakhir
dalam eskatologi adalah tujuan atau maksud dari setiap
pekerjaan Allah baik dalam penciptaan, pendamaian dan
penyelamatan.179 Eskatologi merupakan percakapan
kristen tentang tujuan dari seluruh karya Allah dalam
sejarah, mulai dari penciptaan sampai kepada

J. Koopmans, Wat Zegt de Bijbel over Volk, Overheid,
Amsterdam:
Israel,
Oorlog,
Toekomst.
Uitgevermaatschappij Holland. 1941. hlm. 81.
177 Karl Barth.
The Word of God and the Word of Man.
London: Hodder and Stoughton. 1928. Diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris oleh Douglas Horton.
178 Alister E. Macgrath, ed., The Blackwell Encyclopedia
of Modern Christian thought, 1993.

179 Stanley J. Grenz, Theology for the Community of God.
United Kingdom. The Paternoster Press. 1994. hlm. 743.
176

Gezin,

158

penyelamatan.180 Jadi dalam eskatologi kita tidak sekedar
berbicara tentang hal-hal yang baru akan terjadi di akhir
atau penghujung sejarah. Ini tidak sepenuhnya benar.
Hal-hal terakhir atau eskatologi dalam paham Kristen
bukan peristiwa yang murni futuristik. Ia adalah
peristiwa masa depan yang sudah mulai dinyatakan di
dalam masa kini dunia dan manusia, yakni dalam
berbagai karya dan pekerjaan Allah dalam sejarah.
Karena eskatologi sudah menunjuk pada telos,
tujuan dari setiap pekerjaan Allah yang nyata pada masa
kini, maka masa kini bukan sesuatu yang statis, dalam
arti sebagai roda yang berputar di tempat. Mereka yang

miskin akan tepat miskin. Anak pejabat akan kembali
menjadi pejabat. Paham tentang masa kini seperti itu
tidak dikenal Alkitab. Alkitab berbicara sebaliknya.
Israel yang hidup sebagai bangsa budak di Mesir dapat
bangkit menjadi bangsa yang merdeka bahkan menjadi
bangsa adidaya dalam pemerintahan Saul, Daud dan
Salomo. Tetapi kemudian ia kembali lagi menjadi budak
bangsa-bangsa dalam pembuangan di Babel.
Masa kini bukan sesuatu yang statis. Itu terjadi
karena hal-hal yang akan terjadi di masa depan
menyerobot masuk ke masa kini dengan kekuatan yang
dahsyat untuk membaharui masa kini. Eskatologi dalam
paham Kristen bukan sebuah event masa depan yang
telah mulai dinyatakan pada masa kini.

Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 780.
180

159


Meskipun begitu adalah sebuah kekeliruan
untuk memahami bahwa hal-hal terakhir itu sebagai
sekedar perpanjangan atau juga perluasan dari hal-hal
yang sudah mulai dinyatakan sekarang. Apa yang akan
dinyatakan kelak berbeda dengan apa yang sudah mulai
dinyatakan sekarang.181

Allah Selalu di Depan Kita
Hal-hal terakhir ternyata bukan monopoli
pengajaran kristen. Dalam agama-agama lain, bahkan
juga dalam agama asli zaman akhir dan akhir zaman juga
merupakan pokok perenungan yang hangat. Apa yang
membuat ajaran kristen tentang zaman akhir dan akhir
zaman berbeda dengan yang ada dalam agama-agama
lain terletak dalam hal berikut.

Pertama, zaman akhir itu sudah mulai pada
masa kini (I Yoh. 2:18-19). Zaman akhir dan akhir
zaman bukan hal yang masih jauh dan bersifat nanti.

Akhir zaman itu bukan hal yang datang tiba-tiba dan
menimbulkan kebingungan dan ketakutan. Ia
merupakan satu periodisasi waktu yang berkarakter
dialektis: sudah datang tetapi belum selesai. Hal-hal
yang akan terjadi pada akhir zaman sudah mulai
diwujudkan dalam zaman akhir, yakni masa kini di
mana kita semua hidup (I Pet. 1: 10-12). Bertolak dari
prinsip thinking after the bible, Grenz menyebut masa
181

J.T. Bakker. “Toekomst als Terechtbrengen.” Dalam:

Gereformeerd Theologische Tijdschrift. No. 1. Februari 1982.
Tweeentachtigste jaargang. Kampen: J.H. Kok. hlm. 3.

160

kini sebagai immanent fulfilment of the eschatology,182
eskatologi yang diwujudkan pada masa kini.


Kedua, konsern utama kita bukan pada hal-hal
terakhir. Yang jadi fokus perhatian kristen saat
berbicara tentang zaman akhir dan akhir zaman bukan
masalah apa melainkan siapa. Zaman akhir dan akhir
zaman itu bersangkut paut dengan satu nama, Yesus
Kristus. Ada paham tentang tujuan atau maksud dari
semua realita yang ada dalam sejarah dalam berbagai
agama dan aliran kepercayaan. Umpamanya disebutkan
bahwa Allah menciptakan manusia untuk menjadi
budak bagi dewa-dewi. Bumi pada akhirnya akan
dibakar hangus. Iman kristen datang dengan kesaksian
yang sama sekali baru tentang tujuan atau maksud dari
realita ciptaan. Itu terjadi karena tujuan atau maksud
kenyataan ciptaan, menurut iman kristen bukan hal
yang independen tetapi berhubungan dengan nama
yang satu itu, Yesus Kristus.
Alkitab bersaksi bahwa Yesus Kristus adalah
yang Alfa dan Omega (Why. 1:8). Yesus Kristus tidak
berubah: kemarin, hari ini dan selama-lamanya (Ibr.
1:12, 13:8). Yesus Kristus juga disebut sebagai dasar dari

segala sesuatu (Rm. 15:20, I Kor. 3:11), batu penjuru (Ef.
2:20), yang sulung dari segala ciptaan (Kol. 1:15). Selain
itu Alkitab juga bersaksi bahwa Yesus Kristus adalah
tujuan dari semua yang diciptakan Allah (Fil. 2:2, 3:14).

Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 807.
182

161

Jadi dasar dan tujuan keberadaan ciptaan ada di
dalam nama yang satu ini, Yesus Kristus. Dasar dan
tujuan dari ciptaan adalah Allah yang memperkenalkan
diri kepada Musa dengan nama AKU ADA YANG AKU
AKAN ADA (Kel. 3:14). Nama ini merupakan kombinasi
dari dasar dan tujuan. Selanjutnya Allah ini seperti
disaksikan Alkitab menyatakan diri di dalam Yesus
Kristus. Atas dasar itu Karl Barth menegaskan bahwa
kapan saja kita berbicara tentang Yesus Kristus kita

sebenarnya berbicara tentang Allah beserta dan kita
berserta Allah.183 Pernyataan kembar ini mengarahkan
perhatian kita ke masa depan yang adalah tujuan dari
kehidupan masa kini dunia dan manusia.
Di manakah keberadaan Allah yang berserta kita
itu? Melihat pada Yesus Kristus, Allah itu serentak
berada di pre-temporal, supra temporal dan post
temporal (sebelum ada waktu, di dalam waktu sebagai
Tuhan dan setelah waktu berlalu).184 Sebelum ada waktu
Allah ada. Dia jugalah yang mengawali segala sesuatu.
Selain itu Allah yang sama berada dalam waktu sebagai
Tuhan. Ketika waktu sudah berlalu Dia ada sebagai
tujuan. Dengan demikian Allah selalu berada di depan
kita. Dia adalah masa depan, tujuan dari semua jalan dan
gerakan.185

Karl Barth. Church Dogmatics. IV/1. hlm. 14,18.
Karl Barth. Church Dogmatics. II/2. hlm. 620.
185 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension in
Karl Barth‟s Thinking and Speaking about the Future.

Kampen: Drukkerij van den Berg. 2011. hlm. 343.
183

184

162

Isi ajaran kristen tentang eskatologi tidak lain
dan tidak bukan adalah Allah. Ia mendahului manusia
dalam semua babakan dan periode waktu. Ia ada
sebelum manusia. Ia ada bersama manusia di dalam
sejarah sebagai Tuhan. Dia juga ada di masa depan
sebagai tujuan dari kehidupan segenap ciptaan. Dalam
dogma tentang Allah kita katakan bahwa Allah adalah
beresyit, kepala dari ciptaan. Sekarang kami temukan
satu arti baru lagi untuk ungkapan ini. Dia bukan saja
yang menentukan arah dan tujuan ciptaan. Dia juga
berada di depan ciptaan.

Tiga Periodisasi Waktu

Kalau kita memeriksa nubuat para nabi
Perjanjian Lama kita memperoleh kesan mengenai
adanya dua periodisasi waktu: masa kini (Ibrnai: olam
hazzeh, Yunani: aion houtos) dan masa depan (Ibrnai:
olam habba, Yunani: aion mellon). Yang dimaksud para
nabi dalam nubuatan mereka tentang masa depan adalah
saat kedatangan Mesias. Dengan demikian, masa kini
sebagaimana yang ada dalam pemahaman para nabi
adalah periode sebelum kedatangan sang Mesias. Para
nabi sendiri sama sekali tidak membuat pembedaan
antara kedatangan Mesias yang pertama dan yang kedua.
Dalam persepsi mereka kedatangan Mesias sekaligus
juga berarti berakhirnya sejarah dunia dan manusia.186
Dalam Perjanjian Baru masa Mesianis seperti
yang dinubuatkan oleh para nabi Perjanjian Lama
186

Luis Berkhof. Systematic Theology. hlm. 666.

163

digambarkan sebagai sebuah peristiwa rangkap dua: ada
perbedaan antara kedatangan Mesias yang pertama dan
yang kedua. Periode kedatangan Mesias yang pertama
disebut masa kini. Sementara peristiwa kedatangan
Mesias untuk kali kedua disebut sebagai masa depan.
Itulah saat eskatologi, satu masa yang terdiri dari dua
babak: Kedatangan Mesias dalam kerendahan dan
kedatanganNya kembali dalam kemuliaan.
Kita sekarang diperhadapkan dengan dua
pengertian yang berbeda mengenai masa kini dan masa
depan. Pada tempat pertama menurut para nabi, masa
kini adalah rentang waktu sejarah manusia sebelum
kedatangan Mesias. Masa depan adalah ditandai dengan
kedatangan Mesias. Bersamaan dengan itu berakhirlah
juga sejarah. Pada tempat kedua, para rasul dan umat
dalam Perjanjian Baru melihat periodisasi waktu secara
berbeda. Apa yang disebut oleh para nabi disebut
sebagai masa kini, justru dianggap sebagai masa lalu oleh
para rasul dan umat PB. Pada pihak lain apa yang oleh
para nabi dan umat PL dinamakan masa depan justru
dialami sebagai dua babak dari masa depan. Babak
pertama adalah kedatangan Mesias dalam kerendahan.
Babak kedua adalah kedatangan Mesias dalam
kemuliaan. Kedatangan dalam kerendahan itu disebut
masa kini. Sedangkan kedatangan dalam kemuliaan
adalah masa depan yang bersamaan dengan itu
berakhirlah juga sejarah dunia. Di antara dua masa ini
ada satu masa lagi, yakni kedatangan kembali Yesus
Kristus dalam Roh Kudus. Ini adalah masa gereja untuk
memberitakan kebangkitan kepada segala makhluk.
164

Dua persepsi ini sebenarnya tidak perlu
dipertentangkan. Itu kelihatannya membingungkan
meskipun sebenarnya tidak, mengingat perhatian utama
kedua umat ini bukan pada zaman akhir an sich, pada
dirinya. Perhatian utama umat dalam PL dan PB
mengenai akhir zaman adalah pada kedatangan Mesias,
Yesus Kristus. Akhir zaman menurut pengertian kedua
umat ini berhubungan erat dengan kedatangan Mesias.
Umat dan para nabi PL percaya bahwa
kedatangan Mesias sama artinya dengan akhir zaman.
Hal yang sama juga diyakini oleh umat dalam PB.
Bedanya, karena umat dalam PL berdiri jauh di luar
masa itu mereka menyangka bahwa kedatangan itu
merupakan satu peristiwa tunggal. Sebaliknya, sebagai
kaum yang mengalami langsung peristiwa kedatangan
Mesias, umat dalam PB mengertai bahwa kedatangan itu
bukan suatu peristiwa tunggal, melainkan satu peristiwa
yang terdiri dari tiga babak.
Gambarannya seperti seseorang yang melihat
puncak sebuah gunung dari kejauhan. Yang nampak
padanya hanya satu gunung. Tetapi apabila ia mendaki
sendiri gunung itu, barulah ia sadar bahwa gunung itu
terdiri dari beberapa puncak. Antara puncak yang satu
dan puncak yang lain ada lembah panjang yang harus
pula dilalui. Puncak yang hanya satu dalam penglihatan
umat PL ternyata ada tiga dalam penglihatan umat PB.
Itu juga yang terjadi dengan temuan umat PB tentang
akhir zaman. Ia terdiri dari tiga babakan.
Babak pertama dari peristiwa kedatangan Mesias
adalah peristiwa kebangkitan Yesus Kristus dari antara
165

orang mati. Babak kedua adalah peristiwa pencurahan
Roh Kudus oleh Mesias yang bangkit itu untuk
menyertai umatNya. Babak ketiga adalah kedatangan
kembali sang Mesias di dalam kemuliaan untuk
mewujudkan pemerintahan yang abadi di antara
manusia.
Untuk membantu kita memahami periodisasi
sejarah dunia yang rada membingungkan ini, Karl Barth
membuat sebuah konstruksi yang kami anggap sangat
berguna menolong kita memahami persoalan ini dengan
lebih baik.

Konstruksi Dogmatis Terhadap Waktu
Percakapan tentang waktu bisa kita lakukan dari
tiga sudut pandang. Pertama, waktu dari sudut pandang
Allah atau waktu Allah. Allah memiliki waktu sendiri
yang berbeda dengan waktu kita. Waktu Allah itu
disebut eternal present, masa kini yang kekal. Artinya,
waktu Allah itu tidak memiliki masa lalu, masa kini dan
masa depan.

Kedua, waktu dari sudut padang manusia atau
waktunya manusia. Ini adalah waktu yang diciptakan
Allah dan diberikan kepada manusia. Waktu manusia
ini memiliki tiga babak yang susul-menyusul, atau
merupakan realita yang terus mengalir: masa lalu, masa
kini dan masa depan. Masa lalu hanya bisa diingat. Masa
kini sangat singkat yang digambarkan kitab Mazmur
sebagai bunga yang pagi hari berkembang, sore hari lisut
dan lalu kemudian gugur ke tanah. Sedangkan masa
166

depan adalah realita di hadapan kita yang masih kita
harapkan atau cita-citakan.

Ketiga, percakapan tentang waktu dari sudut
padang Yesus Kristus, yakni waktu keselamatan
(salvation history – Heilgeschiedenis). Karl Barth
membagi heilgeschiedenis ini dalam tiga babak atau
periode: masa lalu, masa kini dan masa depan. Titik
tolak pembagian ini adalah peristiwa Kebangkitan Yesus
Kristus. Masa yang terbentang antara Paskah dan
Pentakosta Barth namakan sebagai the eternal present,
masa kini yang kekal. Ini adalah titik pusat dari waktu
manusia. Ia juga identik dengan waktu yang Allah
miliki bagi diriNya dan waktu di dalam mana Allah
berdiam. Masa antara Paskah dan Pentakosta itu
sesungguhnya adalah kekekalan. Itu adalah the heart of
all time.187
Dalam berbicara tentang periodisasi waktu ini
para nabi dan rasul berdiri dalam rentang waktu Paskah
sampai Pentakosta. Dari situ mereka mulai berbicara
tentang masa lalu, masa kini dan masa depan.188 Masa
lalu adalah saat di mana kita sudah berdiam di dalam
Allah betapapun kita belum ada. Masa kini adalah saat
di mana kita dimampukan untuk hidup dalam iman,
kasih dan pengharapan akan Allah. Masa kini, yakni
antara kenaikan dan kedatangan kembali Yesus kristus
adalah waktu kesabaran Allah, sekaligus adalah waktu

187
188

Kark Barth. Church Dogmatics III/2. hlm. 455.
Kark Barth. Church Dogmatics III/2. hlm. 443.

167

untuk mendengar dan memperdengarkan Injil.189 Masa
depan adalah saat di mana kita tetap ada dalam tangan
Allah betapapun kita tidak ada lagi.190
Dari sudut pandang Paskah yang disebut masa
lalu adalah rentangan waktu yang mendahului
kebangkitan Yesus Kristus. Masa itu terbentang ke
belakang, yakni dari peristiwa kebangkitan Yesus ke
peristiwa penciptaan langit dan bumi. Itu adalah periode
di mana segenap ciptaan menanti peristiwa kedatangan
Mesias, yakni kebangkitanNya. Masa ini adalah periode
di mana Allah berada dalam perjalanan menjumpai
manusia berdosa untuk menawarkan keselamatan.
Dari sudut pandang kebangkitan Yesus Kristus,
yang disebut masa kini adalah rentangan yang
berlangsung antara kenaikan Yesus Kristus ke sorga
sampai kedatanganNya kembali. Inilah masa di mana
orang-orang percaya diberi mandat oleh Allah untuk
memberitakan kepada dunia dan semua manusia tentang
dimulainya zaman baru dan kemanusiaan baru, supaya
dunia dan semua manusia boleh ambil bagian dalam
gerakan pembaharuan dan perubahan dunia dan
manusia yang sudah diwujudkan Allah lewat
kebangkitan Yesus Kristus. Merujuk pada judul buku
ketiga ini, masa kini adalah masa di mana manusia
berada dalam perjalanan menjumpai Allah untuk masuk
dalam persekutuan dengan Dia.
G.C. van Niftrik – B.J. Boland. Dogmatika Masakini.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1958. hlm. 238.
190 E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.
141.
189

168

Sedangkan yang disebut masa depan adalah
waktu yang baru akan datang bersamaan dengan
kedatangan kembali Yesus Kristus. Inilah waktu di
mana Allah akan memberi nilai kepada semua aktivitas
dan karya manusia. Mereka yang selama hidup masa
kini melakukan karya yang sejalan dengan tuntutan
hidup di zaman baru demi mempromosikan
kemanusiaan baru akan diundang ambil bagian dalam
persekutuan yang kekal dengan Allah. Sedangkan
mereka yang menjalani hidup dalam semangat
permusuhan dengan kaidah-kaidah di zaman baru itu
akan ditolak oleh Allah ke dalam kegelapan yang paling
gelap, yang di dalamnya hanya terdapat ratap dan kertak
gigi" (Mt. 8:12).
Lalu bagaimana dengan zaman akhir? Dilihat
dari perspektif kebangkitan Yesus zaman akhir itu
bukan baru akan terjadi pada saat kedatangan kembali
Yesus Kristus. Zaman akhir itu sudah mulai sejak
kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati dan
akan mencapai kepenuhannya pada saat kedatangan
kembali Yesus Kristus. Jadi waktu yang terbentang ke
depan sejak peristiwa Paskah adalah bagian dari zaman
akhir itu. Itu merupakan the beginning of the great

consummatum est.191

191

Kark Barth. Church Dogmatics III/2. hlm. 489.

169

Tiga Babakan Eskatologi
Umat pada masa pra Paskah melihat kedatangan
Mesias sebagai zaman akhir sementara umat yang hidup
pada masa post paskah menggambarkan kedatangan
kembali Yesus Kristus sebagai akhir zaman. Dua persepsi
ini tidak bertentangan. Ini karena akhir zaman itu
bukan satu moment yang seketika. Ia adalah satu
peristiwa yang juga memiliki rentang waktu.192 Rentang
waktu yang disebut zaman akhir itu dimulai dengan
kedatangan Mesias, yakni Yesus Kristus yang terjadi
pada peristiwa kebangkitan. Moment ini sebagaimana
sudah kami sebutkan adalah the beginning of the great
consummatum est. J. Koopmans menulis begini:
“Perhitungan
waktu
menurut
Alkitab,
sejak
kebangkitan Yesus dari antara orang mati, manusia
sudah berada dalam akhir zaman.”193
Hal-hal terakhir sudah mulai menjadi nyata
kedatangan Yesus Kristus dan akan mencapai puncak
perwujudan secara sempurna dan utuh pada kedatangan
kembali Yesus Kristus. Bertolak dari pemahaman ini,
eskatologi merupakan sebuah peristiwa rangkap tiga,
yakni: paskah, pentakosta dan parousia.194 Diskusi di
kalangan para ahli teologi dan kitab suci Kristen tentang
kapan akhir zaman itu terjadi membuahkan kesimpulan
192

E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

198.
J. Koopmans. Wat Zegt di Bijbel over Volk, Overheid,
Amsterdam:
Israel,
Oorlog,
Toekomst.
Uitgevermaatschappij Holland. 1941. hlm. 83.
194 Kark Barth. Church Dogmatics IV/1. hlm. 342.
193

Gezin,

170

berikut: akhir zaman itu sudah mulai tetapi belum
selesai.195
Menjadi jelas sekarang bahwa masa depan itu
bukanlah sesuatu kejadian yang masih jauh dan tidak
pasti. Ia benar-benar harapan yang dekat sekali dengan
kita bahkan sudah mulai terwujud dalam kehidupan
masa kini orang-orang percaya. Masa depan itu bukan
temuan atau hasil skenario kita. Masa depan itu adalah
tindakan Allah. Ia menyatakan bagi kita tujuan dan
akhir dari kehidupan masa kini kita. Di dalam karya
Allah
ini
kita
beroleh
kesempatan
untuk
mempersiapkan diri supaya ikut menerima berkat masa
depan dimaksud.
Seperti apakah kenyataan masa depan itu
sehingga kita patut mempersiapkan diri? Secara garis
besar, sebagaimana terus-menerus kami tegaskan dari
bab pertama kenyataan masa depan itu adalah
persekutuan yang sempurna antara Allah dan manusia.
Untuk tujuan atau masa depan itu Allah menciptakan
dunia dan manusia, Allah mengerahkan seluruh energi
yang ada padaNya untuk meniadakan dosa dan
menaklukan si jahat. Tujuan atau masa depan yang
menanti kita adalah hidup bersama Allah yang oleh
anugerah dan kasih sayang berkenan membenarkan dan
menguduskan kita di dalam Kristus melalui Roh Kudus.

Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 793.
195

171

Dalam masa depan itu kita bukan lagi seteru melainkan
sekutu Allah.196
Ini realita akhir atau tujuan dari semua yang
kami tunjukan dalam uraian di bab-bab sebelumnya.
Tujuan itu memang baru akan terwujud sempurna di
masa depan (parousia), tetapi di dalam kemurahannya
Allah sudah mulai menyingkapkan itu di dalam paskah
dan pentakosta yang adalah bentuk pertama dan kedua
dari eskatologi.

Penundaan Eskatologi
Masa eskatologi yang dicirikan dengan
ungkapan sudah terjadi tetapi belum selesai
menimbulkan ketegangan sendiri dalam kehidupan
dunia dan pengharapan orang percaya. Dunia masih
harus terus berada dalam sakit bersalin (Rm. 8:22),
sementara orang percaya masih harus terus hidup dalam
iman melalui pendengaran, belum sampai pada hidup
dari melihat (Rm. 10:17).
Muncul

pertanyaan,

apa

sebabnya

terjadi

penundaan eskatologi ini? Allah sebenarnya bisa serta
merta mengakhiri sejarah dunia dan menyingkapkan
tujuan dari karya-karyaNya dalam sekejap. Tetapi Allah
tidak ingin melakukan itu. Ia menahan diri atau
menaruh batas bagi diri dan keputusanNya karena
mempertimbangkan manusia yang akan menjadi

196

199.

172

E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

sekutuNya. Ia menyingkapkan tujuan dan akhir itu
secara bertahap: mulai dengan paskah, berlanjut pada
pentakosta dan akhirnya parousia. Ini Tuhan buat
dengan dua maksud.

Pertama, supaya manusia beroleh kesempatan
untuk mempersiapkan diri menyambut hari yang besar
itu. Kedua, supaya makhluk-makhluk lain pun boleh
ambil bagian dalam persekutuan yang sempurna itu.
Makhluk lain yang dimaksud bukan hanya ciptaan yang
kelihatan, tetapi juga ciptaan yang tidak kelihatan.
Bahkan kita juga boleh katakan bahwa Allah memberi
kesempatan kepada iblis untuk berdamai dengan Allah
dan ambil bagian dalam keselamatan. Ini mengandaikan
dua hal. Allah tidak ingin melangkahi manusia dalam
hal penyataan tujuan akhir seluruh karyaNya, meskipun
begitu keselamatan itu tidak hanya diperuntukan bagi
manusia. Allah menginginkan segala makhluk ambil
bagian dalam penyataan akhir tujuan sejarah.
Karl Barth merampungkan dua poin tadi dalam
kalimat berikut: “Allah berkerinduan membagi-bagikan
kehidupannya dengan ciptaan. Dia sudah melakukan
segala sesuatu bagi manusia, tetapi Dia berharap
manusia ambil bagian dalam karyaNya. Dalam kasih
Allah mengingini respons manusia terhadap kehidupan
baru yang sudah secara sempurna diwujudkan di dalam
Yesus Kristus. Allah memang tidak membutuhkan itu,
tetapi dalam anugerah dan pengasihan, Ia tidak ingin
mengabaikan jawaban: Ya! Pujian dan Terima Kasih dari
manusia. Allah sudah menetapkan bahwa perwujudan
akhir dari KerajaanNya tidak akan terjadi sebelum Dia
173

mendengarkan jawaban: Ya, Pujian dan Terima Kasih
dari ciptaanNya. Inilah kebesaran dari kasih karunia
Allah. Waktu antara Pentakosta dan Parousia adalah
masa bagi karya Roh Kudus, bagi persekutuan dan bagi
manusia.”197

Corporate dan Personal Eskatologi
Eskatologi seperti sudah kami tegaskan
merupakan percakapan kristen tentang tujuan dari
seluruh karya Allah dalam sejarah, mulai dari
penciptaan sampai kepada penyelamatan. Ia mencakup
juga tujuan dari karya Allah untuk masing-masing
individu. Jadi dalam eskatologi ada dua aspek yang patut
mendapat perhatian: corporate (eskatologi) dan personal
(individu).
Aspek umum (corporate eskatologi) bersangkut
paut
dengan
sejarah.
Corporate
eskatologi
membicarakan tujuan sejarah dari perspektif karya
keselamatan Allah. Stanley J. Grenz mencatat tiga
medan pembahasan dari corporate eschatology.198
Pertama, bagaimana akhir dari sejarah? Apakah sejarah
memiliki tujuan, arti atau makna ataukah ia hanya
kesia-siaan? Kedua, bagaimana dengan keberadaan Israel
Kark Barth. Church Dogmatics IV/1. hlm. 736.
Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 781. Sambil mengikuti pembagian yang dibuat Grenz,
kami membuat beberapa penambahan pokok bahasan dalam
tiga medan corporate eskatologi sejauh kami anggap itu
relevan dengan konteks Indonesia.
197

198

174

dan Gereja? Apakah yang akan terjadi dengan kedua
wujud dari persekutuan ini jika Allah menyatakan
KerajaanNya? Ketiga, bagaimana keberadaan langit dan
bumi? Apakah ia akan dibinasakan ataukah
diperbaharui?
Tanpa mengurangi appresiasi terhadap referensi
yang diberikan Grenz, kami menambahkan satu medan
bahasan yakni terusirnya Iblis dari sorga. Pokok ini akan
kami bahas mendahului tiga pokok yang disebutkan
Grenz.
Aspek personal dari eskatologi sebagian
besarnya sudah kami bahas dalam bab terdahulu, yakni
di bawah sub judul: Pengampunan dosa, Kebangkitan
Daging dan Hidup yang kekal. Pokok-pokok itu tidak
akan kami bahas lagi di sini. Yang akan kami bahas
berhubungan dengan ini adalah penghakiman manusia.
Erat berkaitan dengan itu kami akan membicarakan juga
mengenai sorga dan neraka. Hubungan protologi dan
eskatologi, serta nisbah eskatologi dan primal history
juga akan ikut disoroti.

Iblis Jatuh dari Langit
Salah satu kejadian eskatologis yang patut kita
beri perhatian adalah jatuhnya penghukuman atas iblis
dan para pengikutnya. Untuk memahami peristiwa ini
kita perlu mengetahui siapakah Iblis itu, dari mana asalusulnya, apakah pekerjaannya serta bagaimana nasibnya
pada zaman akhir?

175

Dalam dogma penciptaan (bab dua) kami hanya
berbicara sepintas tentang makhluk-makhluk ciptaan
Allah yang bersifat spiritual. Di situ kami berjanji untuk
menuntaskan percakapan tentang pokok ini dalam bab
tentang eskatologi. Menurut kami di sinilah tempat
yang tepat untuk membicarakan pokok ini karena
dengan kedatangan Yesus Kristus realitas makhlukmakhluk spiritual itu benar-benar disingkapkan.
Kami sudah menunjukkan bahwa Allah adalah
pencipta segala sesuatu baik yang kelihatan maupun
tidak kelihatan (Kol. 1:16). Makhluk-makhluk yang
tidak kelihatan juga diberikan Allah kesadaran dan
kuasa, begitu juga akal budi. Dengan adanya kualitas
tadi mereka dapat terlibat dalam tindakan-tindakan
yang benar dan yang salah, yang baik dan yang jahat.
Tapi bukan itu maksud Allah terhadap mereka.
Allah menciptakan makhluk-makhluk spiritual
itu dengan maksud mengerjakan urusan-urusan Allah
baik di sorga maupun dalam hubungan dengan hal-hal
di dunia dan manusia.199 Mereka ini tergolong pada apa
yang Alkitab sebut tentara-tentara sorga (Kej. 32:2, I
Raja 22:19, Neh. 9:6, Dan. 4:35, Lk. 2:13).
Makhluk spiritual ini terbagi dalam dua
kelompok.200 Yang pertama adalah malaikat-malaikat
dalam jumlah yang cukup banyak (Mt. 26:53, Why.

Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 284.
200 Luis Berkhof. Systematic Theology. Michigan: W.M.B.
Eerdmans Publishing Co. 1941. hlm. 733.
199

176

5:11). Mereka ini terbagi lagi dalam tiga kelompok.
Pertama, yang ada di sekitar takhta Allah adalah
kerubim dan seraphim. Yang kedua, mereka yang
diperlengkapi dengan kuasa dan wewenang. Ketiga yang
menjadi pimpinan, yakni archangel, malaikat utama.
Mereka memainkan peranan yang cukup penting dalam
kesaksian Alkitab tentang pergaulan Allah dan manusia.
Alkitab memperlihatkan beberapa tugas dari
bala tentara sorga, Mereka mengawal takhta Allah dan
terus-menerus bersiaga baik untuk menaikan puji
kepada Allah maupun untuk melaksanakan tugas yang
diberikan Allah (Yes. 6:1). Mereka juga melaksanakan
tugas melaksanakan pemerintahan di bumi atas nama
Allah (I Raja. 22:19), termasuk melindungi umat Allah
di bumi (2 Raja 6:17).201
Malaikat juga memainkan peran penting dalam
kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus. Mereka
menyertai Dia mulai dari kelahiran sampai dengan
kebangkitan Yesus Kristus (Lk. 1:11-20, 22:43, Mt. 28:57). Ini merupakan sebuah bukti betapa pentingNya
Yesus itu. Malaikat-malaikat bertugas mengawal takhta
Allah dan menyertai Dia. Kalau Yesus terus-menerus
dikawal oleh malaikat-malaikat, bukankah itu sebuah
pertanda bahwa Yesus itu adalah Allah?
Alkitab juga melaporkan bahwa malaikat ikut
memainkan peran dalam peristiwa akhir zaman (Mt.
13:29, 25:31, Mk. 8:38, 13L37, Lk. 12:8, II Tes. 1:7).
Malaikat juga akan muncul pada saat penghakiman
201

Karl Barth. Church Dogmatics. III/3. hlm. 375.

177

terakhir, ketika Yesus Kristus datang kembali di dalam
kemuliaan (Why. 7:1, 8:1-9:21, 16:5).
Dengan tegas Alkitab melarang penyembahan
terhadap malaikat. Yesus Kristus juga bukan salah satu
dari antara malaikat karena ternyata malaikat-malaikat
menyembah Yesus Kristus (Ibr. 1:5-14). Di dalam
Kristus, manusia sesungguhnya lebih tinggi dari
malaikat (Ibr. 2:5-9). Bukan malaikat yang akan
menghakimi kita, justru kitalah yang akan menghakimi
malaikat (I Kor. 6:3).
Alkitab memberi perhatian khusus terhadap satu
dari malaikat itu, yakni malaikat TUHAN (the angel of
Yahweh). Dia disebut sebagai utusan istimewa Allah.
Dialah yang khusus diutus Allah untuk melaksanakan
tugas tertentu di antara manusia. Malaikat TUHAN ini
bukan utusan biasa. Dia malah disebut sebagai
penjelmaan diri Allah (Kej. 16:7, 22:11). Dia juga selalu
menampakkan diri dalam rupa manusia.202 Betapa sering
orang-orang yang bertemu dengan malaikat TUHAN
berseru bahwa mereka telah melihat Allah (Kej. 32:30,
Kel. 3:2).
Fenomena yang unik tentang malaikat TUHAN
ini membuat banyak penafsir membangun pemikiran
yang menghubungkan malaikat TUHAN ini dengan
Yesus Kristus. Ia disebut sebagai pre-incarnate logos,

Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 286.
202

178

kehadiran Kristus sebelum
kelahiran di Betlehem.203

peristiwa

inkarnasi,

Kelompok kedua dari makhluk spiritual yang
diciptakan Allah adalah roh-roh jahat yang disebut

demons yang dari kata Yunani: daimon dan daimonion.
Arti dari kata itu adalah ilah-ilah atau dewa-dewi yang
lebih rendah. Banyak dari pemikir Kristen
mengolongkan roh-roh jahat sebagai malaikat-malaikat
yang jatuh (2 Pet. 2:4, Yud. 1:6). Kejatuhan mereka ini
disebabkan oleh nafsu mereka untuk menikahi anakanak perempuan manusia (Kej. 6:2).204
Perjanjian Baru menggambarkan demons
sebagai kelompok makhluk spiritual yang mengorganisir
diri beroposisi terhadap Allah dan merusak tujuan
penyelamatan Allah atas ciptaanNya.205 Mereka ini tidak
hidup sesuai dengan tujuan penciptaan mereka oleh
Allah. Mereka malah bekerja untuk memperluas
pemberontakan terhadap Allah dengan melibatkan
manusia, merusak persekutuan, memporak-porandakan
kesejahteraan dan keselamatan ciptaan Allah serta
merusak kehidupan manusia. Pemimpin mereka adalah
setan atau iblis.
Setan adalah nama untuk pemimpin malaikatmalaikat yang jatuh. Kejatuhannya ini disebabkan oleh

Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 287.
204 Luis Berkhof. Systematic Theology. hlm. 141.
205 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 289.
203

179

ambisi dan kesombongan. Nama itu berasal dari kata
Ibrani setan yang berarti pendakwa atau penentang
(Zak. 3:1).206 Setan karena itu berfungsi sebagai
pendakwa atau penentang sebagaimana yang sering
terdapat dalam dunia peradilan. Pendakwa atau
penentang berguna untuk menguji nilai keadilan dalam
sebuah proses peradilan. Ini sebabnya setan (iblis)
merupakan salah satu anggota dewan sorgawi dan
diijinkan untuk ambil bagian dalam sidang sorgawi (Ay.
1:6, 2:1, Lk. 22:31, Why. 21:1-6).
Tetapi nyatanya dalam menjalankan fungsi itu,
setan (iblis) bertindak lebih jauh. Ia tidak sekedar
menjadi pendakwa untuk tujuan menegakkan keadilan
Allah. Ia justru menghasut terjadinya perlawanan dan
pemberontakan terhadap Allah baik di antara bala
tentara sorga, maupun di antara manusia. Dengan
berbuat begitu, setan menyalah-gunakan fungsi yang
diberikan Allah kepadanya dalam tatanan ciptaan.207 Itu
sebabnya, menurut Zakaria Allah menghardik setan
dengan keras (Zak. 3:1-2).
Kedatangan
Yesus
Kristus
menandai
berakhirnya fungsi pendakwa yang dijalankan oleh
setan selama masa PL. Jika di penghujung masa PL Allah
hanya menghardik setan dengan keras, apa yang terjadi
pada kedatangan Yesus Kristus justru lebih definitif,
yakni setan jatuh dari langit (Lk. 10:18, Yoh. 12:31,
Nico Syukur Dister. Teologi Sistematika 2. Ekonomi
Keselamatan.Yogyakarta. 2004. hlm. 120.
207 Berkhof. Kristus dan Kuasa-Kuasa. Jakarta: BPK
206

Gunung Mulia. hlm. 26.

180

16:11, Why. 12:8-12). Setan kehilangan peran dalam
sidang sorgawi.208
Setan diusir dari sorga. Ia tidak lagi mendapat
tempat di dalam sidang sorgawi. Perubahan radikal ini
berhubungan dengan fakta berikut. Dalam masa PL
Allah belum melaksanakan penebusan dosa bagi
manusia. Untuk itu setan tampil sebagai pendakwa
untuk menjamin tegaknya keadilan dalam keputusan
Allah. Tetapi penebusan itu sudah terjadi dengan
kedatangan dan karya Yesus Kristus. Ia sekaligus juga
telah duduk di kanan Allah untuk menjadi pembela
manusia berdosa. Kehadiran Kristus ini membuat setan
tidak lagi berperan di sorga, apalagi peran itu ternyata
disalahgunakan untuk menghasut.
Terusirnya setan dari sorga membuat dia
menemukan lahan baru di bumi, yakni menghasut
manusia untuk memboikot tujuan karya keselamatan
Allah. Ia menjelajah dunia seperti singa yang mengaumaum mencari mangsa ( I Pet. 5:8). Ada dua gerakan yang
dilakukan setan untuk mensukseskan programnya.
Pertama, dia membutakan mata dan hati manusia
terhadap Injil. Kedua, dia menista gereja dengan
menyerang persekutuan orang-orang percaya dari luar
melalui penganiayaan ( I Pet. 5:9, Why. 12:17) dan dari
dalam melalui pengajaran nabi-nabi palsu, kecurangan
dan pencobaan (II Kor. 11:14).

Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 294.
208

181

Apa yang sekarang Iblis lakukan di bumi
memang dahsyat dan patut diwaspadai, tetapi tidak
perlu ditakuti karena dia melakukannya sebagai yang
telah kalah dan terusir. Manufer-manufernya tidak
lebih dari bayang-bayang, seperti mimpi yang
menyeramkan tetapi ketika bangun tidur ternyata tidak
ada apa-apa, kata Karl Barth. Manusia tidak boleh takut
terhadap gertakan Iblis apalagi tunduk dan menyembah
dia. Grenz menggambarkan nasib tragis yang dialami
Iblis karena ketidaktaatan dia pada peran yang
digariskan Allah bagi dirinya dalam kalimat berikut:
“Dia yang mulanya adalah pelayan Allah sebagai
pendakwa dalam pengadilan sorgawi, pada akhirnya
benar-benar terbuang dari hadapan Allah.”209
Pada parousia, yakni kedatangan kembali Yesus
Kristus, ia akan dibuang ke dalam api yang kekal (Mt.
25:41) untuk menjalani hukuman selama-lamanya.
Kiranya sekarang kami berhasil menyediakan jawaban
atas pertanyaan: “Siapakah Iblis itu, dari mana asalusulnya, apakah pekerjaannya serta bagaimana nasibnya
pada zaman akhir?”

Arti Sejarah
Perenungan manusia tentang tujuan sejarah
menghasilkan sekurang-kurangnya dua gambaran
dominan. Pertama, sejarah digambarkan sebagai satu
siklus tertutup. Siklus itu terdiri dari peristiwa yang
Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 295.
209

182

terus berulang. Ada waktu untuk tertawa, ada waktu
untuk menangis. Kejadian-kejadian itu akan datang silih
berganti. Tidak ada yang baru di bawah matahari.
Pengkhotbah 1:9 merumuskan pengalaman siklis
terhadap sejarah dalam kalimat berikut: “Apa yang
pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat
akan dibuat lagi; tak ada sesuatu yang baru di bawah
matahari.” Di dalam siklus ini manusia terperangkap
dalam hukum karma yang tidak berkesudahan.

Kedua, sejarah digambarkan sebagai sebuah
gerakan dari masa lalu ke masa depan. Seumpama
sebuah garis lurus, sejarah berisi rentetan kejadian yang
terjadi susul menyusul di mana manusia selalu
mengalami hal-hal yang baru dan mengejutkan.
Kejadian-kejadian baru bisa tak punya hubungan
apapun dengan kejadian-kejadian sebelumnya, bisa juga
bersifat meniadakan kejadian terdahulu. Hal yang sudah
berlalu tidak akan diingat lagi. Ia akan pergi untuk
selama-lamanya.
Van
Peursen
menggambarkan
perkembangan itu dalam tiga periodisasi: masa mistis
digantikan oleh masa ontologis, lalu digantikan lagi
dengan masa fungsional.210
Paham pertama tadi mengasumsikan sejarah
sebagai sebuah rutinitas yang statis dan tertutup. Sama
sekali tidak terbuka pintu bagi sesuatu yang baru.
Manusia terperangkap dalam nasib atau takdir yang
kedap terhadap perubahan. Manusia cenderung menjadi
makhluk yang pesimis bahkan apatis. Paham ini banyak
210

Van Peursen. Strategi Kebudayaan. Jakarta: BPK
Gunung Mulia. 1987. Hlm. 34.

183

ditemukan dalam periode mistis. Dalam paham yang
kedua mendorong manusia optimis dan kreatif. Selalu
tersedia kemungkinan dan peluang baru untuk manusia
keluar dari jeratan nasib dan perangkap takdir.
Kekurangannya adalah kehidupan adalah seumpama
sebuah keleidoskop, rentetan peristiwa yang terlepas
satu sama lain. Manusia cenderung kehilangan identitas
dan integritas dirinya dalam rentetan peristiwa itu.
Dua paham di atas sangat bercorak
anthroposentris. Sejarah, sebagaimana yang dipahami di
situ memfokuskan perhatian pada perbuatan-perbuatan
manusia. Sejarah merupakan kisah tentang aktivitas
manusia untuk mewujudkan idealisme dan rencanarencananya.
Manusia
yang
merancang
dan
mengarahkan perjalanan sejarah. Alkitab memberi
kesaksian yang sama sekali berbeda.
Kalau kita bertanya: “Apa arti semua cerita yang
bermula dari Abraham berlanjut ke Musa kemudian
para nabi dan berpuncak pada Yesus Kristus dan para
rasul?” Jawabannya adalah: “Itu cerita tentang sebuah
sejarah yang unik dari Allah yang hidup, berbicara dan
Allah
ini
berintervensi
untuk
bertindak.211
mendatangkan dunia baru di dalam sejarah. Tema utama
dari rentetan kisah tadi adalah perbuatan-perbuatan
Allah, peletakan dasar dan pembangunan dunia baru di
mana Allah dan moralitasNya memerintah.212 Di dalam
Karl Barth. The Word of God and the Word of Man.
hlm. 37.
212 Karl Barth. The Word of God and the Word of Man.
hlm. 39.
211

184

dunia baru itu Allah menawarkan kehidupan yang baru
dan berpengharapan. Dunia baru itu bukan hasil usaha
manusia, bukan berasal dari manusia. Dunia baru itu
datang dari Allah.213 Manusia tidak dapat meniru atau
menjiplak dunia itu. Yang manusia bisa buat adalah
membiarkan dia hidup, bertumbuh dan berbuah.
Manusia hanya bisa percaya. Tidak ada pilihan lain atau
jalan ketiga.214
Sejarah karena itu bukanlah pertama-tama cerita
tentang aktivitas manusia. Ia berisi tentang tindakantindakan Allah dalam menciptakan,215 menyelamatkan
dan mengendalikan aktivitas manusia ke arah tujuan
yang ditetapkanNya dalam primal history, waktu di
mana Allah merencanakan segala sesuatu. Sejarah
merupakan event pertemuan personal antara Allah dan
manusia serta manusia dengan sesamanya. Allah yang
adalah Tuhan dalam sejarah tetapi yang juga sudah
berada di depan sebagai tujuan sejarah, datang dari masa
depan itu.
Allah datang dari masa depan sebagai pencipta
dan Tuhan atas sejarah dan mengatakan: TIDAK
terhadap semua aktivitas manusia yang ditandai oleh
DOSA, tetapi serentak dengan itu menunjukan cinta
kasih yang besar terhadap MANUSIA BERDOSA
Karl Barth. The Word of God and the Word of Man.
hlm. 34.
214 Karl Barth. The Word of God and the Word of Man.
hlm. 41.
215 Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 793.
213

185

dengan jalan mengampuni dan mentransformasi
manusia dengan semua perbuatannya untuk menjadi
saksi dari dunia baru yang berpengharapan.216 Dosa
tidak membuat Allah undur dari sejarah. Ia tetap
bekerja untuk mewujudkan rencana yang diputuskan di
dalam kekekalan. Untuk itu Allah menghukum dosa
tetapi mengasihi orang berdosa.
Gambaran sejarah sebagaimana disaksikan Allah
bukan seperti sebuah lingkaran, bukan juga seperti
sebuah garis lurus. Ia lebih berbentuk sebuah kurva
yang bermula dari masa depan di mana Allah ada, lalu
menerobos masuk ke masa lalu untuk menarik manusia
keluar dari masa lalu yang gelap untuk hidup di masa
kini sebagai manusia baru. Pembaharuan hidup itu perlu
sebagai persiapan untuk menyongsong masa depan yang
kemuliaannya jauh lebih besar dari yang sudah
dinyatakan di masa kini.217
Sejarah tidak lain dari kisah tentang tindakantindakan Allah membawa ciptaan kepada tujuan yang
sudah
ditetapkanNya.218
Calvin
tepat
dalam
menggambarkan sejarah sebagai theatrum gloriae Dei,
pentas di mana kemuliaan Allah dipertontonkan. Langit
menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala
memberitakan pekerjaan tanganNya (Mz. 19:2).
216

E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

217

E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

339.
340.
Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 791.
218

186

Gambaran sejarah sebagai sebuah kurva
memberi tempat kepada hal-hal baru tanpa
mengabaikan atau meremehkan hal-hal masa kini dan
masa lalu ikut membentuk jatidiri dan identitas
manusia. Kota Allah yang dilihat gambarkan Yohanes
dalam Wahyu 22 sungguh mencegangkan. Ia
merupakan buah karya Allah, tetapi di kota itu buah
karya Adam pertama di Eden tidak diabaikan. Apa yang
ditemukan di Eden: sungai, pohon kehidupan dan aneka
batu berkelas tidak dibuang, tetapi dijadikan dekorasi
yang menyemarakkan kota Allah itu.
Sejarah sebagai sebuah kurva menawarkan

optimisme tanpa meniadakan realisme dan tidak
kehilangan profetisme. Inilah gambaran Alkitab tentang
sejarah. Sejarah memiliki tujuan dan arti yang pasti,
karena berhubungan dengan Allah yang adalah pencipta
sejarah, Tuhan dalam sejarah dan adalah tujuan sejarah.
Tempat bagi partisipasi manusia dalam membaharui
sejarah tidak dianulir atau ditolak. Karya manusia dalam
keluarga, gereja dan masyarakat; partisipasi aktif
manusia dalam politik, pembangunan, ekonomi,
pendidikan, hukum, kesehatan, kemiliteran, pertanian,
industri, dll. diberi tempat tetapi juga diberi nilai oleh
Allah.
Aktivitas manusia itu tidak dilihat sebagai yang
otonom dan independen. Allah juga ikut bekerja dalam
seluruh aktivitas manusia untuk kebaikan manusia (Rm.
8:28-29). Aktivitas manusia itu diarahkan dan juga akan
dinilai oleh Allah. Pekerja-pekerja yang memperoleh
nilai baik akan dipisahkan dari pekerja-pekerja yang
187

memperoleh nilai buruk. Yang satu diibaratkan dengan
domba yang lainnya kambing. Yang domba diundang
masuk ke pesta kawin anak domba, sedangkan yang
kambing akan dibuang ke dalam api siksaan yang kekal
untuk dijadikan sate (Mt. 25:32 dst).
Dasar, makna dan tujuan sejarah ada pada Allah.
Menjalani hidup secara bermakna dalam sejarah hanya
bisa terjadi jika dilakukan dengan hati dan mata tertuju
kepada Allah. Paulus tegaskan itu dengan sangat indah
dalam Kolose 3:23-24: “Apa pun juga yang kamu
perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti
untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu,
bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang
ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan
dan kamu hamba-Nya.

Wujud Akhir Israel dan Gereja
Sejarah berisi kisah tentang tindakan-tindakan
Allah membawa ciptaan kepada tujuan yang sudah
ditetapkanNya. Telah berkali-kali kami tegaskan bahwa
tujuan Allah dengan sejarah adalah mewujudkan
persekutuan yang akrab dan ramah antara Allah dan
manusia serta manusia dengan sesama ciptaan lainnya
(Yes. 11:6 dst). Allah bermaksud menjadikan diriNya
sekutu manusia dan membuat manusia untuk menjadi
sekutu Allah.
Untuk maksud itu Israel dan Gereja dijadikan
Allah sebagai provisional representation, perwujudan
sementara dari persekutuan yang akan datang itu, yakni
188

Kerajaan Allah di mana manusia hidup sebagai sekutu
Allah yang telah berjanji untuk menjadikan diriNya
sekutu manusia. Inilah klimaks sejarah, tujuan dari
karya Allah yang berlangsung baik dalam kekekalan
maupun dalam waktu. Israel dan Gereja merupakan
bayang-bayang dari persekutuan yang akan datang itu.
Israel dan Gereja bukan Kerajaan Allah tetapi
persekutuan, pengampunan, perlindungan yang dialami
dalam Israel dan Gereja menghadirkan kepada kita
pengalaman awal akan persekutuan, pengampunan dan
kehidupan dalam Kerajaan Allah. Grenz menyebut dua
elemen penting dari kehidupan di dalam Kerajaan Allah
yang sekarang menjadi pengalaman awal dalam setiap
persekutuan yang ada saat ini, termasuk di dalamnya
Israel dan Gereja.219

Pertama, manusia boleh merayakan kebaikan
Allah yang nyata dalam pengampunan dosa. Kedua,
manusia dari berbagai latar belakang boleh bekerja sama
dalam mewujudkan persekutuan kemanusiaan sejati
dalam berbagai level: keluarga, masyarakat, politik dan
gereja. Karena itu adalah panggilan kepada para
pengikut Kristus untuk ikut ambil bagian aktif dalam
mendukung persekutuan apa saja dan siapa saja yang
bekerja untuk memajukan kemanusiaan yang sejati
dalam dunia ini tanpa peduli latar belakang agama atau
keyakinan persekutuan itu.

Stanley J. Grenz. Theology for the Community of God.
hlm. 794.
219

189

Semua bentuk sikap mengkafirkan persekutuan
atau lembaga lain yang bermuara pada perang terhadap
sesama demi membela kebenaran sendiri dan setiap
bentuk klaim keunggulan komunitas agama serta ajaran
etis dan kesusilaan atas nama Allah bertentangan
dengan pengharapan Kristen akan masa depan yang
disediakan Allah. Ini sikap beragama orang-orang yang
tidak tahu diri, kata Bambang Noorsena.220 Sebagai ganti
sikap saling mempersalahkan dan mengkafirkan, hal
yang patut dilakukan oleh warga gereja adalah
mengalang persekutuan saling menghormati dan
menerima serta kerja sama untuk membangun
masyarakat dan dunia yang damai untuk semua
berdasarkan iman kepada Allah yang menjadi tujuan
akhir semua karya dan aktivitas kita.
Inilah keberadaan masa kini Israel dan Gereja.
Kedua bentuk dari persekutuan yang merupakan
bayangan Kerajaan Allah adalah tempat di mana
manusia merayakan kebaikan Allah dan melatih diri
untuk mewujudkan persekutuan kemanusiaan yang
sejati. Adapun wujud masa depan dari Israel dan Gereja,
yakni pada waktu sejarah dunia mencapai klimaksnya
dalam kedatangan Yesus Kristus adalah Kerajaan Allah.
Israel dan Gereja yang merupakan wujud masa
kini dari Kerajaan Allah secara tidak punah. Israel dan
Gereja tidak akan lenyap (Mal. 3:6). Keduanya akan
ditransformasi untuk bergabung dalam Kerajaan
Bambang Noorsena. Menyongsong Sang Ratu Adil.
Perjumpaan Iman Kristen dan Kejawen. Yogyakarta: Andi
220

Offset. 2007. hlm. 38.

190

Allah.221 Kehidupan dalam kerajaan itu akan dirupakkan
oleh persekutuan yang diwarnai oleh suasana damai,
harmoni, kasih dan kebenaran.

Transformasi Dunia
Pandangan umum di kalangan warga gereja
mengenai wujud akhir dunia bercorak fatalistis. Langit
dan bumi akan lenyap. II Petrus 3:10 sering dipakai
menjadi titik tolak dari pandangan ini. Akibat dari
pandangan ini manusia acuh tak acuh untuk menjaga
kelestarian ekologi. Sikap meremehkan bahkan
mengutuk dan mengkafirkan hal-hal dalam dunia,
seperti pendidikan, kesehatan, bisnis, hukum,
kemiliteran dan politik merupakan pengembangan lebih
lanjut dari pandangan yang fatalistis tadi. Bumi akan
dibakar hangus dan berlalu tanpa ada bekasnya lagi.
Kalau kita mencermati II Petrus 3:10, 12 jelas
bahwa pandangan fatalistis tadi sangatlah berlebihan
sebab yang dikatakan di situ bukan dunia melainkan
unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api, dan
bumi dan segala yang ada di atasnya akan hilang lenyap.
Kalau begitu bagaimana sesungguhnya wujud akhir dari
dunia pada saat tibanya hari yang agung itu, yakni
kedatangan kembali Yesus Kristus dalam kemuliaan?
Alkitab dengan tegas berkata bahwa Allah
mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk

221

E.I. Nuban Timo. The Eschatological Dimension. hlm.

319.

191

membinasakan dunia, melainkan untuk menyelamatkannya (Yoh. 3:17). Dunia sekali-kali tidak akan
ditinggalkan oleh Allah betatapun dunia penuh dengan
dosa. Allah ikut bekerja dalam segala hal untuk
mengarahkan dunia ini menuju kepada tujuanNya,
yakni tempat yang layak bagi kehidupan persekutuan
yang damai antara Allah dan semua ciptaan.
Dalam diagnosanya terhadap Wahyu 21, C.S.
Song seorang teolog terkemuka Asia menegaskan bahwa
bumi baru dan langit baru yang nampak dalam Wahyu
21 bukanlah penghapusan bumi dan langit yang lama.
Keduanya haruslah merupakan penciptaan kembali dari
bumi dan langit yang lama. Setiap derita yang kita lihat
dan alami, dan setiap harapan yang kita rangkul dan
junjung, adalah bagian-bagian yang akhirnya akan
memperoleh tempatnya dalam sejarah Allah yang
baru.222
Dunia akan ditransformasi oleh Allah untuk
menjadi sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan
sejak kekal. Perubahan dunia dari keadaan yang lama
kepada keadaan yang baru akan terjadi melalui proses
penghakiman. Ada banyak kekuatan dalam dunia yang
berusaha menjauhkan dunia dari Allah dan
membelokkannya untuk tujuan yang lain. Penghakiman
itu perlu dalam rangka reorganisasi dunia kepada tujuan
Allah.

Choan-seng Song. Sebutkanlah Nama-Nama Kami.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1989. hlm. 66.
222

192

Karya Allah membaharui sejarah dunia dan
manusia yang rusak oleh dosa tidak dilakukan di luar
sejarah atau di luar dunia. Allah bekerja untuk
memulihkan dunia dan sejarah manusia dari dalam.
Ibarat merehab sebuah rumah, Allah bertindak seperti
seorang tukang bukan dengan meruntuhkan rumah itu
untuk membangun yang baru. Tidak! Allah
membongkar bagian-bagain yang rusak untuk diganti.
Hal ini ditegaskan dalam banyak bagian Alkitab.
Keluaran 12:12, 33:4 berbicara tentang hukuman Allah
atas tanah Mesir dan semua ilah-ilahi di sana, supaya
mereka membiarkan Israel pergi untuk beribadah
kepada Allah.
Ada dua alasan penghukuman atas kuasa-kuasa
Pertama, untuk membebaskan ciptaan dari
dunia.
perbudakan kuasa-kuasa dunia itu. keadaan dunia dan
seluruh makhluk pada masa kini, sebagaimana
digambarkan Paulus telah ditaklukkan kepada kesiasiaan, bukan oleh kehendaknya sendiri. Dalam situasi
ini semua makhluk mengeluh dan merasa sakit bersalin.
Mereka berharap dimerdekakan dari perbudakan
kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan
kemuliaan anak-anak Allah.
(Rm. 8:20-22).
Penghakiman itu diarahkan kepada kuasa-kuasa yang
menindas dan membinasakan makhluk ciptaan Allah,
sebab hanya dengan membebaskan ciptaan dari kuasakuasa perusak tadi, manu