TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SIDOAJO.

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP
PEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA
NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
SIDOARJO

SKRIPSI
Oleh
Ivvany Ningtyas Seily Rohmah
Nim. C03212044

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas SyariahdanHukum
JurusanHukum PublikIslamProdiHukum Pidana Islam
Surabaya

2016

ABSTRAK
Latarbelakang diangkatnya skripsi yaitu berangkat dari pandangan
masyarakat yang menganggap bahwa remisi sangat mudah diberikan kepada
pelaku tindak pidana narkotika yang menjadi narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Sidoarjo, sehingga penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut
untuk menverfikasi apakah benar remisi diberikan dengan sangat mudah dan
bagaimana pemberian remisi dalam hukum pidana Islam. Skripsi ini adalah hasil
penelitian lapangan untuk menjawab pertanyan bagaimana pemberian remisi
kepada pelaku tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo dan
bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pemberian remisi kepada
pelaku tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo.
Data penelitian dihimpun melalui dokumentasi, menelaah dan mempelajari
sumber-sumber data di atas serta menghimpun dan menganalisis dokumendokumen baik dokumen tertulis maupun elektronik dengan menggunakan teknik
deskriptif analisis.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemberian remisi di Lembaga
Pemasyarakatan Sidoarjo diberikan dengan beberapa syarat yang telah
ditentukan oleh peraturan-peraturan yang ada, remisi diberikan dengan beberapa
jenis, yaitu remisi umum, remisi khusus, remisi tambahan dan juga remisi
dasawarsa. Remisi diberikan kepada pelaku tindak pidana narkotika dengan cara
mengumumkan pada saat upacara hari kemerdekaan negara Republik Indonesia
di pendopo Sidoarjo. Remisi dalam hukum pidana Islam disebut juga dengan
tah}fiful uqu>bah (keringanan hukuman), remisi diberikan kepada narapidana
narkotika karena itu adalah hak bagi setiap narapidana yang telah memenuhi
syarat pemberian remisi, dan dalam hal ini setiap narapidana yang telah

berkelakuan baik atau dengan kata lain bila narapidana narkotika telah menyesal
atau bertaubat maka narapidana narkotika berhak mendapatkan sesuatu yang
harus diterima sebagi hak warga binaan pemasyarakatan.
Sejalan dengan kesimpulan diatas, maka kepada pemegang otoritas
pemberiann remisi kepada pelaku tindak pidana narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Sidoarjo disarankan untuk memberitahukan kepada seluruh
narapidana narkotika bahwa telah mendapatkan remisi, agar mereka dapat
mengetahui bahwa mereka telah menerima haknya sebagai warga binaan
pemasyarakatan, dan lebih semangat untuk selalu berkelakuan baik di Lembaga
Pemasyarakatan Sidoarjo.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ........................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................

ii


PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iii
PENGESAHAN ............................................................................................. iv
ABSTRAK .....................................................................................................

v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR TRANSLITERASI ......................................................................... viii
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................
B. Identifikasi dan batasan masalah ................................................
C. Rumusan Masalah ......................................................................
D. Kajian Pustaka ...........................................................................
E. Tujuan Penelitian .......................................................................
F. Kegunaan Penelitian ...................................................................
G.Definisi Operasional ...................................................................

H. Metode Penelitian ......................................................................
I. Sistematika Pembahasan .............................................................

1
9
10
10
12
12
13
13
15

BAB II : PENGAMPUNAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM ................ 16
A. Jarimah H}udud ...........................................................................
B. Jarimah Ta’zi>r ............................................................................
C. Pengampunan Jarimah H}udud dan Ta’zir ...................................
D. Perbedaan antara H}udud dan Ta’zir ...........................................
BAB III


16
21
27
29

: PEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA
NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SIDOARJO
A. Pemberian Remisi di Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo .......... . 31
B. Dasar Hukum Pemberian Remisi di LAPAS Sidoarjo ................ 38
C. Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Narkotika

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

di LAPAS Sidoarjo ......................................................................... 47
BAB IV : ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERIAN
REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN SIDOARJO ........................ 46
A. Aanalisis Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana
Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo ....................... 45
B. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Pemberian Remisi kepada

Pelaku Tindak Pidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan
Sidoarjo...................................................................................... 55
BAB V: PENUTUP ........................................................................................ 68
A. Kesimpulan ................................................................................ 68
B. Saran .......................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70
LAMPIRAN-LAMPIRAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Hukum dibuat untuk ditaati, namun banyak masyarakat tidak
mengerti fungsi dari hukum tersebut, bahkan banyak masyarakat yang
melanggar bahkan berbuat kejahatan. Di Indonesia hukum yang mengatur
tentang hukuman bagi pelaku kejahatan diatur dalam KUHP (Kitab
Undang-undang Hukum Pidana) hukum pidana yaitu, peraturan hukum
yang mencakup keharusan dan larangan serta bagi pelanggarnya akan

dikenakan sanksi hukuman terhadapnya.1
Di Indonesia terdapat sumber hukum formil dan sumber hukum
materiil, mengenai sumber hukum formil dari hukum pidana yaitu
KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana) dan sumber

hukum materiilnya adalah KUHP (Kitab Undang-undang Hukum
Pidana), dalam KUHP membahas tentang ketentuan-ketentuan dan
hukuman bagi pelaku tindak pidana sedangkan dalam KUHAP membahas
tentang beracara dalam persidangan. Tindak pidana harus dibedakan
antara pelanggaran dan kejahatan dalam kedua kata tersebut berbeda
karena ditinjau dari niat dan perbuatan itu disengaja atau tidak disengaja.
Dalam hukum pidana terdapat suatu hukuman, yang dimaksud
hukuman adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan
1

M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), 269.

1


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undangundang ,2 didalam hukum pidana terdapat dua jenis hukuman seperti yang
dicantumkan dalam pasal 10 KUHP, hukuman-hukuman tersebut yaitu:3
1. Hukuman-hukuman pokok
a. Hukuman mati ;
b. Hukuman penjara ;
c. Hukuman kurungan ;
d. Hukuman denda.
2. Hukuman-hukuman tambahan
a. Pencabutan beberapa hak yang tertentu ;
b. Perampasan barang yang tertentu ;
c. Pengumuman keputusan hakim ;
Di agama Islam pun terdapat hukum yang mengatur tentang
kejahatan (Jarimah) yang disebut dengan hukum pidana Islam,
pembahasan hukum pidana Islam ada yang menyebutnya fiqh jinayah dan
ada pula yang menjadikan fiqh jinayah sebagai subbagian yang terdapat di

bagian akhir isi sebuah kitab fiqh atau kitab hadis yang corak
pemaparanya seperti kitab fiqh.4 Ditinjau dari unsur-unsur jarimah atau
tindak pidana, objek utama kajian fiqh jinayah dapat dibedakan menjadi
tiga bagian, yaitu al-rukn al-sya>r’i atau unsur formil, al-rukn al-ma>di> atau

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ( Bogor: Politea, 1991), 35.
Ibid., 34.
4
Nurul Irfan dan Masyarofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Pena Grafika, 2013), 1.
2

3

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

unsur materiil, al-rukn al-adabi> atau unsur moril.5 Dalam hukum pidana
Islam terdapat tiga macam tindak pidana (jarimah) yaitu, jarimah hudud,
jarimah qishas atau diyat, dan jarimah ta’zir.6

Adapun yang dimaksud dengan jarimah h}udud yaitu perbuatan
melanggar hukum yang jenis dan ancamannya ditentukan oleh nas, dan
yang dimaksud dengan jarimah qisas atau diyat yaitu perbuatan yang
diancam dengan qisas dan diyat, sedangkan jarimah ta’zir yaitu memberi
pelajaran, artinya suatu jarimah yang diancam dengan hukum ta’zir yaitu
hukuman selain h}ad dan qisas diyat.7
Di Indonesia kejahatan telah marak di masyarakat, baik kejahatan
atas jiwa atau kejahatan yang bukan jiwa, seperti halnya dengan
kejahatan yang merugikan dirinya sendiri atau merusak diri dan masa
depan diri sendiri yaitu narkotika yang telah banyak merusak generasi
muda di negara kita ini, bahaya narkoba tidak mengurangi antusias
masyarakat untuk mengkonsumsinya.
Oleh karena itu, perusak generasi muda pada zaman sekarang adalah
narkoba, narkoba sudah tidak asing lagi untuk didengar di masyarakat.
Definisi dari narkoba yaitu narkotika dan obat-obatan berbahaya atau
narkotika dan obat-obatan terlarang, sedangkan definisi dari narkotika
adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau non tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau

5


Ibid., 2.
Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, (Jogjakarta: Logung Pustaka, 2004), 12.
7
Ibid., 12-13.
6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 8
Narkoba sudah ada sejak zaman dahulu, namun narkoba pertama kali
digunakan untuk untuk kepentingan pengobatan dan menolong orang
sakit. Sejak zaman prasejarah, manusia sudah mengenal zat psikoaktif
berupa dedaunan, buah-buahan, akar-akaran

dan bunga dari berbagai

jenis tanaman yang sudah lama diketahui manusia purba akan efek
farmatologinya. Sejarah mencatat, ganja sudah digunakan orang sejak
tahun 2700 SM.9
Pada zaman sekarang narkoba telah merajai gaya hidup masyarakat,
di negara Indonesia khususnya, banyak masyarakat yang menggunakan
bahkan mengedarkan narkoba, meskipun banyak pula pasal-pasal yang
mengancam para pengguna dan pengedar narkoba, seperti contoh pasal
112 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika yang
mengancam pidana empat tahun penjara bagi orang yang tanpa hak
melawan

hukum

menggunakan,

menyimpan,

menguasai

atau

menyediakan narkotika, namun tetap tidak ada rasa takut bagi mereka
para pengguna narkoba tersebut.10
Sangat sayang sekali warga negara bahkan para kaum muda sebagai
aset negara terjerumus kepada narkoba yang merusak kehidupannya, jika
dilihat

dari

penjelasan diatas, narkoba mempunyai

efek

dapat

M. Marwan dan Jimmy P, Kamus...,447.
Nurul Irfan dan Masyarofah, Fiqh...,175.
10
Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika.
8

9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

menghilangkan rasa bahkan membuat lupa, terkadang masyarakat
pecandu narkoba menggunakan barang terlarang tersebut dikarenakan
banyak masalah dan terkadang juga karena pengaruh dari teman, untuk
mendapatkan obat terlarang tersebut para pecandu pertama diberi secara
cuma-cuma oleh teman atau orang disekitar yang lebih awal
menggunakan atau para pengedar narkoba, setelah pecandu narkoba
merasakan efeknya pastilah pecandu mulai mengkonsumsi narkoba
dengan membeli dari orang yang menawarinya. Ketika pecandu sudah
mengkonsumsi narkoba tersebut bukan hanya satu kejahatan yang
dibuatnya, bisa jadi melakukan kejahatan lainnya seperti mencuri,
membunuh dan lain sebagainya.
Narkoba tidak dijelaskan secara gamblang dalam hukum pidana
Islam, namun narkoba dapat disamakan dengan kh}amr yaitu sesuatu yang
memabukkan, dan hukuman bagi peminum atau pengguna khamr dalam
Islam akan dikenakan h}ad atau h}udud. Telah dijelaskan dalam Al-Quran
surat al-Baqarah ayat 219 yang berbunyi :

‫ا أكبر من‬

‫ير منافع للنّاس إث‬
ٌ ‫يسألونك عن الخ ر ال يسر قل في ا إث ٌم كب‬

ّ ‫نفع ا يسألونك ماذا ينفقو قل العفو كذلك يبين‬
‫ّ لكم اآيات لعلّكم تتف ّكر‬
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras,
berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak
panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.11
Narkotika telah lama dikenal umat manusia. Tapi sebenarnya lebih
banyak madharatnya dari pada manfaatnya. Untuk itu, hampir semua
11

Al-Quran dan terjemahannya, (Semarang: PT. Karya Toha Putra,2002), 42.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

agama besar melarang umat manusia untuk mengkonsumsi narkotika dan
minuman keras (dalam bentuk yang lebih luas lagi adalah narkoba).12
Dari uraian diatas bahwa narkoba bisa membahayakan diri sendiri
dan masyarakat. Narkoba sekian banyak madharat dan tidak ada
manfaatnya. Beberapa jenis narkoba hanya ada manfaatnya jika dipakai
untuk keperluan ilmu pengetahuan, pengobatan, dan medis. Syaratnya
harus dalam pengawasan ahlinya yang berkompeten secara ketat dan
terarah. Pemakaiannya pun sangat terbatas dan menurut petunjuk dokter.
Di luar itu semua, maka narkoba bisa merusak fisik dan psikis, raga dan
jiwa. Narkoba juga sangat dekat dengan dunia kejahatan dan kekerasan.
Para pemakai narkoba sering mengalami keterasingan dari dirinya
sendiri, dan menderita depresi berat. Para pemakai nerkoba seringkali
mengalami perubahan pribadi yang baik menjadi buruk, dari pribadi yang
sehat menjadi sakit. Narkoba memang seharusnya di jauhi karena lebih
banyak madharatnya. Apabila memang pemakai narkoba tertangkap oleh
penegak hukum seharusnya dia dihukum yang setimpal mengingat efek
narkoba yang sangat membahayakan.
Meskipun pengguna narkoba telah dijatuhi hukuman namun
kebanyakan narapidana tidak jera dengan adanya hukuman tersebut
karena

dengan

berkelakuan

baik

selama

di

dalam

lembaga

pemasyarakatan narapidana mendapatkan keringanan hukuman atau yang
disebut dengan remisi.
12

M. Arif Hakim, Bahaya Narkoba Alkohol,(Bandung: Nuansa, 2004), 87.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

Dengan adanya remisi narapidana dapat keringanan hukuman, dan
dengan adanya pengurangan masa tahanan seperti kurang adanya efek jera
karena dengan adanya hukuman tersebut narapidana dapat menyesali
perbuatan yang telah dilakukan, kususnya pelaku tindak pidana narkotika,
pelaku tindak pidana narkotika dijatuhi hukuman empat tahun penjara,
dan menggunakan narkotika lebih dari empat tahun, dapat dilihat betapa
tidak adanya efek jera bila pengguna narkotika mendapatkan remisi hanya
dengan berkelakuan baik, bisa jadi para narapidana hanya sekedar
menyesali kelakuannya untuk mendapatkan pengurangan masa tahanan,
seharusnya dalam hal pemberian remisi harus lebih selektif dan bukan
hanya sekedar dapat berkelaluan baik dalam lembaga pemasyarakatan.
Walaupun ada hak asasi manusia, pemberian remisi tersebut terlihat
sangat kurang memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana narkotika,
karena dalam pengurangan masa tahanan atau pemberian remisi dirasa
kurang wajar karena dalam remisi terdapat remisi umum dan remisi
khusus dimana pengurangan masa tahanan bukan hanya satu atau dua hari
saja namun mencapai satu bulan bahkan lebih, dan dengan berkelakuan
baik atau hanya sekedar sering adzan di mushola dan juga sekedar
menang dalam perlombaan pada hari kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan Sidoarjo.

Adanya suatu hukum itu karena adanya suatu peristiwa, maka dari itu
dengan adanya hukum yang bertujuan sebagai pengontrol perilaku

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

manusia, dan fungsi dari adanya hukuman yaitu untuk membuat pelaku
menjadi jera dan menyesal akan perbuatannya, oleh karena itu adanya
suatu hukuman yang berfungsi untuk memberikan efek jera maka
pemberian remisi bukan sekedar diberikan kepada para narapidana, namun
seharusnya juga harus ada syarat tertentu untuk mendapatkan remisi bagi
narapidana.
Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah yang mempunyai kewenangan
untuk memberikan remisi kepada para narapidana khususnya pelaku
tindak pidana narkotika dengan lebih selektif untuk memberikan
keringanan hukuman atau remisi kepada pelaku tindak pidana narkotika.
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas, yaitu mengenai
pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana narkotika, penulis tertarik
untuk mengangkat permasalahan tersebut di Lembaga Pemasyarakatan
Sidoarjo. Pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana narkotika di
Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo serta menurut hukum pidana Islam
dalam penulisan ini, serta alasan pemberian remisi kepada pelaku tindak
pidana narkotika.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Dari latar belakang diatas terdapat beberapa masalah dalam
penelitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasi
sebagai berikut:
1. Remisi menurut hukum pidana islam.
2. Macam-macam remisi yang diberikan kepada pelaku tindak pidana
narkotika.
3. Prosedur pemberian remisi dan besarnya pemberian remisi.
4. Analisis pidana Islam terhadap pemberian remisi bagi pelaku
tindak pidana narkotika.
5. Dasar penghitungan bagi besarnya pemberian remisi
6. Tata cara pengajuan pemberian remisi
7. Pemberian remisi terhadap pelaku tindak pidana narkotika
Sedangkan batasan maslah dalam penelitian ini adalah:
1. Pemberian remisi terhadap pelaku tindak pidana narkotika di
Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo.
2. Analisis hukum pidana Islam terhadap pemberian remisi terhadap
pelaku tindak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo.

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sistem pemberian remisi terhadap pelaku tindak
pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo ?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap sistem
pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana narkotika di
Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo ?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau
penelitian yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan
diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak
merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang
telah ada.13
Penelitian tentang pemberian remisi memang cukup banyak dan
beragam, namun keberagaman tema tersebut dapat memberikan refrensi
yang berbeda, baik dari objek maupun fokus penelitian. Hal ini dapat
dipahami dalam beberapa penelitian sebagai berikut:
“ Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pemberian Remisi Kepada
Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Analisis Keppres Nomor 174
Tahun 1999)” yang dibahas oleh Muhammad Thohir membahas tentang
pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana pembunuhan, dalam
skripsi ini membahas tentang pemberian remisi namun dalam pada pelaku
tindak pidana pembunuhan bukan narkotika.14

Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum, Petunjuk Teknis PenulisanSkripsi, (Surabaya: t.p,
t.t), 8.
14
Muhammad Thohir,“ Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pemberian Remisi Kepada
13

Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Analisis Keppres Nomor 174 Tahun
1999)”,(Fakultas SyariahInstitut Agama Islam Negeri Wali Songo Semarang, 2012).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

Penelitian selanjutnya yaitu “Tinjauan Filsafat Hukum Islam
Terhadap Pelaksanaan Remisi Bagi Pelaku Tindak Pidana (Analisis
Yuridis Keppres RI No 174 Tahun 1999)”, yang dibahas oleh Inayatur
Rahman skripsi ini membahas pelaksanaan remisi dari sudut pandang
filsafat hukum Islam, sehingga terdapat perbedaan sudut pandang dengan
skripsi penulis.15
Selanjutnya penelitian tentang “Remisi Bagi Teroris Perspektif
Hukum Pidana Islam” yang dibahas oleh Ahmad Dani, skripsi ini
membahas tentang gambaran umum remisi yang diberikan kepada teroris,
terlihat jelas bahwa sangat berbeda dengan judul penulis, dalam skripsi ini
membahas tentang remisi bagi teroris dan bukan pada pelaku tindak
pidana narkotika.16
Dari beberapa uraian judul skripsi diatas, dapat dikatakan bahwa
penelitian skripsi ini berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut.
Dalam penelitian ini mengkaji tentang pemberian remisi kepada pelaku
tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo dan
bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap pemberian remisi
bagi pelaku tindak pidana narkotika, objek dalam kasus tersebut adalah
pemberian remisi dan subjeknya adalah pelaku tindak pidana narkotika.

Inayatur Rahman,“Tinjauan Filsafat Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Remisi Bagi Pelaku
Tindak Pidana ( Analisis Yuridis Keppres RI No 174 Tahun 1999 )”, (Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2009).
16
Ahmad Dhani, “Remisi Bagi Teroris Perspektif Hukum Pidana Islam”,(Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2012)
15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ditulis diatas, maka skripsi ini
bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pemberian remisi yang diberikan
kepada

pelaku

tindak

pidana

narkotika

di

Lembaga

Pemasyarakatan Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui pemberian remisi bagi pelaku tindak pidana
narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo menurut hukum
pidana Islam.

F. Kegunaan Penelitian
1. Aspek keilmuan (Teoritis)
Hasil studi ini menambah dan memperkaya pengetahuan,
khususnya tentang pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana
narkotika dan bagi peneliti berikutnya, dapat digunakan sebagai acuan
dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan pemberian remisi
bagi pelaku tindak pidana narkotika.
2. Aspek Terapan (Praktis)
Hasil studi ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi masyarakat
tentang pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana narkotika. Dan
juga dapat menambah pengetahuan bagi Lembaga Pemasyarakatan
bagaimana remisi dalam hukum pidana Islam.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

G. Definisi Operasional
1. Hukum pidana Islam adalah segala perbuatan pidana yang
diancam yang diancam dengan hukuman hudud dan ta’zi>r. 17
2. Pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana narkotika adalah
keringanan hukuman yang diberikan oleh kementerian hukum dan
HAM, orang atau beberapa orang yang melakukan tindak pidana
narkotika.

H. Metode Penelitian
1. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan yaitu berupa surat pemberian remisi.
2. Sumber Data
Berdasarkan data-data diatas, penulis menggunakan dua sumber data
yaitu:
a. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan
data kepada pengumpul data yaitu berupa :

Hasil wawancara

dengan narasumber yang memberikan remisi.
b. Sumber data skunder yaitu berkas-berkas yang terkait dengan
pemberian remisi yaitu:
1) Surat pemberian remisi.

2) Putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman kepada pelaku
tindak pidana narkotika.
17

A. Djazuli, Fiqh Jinayah, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo,1997), 1.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

3) Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam.
4) M. Nurul Irfan dan Masyarofah, Fiqh Jinayah.
5) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam.
6) A. Jazuli, Fiqh Jinayah.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dari sumber data yang penulis gunakan di atas bahwa penelitian
dalam studi ini merupakan penelitian lapangan, dan adapun tehnik
pengumpulan datanya yaitu dengan cara dokumentasi, menelaah dan
menganalisis serta mempelajari sumber-sumber data di atas serta
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik dokumen
tertulis maupun elektronik.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah Deskriptif Analisis
dengan pola pikir deduktif, yaitu memaparkan data yang diperoleh dari
lapangan berupa hasil surat pemberian remisi, putusan pengadilan
negeri yang memutus perkara penyalah gunaan narkotika dan
keseluruhan kebenaran data atas fakta, prinsip atau produk dari suatu
pengetahuan yang sudah ada, Sehingga penulis dapat menuliskan
penjelasan-penjelasan yang dihasilkan dari penelitian ini, untuk
menjawab permasalahan-permasalahan dari penelitian ini.
5. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan masalah-masalah dalam studi
ini, dan dapat dipahami permasalahannya secara sistematis dan lebih

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

terarah, maka pembahasannya dibentuk dalam bab-bab yang masingmasing sub-bab, sehingga tergambar keterkaitannya yang tersusun
sistematis. Sistematika pembahasannya disusun sebagai berikut:
Bab Pertama, memuat pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
operasional, metode penelitian, sumberdata, teknik pengumpulan data,
teknik analisa data dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, memuat tentang landasan teori yang berisi tentang
jarimah h}udu>d dan ta’zi>r, serta pengampunan h}udu>d dan ta’zi>r dalam
hukum pidana Islam.
Bab ketiga, memuat tentang penyajian data yang berisi tentang
hasil studi lapangan pada pelaku tindak pidana narkotika di Lembaga
Pemasyarakatan Sidoarjo.
Bab keempat, memuat tentang analisis data yang berisi tentang
analisis pemberian remisi bagi pelaku tindak pidana narkotika ditinjau
dari hukum pidana Islam.
Bab kelima, bab ini merupakan penutup yang berisi tentang
kesimpulan dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
PENGAMPUNAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM
Secara terminologis narkoba ialah setiap zat yang apabila dikonsumsi akan
merusak fisik dan akal, juga membuat orang menjadi mabuk atau gila. Sebagian
ulama menganalogikan narkoba dengan khamr, dan khamr dalam Al-Quran
termasuk dalam jarimah h}udu>d.
Namun sebagian ulama juga menyebutkan bahwa narkoba mempunyai efek
yang lebih berbahaya dan narkoba dapat merusak jiwa raga juga menghabiskan
harta. Sehingga penyalah gunaan narkotika dijatuhi hukuman ta’zir.
Dalam hukuman dikenal dengan gugurnya suatu hukuman, maksudnya
adalah tidak dapat dilaksanakannya hukuman-hukuman yang telah dijatuhkan atau
diputuskan oleh hakim, berhubung tempat (badan atau bagiannya) untuk
melaksanakan hukuman sudah tidak ada lagi, atau waktu untuk melaksanakannya
telah lewat. Dan dalam gugurnya hukuman terdapat beberapa sebab yang salah
satunya adalah pengampunan. Pengampunan antara jarimah h}udud dan ta’zir itu
berbeda, seperti penjelasan berikut:
A. Jarimah H}udud
1. Definisi jarimah h}udud
Kata h}udud adalah bentuk jamak dari kata h}ad. Pada dasarnya h}ad
berarti pemisah antara dua hal atau yang membedakan antara sesuatu

16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

dengan yang lain. Secara bahasa,1 h}ad berarti cegahan atau larangan,
hukuman-hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku-pelaku kemaksiatan
disebut h}udud, karena hukuman tersebut dimaksudkan untuk mencegah
agar orang yang dikenai hukuman itu tidak mengulangi perbuatan yang
menyebabkan dia dihukum. H}ad juga berarti kemaksiatan itu sendiri,
sebagaimana firman Allah pada surat al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:

ّ ‫ل ّن علم‬
‫ّ أنّ م كنتم ت ت نو أنفس م فت‬

‫ل م أنتم ل‬

‫ه ّن ل‬

ّ ‫علي م عف عن م ف آ ب شر ه ّن ابتغوا م كتب‬
‫ّ ل م كلوا اشربوا‬
‫حتّى يت يّن ل م ال يط اأبيض من ال يط اأسود من الفجر ث ّم أت ّ وا الصي‬
ّ ‫إلى اللّيل ا ت شر ه ّن أنتم ع كفو في ال س جد تلك حد د‬
‫ّ فا‬
‫لعلّ م يتّقو‬

ّ‫ّ آي ته للن‬
ّ ‫تقربوه ك لك ي ين‬

Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu.
Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka.
Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi
dia menerima taubatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah
mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan
minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan
benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai
datang malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu
beri’tikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepada
manusia, agar mereka bertakwa.2
Menurut istilah syara’, h}ad adalah pemberian hukuman dalam rangka hak
Allah.3

Sayyid Sabiq, fikih Sunnah, juz 9, (Bandung: PT. Alma’arif, 1984), 8.
Departemen Agama RI..., 36.
3
Ibid, 8
1

2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

H}udud menurut Abdul Qadir Audah adalah jarimah yang diancam
dengan hukuman h}ad. Pengertian hukuman h}ad adalah hukuman yang
telah ditentukan oleh syara’ dan merupakan hak Allah.4
Kata h}udud biasanya dimutlakkan untuk tindak pidana hudud dan
hukuman-hukumannya. Dikatakan “tertuduh itu telah melakukan tindak
pidana h}udud”. Jika kata h}udud diucapkan untuk tindak pidana, yang
dimaksud adalah definisi tindak pidana dengan hukumannya. Artinya,
tindak pidana yang mempunyai sanksi hukum yang sudah ditentukan
secara syara’. Karena itu, dinamakan tindak pidana dengan h}udud adalah
penamaan majas.
Sebagian fukaha mendefinisikan h}udud dengan hukuman yang sudah
ditentukan secara syara’. Memberikan definisi bagi hukuman h}udud
sebagai

hukuman

yang

sudah

ditentukan

sebagai

hak

Allah,

mengakibatkan pengkhususan tersebut. Makna dari hukuman yang sudah
ditentukan adalah syari’ sudah menentukan jenis dan membatasi
kadarnya, tidak membiarkan pilihan atau kadar hukuman kepada
penguasa atau hakim.
Makna hukuman ditetapkan sebagai hal Allah adalah5 hukuman
tersebut ditetapkan demi kebaikan masyarakat dan menjaga tatanannya.
Ketika menisbatkan hukuman kepada Allah dan mengatakannya sebagai
hak Allah, para fukaha menghendaki bahwa hukuman tersebut tidak
mungkin digugurkan, baik melalui perseorangan maupun masyarakat.
4
5

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., x
Ensiklopedia, 149.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

Hukuman dianggap hak Allah ketika menyangkut kepentingan
umum, yaitu menghindarkan kerusakan dari manusia dan melindungi
mereka. Setiap tindak pidana yang kerusakannya kembali kepada umum
dan manfaat hukumannya juga kembali kepada mereka, hukuman tersebut
dianggap hak Allah, demi tercapainya manfaat dan menangkis bahaya
serta kerusakan. Dengan menganggap hukuman sebagai hak Allah,
hukuman tidak bisa digugurkan oleh perseorangan atau masyarakat.6
Sebagian fukaha meredifinisikan tindak pidana h}udud dengan kata
tindak pidana. Dan mereka menulis tentang tindak pidana h}udud dengan

al-jina>yat, tindak pidana. Jina>yat secara bahasa adalah nama untuk
kejahatan yang dilakukan seseorang dan akibat yang ditimbulkannya.
Secara istilah fikih jina>yat

adalah nama untuk perbuatan yang

diharamkan menurut syara’. Kata jina>yat secara istilah sama dengan kata

jarima>h. Jika h}udud adalah jarim>ah, ia juga sah disebut jina>yat.
2. Kesalahan-kesalahan yang dikenai hukuman h}udud
Al-Quran dan sunnah telah menetapkan hukuman tertentu untuk
kesalahan-kesalahan tertentu. Kesalahan-kesalahan tersebut terdiri dari
berzina, menuduh berzina, mencuri, mabuk, mengacau murtad dan
memberontak. Terhadap pelaku salah satu delik-delik ini dikenakan
hukuman.
Dalam hukum pidana Islam yang berkaitan dengan hukuman pelaku
tindak pidana narkotika, sebagian ulama berpendapat bahwa pelaku
6

Ibid., 150.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

tindak pidana narkotika dapat dijatuhi hukuman h}ad, dalam hal ini
narkotika dianalogikan dengan kh}amr. jadi jika narkotika sama dengan

kh}amr maka dalam syara’ pun sudah jelas bahwa hukuman bagi peminum
khamr adalah h}ad sebagaimana yang telah dijelaskan dalam firman Allah
surah Al-Maidah ayat 90 yang berbunyi:

ّ ‫جس من ع ل ال‬
‫شيط‬

‫اأ ا‬

‫ي أيّ الّ ين آمنوا إنّ ال ر ال يسر اأنص‬
‫ف جتن و لعلّ م تفلحو‬

Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum keras,
berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak
panah, adalah perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu
agar kamu beruntung.7
Islam secara jelas dan tegas telah mengatur bentuk-bentuk hukuman
untuk setiap pelanggaran atas larangan Allah, baik berupa h}ad maupun
ta’zir. Bagi peminum khamr hukumannya 40 kali dera dimuka umum.
sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Anas r.a:8

‫في‬،‫ جلدالنّ ي ّصلى ه عليه سلم‬:‫ق ل‬،‫حديث أنس‬
‫ب لجريد النع ل؛ جلدأبوب رأ بعين‬،‫ال ر‬
Anas r.a. berkata: Nabi saw. telah melaksanakan hukum jalad (dera
dengan pelepah pohon kurma dari sandal), dan Abubakar telah mendera
empat puluh kali (yakni pada orang yang mabuk karena minum khamer).
(Bukhari, Muslim).
Dalam hal ini narkoba disamakan dengan kh}amr, maka jelas
hukumannya adalah h}ad. Hukuman h}ad dari ayat diatas dijelaskan bahwa

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Pustaka Agung Harapan,
2006), 163.
8
Ibid., 22.
6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

hukumannya adalah 40 kali dera bahkan ada yang mengatakan 80 kali
dera.

B. Jarimah Ta’zi>r
1. Definisi Ta’zi>r
Menurut bahasa lafaz ta’zir

berasal dari kata ‘azzara yang

mempunyai sinonim kata yaitu mencegah atau menolak (mana’a wa

radda), mendidik (‘addaba). Pengertian ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah dan Wahbah Zuhaili, ta’zi>r
diartikan mencegah dan menolak, karena ta’zi>r dapat mencegah pelaku
agar tidak mengulangi perbuatannya. Ta’zi>r diartikan mendidik, karena

ta’zi>r dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia
menyadari

perbuatan

jarimahnya

kemudian

meninggalkan

dan

menghentikannya. Jadi, menurut bahasa ta’zi>r adalah hukuman yang
bersifat pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannya
belum ditetapkan oleh syara’.9
Pendapat Wahbah Zuhaili memberikan definisi ta’zir

yang mirip

dengan definisi Al-Mawardi, ta’zir menurut syara’ adalah hukuman yang
ditetapkan atas perbuatan maksiat atau jinayah yang tidak dikenakan
hukuman h}ad dan tidak pula kafarat.10
Ibrahim Unais juga memberikan definisi ta’zir menurut syara’ yaitu
hukuman pendidikan yang tidak mencapai hukuman h}ad syar’i.
9

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 248.
Ibid., 249.

10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa ta’zir
adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang
hukumannya belum ditetapkan oleh syara’. Dikalangan fuqaha, jarimahjarimah yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’ dinamakan
dengan jarimah ta’zir. jadi, istilah ta’ziri bisa digunakan untuk hukuman
dan bisa juga untuk jarimah (tindak pidana).
Dari definisi tersebut, juga dapat dipahami bahwa jarimah ta’zir
terdiri atas perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman

h}ad tidak pula kafarat. Dengan demikian, inti dari jarimah ta’zi>r adalah
perbuatan maksiat. Adapun yang dimaksud dengan maksiat adalah
meninggalkan perbuatan yang diwajibkan dan melakukan perbuatan
yang diharamkan.
Makna ta’zir bisa juga diartikan mengagungkan dan membantu,
seperti yang telah difirmankan Allah dalam surah al-Fath ayat 9 yang
berbunyi:

‫تس حو ب ر ً أصيا‬

‫توقر‬

‫سوله تع‬

ّّ ‫لت منوا ب‬

Agar kamu semua beriman kepada Allah dan rasulnya, menguatkan
(agama) nya, membesarkannya, dan bertasbih kepadanya pagi dan
petang.11
Maksud

dari

kata

tu’azziru>hu

dalam

ayat

ini

adalah

mengagungkannya dan menolongnya. Adapun yang dimaksud dengan

ta’zir mnurut terminologi fikih Islam adalah tindakan edukatif terhadap

11

Departemen Agama RI..., 738.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

pelaku perbuatan dosa yang tidak ada sanksi h}ad dan kafarat.

12

Atau

dengan kata lain, ta’zir adalah hukuman yang bersifat edukatif yang
ditentukan oleh hakim atas pelaku tindak pidana atau pelaku perbuatan
maksiat yang hukumannya belum ada. Mengingat persyaratan
dilaksanakannya hukuman masih belum terpenuhi dalam tindakantindakan tersebut.
Dari uraian tersebut, dapat diambil intisari bahwa jarimah ta’zir
dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
a. ta’zir karena berbuat maksiat;
b. ta’zir

karena

melakukan

perbuatan

yang

membahayakan

kepentingan umum;
c. ta’zir karena melakukan pelanggaran (mukhalafah)
Disamping itu, dilihat dari segi hak yang dilanggarnya, jarimah

ta’zi>r dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. jarimah ta’zir yang menyinggung hak Allah
b. jarimah ta’zir yang menyinggung hak perorangan (individu)
Adapun yang dimaksud dengan jarimah ta’zir yang menyinggung
hak Allah adalah semua perbuatan yang berkaitan dengan kepentingan
dan kemaslahatan umum. Misalnya mebuat kerusakan dimuka bumi,
pencurian yang tidak memenuhi syarat, mencium wanita lain yang
bukan istrinya, penimbunan bahan-bahan pokok, penyelundupan, dan
lain sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan jarimah ta’zir yang
12

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, 10 (Bandung: PT Alma’arif, 2004), 159.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

menyinggung

hak

perorangan

adalah

setiap

perbuatan

yang

mengakibatkan kerugian kepada orang-orang tertentu, bukan orang
banyak. Contohnya seperti penghinaan, penipuan, pemukulan dan lain
sebagainya.
2. Macam-macam hukuman ta’zir
Dalam uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa hukuman ta’zir
adalah hukuman yang belum ditetapkan oleh syara’ dan diserahkan
kepada ulil amri untuk menetapkannya. Hukuman ta’zir ini jenisnya
beragam, namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat
kelompok yaitu:13
a. hukuman ta’zir yang mengenai badan, seperti hukuman mati dan
jilid.
b. hukuman ta’zir yang berkaitan dengen kemerdekaan seseorang,
seperti hukuman penjara dan pengasingan.
c. hukuman ta’zir

yang

berkaitan dengan harta, seperti denda,

penyitaan/ perampasan harta, dan penghancuran barang.
d. hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh amri demi
kemaslahatan umum seperti, peringatan keras, digadirkan di
hadapan sidang, nasihat, celaan dan lain sebagainya.

13

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam..., 258.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

3. Maksud sanksi ta’zi>r
Maksud utama sanksi ta’zir adalah sebagai preventive dan represif
serta kuratif dan edukatif. Atas dasar ini ta’zir tidak boleh membawa
kehancuran.14
Yang dimaksud dengan fungsi preventive adalah bahwa sanksi ta’zir
harus memberikan dampak positif bagi orang lain (orang yang tidak
dikenai hukuman ta’zir), sehingga orang lain tidak melakukan perbuatan
yang sama dengan perbuatan terhukum.
Yang dimaksud dengan fungsi represif adalah bahwa sanksi ta’zir
harus memberikan dampak positif adalah bahwa sanksi ta’zir harus
memberikan dampak positif bagi si terhukum, sehingga ia tidak lagi
melakukan perbuatan yang menyebabkan dirinya dijatuhi hukuman

ta’zir.
Oleh karena itu, sanksi ta’zir itu baik dalam fungsinya sebagai
usaha preventif maupun represif, harus sesuai dengan keperluan, baik
lebih dan tidak kurang dengan menerapkan prinsip keadilan.
Yang dimaksud dengan fungsi kuratif (islah) adalah bahwa sanksi

ta’zir itu harus mampu membawa perbaikan sikap dan perilaku
terhukum dikemudian hari.
Yang dimaksud fungsi edukatif adalah bahwa sanksi ta’zir harus
mampu menumpuhkan hasrat terhukum untuk mengubah pola hidupnya
sehingga ia akan menjauhi perbuatan maksiat bukan karena takut
14

H. A Djazuli, Fiqh Jinayah..., 190.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

hukuman melainkan semata-mata karena tidak senang terhadap
kejahatan. Sudah tentu sangat penting dalam hal ini pendidikan agama
sebagai sarana memperkuat keimanan dan ketakwaannya, sehingga ia
menjauhi segala macam maksiat untuk mencari keridhaan Allah swt.
Oleh karena itu, maka tidak mengherankan bila para ulama dalam
hal sanksi ta’zir yang berupa penjara tidak memberikan batas waktu
bagi lamanya penjara, melainkan batas yang mereka tentukan adalah
sampai si terhukum bertaubat sebagai pembersih dari dosa.
Untuk menjaga kepastian hukum, perlu batas waktu hukuman
penjara. Hanya saja pembinaan di lembaga pemasyarakatan harus efektif
sehingga si terhukum waktu keluar telah taubat.

C. Pengampunan dalam Jarimah H}udud dan Ta’zi>r
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Pengampunan berasal dari kata
ampun yang berarti pembebasan darihukuman atau tuntutan.15 Sedangkan
dalam bahasa hukum pidana umum pengampunan disebut sebagai remisi
yang berarti pengurangan masa hukuman yang diberikan kepada orang
terpidana.16
Dalam jarimah h}udud dan ta’zir terdapat pengampunan yang dapat
meringankan hukuman pelaku namun antara keduanya ada yang dapat
Poerwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia,( Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 38.
M. Marwan dan Jimmy P, Kamus..., 533.

15
16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

diampuni ada pula yang tidak dapat diampuni atau diberikan keringanan
hukuman seperti penjelasan berikut:
1. Pengampunan terhadap tindak pidana h}udud
Pengampunan tidak memiliki pengaruh apapun bagi tindak pidana
yang wajib dijatuhi hukuman h}udud, baik diberikan oleh korban,
walinya, maupun penguasa.

17

Ini karena hukuman terhadap tindak

pidana h}udud bersifat wajib dan harus dilaksanakan. Para ulama
menyebut tindak pidana hudud sebagai hak Allah. Karena tindak
pidana hudud adalah hak Allah, hukumannya tidak boleh diampuni
atau dibatalkan.
Ketetapan tidak adanya pengampunan dan pembatalan hukuman
atas tindak pidana h}udud ini mengakibatkan pelaku tindak pidana
yang harus dijatuhi h}udud itu berstatus sebagai orang yang kehilangan
gak jaminan keselamatan jiwa dan anggota badannya.
2. Pengampunan terhadap tindak pidana ta’zir
Sudah disepakati oleh para fukaha bahwa pebguasa memiliki hak
pengampunan yang sempurna pada tindak pidana ta’zir. Karena itu,18
penguasa boleh mengampuni suatu tindak pidana ta’zir dan
hukumannya, baik sebagiannya maupun keseluruhannya. Meskipun
demikian, para fukaha berbeda pendapat tentang bisa tidaknya
penguasa memberikan pengampunan terhadap semua tindak pidana

ta’zir atau terbatas pada sebagiannya saja.
Abdul Qadir Al Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam...,168.
Abdul Qadir Al Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam..., 171.

17
18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Sebagian ulama (kelompok pertama) berpendapat bahwa
penguasa tidak memiliki hak pengampunan pada tindak pidana kisas
dan hudud yang sempurna yang tidak boleh dijatuhi hukuman kis}as
dan h}udud, tetapi ia harus dijatuhi hukuman ta’zir yang sesuai dengan
tindak pidana yang telah dilakukannya. Dalam hal ini, penguasa boleh
mengampuni tindak pidana dan hukumannya jika ia melihat ada
kemaslahatan umum di dalamnya dan setelah menghilangkan
dorongan hawa nafsu.19
Sementara itu, sebagaian ulama yang lain (kelompok kedua)
berpendapat bahwa penguasa memiliki hak untuk memberikan
pengampunan atas seluruh tindak pidana yang diancam dengan
hukuman ta’zir dan juga hak mengampuni hukumannya jika di
dalamnya terdapat kemaslahatan umum. Dari kedua pendapat ulama
tersebut, dapat kita lihat bahwa kelompok pertama lebih dekat
dengan logika hukum Islam yang berkaitan dengan tindak pidana

h}udud dan kis}as.
Kekuasaan korban dalam memberikan pengampunan terhadap
tindak pidana ta’zir hanya terbatas pada hal-hal yang berhubungan
dengan haknya (dirinya), seperti pemukulan dan pencacian. Kerana
itu, pengampunan korban tidak berpengaruh pada hak masyarakat,
yaitu mendidik pelaku dan memperbaikinya, sehingga jika korban
mengampuni pelaku, pengampunannya itu tertuju pada hak pribadi
19

Ibid., 171

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

korban saja. Sebaliknya, pengampunan penguasa atas tindak pidana
atau hukuman tidak berpengaruh pada hak-hak korban.20
D. Perbedaan Antara H}udud dan Ta’zi>r
Jarimah h}udud adalah jarimah yang hukumannyan telah ditentukan
oleh syara’. Sedangkan jarimah ta’zir adalah jarimah yang hukumannya
belum ditentukan oleh syara’ dan diserahkan kepada ulil amri untuk
menetapkannya. Dari pengertian ini jelaslah bahwa antara h}udud dan

ta’zir terdapat beberapa perbedaan, diantaranya yaitu:
a. hukuman h}udud diberlakukan secara sama untuk semua orang (pelaku),
sedangkan hukuman ta’zir pelaksanaanya dapat berbeda antara satu
pelaku dengan pelaku lainnya, tergantung kepada perbedaan kondisi
masing-masing pelaku. Apabila seseorang yang terhormat dan baikbaik, suatu ketika melakukan tindak pidana ta’zi>r maka kondisinya itu
dapat

dijadikan

pertimbangan

untuk

membebaskannya

atau

menjatuhkan hukuman yang lebih ringan. Sebaliknya, kepada orang
yang perilakunya tidak baik yang melakukan jarimah ta’zir yang sama
dapat dijatuhkan hukuman lebih berat.
b. Dalam jarimah h}udud tidak berlaku pembelaan (syafa’at) dan
pengampunan apabila perkaranya sudah dibawah kepengadilan.
Sedangkan untuk jarimah ta’zir, kemungkinan untuk memberikan
pengampunan terbuka lebar, baik oleh individu maupun ulil amri.

20

Ibid., 171.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

c. Orang yang mati karena dikenakan hukuman

ta’zir, berhak

memperoleh ganti rugi. Sedangkan untuk jarimah h}udud hal ini tidak
berlaku. Akan tetapi menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah,
kematian akibat hukuman ta’zi>r tidak mengakibatkan ganti rugi
apapun, karena dalam hal ini ta’zir dan h}udud itu sama. Alasan
pendapat pertama adalah tindakan Khalifah Umar yang menggertak
seorang wanita. Wanita itu kemudian merasa perutnya mulas dan
janinnya gugur dalam keadaan mati. Khalifah Umar menanggung dan
membayar diat janin tersebut.
Menurut H. A Djazuli mengutip pendapat Ibn Abidin di samping
perbedaan yang telah disebutkan diatas masih ada perbedaan

Dokumen yang terkait

Kedudukan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pelaksanaan Rehabilitasi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Dan Psikotropika

1 53 162

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA MENGENAI SYARAT PEMBERIAN REMISI KEPADA NARAPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI

0 5 17

PENULISAN HUKUM/SKRIPSITINJAUAN TENTANG PEMBERIAN REMISI TERHADAP TINJAUAN TENTANG PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME DI INDONESIA.

0 2 12

PENDAHULUAN TINJAUAN TENTANG PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME DI INDONESIA.

2 6 10

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEREDARAN NARKOTIKA DI DALAM LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A WIROGUNAN.

0 2 10

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGURANGAN MASA PIDANA (REMISI) TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA Tinjauan Yuridis Tentang Pengurangan Masa Pidana (Remisi) Terhadap Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus Di Lapas Narkotika Kelas Ii A Yogyakarta).

0 1 13

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI.

0 1 72

PELAKSANAAN PEMBERIAN REMISI TERHADAP NARAPIDANA TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar Lampung)

0 0 15

PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM - STAIN Kudus Repository

0 0 9

BAB IV PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM A. Remisi dalam Hukum Positif - PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDAN

0 0 50